INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat penurunan aktivitas serum ALT dan AST serta untuk mengetahui dosis efektif dekok sebagai senyawa hepatoprotektif.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan dengan membagi 30 ekor tikus dibagi ke dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I (kelompok kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB intraperitoneal. Kelompok II (kelompok kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kelompok kontrol dekok) diberi dekok herba Bidens pilosa L. pada dosis 2 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam diberikan diambil darahnya. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) diberi peringkat dosis dekok herba Bidens pilosa L. dosis 0,5; 1; dan 2 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Setelah pemberian karbon tetraklorida, pada jam ke-24 semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas serum ALT dan AST. Data dianalisis dengan menggunakan metode one way ANOVA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekok herba Bidens pilosa L.
memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Dosis efektif pemberian dekok herba Bidens pilosa L.yang diperoleh adalah dosis 1 g/kgBB dengan persen hepatoprotektif sebesar 94,9% berdasarkan aktivitas serum ALT dan 74,9% berdasarkan aktivitas serum AST.
ABSTRACT
The aim of study research are to prove the hepatoprotective effect of short term Bidens pilosa L. herbs decoction to decrease serum activities of ALT and AST in rats induced carbon tetrachloride and to know the effective dose in giving decoction.
This research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. A total of 30 female Wistar rats were divided randomly into 6 groups in the same amount. Group I (hepatotoxins controlled-group) was given carbon tetrachloride at a dose of 2 ml/kgBW in intraperitonial. Group II (negative-controlled-group) was given a dose of 2 ml/kgBW olive oil in intraperitonial. Group III (decoction controlled-group) was given oral decoction of
Bidens pilosa L. herbs at a dose of 2 g/kgBW, then after 6 hours, their blood was drawn. Group IV, V, and VI (treatment group) were given decoction of Bidens pilosa L.herbs at a dose of 0.5; 1; and 2 g/kgBW, then 6 hour after administration of decoctoin dose, 2 ml/kgBW of carbon tetrachloride was adminstered intraperitonially. At the 24th hour after administration of carbon tetrachloride, blood samples from all group were taken through the eyes orbital sinus for measuring the ALT and AST serum activities. The data were analyzed by one way ANOVA.
The result of this study showed that short-term Bidens pilosa L. herbs decoction has hepatoprotective effect by reducing ALT and AST serum activities in female Wistar rats induced carbon tetrachloride. The effective dose of Bidens pilosa L. herbs decoction was 1 g/kgBW with 94.9% percent of hepatoprotective based on the activities of ALT serum and 74.9% based on the activities of AST serum.
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK
DEKOK HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST
SERUM PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON
TERTRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Alexander Budi Kuncoro
NIM : 118114115
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“K
lain. Namun, bilamana anda tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan
layu dan mengering. Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman; harus disirami setiap
.”
(J. Donald Walters)
“B
. S
i sekolah, belajarlah untuk
.”
(pesan dari seorang pengusaha dan pengajar kami yang luar biasa)
Kupersembahkan karya ini untuk :
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul “EFEK
HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK DEKOK
HERBA Bidens pilosa L. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TERTRAKLORIDA”
yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
Program Studi Farmasi (S. Farm.) dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimaksih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan
penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.
2. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing, mendampingi, dan memotivasi penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik dan saran demi kemajuan skripsi ini dan selaku Dosen
Pembimbing Akademik (DPA) yang telah memberikan bimbingan dan
motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Farmasi USD.
4. Ibu Phebe Hendra, M. Si., Ph. D., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah
viii
Pembimbing Tim PKM-M kami yang telah membimbing dan mendampingi
sehingga semua program dan kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium
Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas
laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang telah memberikan bantuan dalam
determinasi tanaman herba Bidens pilosa L.
7. Pak Kayat, Pak Parjiman, Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto, dan
Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan Pak Otok selaku
pengelola gudang farmasi yang telah membantu penulis dalam proses
pelaksanaan penelitian di laboratorium.
8. Keluargaku tercinta, Bapak Antonius Sutiran, Ibu Christiana Maryatun dan
Agnes Belinda Sukmawati yang telah memberi doa, kasih sayang, motivasi dan
dukungan baik moril maupun materil demi kelancaran studi dan penyusunan
naskah skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan Bidens pilosa L., Leonardo Susanto Utomo, Apriyanto Gomes, Prasetyo Handy Kurniawan, dan Vina Alvionita Susilo, atas
segala kerjasama, bantuan, pengorbanan dan semangat dari awal penelitian
hingga penyusunan skripsi ini.
10. Teman, sahabat sekaligus keluarga kecilku FKK-B 2011, terima kasih atas
kebersamaan, keakraban, suka duka, semangat dan kekeluargaan yang telah
ix
11. Teman-teman angkatan 2011, teman di Fakultas Farmasi USD, teman
penghuni kos Patria dan seluruh teman-teman lainnya terimakasih atas
kebersamaan dan pengalaman hidup yang telah diberikan kepada penulis.
13. Teman-teman tim PKM-M “Pentas Penari”, Leo, Gomes, Ladya dan Dewinta
atas kerjasama, semangat dan kekompakan sehingga semua program dapat
terlaksana dengan baik tanpa menggangu jadwal penelitian ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak
demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak khususnya di bidang ilmu Farmasi.
Yogyakarta, 12 Januari 2015
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xiv
ABSTRACT ... xx
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 6
B. Kerusakan Hati ... 8
1. Perlemakan hati (steatosis) ... 9
2. Nekrosis hati ... 9
3. Sirosis ... 10
4. Kolestatis ... 10
C. Hepatotoksin ... 10
D. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) ... 11
E. Karbon tetraklorida ... 12
F. Bidens pilosa L. ... 15
1. Taksonomi ... 16
2. Nama lain ... 16
3. Morfologi ... 16
4. Kandungan kimia dan kegunaan ... 17
G. Dekok ... 18
H. Landasan Teori ... 18
J. Hipotesis ... 19
BAB III. METODE PENELITIAN ... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 20
1. Variabel utama ... 20
xii
3. Definisi operasional ... 21
C. Bahan Penelitian ... 22
1. Bahan utama ... 22
2. Bahan kimia ... 22
D. Alat Penelitian ... 24
1. Alat pembuatan serbuk kering herba Bidens pilosa L. ... 24
2. Pembuatan dekok herba Bidens pilosa L. ... 24
3. Alat untuk penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L. ... 24
4. Alat uji hepatoprotektif ... 24
E. Tata Cara Penelitian ... 24
1. Determinasi herba Bidens pilosa L. ... 24
2. Pengumpulan bahan uji ... 25
3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L. ... 25
4. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 25
5. Pembuatan dekok herba Bidens pilosa L. ... 26
6. Penetapan dosis dekok herba Bidens pilosa L. ... 26
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 27
8. Uji pendahuluan ... 27
9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 27
10. Pembuatan serum ... 28
11. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST ... 29
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 29
xiii
A. Hasil Determinasi Tanaman ... 31
B. Penyiapan Bahan Uji ... 32
1. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L. ... 32
2. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 32
B. Uji Pendahuluan ... 32
1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 32
2. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 33
3. Penentuan dosis dekok herba Bidens pilosa L. ... 38
D. Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Pendek Dekok Herba Bidens pilosa L. pada Tikus Betina Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 38
1. Kontrol negatif olive oil ... 43
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (CCl4) ... 46
3. Kontrol dekok herba Bidens pilosa L. ... 47
4. Perlakuan jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida ... 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
LAMPIRAN ... 62
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT ...23
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST ...23
Tabel III. Purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ...34
Tabel IV. Hasil ujiScheffeaktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ...35
Tabel V. Purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ...35
Tabel VI. Hasil uji Scheffeaktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ...37
Tabel VII. Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida ...39
Tabel VIII. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT setelah praperlakuan jangka
pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida ...41
Tabel IX. Hasil uji statistik aktivitas serum AST setelah praperlakuan jangka
pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi
karbon tetraklorida ...42
Tabel X. Purata aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian olive oil
xv
Tabel XI. Hasil uji satatistik t berpasangan aktivitas serum ALT dan AST
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur lobus hati ...6
Gambar 2. Biotransformasi karbon tetraklorida ...13
Gambar 3. TanamanBidens pilosaL. ...15 Gambar 4. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0,
24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB ...34
Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0,
24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB ...36
Gambar 6. Diagram purata aktivitas serum ALT setelah praperlakuan jangka
pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida ...40
Gambar 7. Diagram purata aktivitas serum AST setelah praperlakuan jangka
pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida...43
Gambar 8. Diagram purata aktivitas serum ALT setelah pemberian olive oil
dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ...45
Gambar 9. Diagram purata aktivitas serum AST setelah pemberian olive oil
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto serbuk herbaBidens pilosaL. ...62 Lampiran 2. Foto dekok herbaBidens pilosaL. ...62 Lampiran 3. Foto alat yang digunakan dalam proses dekoksi herbaBidens pilosa
L. (heater;panci enamel;thermometer) ...62 Lampiran 4. Surat determinasi tanamanBidens pilosaL. ...63 Lampiran 5. Suratethical clearencepenelitian ...64 Lampiran 6. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT pada uji pendahuluan
waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induki karbon
tetraklorida 2 mL/kgBB ...65
Lampiran 7. Hasil analisis statistik aktivitas serum AST pada uji pendahuluan
waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induki karbon
tetraklorida 2 mL/kgBB ...68
Lampiran 8. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT setelah praperlakuan dekok
herba Bidens pilosa L. pada dosis 0,5 g/kgBB; 1 g/kgBB; dan 2 g/kgBB ...71
Lampiran 9. Hasil uji statistik aktivitas serum AST setelah praperlakuan dekok
herba Bidens pilosa L. pada dosis 0,5 g/kgBB; 1 g/kgBB; dan 2 g/kgBB ...77
Lampiran 10. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT setelah pemberian olive oil
xviii
Lampiran 11. Hasil uji statistik aktivitas serum AST setelah pemberian olive oil
dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ...86
Lampiran 12. Perhitungan kadar air herbaBidens pilosa L. ...88
Lampiran 13. Perhitungan efek hepatoprotektif antihepatotoksik (%) ...88
xix
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat penurunan aktivitas serum ALT dan AST serta untuk mengetahui dosis efektif dekok sebagai senyawa hepatoprotektif.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan dengan membagi 30 ekor tikus dibagi ke dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I (kelompok kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB intraperitoneal. Kelompok II (kelompok kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kelompok kontrol dekok) diberi dekok herba Bidens pilosa L. pada dosis 2 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam diberikan diambil darahnya. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) diberi peringkat dosis dekok herba Bidens pilosa L. dosis 0,5; 1; dan 2 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB. Setelah pemberian karbon tetraklorida, pada jam ke-24 semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas serum ALT dan AST. Data dianalisis dengan menggunakan metodeone way ANOVA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekok herba Bidens pilosa L.
memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Dosis efektif pemberian dekok herba Bidens pilosa L.yang diperoleh adalah dosis 1 g/kgBB dengan persen hepatoprotektif sebesar 94,9% berdasarkan aktivitas serum ALT dan 74,9% berdasarkan aktivitas serum AST.
xx
ABSTRACT
The aim of study research are to prove the hepatoprotective effect of short term Bidens pilosa L.herbs decoction to decrease serum activities of ALT and AST in rats induced carbon tetrachloride and to know the effective dose in giving decoction.
This research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. A total of 30 female Wistar rats were divided randomly into 6 groups in the same amount. Group I (hepatotoxins controlled-group) was given carbon tetrachloride at a dose of 2 ml/kgBW in intraperitonial. Group II (negative-controlled-group) was given a dose of 2 ml/kgBW olive oil in intraperitonial. Group III (decoction controlled-group) was given oral decoction of
Bidens pilosa L. herbs at a dose of 2 g/kgBW, then after 6 hours, their blood was drawn. Group IV, V, and VI (treatment group) were given decoction of Bidens pilosaL. herbs at a dose of 0.5; 1; and 2 g/kgBW, then 6 hour after administration of decoctoin dose, 2 ml/kgBW of carbon tetrachloride was adminstered intraperitonially. At the 24th hour after administration of carbon tetrachloride, blood samples from all group were taken through the eyes orbital sinus for measuring the ALT and AST serum activities. The data were analyzed by one way ANOVA.
The result of this study showed that short-term Bidens pilosa L. herbs decoction has hepatoprotective effect by reducing ALT and AST serum activities in female Wistar rats induced carbon tetrachloride. The effective dose of Bidens pilosa L. herbs decoction was 1 g/kgBW with 94.9% percent of hepatoprotective based on the activities of ALT serum and 74.9% based on the activities of AST serum.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ sekaligus kelenjar terbesar tubuh yang
bertanggung jawab dalam proses metabolisme dalam tubuh. Hati juga berfungsi
untuk mensekresi empedu, pembentukan ureum, pertahanan suhu tubuh,
penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan (termasuk glikogen, lemak, vitamin,
besi) dan sebagai detoksifikasi (Pearce, 2009). Kerusakan hati diantaranya
disebabkan oleh infeksi virus, imunologi, dan induksi suatu senyawa atau obat
(Williamson, David, and Fred, 1996). Kerusakan hati yang terjadi, tentu saja akan mengganggu proses-proses yang terjadi dalam tubuh sehingga berbahaya bagi
kelangsungan hidup.
Perlemakan hati (steatosis) merupakan salah satu jenis gangguan fungsi hati yang banyak terjadi. Perlemakan hati dibedakan menjadi perlemakan hati
yang disebabkan karena alkohol dan perlemakan hati tidak disebabkan karena
alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). NAFLD merupakan penyakit hati kronik terbanyak di dalam populasi umum dan diduga akan
meningkat pada masa depan sebagai akibat dari populasi yang semakin menua,
peningkatan obesitas dan diabetes. Menurut Amarapurkar et al. (2007) berdasarkan studi yang dilakukan di lingkungan urban, angka prevalensi NAFLD
negara-negara Asia lainnya (Jepang 9–30%; Cina 5–24%; Korea 18%; India 5–28%;
Indonesia 30%; Malaysia 17%; Singapura 5%). Dari data-data tersebut terlihat
bahwa angka prevalensi penyakit gangguan fungsi hati pada masyarakat cukup
tinggi.
Karbon tetraklorida merupakan senyawa hepatotoksin yang digunakan
sebagai senyawa model dalam penelitian ini. Senyawa karbon tetraklorida
digunakan sebagai senyawa hepatotoksik karena memiliki kemampuan dalam
menginduksi kerusakan hati (Surya, 2009). Toksisitas karbon tetraklorida (CCl4)
timbul ketika mengalami proses biotransformasi oleh sitokrom P-450 menjadi
radikal triklorometil (•CCl3) dan triklorometil peroksi (•CCl3O2). Radikal
triklorometil dari karbon tetraklorida dapat berikatan secara kovalen pada protein
dan lemak sehingga dapat menimbulkan kerusakan hati yaitu perlemakan hati
(steatosis) (Zimmerman, 1999). Kerusakan hati tersebut dapat dievaluasi dengan melihat peningkatan aktivitas serum ALT (Alanin Aminotransferase) dan AST
(Aspartat Aminotransferase) (Panjaitan et al., 2007).
Di tengah perkembangan dunia kesehatan modern, masih banyak
masyarakat yang menggunaan bahan alam sebagai obat karena dinilai lebih aman
dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya. Salah satunya adalah
Bidens pilosa L. atau umumnya sering disebut ketul yang merupakan tanaman terna (berbatang lunak) tumbuh di dekat air, kebun atau ladang, halaman rumah,
dan pinggiran jalan. Tanaman ini memiliki kandungan antioksidan yang tinggi,
khususnya flavonoid yang mendominasi kandungan fitokimia di dalamnya dan
flavonoid yang tinggi pada Bidens pilosa L. membuatnya berpotensi digunakan sebagai hepatoprotektif. Menurut penelitian Yuan, et al. (2008) pemberian total flavonoid dari Bidens pilosa L. mampu untuk memproteksi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh induksi karbon tetraklorida.
Flavonoid merupakan antioksidan polifenol yang larut air
(Shivasharanappa and Londonkar, 2014). Supaya senyawa dapat tersari dengan maksimal maka metode penyariannya menggunakan pelarut air. Salah satu
sediaan yang menggunakan pelarut air adalah dekok yang merupakan sediaan
yang menggunakan pelarut air dengan cara direbus pada suhu 90°C selama 30
menit (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Sediaan dekok adalah sediaan yang
pembuatannya sederhana yang memungkinkan untuk dibuat sendiri oleh
masyarakat awam karena sediaan ini paling mendekati dengan rebusan herba
kering yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Ketika sediaan dekok yang dibuat
dari herba Bidens pilosa L. mampu menyari kandungan flavonoid dengan maksimal, maka diharapkan kandungan flavonoid dari dekok herba Bidens pilosa
L. mampu menangkal radikal triklorometil (•CCl3), sehingga dapat melindungi
hati dari terjadinya steatosis.
Uji hepatoprotektif juga telah dilakukan dengan menggunakan dekok
kulit Persea americana Mill. yang juga memiliki kandungan flavonoid pada pemberian jangka pendek pada tikus terinduksi karbon tetraklorida, dengan hasil
bahwa pemberian jangka pendek dekok kulit Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada
maka peneliti melakukan penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian
jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.
1. Perumusan masalah
a. Apakah pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. mempunyai efek hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan
AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?
b. Berapakah dosis efektif pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. untuk memberikan efek hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida?
2. Keaslian penelitian
Penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok
herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian Kviecinski et al.
(2011) yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas menangkal radikal bebas dan
efek hepatoprotektif dari fraksi etil asestat herba Bidenspilosa L. asal Brazil yang mengandung flavonoid derivat kuersetin. Hasil penelitian dilaporkan bahwa herba
Bidens pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif. Penelitian Ariyanti (2007) yang dilakukan untuk menguji aktivitas antioksidan dari fraksi air ekstrak metanolik
bahwa poliasetilen dan flavonoid adalah metabolit yang mendominasi dalam
kandungan fitokimia herba Bidens pilosa L.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan dan tambahan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian
mengenai pengaruh pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. sebagai hepatoprotektor.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai dosis efektif pemberian jangka pendek
dekok herba Bidens pilosa L. yang digunakan sebagai hepatoprotektor.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui dan membuktikan adanya efek hepatoprotektif pemberian
jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Mengetahui dosis efektif hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ viseral terbesar dalam tubuh manusia yang
memiliki berat sekitar 1500 g (3 lbs) dan letaknya berada di bawah kerangka iga. Pada kondisi hidup hati bewarna merah tua karena kaya akan persediaan darah
(Sloane, 2003).
Secara keseluruhan hati dilindungi oleh dinding thorax dan letaknya berada di regio hypochondrium kanan dan epigastrum. Hati mempunyai dua
facies (permukaan), yaitu facies diaphragmatica dan facies visceralis. Facies diaphragmatica terbagi menjadi bagian anterior dan posterior. Letaknya berada di sisi atas, dengan bentuk yang menyesuaikan lengkung diafragma dan memiliki
tekstur permukaan halus. Facies visceralis menghadap ke bawah dan ke belakang dengan garis horizontal yang membentang yang dinamakan porta hepatis.
Letaknya berbatasan dengan gaster, duodenum, esophagus, flexura coli dextra, ren dextra, dan vesica fellea sehingga memiliki pemukaan yang ireguler (Wibowo
and Paryana, 2009).
Hati terbagi menjadi dua lobus utama yaitu lobus kiri dan lobus kanan.
Ukuran lobus kanan lebih besar dari lobus kiri. Lobus kanan dan kiri di
Lobus terdiri atas lempeng-lempeng sel hati. Antar lempeng hati terdapat
kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid. Sinusoid merupakan cabang dari antara hepatik
dan vena portal. Arteri hepatik membawa darah beroksigen, dan vena portal
membawa darah dari organ pencernaan dan limpa. Setiap lobulus memiliki vena
sentral. Vena sentral dari semua lobulus bersatu untuk membentuk vena hepatika,
yang mengambil darah dari hati ke vena cava inferior (Scanlon and Tina, 2007). Dinding sinusoid memiliki pori yang cukup besar (fenestrae) dan tidak memiliki membran dasar (basement membrane), sehingga materi xenobiotik yang terkandung dalam darah dapat masuk ke hepatosit. Sel hepatosit juga dapat
mensekresikan substansi berupa protein plasma dan getah empedu ke dalam darah
yang mengalir di sinusoid (Sherwood, 2004).
Fungsi hati utamanya bersangkutan dengan proses metabolisme dalam
tubuh. Hati juga berfungsi untuk mensekresi empedu, pembentukan ureum,
pertahanan suhu tubuh, penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan (termasuk
glikogen, lemak, vitamin, besi) dan sebagai detoksifikasi. Hati mengubah zat
buangan dan bahan racun agar mudah untuk diekskresi dalam empedu dan urin.
Hati memiliki fungsi glikogenik yaitu menghasilkan glikogen dari konsentrasi
glukosa yang diambil dari makanan hidrat karbon (Pearce, 2009).
Untuk mengatasi berbagai potensi kerusakan yang dapat terjadi, hepatosit
memiliki kemampuan regenerasi yang cepat sebagai mekanisme untuk
memperbaiki jaringan hati yang rusak. Apabila terjadi suatu kerusakan pada
sel-sel hati yang disebabkan oleh toksikan, maka sel-sel hati akan langsung mengadakan
mitosis besar-besaran di daerah yang terjadi kerusakan (Corwin, 2000).
B. Kerusakan Hati
Kerusakan hati terjadi karena adanya kerusakan yang parah pada sel-sel
hepatosit atau kerusakan berulang pada sel parenkim. Hati memiliki kapasitas
cadangan untuk merespon adanya kerusakan hati sehingga manifestasi klinis dari
kerusakan hati baru akan muncul ketika telah terjadi kerusakan mencapai
80%-90% (Crawford and Liu, 2010).
Jenis kerusakan sel hati yang dapat ditimbulkan akibat adanya efek toksik antara
1. Perlemakan hati (steatosis)
Perlemakan hati (steatosis) adalah keadaan hati yang mengandung lipid dengan berat lebih dari 5% berat hati. Perlemakan pada hati dapat menyebabkan
lesi yang dapat bersifat akut maupun kronis. Mekanisme yang dapat menyebabkan
perlemakan yaitu penghambatan sintesis unit protein yang membentuk
lipoprotein; penekanan yang terjadi pada proses konjugasi trigliserida dengan
lipoprotein; gangguan transfer VLDL (lipoprotein yang berdensitas sangat rendah)
melalui membran sel akibat hilangnya kalium dari hepatosit; gangguan pada
oksidasi lipid di mitokondria; dan penghambatan sintesis fosfolipid yang
merupakan komponen penting VLDL (Lu, 1995).
2. Nekrosis hati
Nekrosis hati adalah keadaan matinya sel-sel hepatosit. Nekrosis
umumnya merupakan kerusakan yang bersifat akut. Perubahan morfologik awal
yang menandai nekrosis pada hati, yaitu edema sitoplasma, dilatasi retikulum
endoplasma, disagregasi polisom, dan akumulasi trigliserida sebagai butiran
lemak dalam sel. Proses selanjutnya yaitu pembengkakan mitokondria yang
progresif dengan kerusakan krista, pembengkakan sitoplasma, penghancuran
organel dan inti, dan diakhiri dengan pecahnya membran plasma yang
menyebabkan kematian sel. Toksikan yang sering menyebabkan nekrosis yaitu
karbon tetraklorida, kloroform, tetrakloroetana, karbon tetrabromida, fosfor,
3. Sirosis
Sirosis hati keadaan hati yang ditandai dengan adanya septa kolagen
yang tersebar di sebagian besar hati. Pemejanan karbon tetraklorida pada hewan
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan siroris hati. (Lu, 1995). Menurut
Hudgson (2010) sirosis terjadi karena adanya paparan senyawa kimia secara
kronis yang mengakibatkan terjadinya akumulasi di matriks ekstra seluler yang
menghambat aliran darah, metabolisme normal hepar, dan proses detoksifikasi.
4. Kolestasis
Kolestasis adalah keadaan hati saat adanya penekanan atau penghentian
aliran empedu. Peradangan atau penyumbatan pada saluran empedu
mengakibatkan akumulasi retensi garam empedu, akumulasi bilirubin, dan
peristiwa yang mengarah jaundice (Hodgson, 2010). Kolestasis merupakan jenis kerusakan hati yang biasanya bersifat akut. Taurokolat, klorpromazin, eritromisin
laktobionat dan beberapa steroid anabolik serta steroid yang digunakan sebagai
kontrasepsi telah terbukti menyebabkan kolestasis dan hiperbilirubinemia karena
tersumbatnya kanalikuli empedu. (Lu, 1995).
C. Hepatotoksin
Hepatotoksin diklasifikasi menjadi dua, yaitu hepatotoksin teramalkan
(tipe A) dan hepatotoksin tak teramalkan (tipe B). Hepatotoksin teramalkan (tipe
A) merupakan senyawa yang dapat merusak hati jika diberikan dalam jumlah
dari jumlah dosis pemberian senyawa. Contoh hepatotoksin teramalkan adalah
parasetamol dan karbon tetraklorida (Forrest, 2006).
Hepatotoksin tak teramalkan (tipe B) merupakan senyawa yang merusak
hati dengan tidak bergantung pada dosis pemberian. Sebenarnya senyawa ini tidak
bersifat toksik, namun memberikan efek toksik pada orang-orang tertentu. Contoh
senyawanya adalah isoniazid dan clorpromazine (Forrest, 2006).
D. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)
ALT dan AST di dalam tubuh merupakan enzim yang berperan penting
dalam metabolisme asam amino. Keduanya mengkatalisis pemindahan gugus
amina dari asam amino glukogenik menjadi senyawa intermediet pada siklus asam
sitrat. ALT memperantarai reaksi antara L-alanin dan α-ketoglutarat menjadi
piruvat dan L-glutamat. AST memperantarai reaksi antara L-aspartat dan α
-ketoglutarat menjadi oksaloasetat dan L-glutamat (Hastuti, 2008).
Enzim ALT hanya terdapat di sitoplasma, sedangkan AST terdapat di
sitoplasma (20%) dan mitokondria (80%). ALT sebagian besar terdapat di hati,
terdapat juga di jaringan lain otot rangka dan ginjal namun konsentrasinya sangat
kecil sehingga lebih spesifik pada hati, sedangkan enzim AST selain di hati juga
banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal, otak dan sel
darah merah (Giannini, Testa, and Savarino, 2005). Ketika hati mengalami kerusakan enzim AST (Aspartat Aminotransferase) dan ALT (Alanin
sistemik dan menyebabkan kadar dalam darah meningkat (Mahyuzar, Suarsana,
and Kardena, 2013).
Terjadinya kerusakan hati ditandai dengan peningkatan aktivitas serum
ALT dan AST sebesar lebih dari atau sama dengan tiga kali dari nilai normal
(Food and Drug Administration, 2009). Menurut Ziemmerman (1999), induksi
karbon tetraklorida dapat mengakibatkan tibulnya kerusakan hati steatosis, ditandai dengan meningkatan aktivitas serum ALT mencapai tiga kali lipat dan
peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal.
E. Karbon tetraklorida
Karbon tetraklorida mempunyai rumus molekul CCl4 yang berbentuk
cair, tidak berwarna, berbau khas, dan tidak dapat menyala. Karbon tetraklorida
memiliki berat molekul 153,82; titik didih 770C (171 F); titik beku -230C (-9 F); gravitasi spesifik: 1,5940; kelarutan dalam air 0,08% pada suhu 200C; dapat larut dalam alkohol, benzena, kloroform, eter, karbon disulfida, petroleum eter,
naftalena, aseton, fixed dan volatile oils. Karbon tetraklorida digunakan untuk senyawa pendingin; fumigasi atau pengasapan di pertanian; pemadam kebakaran;
cairan pembersih; penghilang noda; bahan pelarut untuk lemak, minyak, lilin,
karet (Sentra Informasi Keracunan Nasional, 2010).
Karbon tetraklorida pada hewan dan manusia diabsorbsi dengan baik
oleh sistem gastrointestinal dan sistem respirasi. Karbon tetraklorida terdistribusi
ke seluruh tubuh, lalu akan terkonsentrasi pada jaringan dan organ pada hati, otak,
Biotransformasi karbon tetraklorida terjadi di hati pada retikulum
endoplasma yang dikatalis oleh sitokrom p-450 2E1 (CYP2E1). Proses
biotransformasi karbon tetraklorida tersaji pada gambar 2. Hasil biotransformasi
tersebut menghasilkan radikal triklorometil (•CCl3) (Jeon et al., 2003). Radikal
triklorometil berikatan secara kovalen pada protein dan lemak tak jenuh.
Pengikatan radikal ini menyebabkan perubahan kimia di membran sel, sehingga
menyebabkan pecahnya sel, bahkan dapat menyebabkan kematian sel (Lu, 1995).
Penambahan proton dan elektron pada radikal triklorometil dapat
membentuk kloroform (CHCl3), lalu dengan penambahan atom O akan
membentuk triklorometanol. Radikal triklorometil secara lebih lanjut dapat
mengalami reduksi dehalogenasi oleh sitokrom P-450 membentuk diklorokarben
(CCl2) yang dapat berikatan secara ireversibel pada komponen jaringan atau
bereaksi dengan air membentuk formyl chloride yang kemudian terdekomposisi menjadi monoksida (U.S Environmental Protection Agency, 2010).
Triklorometil yang bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal
triklorometil peroksi (COOCl3) dan pada keadaan anaerob, terdimerisasi
membentuk heksakloroetan (U.S Environmental Protection Agency, 2010). Radikal triklorometil peroksi (COOCl3) menyerang lipid membran retikulum
endoplasma dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Radikal
triklorometil peroksi menyebabkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid dapat
menyebabkan kerusakan membran sel, kerusakan mitokondria, dan akhirnya
menyebabkan kematian sel. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran
yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma. Enzim ALT yang ada di
dalam sitoplasma sel akan keluar sehingga meningkatkan jumlah enzim ALT
dalam darah (Panjaitan and Masriani, 2014; Wahyuni, 2005). Triklorometil peroksi dapat terdekomposisi membentuk phosgene (COCl2) dan elektrofilik
klorin. Phosgene yang terbentuk dapat mereduksi glutation (GSH) membentuk
peroksidasi lipid. GSH juga berpartisipasi dalam detoksifikasi hidrogen peroksida
oleh berbagai peroksidase glutation, sehingga berkurangnya GSH dapat
mempercepat kerusakan sel (Dunning et al., 2013).
Gangguan keluarnya lipid dari hati disebabkan karena hambatan sintesis
lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati, hal inilah yang dapat
menimbulkan terjadinya steatosis. Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi lambat, dan akan terjadi
penyimpangan terhadap aktivitas enzim yang berada di retikulum endoplasma
(Wahyuni, 2005). Terjadinya steatosis akibat induksi karbon tetraklorida dapat meningkatan aktivitas serum ALT mencapai tiga kali lipat dan peningkatan
aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal (Ziemmerman,
1999).
F. Bidens pilosa L.
1. Taksonomi
Kerajaan : Plantae
Sub kerajaan : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Keluarga : Asteraceae
Marga : Bidens
Varietas : Bidens pilosa L.
(Bartolome, Villasenor, and Yang, 2013).
2. Nama lain
Spanish needles, beggar’s ticks, devil’s needles, cobbler’s pegs, broom
stick, pitchforks, and farmers’friends (Inggris) ; xian feng cao (China) (Bartolome
et al, 2013). Nama daerah lokal Indonesia: Ajeran, Hareuga (Sunda); Jarongan, ketul (Jawa) (Sugiarto and Putera, 2008).
3. Morfologi
Bidens pilosa L. merupakan tanaman terna (berbatang lunak) yang tumbuh di dekat air, kebun atau ladang, halaman rumah, dan pinggiran jalan pada
ketinggian 250-2.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Tanaman ini berasal dari
Amerika dan dinaturalisasi di Indonesia. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 150
Bidens pilosa L. dapat dilihat pada gambar 3. Bentuk daun Bidens pilosa L. terbagi tiga, berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi. Bunganya bertangkai
panjang, dan mahkota bunga berwarna putih dengan putik berwarna kuning. Buah
ramping memanjang 0,5-1,3 cm, bila masak bewarna coklat kehitaman, dengan
2-3 kaitan serupa jarum bergerigi-berduri di ujungnya (Sugiarto and Putera, 2008).
4. Kandungan kimia dan kegunaan
Senyawa bioaktif yang terkandung dalam Bidens pilosa L. antara lain poliasetilen, flavonoid, sterol, terpenoid, fenilpropanoid dan hidrokarbon (Silva et al., 2011). Poliasetilen dan flavonoid adalah metabolit yang mendominasi kandungan fitokimia herba Bidens pilosa L. (Silva et al., 2011). Poliasetilen dalam Bidens pilosa L. berperan sebagai antibakteri dan antiparasit Plasmodium falciparum, penyebab malaria. Sedangakan senyawa flavonoid berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikanker, dan hepatoprotektif (Tobinaga et al., 2009; Bartolome et al., 2013; Kviecinski et al., 2011). Penelitian Yuan, et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian total flavonoid dari Bidens pilosa L. mampu untuk memproteksi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh induksi karbon
tetraklorida. Selain itu, penelitian Kviecinski, et al. (2011) menunjukkan bahwa fraksi etil asetat Bidens pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif, dan diduga senyawa yang berperan adalah flavonoid derivat quercetin 3,3’-dimethyl ether 7-O-β-D-glycopyranoside. Flavonoid merupakan senyawa antioksidan polifenol larut air yang terdiri dari 15 atom karbon (Shivasharanappa and Londonkar, 2014). Antioksidan mampu menghambat atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
G. Dekok
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan
herbal dengan air pada suhu 90°C selama 30 menit. Dekok dibuat dengan cara
mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan diatas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu
90°C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok
yang dikehendaki (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010).
H. Landasan Teori
Hati merupakan organ viseral terbesar dalam tubuh (Sloane, 2003).
Fungsi utama hati bersangkutan dengan proses metabolisme dalam tubuh. Selain
itu juga berfungsi untuk mensekresi empedu, pembentukan ureum, pertahanan
suhu tubuh, penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan (termasuk glikogen,
lemak, vitamin, besi) dan sebagai detoksifikasi (Pearce, 2009). Kerusakan hati
terjadi karena adanya kerusakan yang parah pada sel-sel hepatosit atau kerusakan
berulang pada sel parenkim (Crawford and Liu, 2010). Jenis kerusakan sel hati yang dapat ditimbulkan akibat adanya efek toksik antara lain yaitu, perlemakan
hati (steatosis), nekrosis hati, sirosis, dan kolestasis (Hodgson, 2010; Lu, 1995). Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang dapat menginduksi
kerusakan hati khususnya steatosis. Toksisitas karbon tetraklorida (CCl4) timbul
ketika mengalami proses biotransformasi oleh sitokrom P-450 menjadi radikal
toksik karena akan terikat secara kovalen pada protein dan lemak tak jenuh dan
menyebabkan peroksidasi lipid. Terjadinya steatosis akibat induksi karbon tetraklorida dapat meningkatan aktivitas serum ALT mencapai tiga kali lipat dan
peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal
(Jeon, et al., 2003; Panjaitan and Masriani, 2014; Wahyuni, 2005; Ziemmerman, 1999).
Bidens pilosa L. merupakan tanaman terna (berbatang lunak) yang mengandung banyak senyawa bioaktif antara lain poliasetilen, flavonoid, sterol,
terpenoid, fenilpropanoid dan hidrokarbon. Senyawa yang paling banyak adalah
poliasetilen dan flavonoid (Silva et al., 2011). Flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang larut air (Shivasharanappa and Londonkar, 2014). Dekok dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90°C selama 30 menit
(Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Penyarian menggunakan dekok
diharapkan mampu menyari flavonoid dari herba Bidens pilosa L. dengan maksimal. Flavonoid adalah senyawa antioksidan yang mampu menangkal reaksi
radikal bebas, seperti radikal triklorometil (•CCl3) dan triklorometil peroksi
(•CCl3O2) yang menyebabkan kerusakan hati steatosis.
I. Hipotesis
Pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. mempunyai efek hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis
pemberian dekok herba Bidens pilosa L. dengan dosis 0,5 g/kgBB; 1 g/kgBB; dan 2 g/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah efek
hepatoprotektif dengan parameter penurunan aktivitas serum ALT dan AST (U/I)
pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian
jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel
pengacau terkendali adalah hewan uji yang digunakan, yaitu tikus dengan galur
Wistar dengan jenis kelamin betina, berat badan 120-200 g; berumur 2-3 bulan;
cara pemberian hepatotoksin secara intraperitoneal; cara pemberian dekok herba
selama 6 jam; dan herba Bidens pilosa L. sendiri diperoleh dari Dusun Jenengan, Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dipanen pada bulan
Juli 2014.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Dalam penelitian tersebut, variabel
pengacau tak terkendali adalah kondisi patologis dan fisiologis tikus betina galur
Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Herba Bidens pilosa L. Herba Bidens pilosa L. adalah semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun, bunga, dan buah) Bidens pilosa L.
b. Dekok herba Bidens pilosa L. Dekok herba Bidens pilosa L. dengan konsentrasi 16% didapatkan dengan cara mendekoksi 16,0 g serbuk kering herba
Bidens pilosa L. dibasahi dengan 32,0 mL aquadest dan ditambahkan 100,0 mL. Campuran herba dipanaskan pada suhu 900C selama 30 menit, kemudian ditambahkan hingga 100,0 mL.
c. Efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotekif adalah kemampuan dekok herba
Bidens pilosa L. pada dosis tertentu untuk melindungi hati dari hepatotoksin dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST dan secara statistik berbeda
bermakna dengan kontrol karbon tetraklorida.
d. Jangka pendek. Jangka pendek adalah pemberian dekok herba Bidens pilosa L. kepada hewan uji pada dosis tertentu dengan selang waktu 6 jam.
e. Dosis efektif. Dosis efektif adalah dosis dekok herba Bidens pilosa L. yang memberikan efek hepatoprotektif paling besar dengan penurunan aktivitas serum
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina galur
Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 120-200 g yang diperoleh dari
Laboratorium “Imono” Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang diperoleh dari Dusun Jenengan, Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang
dipanen pada bulan Juli 2014.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah senyawa karbon tetraklorida
(Merck®).
b. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.
c. Pelarut untuk dekok digunakan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
d. Pelarut hepatotoksin karbon tetraklorida adalah olive oil yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.
e. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT menggunakan aqua bidestilata
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas
f. Blanko pengukuran aktivitas serum AST menggunakan aqua bidestilata
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
g. Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys®. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut.
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7,15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate
dehydrogenase) ≥ 2300 U/L
R2 : 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5 phosphate FS :
Good’s buffer Pyridoxal-5-phosphate
9,6 100 mmol/L
13 mmol/L
h. Reagen AST yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys®. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut:
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7,65 110 mmol/L
R2 : 2-Oxoglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5 phosphate FS :
Good’s buffer Pyridoxal-5-phosphate
D.Alat Penelitian
1. Alat pembuatan serbuk kering herba Bidens pilosa L.
Alat-alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk, dan ayakan.
2. Alat pembuatan dekok herba Bidens pilosa L.
Alat-alat yang digunakan antara lain, panci lapis alumunium (panci
enamel), timbangan analitik (Mettler Toledo®), termometer, stopwatch, penangas air, corong, labu takar, Beaker glass, gelas ukur, batang pengaduk, pipet tetes dan kain flanel.
3. Alat untuk penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.
Alat yang digunakan adalah Moisture balance, Beaker glass dan sendok.
4. Alat uji hepatoprotektif
Alat-alat yang digunakan adalah Beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, pipet volume, batang pengaduk, timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi per oral, spuit intraperitoneal, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab-200 Merck®, stopwatch, mikro pipet, dan blue tip.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi herba Bidens pilosa L.
Determinasi dilakukan dengan mencocokkan herba Bidens pilosa L. yang diperoleh dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan karakteristik herba
tanaman dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang meliputi semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun, bunga, dan buah), dipilih
yang masih bagus dan terhindar dari penyakit. Tanaman diperoleh dari Dusun
Jenengan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juli 2014.
3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.
Herba Bidens pilosa L. dicuci bersih dengan air mengalir, dipotong-potong dan dikeringanginkan selama 2 hari. Setelah itu dioven pada suhu 500C selama 48 jam. Setelah benar-benar kering, herba diserbuk dan diayak dengan
ayakan nomer mesh 40. Pembuatan serbuk dilakukan di Laboratorium Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
4. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.
Serbuk herba Bidens pilosa L., dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5,0 g kemudian diratakan. Bobot serbuk herba tersebut dicatat dan ditetapkan sebagai bobot awal. Setelah itu dipanaskan pada suhu 1050C selama 15 menit sampai bobot konstan. Bobot serbuk herba Bidens pilosa L. yang sudah dipanaskan sampai bobot konstan, dicatat kembali dan dihitung sebagai
bobot akhir. Perhitungan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. dilakukan dengan menghitung selisih bobot awal dan bobot akhir dibanding dengan bobot
5. Pembuatan dekok herba Bidens pilosa L.
Serbuk herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 16,0 g lalu dibasahi dengan 32,0 mL aquadest dan ditambahkan dengan 100,0 mL aquadest untuk membuat konsentrasi 16%. Campuran ini kemudian dipanaskan di atas heater
pada suhu 900C selama 30 menit, waktu mulai dihitung ketika suhu sudah mencapai 900C. Kemudian rebusan herba disaring menggunakan kain flanel dan ditampung dalam labu ukur 100 mL. Jika air dekok yang diperoleh kurang dari
100 mL, maka ditambahkan aquadest panas melalui ampas rebusan hingga volume 100 mL.
6. Penetapan dosis dekok herba Bidens pilosa L.
Dasar penetapan peringkat dosis adalah berat badan tertinggi hewan uji
tikus; separuh dari volume pemberian maksimal secara per oral, yaitu 2,5 mL;
konsentrasi maksimal dekok herba Bidens pilosa L. yang dapat dibuat. Penetapan dosis tertinggi dekok adalah sebagai berikut:
D x BB = C x V
D x BB tertinggi tikus (kgBB) = C dekok (g/mL) x 2,5 mL
D x 0,2 kgBB = 0,16 g/mL x 2,5 mL
D = 2 g/kgBB (Dosis tertinggi)
Dosis yang diperoleh adalah dosis tertinggi, digunakan sebagai dosis III
yaitu sebesar 2 g/kgBB. Peringkat dosis lainnya diperoleh secara logaritmik yaitu
dosis II yang diperoleh dari setengah kali dosis tertinggi sehingga dosis II sebesar
1 g/kgBB dan dosis I yang diperoleh dari seperempat kali dari dosis tertinggi
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%
Larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dengan
mencampur larutan karbon tetraklorida dan olive oil perbandingan volume karbon tetraklorida dan olive oil adalah 1:1.
8. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida. Berdasarkan penelitian
Janakat dan Al-Merie (2003) ditetapkan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida,
yaitu sebesar 2,0 mL/kgBB yang diberikan secara intraperitoneal. Dosis tersebut
dapat meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang menyebabkan kerusakan
sel-sel hati tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah
ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada
jam ke – 0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok
perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui
pembuluh sinus orbitalis mata. Penetapan waktu pencuplikan darah juga didukung
oleh penelitian Dongare, Dhande dan Kadam (2013) serta penelitian Janakat dan
Al-Merie (2003) yang mengatakan bahwa kenaikan aktivitas ALT dan AST serum
akan mencapai nilai maksimal pada jam ke-24, lalu akan terjadi penurunan
aktivitas pada jam ke 48 dan aktivitas serum akan kembali normal pada hari ke-3
setelah pemejanan.
Hewan uji sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak
dalam enam kelompok sama banyak, masing-masing kelompok berjumlah lima
ekor tikus. Kelompok I (kelompok kontrol hepatotoksin) diberi karbon
tetraklorida konsentrasi 50% dalam olive oil dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok II (kelompok kontrol negatif) diberi olive oil dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kelompok kontrol
dekok) diberi dekok herba Bidens pilosa L. pada dosis 2 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam diberikan diambil darahnya. Kelompok IV (perlakuan dosis I) diberi
dekok herba Bidens pilosa L.dosis 0,5 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara
intraperitoneal. Kelompok V (perlakuan dosis II) diberi dekok herba Bidens pilosa
L.dosis 1,0 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal.
Kelompok VI (perlakuan dosis III) diberi dekok herba Bidens pilosa L.dosis 2 g/kgBB, kemudian setelah 6 jam pemberian dekok dilakukan pemberian karbon
tetraklorida dengan dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24
setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada
daerah sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan aktivitas serum ALT dan AST.
10. Pembuatan serum
Darah tikus diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama 15 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan
diambil menggunakan mikropipet, lalu disentrifugasi kembali pada kecepatan
11. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan menggunakan alat
Microlab-200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi Unuversitas Sanata Dharma Yogyakarta. Aktivitas serum ALT dan AST
diukur pada panjang gelombang 340 nm, dan dinyatakan dengan satuan U/L.
Analisis serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum
dengan 1000 µL reagen I, kemudian divortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen II ditambahkan sebanyak 250 µL, kemudian divortex dan dibaca serapannya setelah didiamkan selama operating time 1 menit.
Analisis serum AST dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum
dengan 1000 µL reagen I, kemudian divortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen II ditambahkan sebanyak 250 µL, kemudian divortex dan dibaca serapannya setelah didiamkan selama operating time 1 menit.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Besar efek hepatoprotektif dinyatakan dalam persen (%). Perhitungan
persen (%) efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida
diperoleh dengan rumus:
x100%
x100%
antar kelompok sebagai syarat analisis parametrik. Apabila didapat distribusi data
normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing
kelompok. Kemudian, dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak
bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun, bila didapatkan distribusi tidak
normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST serum antar kelompok. Kemudian, dilanjutkan
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan adanya efek
hepatoprotektif dekok herba Bidens pilosa L. serta mengetahui besar dosis efektif hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian ini aktivitas
serum ALT dan AST tikus digunakan sebagai parameter uji kuantitatif.
A. Hasil Determinasi Tanaman
Bidens pilosa L. merupakan tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji pada penelitian tersebut. Determinasi tanaman digunakan untuk memastikan
bahwa herba yang digunakan adalah benar herba yang berasal dari tanaman
Bidens pilosa L. Proses determinasi dilakukan oleh bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan buku acuan (Backer, 1963).
Determinasi dilakukan hingga ke tingkat spesies dengan mendeterminasi bagian
tanaman batang, daun, biji, dan bunga. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
B. Penyiapan Bahan Uji 1. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.
Herba Bidens pilosa L. dibuat menjadi serbuk kering supaya kandungan fitokimia yang terdapat pada herba Bidens pilosa L. lebih mudah tersari oleh pelarut dan senyawa yang diperoleh lebih banyak karena luas permukaan kontak
dengan pelarutnya semakin besar. Hasilnya didapatkan serbuk halus herba Bidens pilosa L. yang melewati ayakan nomer mesh 40.
2. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.
Tujuan penetapan kadar air adalah untuk melihat kandungan air yang
masih ada pada serbuk herba Bidens pilosa L., apakah memenuhi syarat kualitas serbuk simplisia yang baik atau tidak. Menurut Kepmenkes RI No.661 Tentang
Persyaratan Obat Tradisional (1994) kadar air pada serbuk simplisia adalah tidak
lebih dari 10%.
Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L sebesar 8,614%. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa serbuk herba Bidens pilosa L. telah memenuhi persyaratan kadar air sebagai serbuk simplisia yang baik.
C. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Hepatotoksin yang digunakan pada penelitian ini adalah karbon
dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati berupa steatosis
(perlemakan hati) tanpa menyebabkan kematian pada tikus. Berdasarkan
penelitian Janakat dan Al-Merie (2003) ditetapkan dosis hepatotoksik karbon
tetraklorida yaitu sebesar 2,0 mL/kg BB yang diberikan secara intraperitoneal.
Dosis tersebut dapat meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang
menyebabkan kerusakan sel-sel hati tetapi tidak menyebabkan kematian pada
tikus. Berdasarkan studi pustaka, maka digunakan dosis karbon tetraklorida
sebesar 2,0 mL/kg BB yang diberikan secara intraperitoneal.
2. Penentuan waktu pencuplikan darah
Penentuan waktu pencuplikan darah dilakukan untuk mengetahui waktu
ketika karbon tetraklorida pada dosis 2,0 mL/kgBB memberikan efek
hepatotoksik maksimal, yang ditandai dengan peningkatan serum ALT dan AST
paling tinggi. Pada penelitian ini dilakukan waktu pencuplikan darah pada rentang
waktu tertentu, yaitu 0, 24 dan 48 jam. Hewan uji diberikan karbon tetraklorida
dosis 2,0 mL/kgBB secara intraperitoneal, kemudian pada selang waktu jam ke-0,
24, dan 48 jam setelah pemejanan dilakukan pencuplikan darah dan diukur
aktivitas serum ALT dan AST. Waktu yang memberikan peningkatan serum ALT
dan AST yang paling tinggi akan dijadikan pedoman sebagai waktu pencuplikan
darah yang akan dilakukan pada pengujian berikutnya.
Data hasil pengujian aktivitas serum ALT pada tiap waktu pencuplikan
Tabel III. Purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/l)
0 51,2 ± 3,7
24 153,0 ± 2,1
48 61,4 ± 2,4
Tabel III dan gambar 4 memperlihatkan bahwa peningkatan aktivitas
serum ALT yang paling besar terjadi pada jam ke-24 (153,0 ± 2,1 U/l). Aktivitas
serum ALT mengalami kenaikan hingga 3 kali dari nilai normal yang
dibandingkan dengan jam ke-0 (51,2 ± 3,7 U/l). Penurunan aktivitas serum ALT
terjadi pada pencuplikan darah pada jam ke-48 (61,4 ± 2,4 U/l). Pencuplikan
darah jam ke-72 tidak dilakukan karena peningkatan aktivitas serum ALT pada
jam ke-24 telah memenuhi syarat terjadinya kerusakan hati. Selain itu, karena
pada jam ke-48 telah terjadi penurunan aktivitas serum ALT.