• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

423

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)

U R L : h t t p s : / / j i a p . u b . a c . i d / i n d e x . p h p / j i a p

Perencanaan Pengembangan Wisata Desa Edelweis Berbasis Masyarakat

(Studi pada Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)

Tri Wiyanto a

a

Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti, Kabupaten Sumba Timur, NTT, Indonesia

———

 Corresponding author. Tel.: +62-812-8710-5300; e-mail: triwiyanto.ksdh03@gmail.com

I N F O R M A S I A R T IK E L A B S T R A C T Article history:

Dikirim tanggal: 08 November 2019 Revisi pertama tanggal: 30 November 2020 Diterima tanggal: 01 Desember 2020 Tersedia online tanggal: 14 Desember 2020

One of the efforts of the Bromo Tengger Semeru National Park (BTSNP) Office for conservation Edelweiss, which is through community-based Edelweiss village tourism development. The purpose of this research are to analyze the planning, supporting and restricting factors of community-based Edelweis village tourism development at BTSNP Office. This research is a qualitative descriptive study. The results showed that the top down planning went well enough. While the bottom up planning shows that community participation has not been maximized. Supporting factors include Edelweis' needs by the Wonokitri and Ngadisari Village people, leadership policies, and funding support from BTSNP Office and Bank Indonesia Corporate Social Responsibility. While the restricting factors include awareness and motivation of the Wonokitri and Ngadisari Village people were relatively lacking, unavailability of functional planner at BTSNP Office, unavailability planning support in the RPJMD of Pasuruan and Probolinggo Regency Government, and existence of sectoral egos and management priority differences.

INTISARI

Salah satu upaya Balai Besar TNBTS dalam rangka konservasi Edelweis, yaitu melalui pengembangan wisata desa edelweis berbasis masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perencanaan, faktor pendukung, dan penghambat pada pengembangan wisata desa edelweis berbasis masyarakat di Balai Besar TNBTS. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan top down berjalan cukup baik. Sedangkan perencanaan bottom up menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat belum maksimal. Faktor pendukung berupa kebutuhan edelweis oleh masyarakat Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari, kebijakan pimpinan, dan dukungan pendanaan Balai Besar TNBTS dan Corporate Social Responsibility Bank Indonesia. Sedangkan faktor penghambat berupa kesadaran dan motivasi masyarakat Desa Wonokitri dan

Desa Ngadisari relatif kurang; tidak tersedianya jabatan fungsional perencana di Balai Besar TNBTS; tidak adanya dukungan perencanaan dalam RPJMD

Pemerintah Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo; dan adanya ego sektoral dan perbedaan prioritas pengelolaan.

2020 FIA UB. All rights reserved.

Keywords: planning, tourism

development, edelweiss village, community-based tourism

JIAP Vol 6, No 3, pp 423-430, 2020 © 2020 FIA UB. All right reserved ISSN 2302-2698 e-ISSN 2503-2887

(2)

424 1. Pendahuluan

Pariwisata di Indonesia menjadi sektor ekonomi penting untuk berkontribusi terhadap peningkatan devisa negara. Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional dan berkontribusi dalam penerimaan devisa negara sebesar 229,5 trilyun rupiah (Kementerian Pariwisata, 2019). Kebijakan pemerintah dalam mendukung pembangunan dibidang kepariwisataan, yaitu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2011-2025. Didalam kebijakan tersebut ditetapkan delapan puluh delapan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, salah satu diantaranya adalah kawasan Bromo Tengger Semeru.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan salah satu dari 54 (lima puluh empat) taman nasional di Indonesia yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.178/Menhut-II/2005 tanggal 29 Juni 2005 tentang Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Potensi di Kawasan TNBTS diantaranya adalah keberagaman flora fauna, objek wisata alam, dan budaya masyarakat Tengger dimana hingga saat ini telah menjadi daya tarik wisatawan dengan jumlah kunjungan dari tahun ke tahun relatif mengalami peningkatan.

Tabel 1 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Tahun 2013-2018

Tahun Wisatawan

Nusantara (orang) Mancanegara (orang)

2013 545.745 33.387 2014 546.433 23.712 2015 456.995 17.016 2016 454.974 30.701 2017 623.895 23.568 2018 800.130 25.076 Sumber: BBTNBTS, 2019

Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan (mass

tourism) di kawasan TNBTS memberikan dampak positif

diantaranya berkontribusi terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tercatat bahwa PNBP dari kunjungan wisatawan di Kawasan TNBTS pada Tahun 2018 sebesar Rp 26.179.112.649,- (BBTNBTS, 2019). Namun disisi lain, salah satu dampak negatif yang tidak bisa dihindari, yaitu ancaman kelestarian Edelweis akibat pengambilan dialam secara ilegal oleh oknum masyarakat untuk diperjual belikan sebagai suvenir atau wisatawan pendaki untuk kesenangan. Hasil penelitian Utomo & Heddy (2018) mengungkapkan bahwa tumbuhan edelweis tidak hanya dimanfaatkan untuk suvenir akan tetapi dimanfaatkan juga oleh masyarakat

Tengger untuk keperluan ritual adat, sehingga sedikit banyak pengambilan Edelweis ini akan mengurangi populasinya di alam.

Pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat merupakan salah satu program kebijakan Balai Besar TNBTS dengan tujuan utama untuk menjaga kelestarian Edelweis. Tujuan lain, yaitu untuk menumbuhkan diversitas destinasi wisata baru diluar kawasan, menjaga keberlanjutan budaya adat Tengger, dan peningkatan ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat. Soetomo (2011) mengungkapkan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan pendekatan dengan memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih besar dan mengutamakan masyarakat lokal untuk pengelolaan suatu proses pembangunan.

Namun sejauh ini pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat secara empiris belum sepenuhnya mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini bisa diindikasikan terdapat permasalahan dari aspek perencanaan atau aspek implementasi. Abe (2005) berpendapat bahwa suatu tahapan proses diawali dari perencanaan kemudian pelaksanaan atau implementasi dan langkah terakhir yaitu monitoring dan evaluasi. Hal ini dapat diartikan bahwa perencanaan merupakan salah satu hal penting dalam suatu pembangunan.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti melakukan analisis dari aspek perencanaan dengan tujuan untuk: a) Mendeskripsikan dan menganalisis proses perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat di Balai Besar TNBTS; dan b) Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat perencananaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat di Balai Besar TNBTS.

2. Teori

2.1 Perencanaan

Sjafrizal (2016) mendefinsikan perencanaan sebagai suatu cara atau metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sumberdaya yang ada agar lebih efektif dan efisien. Sedangkan Conyers & Hills (1984) mendefinisikan:

Perencanaan sebagai suatu proses berlanjut yang terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu dimasa mendatang.

Perencanaan merupakan salah satu faktor krusial sebagai penentu keberhasilan suatu pelaksanaan pembangunan. Perencanaan menjadi hal mendasar yang harus dikuasai oleh perencana untuk mewujudkan pembangunan yang berkualitas. Abe (2005) mengemukakan bahwa substansi penting untuk mengetahui tentang keberhasilan dan kegagalan perencanaan daerah dengan menggunakan

(3)

indikator-425 indikator tertentu dan diperlukan motivasi individu dan sosial manusia sehingga tujuan pembangunan dapat tercapai.

Proses perencanaan pembangunan daerah menurut Wahyudi (2006) diartikan sebagai berikut:

a) Proses politik, yaitu dalam suatu pemilihan langsung suatu kepala daerah maka selanjutnya akan membuahkan hasil berupa rencana pembangunan sebagai produk dari proses politik, dalam hal ini lebih eksplisit dijabarkan pada visi dan misi yang tertuang dalam Rencana Pengelolaan Jangka Menengah; b) Proses teknokratis, yaitu dalam suatu proses

perencanaan pembangunan dimana peran perencana sangat diperlukan, atau dapat dilakukan oleh instansi yang berfungsi dibidang perencanaan;

c) Proses partisipatif, yaitu dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat diantaranya melalui forum

focus group disccussion dalam rangka merencanakan

suatu pembangunan; dan

d) Proses perencanaan bottom-up dan perencanan

top-down, dimana pada proses perencanaan ini dapat

diartikan bahwa proses dimulai dari atas ke bawah dan bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan.

Faludi (1973) berpendapat bahwa dalam perencanaan terdapat dua teori, yaitu procedural

planning atau biasa disebut dengan theory of planning

dan substantive planning atau biasa disebut dengan

theory in planning. Procedural planning lebih

menekankan pada hal hal yang bersifat umum dan cenderung mengikuti prosedur yang telah ada, sehingga dapat diartikan bahwa pada teori ini bersifat lebih kaku. Sedangkan substantive planning lebih menekankan pada substansi perencanaan, sehingga pada teori ini seorang perencana dapat berkreasi dalam menyusun sebuah perencanaan berdasarkan pengetahuan dan fakta empiris. Terdapat penyerapan substansi disiplin ilmu lain dalam perumusan rencana. Faludi (1973) berpendapat lebih lanjut bahwa procedural planning dan substantive

planning pada perkembanganya tidak dapat dipisahkan

dan dapat berkolaborasi untuk perencanaan yang efektif.

2.2 Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan semakin mengemuka dan sejalan dengan munculnya Konsep Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai pengganti dari Millennium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada Tahun 2015. Pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut:

Pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang yang konsepnya terdiri dari tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan (Brundtland Report dalam WCED, 1987).

Selanjutnya, Fauzi (2004) menyatakan bahwa pembangunan keberlanjutan memiliki prinsip-prinsip,

yaitu pemerataan dan keadilan sosial, menghargai keaneragaman hayati, menggunakan pendekatan integratif dan perspektif jangka panjang.

2.3 Pengembangan Pariwisata

Menurut Spillane (1987) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut:

Suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara dan dilakukan perorangan maupun kelompok yang bertujuan untuk mencari kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam lingkup ilmu, sosial budaya dan alam/ lingkungan. Gunn (1988) mengemukakan bahwa pariwisata adalah aktivitas ekonomi yang terdiri dari dua faktor, yaitu faktor permintaan dan faktor pasokan. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan pengembangan pariwisata disuatu daerah, namun hal ini bergantung bagaimana perencana dalam mengintegrasikan kedua faktor tersebut. Selanjutnya Swarbrooke (1996) berpendapat bahwa sebagai berikut:

Pengembangan pariwisata adalah suatu suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata, mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pariwisata.

2.4 Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism)

Menurut Telfer & Sharpley (2008) dalam Adikampana (2017) dijelaskan bahwa:

Pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu jenis pariwisata yang memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Lebih lanjut Adikampana (2017) mengungkapkan bahwa adanya pelibatan masyarakat untuk meyampaikan pandangannya berupa ide maupun gagasan serta resiko yang mungkin ditimbulkan dari pembangunan pariwisata maka hal ini dapat jadikan sebagai bahan masukan pada perencanaan pariwisata. Sedangkan Hadiwijoyo (2018) mengemukakan bahwa:

Wujud dari konsep Community Based Tourism adalah dikembangkannya desa desa wisata, dimana dalam desa wisata, masyarakat desa yang berada di wilayah pariwisata mengembangkan potensinya baik potensi sumber daya alam, budaya, dan juga potensi sumber daya manusianya (masyarakat setempat).

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan pariwisata seringkali menemui beberapa kendala. Hal ini dapat diartikan bahwa partisipasi

(4)

426 masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang terjadi dan menganalisa secara mendalam dengan memperhatikan teori yang berkembang dan berdasarkan pada fakta-fakta yang ada di lapangan. Teknik pengambilan data dilakukan melalui: a) Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan melibatkan hubungan interaksi sosial antara peneliti dengan informan dalam suatu latar penelitian. Menurut Moleong (2018) observasi dapat dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan terhadap semua fenomena yang ditujukan untuk memperoleh fakta empiris yang ada di lokasi penelitian; b) Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung; dan c) Studi dokumen, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian dengan cara pencatatan terhadap berbagai dokumen yang dapat memperkuat data penelitian yang dilakukan dengan mencari dan menganalisis dokumen-dokumen tersebut. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model hubungan interaktif Miles, Huberman, & Saldana (2014) meliputi tahapan pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Republik Indonesia Nomor

P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional menjelaskan bahwa Balai Besar TNBTS merupakan

salah satu Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional di Indonesia, yaitu unit pengelola penyelenggaraan

konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Memiliki tugas pokok dan fungsi konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati beserta ekosistem, dengan luas pengelolaan kawasan, yaitu 50.276,20 hektar. Secara adminstrasi TNBTS terletak di Propinsi Jawa Timur, meliputi empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang. Selain menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, Bromo Tengger Semeru juga ditetapkan sebagai sepuluh Destinasi Wisata Prioritas atau sepuluh “Bali Baru” dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah kunjungan

wisatawan dan selanjutnya diharapkan berdampak pada peningkatan kontribusi terhadap negara berupa Penghasilan Negara Bukan Pajak dan peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

4.1 Perencanaan Pengembangan Wisata Desa Edelweis Berbasis Masyarakat

Penyusunan dokumen perencanaan merupakan tahapan awal untuk pengelolaan kawasan TNBTS. Dokumen perencanaan digunakan sebagai dasar acuan penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan, serta sebagai pedoman pengendalian kinerja dalam pelaksanaan dan kegiatan Balai Besar TNBTS untuk pencapaian visi, misi, sasaran dan tujuan, sasaran strategis, serta kebijakan dan program organisasi yang berlaku dalam jangka waktu tertentu. Tjokroamidjojo (1987) mengemukakan bahwa sebagai berikut:

Perencanaan merupakan suatu hal yang sangat penting dikarenakan dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan bagi kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.

Dokumen perencanaan di Balai Besar TNBTS mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 35/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Sedangkan teknis penyusunan perencanaan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: P.14/Ksdae/Set/Ksa.1/12/2017 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Pada Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru. Dokumen perencanaan tersebut terdiri dari: a) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Taman Nasional, yaitu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan hasil inventarisasi potensi kawasan, penataan kawasan dalam zonasi dengan memperhatikan fungsi kawasan, aspirasi para pihak dan rencana pembangunan daerah untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun; b) Rencana Strategis (Renstra) merupakan penjabaran dari Renstra Ditjen KSDAE yang disusun sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas penyelenggaraan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan bidang KSDAE untuk jangka waktu lima tahun; c) Rencana Jangka Pendek (RPJPn) merupakan penjabaran lebih detil dari RPJP yang bersifat teknis operasional, kualitatif dan kuantitatif untuk jangka waktu satu tahun; dan d) Rencana Kerja serta Anggaran (RKA) berisi tentang detil program kegiatan pengelolaan kawasan TNBTS dan pendanaan selama satu tahun.

(5)

427 Salah satu sasaran strategis sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Balai Besar TNBTS, yaitu melestarikan keseimbangan ekosistem ekosistem khas TNBTS (laut pasir, ranu, fungsi lindung kawasan), keanekaragaman hayati yang memiliki nilai konservasi tinggi dan mendukung pelestarian Suku Tengger. Sasaran strategis tersebut menjadi dasar dalam merumuskan perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat.

Kondisi Edelweis saat ini semakin terancam karena diambil dan diperjual belikan untuk suvenir dan keperluan adat oleh oknum masyarakat setempat secara ilegal. Disamping itu, oknum wisatawan pendaki mengambil bunga Edelweis secara sembunyi-sembunyi. Balai Besar TNBTS melakukan upaya pencegahan melalui peringatan, penyuluhan bahkan dengan penindakan hukum, namun tidak memberi efek jera. Selanjutnya, Balai Besar TNBTS melakukan identifikasi Edelweis pada Tahun 2006 hingga berhasil melakukan budidaya pada Tahun 2016. Pada akhir Tahun 2017, Direktur Jenderal KSDAE menerbitkan kebijakan tentang program role model yang wajib diterapkan diseluruh Unit Pelaksana Teknis lingkup Direktorat Jenderal KSDAE. Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari kemudian ditetapkan sebagai desa Edelweis berdasarkan surat keputusan Dirjen KSDAE Nomor: SK.456/KSDAE/Set/Ren.2/8/2017 tentang arahan role

model pengembangan wisata desa Edelweis berbasis

masyarakat didesa penyangga TNBTS.

Proses perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat oleh Balai Besar TNBTS dilakukan secara teknokratis, yaitu pendekatan perencanan top down. Disamping itu, perencanaan pada

Balai Besar TNBTS dilakukan dengan pendekatan

bottom up. Pendekatan perencanaan top down dilakukan

melalui arahan Direktur Jenderal KSDAE mewajibkan setiap Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada dibawahnya diwajibkan untuk melaksanakan satu paket program kegiatan atau disebut dengan role model. Adapun role model tersebut bertujuan untuk peningkatan kinerja dari seluruh Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal KSDAE, sebagai tindak lanjut berupa aksi nyata terhadap dinamika yang muncul di sekitaran kawasan konservasi. Selain itu ditujukan untuk membangun suatu organisasi lingkup Direktorat KSDAE dalam mengantisipasi dan penanggulangan ancaman dan gangguan yang mungkin terjadi didalam atau diluar kawasan/ penyangga kawasan konservasi dan disertai dengan upaya pengembangan potensi yang ada. Dalam pendekatan top down, level bawah di Balai Besar TNBTS masih diberikan ruang untuk menyampaikan ide dan gagasan terkait perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat.

Sedangkan pendekatan perencanaan bottom up dilakukan dengan menghimpun pastisipasi masyarakat. Namun realita dilapangan menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat sangat terbatas. Merujuk pada

Peraturan Menteri LHK Nomor: P.43

/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam pada pasal 5 ayat (4), seharusnya partisipasi masyarakat dalam merumuskan rencana pemberdayaan masyarakat disinergikan dengan musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes) dan merupakan bagian dari rencana pengelolaan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa partipasi masyarakat hanya pada proses penggalian informasi tentang pentingnya Edelweis bagi masyarakat Tengger. Proses partisipasi masyarakat dilakukan melalui pertemuan dengan masyarakat untuk diskusi dan dialog dengan tokoh adat Tengger. Sedangkan dalam merumuskan rencana program kegiatan pengembangan didominasi oleh Balai Besar TNBTS. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat dengan pendekatan bottom up belum maksimal.

Pendapat Wahyudi (2006) menyebutkan bahwa proses perencanaan bottom-up dan perencanan top-down, dimana pada proses perencanaan ini dapat diartikan bahwa aliran proses berasal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan. Sedangkan Kuncoro (2004) berpendapat bahwa sistem perencanaan dengan pendekatan top down planning dan bottom-up

planning dalam perencanaan pembangunan daerah dapat

memberikan jaminan terwujudnya keseimbangan, yaitu keseimbangan antara prioritas nasional dengan aspirasi setempat.

Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) Konservasi Edelweis (Ekologi, Ekonomi dan Budaya) Teori: 1. Perencanaan Pembangunan Daerah 2. Perencanaan Partisipatif 3. Perencanaan Pengembangan Pariwisata 4. Permberdayaan Masyarakat Rencana Strategis BBTNBTS Tahun 2015-2019 Perencanaan, faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat Hasil analisis Perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat Interaktive model of analysis (Miles Huberman dan Saldana, 2014) Rekomendasi Penelitian

Gambar 1 Alur pikir penelitian Sumber: Hasil analisis, 2019

(6)

428 Pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat menjadi salah satu indikator kinerja kegiatan Balai Besar TNBTS, yaitu desa penyangga kawasan TNBTS yang dibina dan dimanifestasikan ke dalam rencana kerja dan anggaran Tahun 2018 sebagai berikut:

Tabel 2 Perencananan Program Pengembangan Wisata Desa Edelweis Berbasis Masyarakat

Tahun 2018

No. Program/ Kegiatan

1 Identifikasi Desa Edelweis TNBTS 2 Pembentukan Kelompok Desa Edelweis 3 Penyusunan RKT Kelompok Desa Edelweis 4 Pendampingan Kelompok Desa Edelweis 5 Pembibitan Edelweis 2 Desa (12.320 bibit) 6 Penanaman Edelweis 11.200 bibit

7 Pemeliharaan Edelweis 11.200 bibit 8 Pelatihan Budidaya Edelweis

9 Workshop Pembuatan Paket Wisata Edelweis 10 Promosi Land Of Edelweis TNBTS di Bandara

Udara

11 Festival Land of Edelweis TNBTS

12 Monitoring dan Evaluasi Pembinan Desa Edelweis Sumber: Hasil analisis, 2019

a) Identifikasi Desa Edelweis TNBTS

Perencanaan identifikasi desa Edelweis dilakukan di dua desa, yaitu Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan dan Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Identifikasi dilakukan untuk mengetahui potensi dan permasalahan yang akan menjadi dasar untuk pengembangan wisata desa Edelweiss berbasis masyarakat.

b) Pembentukan Kelompok Desa Edelweis

Terbentuknya kelompok desa Edelweis ditujukan sebagai penggerak masyarakat setempat dengan melibatkan pemuda desa dan ibu-ibu rumah tangga untuk pengembangan Edelweis di pekarangan rumah. Disamping bisa mengakomodasi para penjual suvenir Edelweis untuk membantu meningkatkan perekonomian. Balai Besar TNBTS berperan sebagai fasilitor ada proses pembentukan kelompok desa Edelweis.

c) Penyusunan Rencana Kerja Tahunan Kelompok Desa Edelweis

Pada prosesnya dilakukan secara partisipatif untuk menentukan kegiatan kelompok dalam mewujudkan Desa Edelweiss dalam jangka waktu satu tahun. Perencanaan kegiatan dengan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk menyampaikan ide dan gagasan.

d) Pendampingan Kelompok Desa Edelweis

Dilakukan oleh penyuluh kehutanan Balai Besar TNBTS atau petugas lapangan lainnya untuk memberikan dukungan dan bimbingan terhadap kegiatan kelompok selama satu tahun. Selain itu bertujuan agar dapat mengatisipasi permasalahan

yang mungkin muncul dalam pengembangan wisata desa Edelweis.

e) Pembibitan Edelweis Dua Desa (12.320 bibit) Perencanaan pembibitan ini untuk mendukung pengembangan desa Edelweis. Jumlah bibit yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan bibit edelweiss di dua desa dan disesuaikan dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada, yaitu 768 Kepala Keluarga di Desa Wonokitri dan 768 Kepala Keluarga di Desa Ngadisari.

f) Penanaman Edelweis 11.200 bibit

Lokasi penanaman Edelweis yaitu dipekaranagn penduduk, tanah desa, halaman Sekolah Dasar, halaman Sekolah Menengah Pertama, halaman Sekolah Menengah Atas dan jalan desa dan lokasi strategis lainya. Bibit siap tanam, yaitu telah berumur minimal tiga bulan.

g) Pemeliharaan Edelweis 11.200 bibit

Kegiatan ini direncanakan untuk penyulaman bibit Edelweis yang mati dengan alokasi sebanyak 10 % dari bibit yang ditanam. Pemeliharaan ini ditujukan untuk mengatasi gulma yang menggangu pertumbuhan Edelweis dan pemupukan untuk menujang pertumbuhan Edelweis.

h) Pelatihan Budidaya Edelweis

Pelatihan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dalam membudidayakan Edelweis. Biji Edelweis dibudidayakan berasal dari kebun benih masing-masing desa. Budidaya Edelweis melalui biji diprediksi dapat menunjang wisata edukasi dalam pengembangan wisata desa Edelweis.

i) Workshop Pembuatan Paket Wisata Edelweis

Terdiri dari pelatihan berupa pembuatan souvenir bunga Edelweis, pelatihan pengemasan paket wisata Edelweis didesa, serta pelatihan pemasaran wisata edukasi budidaya Edelweis, wisata menanam Edelweis, wisata petik bunga Edelweis, wisata pemanfaatan bunga edelweiss dalam Budaya Tengger, swa foto dihamparan bunga Edelweis. Workshop ini dalam perencanaannya menghadirkan para pakar yang ahli dalam bidang pembuatan souvenir, pakar pengemasan produk, serta pakar pemasaran wisata. j) Promosi Land of Edelweis TNBTS di Bandara Udara

Dilakukan dengan pemasangan bahan promosi berupa neon box di dua bandar udara, yaitu Abdulrahman Saleh di Malang dan di Sidoarjo. Promosi ditujukan untuk memberikan informasi kepada setiap orang yang tiba dan berangkat dari kedua bandara udara tersebut baik orang/ wisatawan lokal/ nusantara maupun mancanegara/ asing, agar tertarik untuk mengunjungi kawasan wisata di TNBTS dan desa Edelweis.

k) Festival Land of Edelweis TNBTS

Sebagai sarana peresmian dan launching dan sarana promosi pemasaran wisata desa Edelweis. Pada

(7)

429 program ini dilakukan penyerahan sertifikat legalitas penjualan dan pemasaran bunga maupun paket wisata Edelweis, Talkshow Land of Edelweis, pemilihan duta wisata Edelweis TNBTS, kampanye pertunjukkan

Land of Edelweis, dan pementasan seni budaya

Tengger.

l) Monitoring dan Evaluasi Pembinan Desa Edelweis Program ini dimaksudkan untuk mengertahui tingkat keberhasilan Land of Edeweis dalam rangka pengembangan wisata desa Edelweis. Dilakukan dengan pelibatan masyarakat/ partisipatif.

Perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat di Balai Besar TNBTS dilakukan dengan pendekatan top down dinilai sudah berjalan dengan baik. Namun perencanaan dengan pendekatan

bottom up, partisipasi masyarakat sangat terbatas

sehingga dapat dikatakan belum maksimal. Jika memperhatikan perspektif Faludi (1973), maka dalam perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat di Balai Besar TNBTS agar efektif, maka tidak dapat memisahkan namun dengan mengkolaborasikan antara procedural planning dan

substantive planning.

Aspek perencanaan pembangunan berkelanjutan dalam proses perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat telah dipertimbangkan cukup baik yaitu: a) Aspek keberlanjutan ekonomi masyarakat setempat, yaitu forecasting keberhasilan desa Edelweis dimasa datang dapat meningkatkan perekonomian melalui wisata Edelweis dan penjualan suvenir Edelweis secara legal; b) Aspek keberlanjutan sosial, yaitu terjaganya keberlanjutan adat budaya masyarakat Tengger yang menggunakan bunga Edelweis untuk kebutuhan sesaji; c) Aspek keberlanjutan lingkungan, yaitu terjaganya kelestarian Edelweis didalam kawasan TNBTS. Sebagaimana menurut Abe (2005) bahwa sebagai berikut:

Perencanaan adalah susunan sistematik mengenai langkah/ tindakan yang akan dilakukan dimasa depan, dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi dan faktor-faktor eksternal, dan pihak-pihak yang berkepentingan, dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

4.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Perencanaan Pengembangan Wisata Desa Edelweis Berbasis Masyarakat

Faktor pendukung yang ditemukan pada saat penelitian dalam perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat, antara lain sebagai berikut:

a) Kebutuhan Edelweis oleh masyarakat Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari sebagai pendorong konservasi eksitu;

b) Kebijakan pimpinan Balai Besar TNBTS yang menempatkan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat sebagai role model dalam pengelolaan penyangga kawasan; dan

c) Dukungan pendanaan Balai Besar TNBTS untuk mewujudkan program kegiatan dan dan pendanaan dari Corporate Social Responsibility Bank Indonesia. Sedangkan faktor penghambat dalam perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis, adalah sebagai berikut:

a) Kesadaran dan motivasi masyarakat Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari untuk budidaya Edelweis relatif kurang;

b) Tidak tersedianya jabatan fungsional perencana pada Balai Besar TNBTS yang benar-benar memahami konsep dan teori tentang perencanaan;

c) Tidak adanya dukungan perencanaan pengembangan destinasi wisata pada dokumen RPJMD Kabupaten Pasuruan Tahun 2018-2023 dan RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun 2018-2023; dan

d) Adanya ego sektoral sebagai akibat perbedaan perspektif tentang regulasi yang digunakan dan perbedaan prioritas pengelolaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Probolinggo dengan pengelolaan prioritas Balai Besar TNBTS.

5. Kesimpulan

Sesuai dengan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat oleh Balai Besar TBNTS merupakan perencanaan top down dan perencanaan bottom up dengan pelibatan masyarakat. Perencanaan dengan pendekatan top down dinilai cukup baik karena memberikan ruang bagi level bawah untuk menyampaikan ide dan gagasan dalam kerangka Balai Besar TNBTS. Sedangkan perencanaan dengan pendekatan bottom up telah dilakukan dengan pelibatan/ partisipasi meskipun belum maksimal.

Faktor pendukung pada perencanaan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat, yaitu: kebutuhan Edelweis oleh masyarakat Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari sebagai pendorong konservasi eksitu; kebijakan pimpinan Balai Besar TNBTS yang menempatkan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat sebagai role model dalam pengelolaan penyangga kawasan; dan dukungan pendanaan Balai Besar TNBTS untuk mewujudkan program kegiatan dan pendanaan dari Corporate Social

Responsibility Bank Indonesia. Sedangkan faktor

penghambat, yaitu: kesadaran dan motivasi masyarakat Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari untuk budidaya Edelweis relatif kurang; tidak tersedianya jabatan fungsional perencana di Balai Bsaer TNBTS yang

(8)

benar-430 benar memahami konsep dan teori tentang perencanaan; tidak adanya dukungan perencanaan pengembangan destinasi wisata pada dokumen RPJMD Kabupaten Pasuruan Tahun 2018-2023 dan RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun 2018-2023; dan adanya ego sektoral sebagai akibat perbedaan perspektif tentang regulasi yang digunakan dan perbedaan prioritas pengelolaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Probolinggo dengan pengelolaan prioritas Balai Besar TNBTS.

Beberapa saran yang disampaikan oleh penulis pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a) Pedampingan secara kontinyu oleh Penyuluh Kehutanan Balai Besar TNBTS;

b) Balai Besar TNBTS memberikan ruang seluas luasnya bagi masyarakat Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari untuk berpartisipasi, terutama dalam merumuskan rencana program kegiatan pengembangan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat;

c) Pemerintah Kabupaten Pasuruan dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo memberikan dukungan, antara lain sebagai berikut:

 Menempatkan wisata desa Edelweis berbasis masyarakat di Desa Wonokitri dan Desa Ngadisari sebagai prioritas pengembangan destinasi wisata  Dukungan pendanaan yang dialokasikan dalam

dokumen RKPD

 Memberikan instruksi untuk menggunakan seluruh atau sebagian dana desa dalam pengembangan wisata desa Edeweis berbasis masyarakat.

d) Balai Besar TNBTS bersama dengan Pemerintah Kabupaten Pasuruan dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo untuk menghilangkan ego sektoral dengan meningkatkan collaborative government, salah satunya dengan mengkaji kebijakan terkait pengelolaan desa penyangga kawasan TNBTS sebagai bahan rekomendasi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Menteri Dalam Negeri untuk menerbitkan peraturan bersama tentang pedoman pengembangan wisata didesa penyangga kawasan konservasi.

Daftar Pustaka

Abe, Alexander. (2005). Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri.

Adikampana, I Made. (2017). Pariwisata Berbasis

Masyarakat. Denpasar: Cakra Press.

Balai Besar TNBTS. (2019). Laporan Kinerja Balai

Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Tahun 2018. Malang: Balai Besar TNBTS.

Conyers, D., & Hills, P. (1984). An Introduction to

Development Planning in the Third World.

Chichester: John Wiley and Sons.

Fauzi, A. (2004). Ekonomi Sumberdaya Alam dan

Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia.

Faludi, Andreas. (1973). Planning Theory. Oxford, UK: Pergamon Press.

Gunn, Clare A. (1988). Tourism Planning, Second

Edition. New York: Taylor & Francis.

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. (2018). Perencanaan Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Suluh Media.

Kementrian Pariwisata Republik Indonesia. (2019).

Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata Tahun 2018. Jakarta: Kementrian Pariwisata Republik

Indonesia.

Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan

Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbitan Erlangga.

Moleong, L. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.

Miles, M.B., Huberman, M., & Saldana, J. (2014).

Qualitative Data Analysis: A Methods. London:

Sage Publication, Inc.

Sjafrizal. (2016). Perencanaan Pembangunan Daerah

Dalam Era Otonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Soetomo. (2011). Pemberdayaan Masyarakat.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Spillane, James J. (1987). Ekonomi Pariwisata Sejarah

dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.

Swarbrooke. (1996). Pengembangan Pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tjokroamidjojo, B. (1987). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Haji Masagung.

Utomo, A.B.S., & Heddy, Y.B.S. (2018). Etnobotani Edelweis (Anaphalis spp) di Desa Ngadas, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jurnal Produksi

Tanaman, 6(8), 1648-1654.

Wahyudi, I. (2006). Metodologi Perencanaan Partisipatif. Jakarta: Malang Corruption Watch &

YAPPIKA

WCED. (1987). Our Common Future. Oxford England: Oxford University Press.

Gambar

Tabel 1 Jumlah Kunjungan Wisatawan  di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Gambar 1 Alur pikir penelitian  Sumber: Hasil analisis, 2019
Tabel 2 Perencananan Program Pengembangan  Wisata Desa Edelweis Berbasis Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung dalam persentase zona merah tingkat kecamatan yg tertib kinerja nyatanya pada

27 penelitian ini terdiri dari lima variabel amatan yang digunakan untuk menjelaskan proses niat konsumen untuk WOM dengan implementasi persepsi harga, kualitas pelayanan dan

Maluku Tenggara P8102020204 MATAHOLLAT Dusun Matahollat, Kec.. Banda

[r]

bahwa berdasarkan Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/6859/SJ, tanggal 4 Nopember 1982, Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/11034/SJ, tanggal 19 Nopember 1983 perihal

Pedoman penyelenggaraan praktik kerja industri (Prakerin) bagi siswa SMK diatur dalam pedoman penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (Depdikbut, 1994c)

• Peningkatan minat belajar siswa tidak terlepas dari pengamatan dalam pembelajaran di mana siswa senang dan bersemangat dalam proses pembelajaran, lebih perhatian terhadap materi

konsentrasi pelarut dan lama perendaman pada pembuatan gelatin dari kuli dan tulang ikan cucut serta karakterisasi terhadap sifat fisik gelatin kulii dan tulang ikan cucut