• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN ALGORITMA ADAPTIVE BOOSTING DAN WAVELET DALAM PENGENALAN WAJAH MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN ALGORITMA ADAPTIVE BOOSTING DAN WAVELET DALAM PENGENALAN WAJAH MANUSIA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

124

PENERAPAN ALGORITMA ADAPTIVE BOOSTING DAN WAVELET

DALAM PENGENALAN WAJAH MANUSIA

Melpa P. Silaban, Hery Sunandar STMIK Budi Darma, Medan, Indonesia Jl. Sisingamangaraja No. 338, Medan, Indonesia

ABSTRAK

Sistem pengenalan wajah yang termasuk dalam bidang pengolahan citra dapat dipadukan dengan sistem absensi sehingga menjadi salah satu hal menarik untuk dilakukan, dimana nantinya sistem absensi juga dapat dilakukan dengan wajah. Data uji bersumber dari sekumpulan citra wajah yang sudah dipilih. Dengan dilakukannya pengabsensian menggunakan wajah tentu tidak ada lagi untuk memanipulasi data. Proses pembuatan aplikasi absensi dengan pengenalan wajah ini menggunakan algoritma Adaptive Boosting dan Wavelet. Secara umum proses absensi menggunakan pengenalan wajah ini dilakukan dengan memasukkan data wajah terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan proses pemindaian. Untuk metode adaptive Boosting dalam seleksi fitur dilakukan untuk member bobot pada setiap fitur yang direkomendasikan, sehingga ditemukan fitur yang merupakan classifier yang kuat. Pencocokan dilakukan dengan metode pengenalan wajah Gabor Wavelet, tujuan digunakannya metode ini adalah untuk memunculkan ciri-ciri khusus dari citra wajah yang telah dikonvolusi terhadap kernel. Setelah dilakukan pengujian, diperoleh hasil bahwa sistem ini dapat mengidentifikasi wajah dengan tingkat akurasi baik. Aplikasi yang digunakan dalam tahap pengujian ini adalah menggunakan Matlab 7.1 dalam pengenalan wajah manusia.

Kata Kunci: Citra, Adaptive Boosting, Wavelet, Pengenalan Wajah

I. PENDAHULUAN

Sistem biometrik merupakan teknologi pengenalan diri dengan menggunakan bagian tubuh atau perilaku manusia. Sidik jari, tanda tangan, DNA, wajah, gaya berjalan, geometri tangan, selaput pelangi, gaya penekanan tombol, telapak tangan, suara dan lain sebagainnya. Masing-masing merupakan karakteristik dari cabang ilmu biometrik yang sedang berkembang pesat saat ini. Sistem pengenalan diri adalah sistem untuk mengenali identitas seseorang secara otomatis dengan menggunakan teknologi komputer yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan sistem dan untuk mengenali target secara cepat dan tepat.

Perkembangan teknologi untuk mendeteksi wajah menggunakan komputer sudah semakin pesat, dimana pemrosesan image (citra) sudah menggunakan teknologi digital. Pengenalan wajah termasuk kedalam perkembangan teknologi yang menjadi penting dalam beberapa bidang seperti sistem sekuriti, sistem kontrol, termasuk sistem kehadiran atau presensi. Kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan sangat diperlukan karena termasuk dalam sistem penilaian di suatu institusi yang menyelenggarakan pendidikan. Setiap institusi perguruan tinggi punya cara tersendiri dalam menerapkan metode penilaian kehadiran seorang mahasiswa. Permasalahan yang sering terjadi dalam pendeteksian wajah manusia adalah mengenai okulasi wajah, pose, dan faktor pencahayaan. Dengan dilakukannya pengenalan wajah dalam pengabsensian di dalam kelas tentu tidak ada lagi manipulasi karena wajah seseorang itu yang dideteksi. Aplikasi ini dapat dihasilkannya sebuah sistem pengenalan wajah dalam pengabsensian secara otomatis di dalam ruangan kelas berdasarkan hasil ukuran citra dan menghitung banyaknya mahasiswa yang hadir di dalam kelas dengan menggunakan pengenalan pola wajah manusia.

Dalam hal ini penulis menggunakan algoritma

Adaptive Boosting dan wavelet dalam penngenalan wajah manusia di dalam ruangan. Algoritma Adaboost

merupakan algoritma machine learning yang tercipta dari kumpulan weak classifier yang dibentuk menjadi

strong classifier. Secara umum, Adaptive Boosting

terjadi dalam iterasi, secara incremental menambahkan

weak learner ke dalam satu strong learner. Pada setiap iterasi, satu weak learner belajar dari suatu data latihan. Kemudian weak learner itu ditambahkan ke dalam strong learner. Setelah weak learner

ditambahkan, data-data kemudian diubah masing-masing bobotnya. Data-data yang mengalami kesalahan klasifikasi akan mengalami penambahan bobot. Weak learner pada iterasi selanjutnya akan lebih terfokus pada data-data yang mengalami kesalahan klasifikasi oleh weak learner yang sebelumnya.

Algoritma Wavelet didefinisikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Transformasi Wavelet

akan mengkomversikan suatu sinyal kedalam sederetan

Wavelet. Transformasi Wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi yang muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau durasi atau waktu. Banyak sekali penggunaan Wavelet dalam berbagai bidang penelitian. Salah satunya adalah pengenalan objek. Dengan memanfaatkan Wavelet

dapat dilakukan ekstraksi dari berbagai objek yang memiliki variasi misalnya saja rotasi dan pembesaran. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka objek dapat dilakukan normalisasi. Proses normalisasi terhadap objek dapat dilakukan dengan berbagai hal misanya saja dengan menbatasi proses pengenalan objek atau dengan menghilangkan noise-noise yang ada pada objek. Proses pengolahan citra wajah menggunakan gabor wavelet secara teknis memiliki relevansi biologis karena sebuah ciri biologi berkaitan dengan identifikasi masing-masing individu. Proses

(2)

125 yang berlangsung dalam bidang frekuensi

mempengaruhi kecepatan proses yang terjadi, baik dalam proses gambar maupun saat proses konvolusi. Tujuan utama dari gabor wavelet adalah untuk memunculkan ciri-ciri khusus dari gambar yang rela dikonvolusi terhadap kernel.

II. TEORITIS

A. Pengenalan Wajah

Secara umum sistem pengenalan citra wajah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sistem feature based dan sistem image-based. Pada sistem pertama digunakan fitur yang diekstraksi dari komponen citra wajah ( mata, hidung, mulut, dll.) yang kemudian hubungan antara fitur-fitur tersebut dimodelkan secara geometris. Sedangkan sistem kedua menggunakan informasi mentah dari piksel citra yang kemudian direpresentasikan dalam metode. Sekarang pengenalan wajah telah dikembangkan untuk banyak aplikasi, terutama untuk aplikasi keamanan. Penggunaan wajah sebagai identifier mempunyai banyak manfaat, terutama kepraktisannya karena memerlukan kartu atau foto untuk identifikasi. Masalah utamanya adalah sebuah image yang mewakili sebuah gambar yang terdiri dari vector yang berukuran relatif besar. Ada banyak teknik untuk mereduksi dimensi dari image

yang akan diproses [1]. B. Citra Digital

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan [2].

C. Algoritma Adaptive Boosting (Adaboost)

Adaboost singkatan dari Adaptive Boosting,

merupakan algoritma machine learning yang tercipta dari kumpulan weak classifier yang dibentuk menjadi

strong classifier. Dinamakan boosting karena algoritma dapat mengurangi kesalahan dari weak classifier dan meningkatkan akurasi dari setiap algoritma pembelajaran yang diberikan.

Data citra diberikan label (𝜒1, 𝑦1), … , (𝑥𝑛, 𝑦𝑛)

dimana 𝑦𝑖 = 0,1 untuk data negatif dan positif berturut-turut. Untuk setiap citra training, diberi koordinat (χ,y) dengan yv= 0 untuk citra yang tidak mengandung objek (citra negatif), dan y = 1 untuk citra berisi objek (citra positif). Langkah-langkah algoritma Adaboost adalah sebagai berikut [4]

1. Suatu kumpulan sample pelatihan dengan label {(x1,y1),….,(xn,yn)}, suatu Component Learn

Algoritma, jumlah perputaran T. 2. Bobot suatu sample pelatihan :

𝑤𝑖 1 = 1 / N ………...(1.)

𝑖 = 1, … . , 𝑁

3. Gunakan Component Learn Algoritma untuk suatu komponen klasifikasi, ℎ𝑡, pada sample bobot pelatihan.

4. Hitung kesalahan pelatihannya pada ℎ𝑡: €𝑡 = ∑ 𝑤𝑖 1, 𝑦

𝑙 ≠ ℎ𝑡(𝑥𝑙) 𝑡

𝑡=1 ………...(2.)

5. Tetapkan bobot untuk component classifier

𝑡 = 𝛼𝑡 = 12 log (1− € 𝑡

𝑡 ) ……….…...(3.)

6. Update bobot Sample pelatihan. 𝐶𝑡 adalah suatu konstanta normalisasi.

𝑤𝑖 1+𝑡 = 𝑤𝑖 𝑡exp{− 𝛼𝑡𝑦𝑙ℎ𝑡(𝑥𝑙)}

𝐶𝑡 …………...(4.)

𝑖 = 1, … . , 𝑁 7. Maka output adalah :

H (χ) = ∑𝑗𝑗=1𝛼𝑗 ℎ𝑗 (𝜒) ≥ 1 2∑ 𝛼𝑡 𝑇 𝑗 ...(5.) D. Algoritma Wavelet

Wavelet adalah fungsi matematika yang menguraikan data atau fungsi menjadi komponen-komponen frekuensi yang berbeda, Wavelet memiliki keunggulan dari fourier dalam menganalisis situasi-situasi fisis dimana sebuah sinyal memiliki diskontinuitas dan bentuk yang tajam. Formulasi matematika representasi sinyal disebut sebagai transformasi Wavelet. Haar adalah Wavelet paling tua dan paling sederhana. Haar telah menjadi sumber ide bagi munculnya keluarga Wavelet lainnya seperti Daubechies dan lain sebagainya. Koefisien transformasi ℎ0 = (ℎ0(0), ℎ0(1)) = (1 2 ⁄ , 1 2 ⁄ ) (tapis

low pas) dan ℎ1 = (ℎ1(0), ℎ1(1)) = (1 2 ⁄ , − 1 2 ⁄ ) (tapis

high pass). Kedua tapis tersebut bersifat ortogonal namun tidak ortonormal. Tapis Haar yang bersifat ortogonal dan juga ortonormal adalah [5]

0 = 1 √2 ⁄ ; 1 √2 ⁄ ……….…...(6.) ℎ1 = 1 √2 ⁄ ; - 1 √2 ⁄ ………...(7.) III. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Biometrik merupakan metode pengenalan identifikasi seseorang berdasarkan karakteristik fisik manusia itu sendiri misalnya wajah, sidik jari, struktur telapak tangan, letak retina mata. Wajah seseorang telah digunakan untuk pengenalan, baik untuk orang yang dikenal maupun tidak dikenal. Proses pengenalan wajah manusia harus memiliki tingkat akurasi dan ketelitian yang tinggi sehingga dibutuhkan algoritma kompleks yang memiliki kemampuan proses yang baik. A. Algoritma Adaptive Boosting

Algoritma yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu dengan menggunakan algoritma Adaptive Boosting dan Wavelet. Pada pembahasan ini algoritma yang digunakan dalam perhitungan citra berwarna resolusi dimensi 5x5 piksel.

Diketahui citra berwarna yang dimana resolusi dimensinya di ubah menjadi 5x5 piksel. Dimana dengan m = jumlah gambar negatif dengan yi = 0 untuk gambar negatif dan l = jumlah gambar positif dengan yi = 1 untuk gambar positif.

(3)

126 Contoh : l = 1, m=5

𝑤1,0 = 2𝑥51 = 0.1 ; 𝑤1,1 = 2𝑥11 = 0.5

Gambar 1. Citra Positif Tabel 1. Nilai Piksel Citra Positif

204 155 38 116 153

219 68 111 10 115

221 88 170 45 94

144 66 194 34 42

137 159 148 125 173

Nilai positif pada gambar tersebut akan dihitung nilai fiturnya

Nilai fitur = |(total piksel hitam) – (total piksel biru)| ℎ𝑡(𝑥) = |(148+204-137-38) – (173+38-148-153)

= (177+90) = 267

Maka nilai error rate yang didapatkan adalah sebagai berikut :

€𝑡 = (0.5) |267-1| = 133

Jadi nilai error rate citra yang digunakan untuk klasifikasi data training adalah 133.

𝛽𝑡 = €𝑡 1−€𝑡 = 133 1−133 = 133 −132 = -1.007 Update bobot: 𝑤𝑡+1,𝑖 = 𝑤𝑡,𝑖. 𝛽𝑡

Maka bobot setelah iterasi 1: 𝑤2,1 = 0.5 x (1.007) = -0.5035 €𝑡 = (0.5-0.5035)|267-1| = -0.931 𝛽𝑡 = 1−€€𝑡 𝑡 = −0.931 1−(−0.931) = −0.931 1+0.931 = -13.492

Maka bobot setelah iterasi 2: 𝑤3,1 = -0.5035 x 13.492 =

6.793

Hasil akhir klasifikais yang diharapkan pada citra positif adalah sebagai berikut :

H(x) = {1 0 ∑ 𝛼𝑗 ℎ𝑗 (𝜒) 𝑗 𝑗=1 ≥ 1 2∑ 𝛼𝑡 𝑇 𝑗 dimana 𝛼𝑡 = log 1 𝛽𝑡 dan 𝛼𝑗 = log 1 𝛽𝑗

Jika posisi H(x) = Ketentuan 1 maka citra tersebut merupakan objek Jika posisi H(x) = Ketentuan 0 maka citra tersebut merupakan bukan objek.

Sehingga untuk citra negatif yang ukuran dimensinya di ubah menjadi 5x5 piksel yang memiliki nilai-nilai sebagai berikut:

Gambar 2. Citra Negatif Tabel 2. Nilai Piksel Citra Negatif

206 120 35 44 152

217 33 131 25 70

189 107 178 87 47

116 69 196 61 11

89 146 157 109 92

Nilai positif pada gambar tersebut akan dihitung nilai fiturnya

Nilai fitur = |(total piksel hitam) – (total piksel biru)| ℎ𝑗(𝑥) = |(157+206-89-35) – (92+35-157-152) = (239+182) = 421 Maka €𝑗 = (0.1) |421-0| = 42.1 𝛽𝑗 = €𝑗 1−€𝑗 = 42.1 1−(42.1) = 42.1 −41.1 = -1.024 Update bobot: 𝑤𝑡+1,𝑖 = 𝑤𝑡,𝑖. 𝛽𝑗

Maka bobot setelah iterasi 1: 𝑤2,1 = 0.1 x 1.024 = -0.1024 €𝑡 = (0.1-0.1024)|421-0| = -1.0104 𝛽𝑗 = €𝑗 1−€𝑗 = −1.0104 1−(−1.0104) = −1.0104 2.0104 = -0.5025

Maka bobot setelah iterasi 2: 𝑤3,1 = -0.1024x -0.5025 = 0.051

Jika bobot setelah iterasi ke n jumlahnya <0 maka iterasi berhenti. 𝛽𝑗 yang digunakan untuk mencari H(x) menggunakan €𝑗 pada citra negatif yang nilai 𝛽𝑗<0

H(x) = {1 0 ∑ 𝛼𝑗 ℎ𝑗 (𝜒) 𝑗 𝑗=1 ≥ 1 2∑ 𝛼𝑡 𝑇 𝑗 Maka: H(x) = log 1 0.051 x 421 ≥ 1 2 log 1 6.793 = -1.295 x 421 ≥ 1 2 x (-0.832) = 543,935 ≥ -0.416

Karena 543,935 ≥-0.416 itu bernilai benar jadi citra dikenali sebagai wajah manusia.

B. Algoritma Wavelet

Berikut merupakan contoh perhitungan Wavelet

pada citra x yang dimana ukura dimensinya di ubah menjadi 5x5 piksel, maka matriks piksel dibuat sebagai berikut :

(4)

127 Gambar 3. Citra Input

𝜒 = [ 204 155 38 116 153 219 68 111 10 115 221 88 170 45 94 144 66 194 34 42 137 159 148 34 173] 𝑥′ [ 204 204 155 38 116 153 153 219 219 68 111 10 115 115 221 221 88 170 45 94 94 144 144 66 194 34 42 42 137 137 159 148 34 173 173]

Karena tipe dekomposisi yang digunakan saat ini adalah tipe Haar, maka

f = [0.7071 0.7071] dan g = [−0.7071 0.7071] Dimana f dan g berturut-turut adalah filter low pass dan

high pass. Untuk menghindari kecacatan hasil perhitungan pada pinggiran matriks, maka matriks x diubah menjadi matriks 𝑥′. Maka x akan

dikonvolusikan dengan f untuk matrik aj dan hj.

p = 𝑥′ * f p= [ 204 204 155 38 116 153 153 219 219 68 111 10 115 115 221 221 88 170 45 94 94 144 144 66 194 34 42 42 137 137 159 148 34 173 173] *[0.7071 0.7071]

p adalah matriks hasil konvolusi baris antara x dan f. maka matriks p adalah sebagai berikut:

[ 144.2484 288.4968 253.8489 88.3875 79.9023 190.2099 216.3726 108.1863 154.8549 309.7098 202.9377 263.7483 231.2217 88.3875 162.633 81.3165 156.2691 312.5382 218.4939 334.4583 275.0619 98.2869 132.9348 66.4674 101.8224 203.6448 148.491 329.5086 280.0116 53.7396 59.3964 29.6982 96.8727 193.7454 209.3016 193.7454 243.2424 210.7158 244.6566 122.3283]

Karena sebelumnya kolom pertama dan kolom kelima dari p sudah disalin terlebih dahulu, maka kolom pertama dan kolom terakhir dari p tidak diperlukan lagi dan sudah dapat dihapus. Isinya disalin ke dalam matriks 𝑝′: [ 288.4968 253.8489 88.3875 79.9023 190.2099 216.3726 309.7098 202.9377 263.7483 231.2217 88.3875 162.633 312.5382 218.4939 334.4583 275.0619 98.2869 132.9348 203.6448 148.491 329.5086 280.0116 53.7396 59.3964 193.7454 209.3016 193.7454 243.2424 210.7158 244.6566]

𝑝′ digunakan untuk menghitung nilai 𝑎𝑗 dan ℎ𝑗. Tetapi

sebelum dilakukan perhitungan terhadap nilai 𝑎𝑗 dan ℎ𝑗, terlebih dahulu dilakukan downsampling terhadap baris dari matriks 𝑝′ sehingga:

𝑧 = [ 253.8489 79.9023 216.3726 202.9377 231.2217 162.633 218.4939 275.0619 132.9348 148.491 280.0116 59.3964 209.3016 243.2424 244.6566]

Tahap selanjutnya adalah proses konvolusi kolom matrik z dengan f untuk menghasilkan nilai aj. Tetapi untuk menghindari kecacatan data, maka baris awal dan akhir matriks z disalin lagi, sehingga menjadi seperti berikut: y = 𝑧′ * f y = [ 253.8489 79.9023 216.3726 253.8489 79.9023 216.3726 202.9377 231.2217 162.633 218.4939 275.0619 132.9348 148.491 280.0116 59.3964 209.316 243.2424 244.6566 209.3016 243.2424 244.6566] * [0.7071 0.7071]

Prose konvolusi kolom matriks 𝑧′ dengan f sudah bisa

dilakukan dengan y sebagai matriks hasil konvolusi dimana baris pertama dan terakhir hasil konvolusi sudah dihapus. y = [ 359 113 306 397 243 331 260 238 242 370 352 373 314 441 265 296 344 346]

Baris pada matriks y kemudian di-downsample

sehingga matriks y sekarang adalah sebagai berikut: 𝑦′ = [397 243 331370 352 373

296 344 346 ]

Maka matriks 𝑦′ sekarang adalah sub citra aj. Untuk

menghitung hj juga dapat dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja pada saat melakukan konvolusi kolom pada matriks 𝑧′ filter yang digunakan adalah filter high

pass atau g, sehingga:

aj = [ 397 243 331 370 352 373 296 344 346 ] hj = [ 110 −83 101 61 −37 185 0 0 0 ]

Cara sebelumnya diulang lagi untuk menghasilkan matriks vj dan dj. hanya saja kali ini matriks p adalah konvolusi baris antara 𝑥′ dan g, kemudian vj adalah

hasil konvolusi kolom matriks 𝑧′ dan f sementara dj

adalah hasil konvolusi kolom antara 𝑧′ dan g, sehingga

diperoleh: vj = [ −110 128 0 −61 157 0 0 0 0 ] dj = [ −110 128 0 −61 157 0 0 0 0 ]

Matriks aj, hj, vj, dan dj masing-masing disusun menjadi satu kolom dan ditranspose sehingga diperoleh:

(5)

128 Setelah vektor cirri terbentuk dari citra wajah yang

diuji, citra tersebut dibandingkan dengan citra cirri dari tiap referensi citra yang ada. Langkah selanjutnya adalah memilih vektor cirri dengan tingkat kesamaan paling besar.citra referensi dengan kemiripan global paling tinggi akan dikenali sebagai wajah dari citra yang diuji.

IV. IMPLEMENTASI

Pengujian program digunakan untuk melihat hasil yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya, untuk tampilan aplikasi seperti pada gambar dibawah:

Hasil pengujian merupakan tahapan akhir dari penelitian ini, hasil dalam aplikasi ini merupakan keluaran dari pengenalan wajah yang telah dilakukan proses pelatihan di bab sebelumnya, dimana aplikasi dapat mengenali dan menghitung tingkat kemiripan wajah seseorang sesuai dengan input yang diberikan, berikut tampilan hasil dari program pengujian.

Gambar 5. Tampilan Hasil Pengujian V. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pengenalan wajah manusia ini, sangat membantu dalam bidang perusahaan dan dalam bidang perkuliahan ataupun sekolah dalam pengabsensian dan dapat mengurangi tingkat kecurangan dalam pengabsensian karena dalam pengenalannya dilakukan dengan menggunakan sebuah aplikasi.

2. Proses pengenalan wajah manusia dengan menggunakan algoritma Adaptive Boosting dan

Wavelet dapat diambil suatu perbandingan yang akhirnya dapat memberikan perbaikan atau penyempurnaan pada masa yang akan datang. Dari hasil perbandingan algoritma tersebut bahwa algoritma Adaptive Boosting lebih bagus dalam pengenalannya dibandingkan dengan algoritma

Wavelet.

3. Aplikasi yang digunakan dalam pengenalan wajah manusia dengan menggunakan Matlab dan rancangan aplikasi pengenalannya menggunakan Matlab GUI.

REFERENCES

[1] Hanif Al Fatta, Rekayasa Sistem Pengenalan Wajah. Yogyakarta: Andi, 2009.

[2] S.Si., Edy Mulyanto, S.Si.,M.Kom, Dr.Vincent Suhartono, Oky Dwi Nurhayati, MT, dan Wijanarto, M.Kom T. Sutoyo, Teori Pengolahan Citra Digital. Semarang: Penerbit Andi, 2009.

[3] Darma Putra, Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010.

[4] Defri Kurniawan Dan Catur Supriyanto, "Optimasi Algoritma Support Vector Machine (SVM) Menggunakan

Adaboost Untuk Penilaian Resiko Kredit," Volume 9 No 1,

April 2015.

[5] Usman Muhammadi, Ishak Muhammad Dahria, "Pengenalan Pola Wajah Menggunakan Webcam Untuk Absensi

Dengan Metode Wavelet," Volume 12 No 2, Mei 2013.

[6] Adi Nugroho, Rekayasa Perangkat Lunak Menggunakan UML Dan JAVA. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009. [7] Siang Jong Jek, Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya

Mneggunakan Matlab. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005. [8] Fajar Astuti Hermawati, Pengolahan Citra Digital.

Yogyakarta: Penerbit Andi, 2013.

[9] S. Aripin, G. L. Ginting, and N. Silalahi, “Penerapan metode retinex untuk meningkatkan kecerahan citra pada hasil screenshot,” Media Inform. Budidarma, vol. 1, no. 1, pp. 24– 27, 2017.

[10] Yuhandri, S. Madenda, E. P. Wibowo, and Karmilasari, “Object Feature Extraction of Songket Image Using Chain Code Algorithm,” Int. J. Adv. Sci. Eng. Inf. Technol., vol. 7, no. 1, pp. 235–241, 2017.

Gambar

Gambar 2. Citra Negatif  Tabel 2. Nilai Piksel Citra Negatif
Gambar 5. Tampilan Hasil Pengujian  V. KESIMPULAN

Referensi

Dokumen terkait

yang penting untuk deteksi perubahan dan monitoring dinamika permukaan tanah bervegetasi (Huete, 2002). Proses klasifikasi tanaman kelapa sawit dilakukan dengan interpretasi

Pada uji coba lapangan pertama, dari angket respon siswa yang diikuti oleh 30 siswa setelah mengikuti pembelajaran untuk materi peluang dengan menggunakan

Permasalahan yang ada adalah bagaimana menerapkan metode Learning Vector Quantization 2 dalam menentukan nama penyakit ayam sehingga hasil pembelajarannya akan menghasilkan

Hal ini menunjukkan model tidak mengandung heteroskedastisitas dan dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh manajemen laba (akrual dan riil) terhadap kinerja

Semoga materi kegiatan pembelajaran tentang konsep dasar program BK di sekolah ini dapat memberikan manfaat bagi guru Bimbingan dan Konseling dalam upaya peningkatan

Dengan demikian subyek SIS mampu memahami masalah secara langsung (direct) dan spontan segera, berlangsung pada saat membaca soal. Sehingga subyek SIS dalam

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu solusi untuk membudayakan literasi matematika adalah melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan

Berdasarkan hasil survei maka dapat disimpulkan bahwa seroprevalensi sistiserkosis pada babi di Kabupaten Mimika, Papua rata-rata 50%, dengan kasus tertinggi ditemukan di Distrik