• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI MELALUI INOVASI SISTEM PENILAIAN BERBASIS KECAKAPAN ABAD KE-21

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI MELALUI INOVASI SISTEM PENILAIAN BERBASIS KECAKAPAN ABAD KE-21"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI MELALUI

INOVASI SISTEM PENILAIAN

BERBASIS KECAKAPAN ABAD KE-21

Sri Wening

Program Studi Pendidikan Teknik Busana FT Universitas Negeri Yogyakarta

(e-mail: sri_wening@uny.ac.id)

Abstrak. Tujuan pendidikan vokasi/kejuruan di SMK adalah untuk mempersiapkan generasi mendatang yang memiliki kapabilitas dan daya saing tinggi dalam menghadapi tantangan persaingan kerja global. Oleh karena itu, lulusan pendidikan kejuruan harus dapat mengisi formasi kerja jangan hanya menghasilkan pengangguran. Untuk itu perlu revitalisasi pendidikan kejuruan secara menyeluruh, seperti yang tertuang melalui Inpres Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK untuk peningkatan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Termasuk di dalamnya melakukan inovasi pembelajaran dalam proses pembentukan kompetensi peserta didik berorientasi pada kecakapan pembelajaran abad ke -21, dengan mengembangkan proses pembelajaran yang menekankan kepada higher order thinking skill, berbasis pada teknologi digital, teknologi informasi dan komunikasi dan penguatan pendidikan karakter dengan kurikulum yang telah diselaraskan dengan kebutuhan kompetensi dunia kerja. Oleh karena itu pada inovasi pembelajarn perlu menerapkan sistem penilaian yang dapat mendorong peserta didik memiliki keterampilan

communication skill, critical thingking, creativity dan colaboration dalam memecahkan masalah. Berdasarkan hal ini, maka sistem penilaian yang diterapkan dalam pembelajaran perlu memperhatikan bagaimana cara penilaian dan evaluasinya, cara mengembangkan instrumen (tes dan non tes) yang digunakan, dan cara mengukurnya. Penilaian dan pembelajaran tidak dapat dipisahkan, karena keduanya menyatu. Pembelajaran yang berkualitas dapat dilihat dari kualitas penilaian yang dilakukan, demikian sebaliknya kualitas penilaian yang diterapkan dapat menunjukkan bagaimana kualitas pembelajarannya. Oleh karena itu, pada makalah ini akan memberikan pemikiran tentang sistem penilaian berbasis kecakapan abad ke-21.

Kata kunci: Revitalisasi, sistem penilaian, kecakapan abad ke- 21.

1.PENDAHULUAN

Abad 21 ditandai dengan berkembangnya informasi, komputasi, otomasi, dan komunikasi yang merambah dalam segala aspek kehidupan manusia di semua belahan dunia. Hal ini tentunya berdampak pada pendidikan, dimana dalam proses pembelajarannya hendaknya disesuaikan dengan kemajuan dan tuntutan zaman. Dunia kerja menuntut perubahan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik. Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, berkomunikasi dan berkolaborasi menjadi kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21.

Pembentukan kompetensi di sekolah mengandalkan kurikulum yang diselaraskan dengan tuntutan dunia masa depan anak yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri, agar dapat terserap di dunia kerja. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah dituntut untuk merubah pendekatan pembelajaran dan sistem penilaiannya

yang berpusat pada guru/pendidik (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skills). Oleh karena itu, model pembelajaran dan sistem penilaiannya di abad 21 hendaknya diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu: (1) mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu, (2) merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab), (3) berpikir analitis (mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin), dan (4) menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Kemdikbud, 2013).

Terkait hal di atas, maka proses pembentukan kompetensi hendaknya berorientasi pada kecakapan pembelajaran abad ke 21 dengan mengembangkan proses pembelajaran dan sistem penilaiannya yang menekankan kepada higher order thinking skills

(2)

(HOTS) dan penerapan pengembangan kemampuan literasi serta penguatan pendidikan karakter. Mengacu hal ini, maka selanjutnya akan dibahas tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan sistem penilaian berbasis kecakapan abad 21 dan bagaimana cara mengembangkan dan menerapkannya dalam pembelajaran.

2.REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI

Dalam rangka untuk peningkatan kualitas dan sumber daya manusia, Presiden mengeluarkan instruksi yaitu Inpres Nomor 9 Tahun 2016 yang berisi tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Pendidikan vokasi. Adapun tujuan dari program revitalisasi SMK ini dilakukan adalah untuk meningkatkan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia. Diharapkan melalui pendidikan vokasi/kejuruan di SMK mampu menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing unggul dalam persaingan kebekerjaan secara nasional maupun global. Prioritas yang diutamakan pada program ini adalah agar sekolah memiliki keunggulan berbasis potensi wilayah dan sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan lulusan sesuai dengan kebutuhan riil tenaga kerja di industri untuk mendukung perkembangan ekonomi dan pengembangan wilayah. Revitalisasi Pendidikan vokasi yaitu SMK diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu SMK sekaligus memberikan pengaruh terhadap kualitas lulusan SMK yang akan menjadi sumber daya pembangunan di Indonesia.

Implementasi revitalisasi pendidikan vokasi dilaksanakan mengacu kepada peta jalan revitalisasi SMK yang telah ditetapkan dengan beberapa aspek program yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas SMK, sehingga mempunyai peran dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang kompeten dan produktif. Fokus revitalisasi ditujukan pada isu strategis yang meliputi aspek program penyelarasan kurikulum (termasuk inovasi pembelajaran), penyediaan dan peningkatan kualitas guru produktif dan tenaga kependidikan, standarisasi sarana dan prasarana, penguatan dan perluasan kerja sama dengan dunia usaha/dunia industri (DU/DI), dan pengelolaan dan penataan kelembagaan (Dir. PSMK,2017).

Kurikulum dalam penyelanggaraan pendidikan di SMK menjadi hal yang sangat penting sehingga kurikulum harus ditangani dan diselaraskan dengan kebutuhan kompetensi dunia usaha/dunia industri (DUDI). Kurikulum sebagai roh dalam pendidikan di SMK secara berkala harus diselaraskan dengan dinamika kebutuhan kompetensi DU/DI yang

terkait. Pembentukan kompetensi di sekolah mengandalkan kurikulum yang telah diselaraskan dengan kebutuhan kompetensi DU/DI sehingga lulusannya dapat terserap di dunia kerja. Relevansi kurikulum dan link and match antara kompetensi bentukan SMK dengan kompetensi kebutuhan DU/DI menjadi ukuran keberhasilan penyelarasan kurikulum. Pembelajaran di era digital sekarang ini, menuntut pendidik untuk berinovasi memanfaatkan teknologi inormasi sebagai bagian dari tugas pendidik untuk membuat suasana belajar menyenangkan dan menjadikan peserta didik senang belajar. Karakteristik pembelajaran tidak hanya disekolah saja, tetapi juga di industri atau dunia usaha untuk melakukan prakerin, maka inovasi pembelajaran juga dilakukan di kedua tempat tersebut. Beberapa permasalahan inovasi pembelajaran di sekolah kejuruan antara lain pengembangan project based learning sebagai

mainstream model pembelajaran kecakapan abad ke-21, pengembangan model dan metode pembelajaran

student center, penguatan tatakelola praktik kerja industi, pengembangan teaching factory sebagai pusat kreatif dan inovasi, dan pengembangan sistem evaluasi dan uji kompetensi.

Pembentukan kompetensi di SMK berorientasi pada kecakapan pembelajaran abad XXI dengan mengembangkan proses pembelajaran yang menekankan kepada higher order thinking skills (HOTS) dan penerapan pengembangan kemampuan literasi serta penguatan pendidikan karakter. Melalui proses tersebut diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mempunyai daya saing kebekerjaan yang tinggi. Untuk mendapatkan proses pembentukan kompetensi yang ideal dan mampu menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan, maka pemenuhan dan pemerataan prasarana-sarana SMK, guru produktif, tenaga kependidikan, manajemen sekolah, dan hubungan kerja sama industri sebagai komponen proses penting yang harus diperhatikan.

3.INOVASI SISTEM PENILAIAN DALAM REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI

Inovasi sistem penilaian dalam program revitalisasi termasuk pada permasalahan pada aspek program revitalisasi inovasi pembelajaran. Aspek inovasi ini lebih diarahkan untuk mendorong pendidikan vokasi mengimplementasikan proses pembelajaran yang dapat secara riil menghasilkan kompetensi produktif, antara lain dengan menerapkan model pembelajaran project based learning dan

(3)

pendidik untuk menggunakan strategi literasi dengan memanfaatkan referensi baik library based maupun

online disertai dengan pengembangan sistem evaluasi dan uji kompetensi yang handal.

Pengembangan sistem evaluasi dan uji kompetensi, menghendaki sekolah untuk: a) menggunakan acuan patokan (kompeten-belum kompeten) dalam sistem evaluasi, b) menggunakan penilaian otentik-performance base, c) melakukan uji kompetensi dan sertifikasi per kompetensi keahlian, d) menyusun soal-soal dan latihan disusun berbasis HOTS dan literasi untuk pencapaian Kecakapan Abad 21, e) menyesuaikan materi uji kompetensi dengan standar dari BNSP, f) menyusun instrumen penilaian dengan memperhatikan kemampuan/keterampilan abad ke 21 (4Cs), dan g) menyediakan bank soal untuk evaluasi yang memenuhi standar.

4.INOVASI SISTEM PENILAIAN BERBASIS KECAKAPAN ABAD KE-21

Pembelajaran abad 21 di sekolah vokasi diharapkan para lulusannya harus dapat mengisi formasi kerja yang sesuai dengan tuntutan perubahan kompetensi dari dunia usaha/industri. Untuk itu dilakukannya inovasi pembelajaran berbasis pada teknologi digital, teknologi informasi dan komunikasi. Karakteristik pembelajaran di sekolah vokasi tidak hanya di sekolah saja, tetapi juga di dunia usaha maupun di dunia industri. Kegiatan pembelajaran di era digital sekarang ini, menuntut pendidik untuk berinovasi memanfaatkan teknologi informasi dan menerapkan sistem penilaian sebagai bagian dari tugas pendidik, dan lebih diarahkan untuk mendorong peserta didik vokasi mengimplementasikan proses pembelajaran yang dapat secara riil menghasilkan kompetensi produktif dan mempunyai daya saing kebekerjaan yang tinggi. Untuk mendapatkan proses pembentukan kompetensi yang ideal hendaknya berorientasi pada kecakapan pembelajaran abad ke-21 dengan mengembangkan proses pembelajaran yang menerapkan kepada higher order thinking skills.

Dalam kegiatan belajar mengajar, penilaian atau asesmen memegang peranan penting dalam mewujudkan penguasaan kompetensi peserta didik. Penilaian atau asesmen adalah merupakan proses pengumpulan informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan-keputusan tentang kebijakan pendidikan, mutu program pendidikan, mutu kurikulum, mutu pengajaran atau sejauh mana pengetahuan yang telah diperoleh seorang peserta didik tentang semua hal yang telah diajarkan

kepadanya. Melalui asesmen akan diperoleh informasi yang dapat digunakan untuk membuat keputusan-keputusan tentang peserta didik, kurikulum, program, sekolah, dan kebijakan-kebijakan pendidikan (Nitko, 2007:4).

Melaksanakan asesmen bisa mempunyai tujuan yang beragam, dan pemilihannya tergantung pada bagaimana informasi hasil penilaian akan digunakan. Tujuan yang paling dasar dari penggunaan asesmen menurut Hermanussen, Aschbacher, dan Winters (1992) menjadi 2 (dua), yaitu untuk (1) menentukan sejauh mana pebelajar telah menguasai pengetahuan khusus atau keterampilan-keterampilan

(content goal), (2) mendiagnosa kelemahan dan kelebihan pebelajar dan merancang pengajaran yang sesuai (process goals). Menurut Djemari Mardapi (2004:7) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam asesmen atau penilaian, yakni harus mampu: (1) memberi informasi yang akurat, (2) mendorong siswa belajar, (3) memotivasi tenaga pendidik mengajar, (4) meningkatkan kinerja lembaga, serta (5) meningkatkan kualitas pendidikan.

Mengacu pada karakteristik pembelajaran di sekolah vokasi, yang pelaksanaannya tidak hanya di sekolah saja, tetapi juga dilakukan di dunia usaha maupun di dunia industri. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan peserta didik yang kompeten dan produktif optimalisasi inovasi pembelajaran diutamakan pada pembelajaran produktif. Pembelajaran program produktif di sekolah vokasi pada dasarnya dilaksanakan berbasis kompetensi (competency-based training) dan berbasis produktif (production-based training) yang bercirikan mastery learning (belajar tuntas). Ukuran ketuntasan penguasaan kompetensi disebut dengan kriteria ketuntasan minimal. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan untuk menilai penguasaan kompetensi disebut criterion referenced score interpretation.

Pembelajaran produktif berlangsung di laboratorium, dimana peserta didik langsung berhadapan dengan benda kerja, belajar dalam pola kerja sama untuk menyelesaikan permasalahan kerja yang dihadapi, serta belajar dari pengalaman kerja yang dialami. Selama proses pembelajaran berlangsung maupun pada akhir pembelajaran yang secara keseluruhannya perlu dirancang dengan baik untuk mengantarkan peserta didik sukses dalam mengikuti uji kompetensi. Jenis penilaian yang tepat dikembangkan untuk menilai suatu kompetensi yang mencakup kecakapan kognitif, kecakapan teknikal/keterampilan dan sikap adalah penilaian otentik (authentic assessment). Jenis penilaian ini digunakan untuk menilai pengetahuan dan keterampilan peserta didik secara multi-dimensional pada situasi nyata, di mana penilaiannya tidak hanya menggunakan paper-and-pencil items atau tes tertulis

(4)

saja tetapi juga menggunakan berbagai metode/bentuk, misalnya tes (tulis, lisan), penilaian perbuatan/kinerja, penilaian proyek, pemberian tugas

problem solving kelompok, observasi sistemik oleh instruktur atau peserta didik (peer and self assessment), respon tertulis secara luas, portofolio, jurnal, dan penilaian berbasis kriteria, (Corebima, 2008). Metode non tes digunakan untuk mengukur sikap menggunakan cara observasi, wawancara, inventori, self report, dan jurnal.

Penilaian otentik memberikan berbagai manfaat kepada para peserta didik, yaitu (a) menunjukkan secara lengkap seberapa baik pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran; (b) menunjukkan dan memperkuat kompetensi-kompetensi seperti pengumpulan informasi, pemanfaatan sumber penanganan teknologi, dan pemikiran sistematik; (c) menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman mereka, dunia mereka maupun dengan masyarakat yang lebih luas; (d) meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, identifikasi permasalahan, menemukan solusi, serta mengikuti hubungan sebab-akibat; (e) menerima tanggungjawab dan membuat pilihan-pilihan; (f) menghubungkan mereka dengan orang lain, termasuk berkolaborasi dalam tugas; dan (g) belajar mengevaluasi tingkat kinerja (performance) mereka sendiri (Jonhson, 2002). Dengan demikian penggunaan jenis penilaian otentik bukan saja mampu mengukur kompetensi yang tergolong hard skills, tetapi juga mampu mengukur kompetensi yang bersifat soft skills bahkan juga scientific skills sebagaimana yang diharapkan dalam implementasi K-13 saat ini.

Melalui penilaian otentik, diharapkan berbagai informasi yang absah/benar dan akurat dapat terjaring berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh peserta didik. Berdasarkan konsepsi di atas, model penilaian otentik sangat tepat untuk digunakan pada pembelajaran berbasis produksi seperti karakteristik di sekolah vokasi, karena model penilaian ini dapat mengukur kemampuan/kecakapan peserta didik dengan ukuran dunia kerja yang sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak abad ke-21. Kecakapan-kecakapan yang dituntut tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking), mengembangkan dan menyampaikan gagasan (creativity and innovation), kolaborasi (collaboration), dan kecakapan berkomunikasi (communication). Oleh karena itu, penilaian otentik yang diterapkan dalam pembelajaran di sekolah vokasi hendaknya diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu: (1) mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu, (2) merumuskan masalah (menanya), bukan

hanya menyelesaikan masalah (menjawab), (3) berpikir analitis (mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin), dan (4) menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Kemdikbud, 2013).

Untuk menyesuaikan kemajuan dan tuntutan zaman tersebut maka pembelajaran maupun sistem penilaian yang digunakan dan dikembangkan pada abad 21 hendaknya merubah pendekatan pembelajaran dan cara penilaiannya yaitu dengan penilaian otentik yang melatihkan dan mengembangkan pola pikir kritis dan kreatif dengan bersamaan mengimplementasikan informasi. Melalui penerapan penilaian otentik, pencapaian kemampuan berpikir kritis peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami interkoneksi antara sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya secara mandiri, peserta didik juga memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, memiliki kemampuan menganalisa berbagai informasi, dan mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penerapan penilaian yang terintegrasi pada proses pembelajaran mampu melatihkan, mengembangkan dan membiasakan pola pikir kreatif melalui butir tes HOTS, maka peserta didik akan memiliki kemampuan pola pikir kreatif untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada teman yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda. Kemampuan berpikir pikir kritis dan kreatif ini akan dapat dicapai bila peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills= HOTS). Terkait hal ini, maka peserta didik di pendidikan vokasi perlu dibekali dengan HOTS agar mampu mempersiapkan diri menghadapi segala tantangan di abad 21. Sebab dengan memiliki HOTS, maka peserta didik akan mampu berpikir kritis, kreatif, meneliti, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memiliki karakter yang baik.

Kompetensi tersebut di atas dapat dicapai manakala peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, melalui pendidik dengan menggunakan penilaian otentik bentuk tes untuk mengembangkan kompetensi kognitif/pengetahuan dalam proses pembelajarannya. Keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi memerlukan proses pemikiran yang lebih kompleks mencakup mampu menerapkan, mampu menganalisis, mampu mengevaluasi, dan tahap mampu mencipta yang berdasarkan taksonomi Bloom. Di dalam taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi membutuhkan berbagai

(5)

langkah-langkah pembelajaran dan pengajaran yang berbeda dari hanya sekedar mempelajari fakta dan konsep semata namun mengharuskan ketika melakukan sesuatu atas fakta-fakta. Peserta didik harus memahaminya, menghubungkan satu sama lainnya, mangkategorikan, memanipulasi, menempatkannya bersama-sama dengan cara-cara baru, dan menerapkannya dalam mencari solusi baru terhadap persoalan-persoalan baru. Oleh karena itu, penilaian berbasis keterampilan berpikir kritis dan kreatif hendaknya berfokus pada bagaimana mengungkapkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah secara kritis, logis, sistematis, analitis, sintesis, kreatif dan evaluative.

Menurut Wirabuana (2011: 1) langkah-langkah melakukan penilaian pemecahan masalah dalam pembelajaran untuk melatihkan dan mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir tinggi yaitu: (1) mengidentifikasi masalah, (2) mengumpulkan data, (3) menganalisis data, (4) memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, (5) memilih cara untuk memecahkan masalah, (6) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (7) melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan, dan (8) melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Empat tahapan yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berpikir, sedangkan empat tahapan berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi atau berpikir kritis dan kreatif.

Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah pertanyaan berbasis mengapa bukan sekedar bagaimana. Setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan peserta didik dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata keterampilan bagaimana, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas.

Agar supaya penilaian berbasis keterampilan berpikir kritis dan kreatif dapat tercapai dengan baik, maka hendaknya 1) proses penilaian menitikberatkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, logis, aplikatif, analisis, sintesis, evaluasi dan pemecahan masalah, bukan sekedar menghafal atau mengingat, 2) pendidik dapat memberikan permasalahan kepada peserta didik sebagai bahan diskusi dan pemecahan masalah sehingga dapat merangsang aktivitas berpikir, 3) kegiatan penilaian dilakukan melalui kegiatan diskusi, kegiatan lapangan, praktikum, menyusun laporan praktikum, dan peserta didik diminta

mengevaluasi sendiri keterampilan itu, 4) penilaian dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, dan 5) dapat memberikan umpanbalik yang mampu mengoreksi kesalahan atau mengklarifikasi kesalahan (corrective feedback) kepada peserta didik atau dengan kata lain menerapkan penilaian di dalam kelas yang bertujuan untuk menaikkan prestasi. Hal tersebut berdasarkan pada pemikiran bahwa peserta didik akan meningkat prestasinya jika mereka mengerti dan memahami tujuan belajarnya dan mengetahui bagaimana cara mencapai tujuan tersebut berbasis pada keterampilan berpikir kritis dan kreatifnya.

Penilaian otentik dalam pembelajaran yang diterapkan di era abad 21, dapat membekali peserta didik untuk bertahan dalam menjalani kehidupan dimasyarakat adalah mereka yang bisa berkomunikasi dengan berbagai cara, baik tertulis maupun verbal. Peserta didik dituntut untuk mampu memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari pendidiknya. Peserta didik memiliki kemampuan literasi ICT, dan mereka harus terbiasa melakukan komunikasi menggunakan media yang bertekhnologi.

Demikian pula dalam proses pembelajaran perlu menerapkan penilaian yang dapat melatih dan mengembangkan peserta didik agar mampu menunjukkan kemampuannya dalam melakukan kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga dilatihkan menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain.

5.SIMPULAN

Pada bagian ini penyaji menyimpulkan bahwa kemampuan bersaing untuk memasuki dunia kerja harus memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk siap dan mampu bekerja sesuai dengan tantangan global yang semakin kompleks. Persyaratan yang ditentukan ini antara lain seseorang harus dapat merespon perubahan dengan cepat dan efektif terhadap era informasi dan era teknologi di abad ke 21 dengan kemampuan keterampilan berpikir kritis, kemampuan berkreasi, kemampuan komunikasi dan berkolaborasi dengan dengan berbagai kepentingan. Untuk dapat merespon perubahan tersebut

(6)

memerlukan keterampilan intelektual yang fleksibel, kemampuan untuk menganalisis informasi, dan mampu mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, pentingnya inovasi dan mengembangkan sistem penilaian disusun dalam pembelajaran berbasis HOTS, teknologi digital, teknologi informasi dan komunikasi agar peserta didik lulusan sekolah vokasi memiliki keterampilan keterampilan berpikir kritis, kemampuan berkreasi, kemampuan komunikasi dan berkolaborasi. Melalui suatu pembiasaan cara berpikir yang baik, pembiasaan komunikasi yang baik dan berkolaborasi yang baik pula bagi peserta didik melalui pengembangan cara penilaian berbasis penilaian otentik melalui pengembangan HOTS yang sesuai dan selaras dengan keterampilan abad 21 merupakan upaya menyiapkan generasi penerus yang mampu menghadapi tangan global yang semakin kompleks.

REFERENSI

Badmus, G. A., 2007. Changing Nature of Technical and Vocational Education and Students’ Assessment Methods. ganiyubdms@yahoo.com www.iaea.info (diakses tanggal,Januari 2007)

Bhisma Murti. (2011). Berpikir kritis (critical thinking) versi elektronik Power Point. Universitas Sebelas Maret.

Dir.PSMK.Dirjen Dikdasmen., 2017. Panduan Pendampingan Revitalisasi SMK. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Djemari Mardapi, 2004. Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: ProgramPascasarjana Universitas NegeriYogyakarta.

Hermanussen, J., et.al., 2000. Learning style in vocational work experience. Jounal ofVocational Education Research. Vol. 25 (4).

Johnson, D.W., & Johnson, R. T. 2002. Meaningful Assessment: A manageableand cooperative process. Boston: Allyn & Bacon.

Kemendikbud. (2013). Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Nitko A.J., & Brookhart S.M., 2007. Educational Assessment of Students. Colombus, Ohio. Fifth Edition. Perason

Wirabuana. (2011). Pengaruh model pembeajaran PBL terhadap hasil belajar siswa. Diakses

pada tanggal 16 Maret 2011 dari (http://blogwirabuana. wordpress.com/2011/03/16- pengaruh-model-pembelajaran-pbl-problem-based-learning-terhadap-hasil-belajar-

Referensi

Dokumen terkait

berkendara pengemudi harus mengetahui ketentuan mengenai pelanggaran lalu lintas yagn diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu LIntas dan Angkutan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) sebagai salah satu kawasan hutan alam yang masih utuh memiliki potensi yang sangat besar sebagai penyerap karbon dan telah dibuktikan

Buku “Jelajah Budaya Nusantara” terdiri dari 1 halaman front cover, 1 halaman spread peta Indonesia, 1 halaman spread pengantar, 1 halaman cara bermain, 10 halaman spread mewakili

Dari penelitian ini didapatkan bahwa imaging plate ukuran 0,168 mm memiliki densitas dan nilai kontras yang tinggi dikarenakan ukuran pixel pada imaging plate

Dimana sebelum melakukan analisa kegagalam sistem untuk menentukan komponen kritis yang akan digunakan untuk mewakili sistem, maka Dimana setelah didapatkan

Dengan segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Pada saat Ujian Skripsi, mahasiswa menyerahkan Form berita acara Ujian Skripsi dan kelengkapannya (Identitas mahasiswa dan penguji sudah diisi oleh mahasiswa). Berita acara

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan proses moratorium penempatan TKI sektor domestik ke Malaysia tahun 2009-2011 sebagai upaya perlindungan tenaga kerja