Peningkatan Kualitas Ruang Terbuka Permukiman dengan
Pendekatan Konsep ‘Water Sensitive Urban Design’
Fela Warouw (1), Veronica Kumurur (1), Ingerid Moniaga (2)
(1)Lab. Kota dan Permukiman, Kelompok Perencanaan Kota dan Permukiman, Prodi. Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi.
(2)Lab. Lansekap, Kelompok Lansekap, Prodi. Perencanaan Kota dan Permukiman, Jur. Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Sam Ratulangi .
Abstrak
Penyediaan Ruang Terbuka merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan ekologis dalam pembangunan permukiman kota. Ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk penyerapan air hujan sehingga mampu mengatasi permasalahan banjir dan genangan di kawasan permukiman kota. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi elemen-elemen pada ruang terbuka (RTH dan RTNH) yang berperan penting dalam siklus hidrologis, antara lain penutup permukaan, kerapatan vegetasi dan sistem drainase. Pemilihan lokasi pada beberapa kelurahan di kota Manado yang mengalami masalah banjir dan genangan, memiliki ruang sungai, serta potensi ruang terbuka kota. Dalam penelitian kualitatif deskriptif ini, data lapangan dipetakan untuk analisis spasial dan evaluasi teknik-teknik pengelolaan air hujan yang sesuai karakteristik kawasan (tata guna lahan, kepadatan penduduk, kelerengan, kecukupan ruang). Peningkatan kualitas ruang terbuka dengan pendekatan konsep Water Sensitive Urban Design, menghasilkan desain penataan jaringan ruang terbuka untuk permukiman yang dibagi atas 4 zona, yaitu ruang terbuka publik (jaringan jalan, lapangan); ruang terbuka semi publik (sarana umum: tempat ibadah, pendidikan); ruang terbuka semi private (daerah pengawasan jalan pada pekarangan rumah) serta ruang terbuka private (pekarangan rumah). Selanjutnya rekomendasi metode pengelolaan air hujan sesuai prinsip WSUD diaplikasikan pada layout streetscape dan jaringan jalan.
Kata-kunci : Ruang Terbuka, Fungsi Ekologis, Water Sensitive Urban Design, Permukiman
Lingkungan alamiah (nature) merupakan salah satu elemen pembentuk permukiman ‘Ekisticks Elements’ selain manusia (man), masyarakat (society), struktur dan bangunan (shells) dan jaringan prasarana dan utilitas (network). Suatu pembangunan permukiman yang berhasil (baca berkelanjutan) haruslah memiliki tujuan untuk mencapai keseimbangan antara elemen-elemen permukiman sehingga dapat menjamin keba-hagiaan dan keamanan dari manusia (the goal of ekisticks). Pembangunan tempat bermukim sesuai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya disebut arsitektur ekologis atau eko arsitektur.
Konsep arsitektur ekologis atau eko-arsitektur tersebut memiliki pemahaman bahwa setiap materi terdiri atas empat unsur pokok yaitu udara, air, tanah/bumi dan api/energy yang perlu dipertimbangkan dalam setiap proses pembangunan (Frick, 2007). Kecenderungan pembangunan permukiman kota yang belum menjadikan alam sebagai pola perencanaan telah mengakibatkan terjadinya bencana (alam) yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi ma-nusia. Kasus banjir, genangan dan longsor di kawasan permukiman kota merupakan indikator bahwa tata guna lahan kota belum menghargai alam, tidak menjaga badan air, topografi dan ruang terbuka.
Bencana banjir dan genangan air yang semakin sering melanda kota Manado sejak tahun 2000 hingga yang terparah di tahun 2014, merupakan tanda peringatan bahwa alam menginginkan adanya keseimbangan ekologis dalam pem-bangunan permukiman kota. Perhatian harus diarahkan pada kondisi fisik drainase alamiah kota Manado, yang memiliki 5 sungai besar dan 15 anak sungai. Kota Manado secara adminis-tratif terdiri atas 11 kecamatan yang dilalui oleh aliran sungai dengan total ruang sungai seluas 90,70 Ha dari total luas wilayah kota sebesar 18.712.60 Ha. Secara kuantitas jumlah ruang terbuka sangat terbatas, berupa ruang terbuka kota multi fungsi (lapangan Tikala), lapangan olahraga (stadion klabat, lapangan koni), halaman pekarangan bangunan dan hunian, dan taman pemakaman. Sementara ruang terbuka pada sempadan sungai dan pantai belum tersedia dan tertata dengan baik (RTRW Kota Manado, 2010-2030). Padahal lingkungan ala- miah kota Manado yang terdiri atas tanah berombak (37.95%), dataran landai (40.16%) dan tanah berbukit dan bergunung (21.89%), serta berbatasan dengan pantai memiliki kerentanan terhadap bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi dan ancaman tsunami. Proses pembangunan pemukiman di kota Manado harus mempertimbangkan pola penga-manan ekologis untuk mengatasi air dan banjir. Hal ini dapat dicapai dengan penerapan prinsip pembangunan lingkungan permukiman yang berkelanjutan, melalui pemanfaatan ruang terbuka (jalan, taman, plaza) untuk mem-fasilitasi interaksi sosial dan kekayaan ekologis. Maupun pendekatan konsep manajemen air berkelanjutan yang disebut Water Sensitive Urban Design. Konsep ini berusaha meng-integrasikan perencanaan dan manajemen siklus air dengan perancangan kota ‘urban design’. Manajemen siklus air meliputi beberapa bidang yaitu: kebutuhan dan penyaluran air, air buangan dan polusi air, air hujan dan aliran permukaan, sumber air dan alur air, banjir dan pola aliran air. Proses perancangan dan perencanaan yang mempertimbangkan siklus air dapat menghasilkan perancangan tempat yang merayakan karakter local, lingkungan dan komunitas; mengoptimalkan biaya dari
infra-struktur dan lingkungan buatan; meningkatkan kualitas kehidupan komunitas dan menyediakan keamanan dan ketahanan sumber daya di masa depan.
Sebagai sarana permukiman/ perumahan, perencanaan dan penyediaan ruang terbuka baik RTH maupun RTNH memiliki tujuan penting untuk keseimbangan ekologis yang berhu-bungan dengan proses hidrologis seperti aliran permukaan (run-off), daerah resapan air (infiltration) dan daerah tangkapan air hujan (catchment area). Lebih jauh lagi penataan pola jaringan ruang terbuka, baik ruang terbuka publik maupun privat selain untuk pengendalian banjir dan genangan juga harus dapat mem-berikan keuntungan fungsi sosial budaya dan estetika/ arsitektural bagi masyarakat kota. Pendekatan konsep WSUD dalam penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas fungsi ekologis, sosial budaya dan estetika pada ruang terbuka publik dan private di kota Manado. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Untuk mengidentifikasi ele-men-elemen ruang terbuka yang berperan dalam siklus hidrologis maka dilakukan pe-ngamatan pada beberapa objek lingkungan dengan kategori bangunan private (rumah, ruko, dll), sarana publik (kantor kelurahan, tempat ibadah, sarana pendidikan, taman/lapangan), serta jalur jalan. Variabel yang diamati adalah kondisi RTNH (fungsi, material penutup), kondisi RTH (jumlah dan jenis vegetasi), sistem drainase (bentuk atap, talang air, saluran), kondisi jalan (trotoar, jalur hijau, saluran drainase) dan kondisi taman/lapangan (RTH dan RTNH). Pemilihan lokasi pengamatan dilakukan berdasarkan pertimbangan kerawanan terhadap bencana banjir dan genangan, memiliki ruang sungai dan lapangan/taman kota. Metode analisis menggunakan dua parameter yaitu teknik SuDS dan metode WSUD. Untuk analisis karakteristik kawasan digunakan teknik SuDS sementara analisis jaringan ruang terbuka dengan metode WSUD.
Tabel 1. Lokasi menurut luas lahan terbangun dan tidak terbangun Lokasi Kelurahan Luas Wilayah (Ha)
Luas Lahan (Ha) Terbang un Tidak Terbangun 1. Tj.Batu 62.31 15.95 46.36 2. Wanea 58.42 18.97 39.45 3. Pakowa 32.24 11.11 21.13 4. Karom. Utara 89.07 26.81 62.26 5. Ranotana 32.31 16.98 15.33 6. Sario K. Baru 25.81 9.23 16.58 7. Sario Utara 41.14 20.93 20.21 8. Titiw. Selatan 27.14 14.98 12.16 9. Tikala Baru 114.40 39.33 73.07 10 Tikala Ares 29.95 9.40 20.55 11. Den. Dalam 111.35 18.77 92.58 12. Malendeng 175.35 37.44 137.93 Karakteristik Kawasan
Terdapat tiga kelurahan yang luas lahan terbangunnya >50% terhadap luas lahan tidak terbangun, yaitu kelurahan Ranotana (52.55%); Sario Utara (50.88%) dan Titiwungen Selatan (55.20%). Sementara 9 kelurahan lainnya masih memiliki luas lahan tidak terbangun diatas 50% dari luas wilayah keseluruhan.
Tabel 2. a. Kepadatan Penduduk di Kec. Sario Nama Kelurahan Jumlah Pddk Eksisting (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/ Ha) Luas wilayah Lahan Terbangun 1. Ranotana 4201 130 247 2. Sario K. Baru 3549 137 384 3. Sario Utara 2793 68 133 4. Titiw. Selatan 4152 153 277
Semua kelurahan memiliki jumlah penduduk diantara 2500 s/d 5000 jiwa. Kelurahan Rano-tana, Sario Kota Baru dan Titiwungen Selatan termasuk kategori kepadatan tinggi berdasarkan luas lahan terbangun. Sementara Sario Utara termasuk kategori kepadatan rendah, baik terhadap lahan terbangun maupun menurut luas wilayahnya
Tabel 2. b. Kategori Kepadataan Penduduk Nama
Kelurahan
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ Ha) Rendah (<150) Sedang (151-200) Tinggi (201-400) 1. Ranotana LW - LT 2. Sario K. Baru LW - LT 3. Sario Utara LW/LT - - 4. Titiw. Selatan - LW LT LW: Luas wilayah; LT: Lahan Terbangun
Tabel 3. Kelerengan Nama Kelurahan Kelerengan Luas Wilayah Landai (0-5%) Berbukit (>5%) 1. Ranotana 32.31 100% 0% 2. Sario K. Baru 25.81 100% 0% 3. Sario Utara 41.14 100% 0% 4. Titiw. Selatan 27.14 100% 0% Tabel 4. Landuse Nama Kelurahan Landuse (Ha) Peruma han Komersial, Publik Taman/ RT 1. Ranotana 16.2 6.6 2.2 2. Sario K. Baru 21 3.3 0 3. Sario Utara 15 10.6 7.4 4. Titiw. Selatan 18 1.2 0
Tabel 5. Kecukupan Lahan Nama
Kelurahan
Lahan Tidak Terbangun Luas Wilayah Tinggi <60% Rendah >60% 1. Ranotana 32.31 47.45% 2. Sario K. Baru 25.81 64.24% 3. Sario Utara 41.14 49.12% 4. Titiw. Selatan 27.14 44.80%
Tabel 6. Sarana Ibadah & Pendidikan Lokasi Kelurahan Radius 300 m Sarana Ibadah Sarana Pendidik an Taman. Lapangan 1. Ranotana 3 1 1 2. Sario K. Baru 3 6 - 3. Sario Utara 4 - 1 4. Titiw. Selatan 5 - -
Pemilihan Teknik SuDS untuk Kawasan Terdapat tiga setting pembangunan untuk menentukan komponen SuDs menurut kepa-datan penduduk, yaitu: integrasi bangunan, streetscape dan ruang terbuka. Untuk kelurahan Ranotana, Skobar dan Titiwungen Selatan de-ngan kategori kepadatan tinggi maka kompo-nen SuDS yang bisa diterapkan antara lain taman atap, tangki air hujan, tangki bawah tanah, paving berpori, komponen bioretensi, saluran bervegetasi ‘channels & rills’, kolam retensi mini ‘wetland’. Sementara kelurahan Sario Utara dengan kepadatan rendah dapat menerapkan komponen taman atap, tangki air hujan, landskap parit bervegetasi ‘swales’, paving berpori, kolam dan parit kolam retensi ‘wetland swales’.
Tabel 7. Komponen SuDs sesuai Kepadatan Penduduk Develop
ment Settings
SuDS Component Low Density High
Density Integrate d Building Green roofs Rainwater harvesting Green roofs Rainwater harvesting Streets Cape Road side swales Permeable paving Permeable paving Road-side bio retention components Open Space/ Public Realm Ponds and Wetlands Swales
Permeable paving & underground storage Rills and channels Hardscape pools Micro-wetlands bio retention component in square courtyard or hard paved space
Tabel 8. Komponen SuDS menurut Kelerengan dan Lahan Terbuka
Sumber: planning for SuDS, Ciria
Berdasarkan tata guna lahan kawasan, penen-tuan komponen SuDS memiliki dua parameter, yaitu kelerengan dan kecukupan lahan belum terbangun. Menurut data topografi, semua kelurahan berada pada area kelerengan 0-5%. Sementara tiga kelurahan termasuk kategori rendah untuk kecukupan lahan belum terbangun kecuali pada kelurahan Sario Kota Baru. Penentuan komponen SuDS dibedakan atas dua kategori yaitu: fungsi lahan perumahan/ komer-sial dan jalan local. Terdapat tujuh metode SuDS yang dapat diterapkan pada dua fungsi lahan tersebut, yaitu: retention, wetland, infil-tration, filinfil-tration, detention, open channels, source control.
Evaluasi Kualitas Ruang Terbuka
Permukiman. Studi Kasus: Kelurahan Ranotana
Sesuai ilmu arsitektur kota dan sarana peru-mahan/permukiman, jaringan ruang terbu-ka permukiman kota dapat dikategorikan atas 4 zonasi yang memiliki perbedaan dalam skala pelayanannya menurut hirariki ruang (rumah, lingkungan RT-RW, Kelurahan) serta fungsi ruang terbuka. Selanjutnya pada tiap zona dapat ditentukan tipologi ruang terbuka menu-rut bentuk pemakaian (umum, pribadi) dan pengambil keputusan (pemerintah, kelompok, individu).
Tabel 9. Jaringan Ruang Terbuka menurut skala pelayanan dan fungsi
Zonasi Skala Pelayanan
Fungsi RT. Publik Kelurahan Ekologis, Sosial Budaya,
Estetika, Darurat RT.Semi
Publik
RW Ekologis, Sosial Budaya, Estetika, Darurat RT.Semi
Private
RT Ekologis, Estetika RT.Private Rumah Ekologis, Estetika
Tabel 10. Jaringan Ruang Terbuka menurut tipologi, pemanfaatan dan pengambil keputusan
Zona Ruang Terbuka Tipologi Pemakaian / Pengambil Keputusan RT. Publik Lapangan, Koridor
jalan, Sempadan, Kantor Kelurahan Umum / Pemerintah RT.Semi Publik Pekarangan sarana pendidikan, sarana peribadatan, dll Umum, Kelompok / Pemerintah, Institusi RT.Semi Private Pekarangan depan bangunan pada DAWASJA (Daerah Pengawasan Jalan) Lebar min 3-4 m Pribadi / Pemerintah, Pribadi RT. Private Pekarangan bangunan Pribadi / Pribadi Sumber: analisis pribadi
Untuk mengevaluasi kondisi ruang terbuka dilakukan observasi pada beberapa fungsi objek Landuse SuDS Component
0-5% Low Local roads Retention pond Subsurface storage Wetland Infiltration trench & basin Soakaway Surface sand filter Bioretention Filter Trench Detention basin Open channels Retention pond Subsurface storage Pocket Wetland Infiltration trench & basin
Soakaway Surface sand filter Filter trench Residenti al, Commerc ial Retention Pond Subsurface storage Wetland Infiltration trench & basin Soakaway Surface sand filter Bioretention Filter trench Detention basin Open channels Green roof Rainwater harvesting Permeable paving Subsurface storage Pocket Wetland Infiltration trench Soakaway Surface sand filter Filter trench Green roof Permeable paving
pada satu kawasan permukiman (kelurahan). Dengan teknik random sampling, dilakukan pengamatan pada 59 objek meliputi hunian dan non hunian yang mewakili zona ruang terbuka private dan semi private di kelurahan Ranotana, Kecamatan Sario.
Tabel 11. Jenis Ruang Terbuka di Kelurahan Ranotana
Fungsi Objek Kelurahan Ranotana Jumlah Zona RT
1. Hunian 31 RT. Private
RT Semi Private 2. Non Hunian : Ruko,
Toko, Kantor 28 3. Sarana Pendidikan : Sekolah 1 RT Semi Publik 4. Sarana Ibadah : Gereja 3 RT Semi Publik 5. Kantor Kelurahan 1 RT Publik
6. Lapangan 1
7. Koridor Jalan
Tabel 12. Pemanfaatan RTNH di Zona Private-S.Private
Tabel 13. Kondisi RTNH di Zona Private-S.Private Material Penutup Permukaan Fungsi Objek Hunian Non Hunian Jumlah (%) Paving Stone 2 7 9 (19.5%) Beton, Aspal 18 17 35 (76%) Tanah 1 1 2 (4%) Total 21 25 46
Tabel 14. Kondisi RTH di Zona Private-S.Private
Uraian Fungsi Objek
Hunia n Non Hunian Jumlah Ada RTH 20 15 35 (59%) Tdk Ada RTH 10 14 24 (40%) Pohon 6 4 10
Pohon, Perdu, Semak 12 6 18 Semak/Perdu/
Rumput
4 5 9
Tdk ada vegetasi 9 13 22
Ada tanaman pot 29 19 48
Tidak ada tanaman pot
2 9 11
Tabel 15. Kondisi RTH di Zona Semi Publik Uraian Fungsi Objek
Sekolah T. Ibadah
Ada RTH 1 3
Tdk Ada RTH 0 0
Pohon 0 0
Pohon, Perdu, Semak 1 1
Semak/Perdu/Rumput 0 2
Tdk ada vegetasi 0 0
Ada tanaman pot 1 2
Tidak ada tanaman pot 0 1
Tabel 16. Kondisi RTNH di Zona Semi Publik Uraian Fungsi Objek
Sekolah T. Ibadah Tempat Parkir 1 3 Lapangan 1 0 Penutup Beton 0 3 Penutup Paving 1 0 Vegetasi: rumput 1 0
Tabel 17. Kondisi RTH & RTNH di Zona Publik Kategori Fungsi Objek
Lapan gan
Kantor Lurah
Pohon - -
Pohon, Perdu, Semak - - Semak/Perdu/
Rumput
ada -
Vegetasi dalam Pot - Ada
Sarana duduk Ada -
Lapangan dgn perkerasan Ada Ada
Lapangan rumput Ada -
Beton Ada -
Paving Stone Ada Ada
Tanah Ada - Pemanfaatan RTNH Fungsi Objek Hunian Non Hunian Jumlah (%) Halaman 6 3 9 (15%) Tempat Parkir 17 14 31 (52.5%) Perdagangan 0 4 4 (6.8%) Tidak ada RTNH 8 5 13 (22%) Total 31 28 59
Berdasarkan indeks kerapatan vegetasi, kualitas fungsi ekologis RTH di setiap zona tergolong sedang dan rendah. Sementara penilaian pada kualitas fungsi ekologis RTNH menurut kondisi permukaan lahan termasuk pada kategori 75-100% permukaan tidak kedap air, aliran permukaan (run-off) sebesar 55%, kemampuan infiltrasi hanya 15% dan evapotranspirasi 30%.
Tabel 18. Kondisi Koridor Jalan
Kategori Fungsi Objek Hunian Non
Hunian
Lapangan a. jalur Pejalan Kaki
Ada V V - Tidak ada V V V b. Jalur Hijau Ada V V - Tidak ada V V V Vegetasi Pohon V V -
Vegetasi dalam Pot V V - c. Saluran Drainase Samping Jalan V V V Bawah Trotoar V V Jenis Saluran Terbuka V V V Tertutup V V
Untuk meningkatkan kualitas fungsi ekologis/ hidrologis pada ruang terbuka digunakan pende-katan konsep WSUD yang disesuaikan dengan karakteristik kawasan dan site, baik kondisi alamiah maupun lingkungan buatannya.
Tabel 19. Metode dan Elemen WSUD pada Zona Private-Semi Private
Metode WSUD Zona Private-Semi Private Bangunan:
Hunian & Non Hunian
Pekarangan: Dawasja Rainwater
Harvesting
Tangki Air Kolam Pengolahan Air
‘Treatment’
Gravel & Sand Filter Biorentention ‘ Raingarden’ Penyimpanan & Peresapan ‘Detention & Infiltration’ Rooftop Retention Swales Detention Pond Permeable Paving Infiltration Zones & Trenches Pengangkut ‘Conveyance’ - -
Evapotranspirasi Passive , Active Active
Tabel 20. Metode dan Elemen WSUD pada Zona Semi Publik-Publik
Metode WSUD Zona Semi Publik-Publik Sarana Sekolah, T. Ibadah, Kantor Lurah Lapangan, Koridor jalan Rainwater Harvesting
Tangki Air Kolam Pengolahan Air
‘Treatment’
Gravel & Sand Filter Biorentention Biotope Biorentention ‘ Raingarden’ Biotope Penyimpanan & Peresapan ‘Detention & Infiltration’ Rooftop Retention Swales Detention Pond Permeable Paving Permeable Paving Swale Infiltration Zones & Trenches Detention Pond (Dry, Wet) Pengangkut ‘Conveyance’ - Open stormwater canals/drains Evapotranspira si
Passive & Active Active
Kesimpulan
Peningkatan fungsi ekologis pada ruang terbuka permukiman dapat dilakukan dalam dua taha-pan, analisis kawasan ‘site control’ dengan teknik SuDS dan analisis objek ‘source control’ dengan metode WSUD. Penentuan tipologi ruang terbuka pada kawasan perlu dilakukan berdasarkan pemanfaatan ruang pada eksisting kawasan dan peraturan/kebijakan yang berlaku. Penetapan elemen dan metode teknis dilakukan setelah mengevaluasi kondisi RTH dan RTNH eksisting. Rekomendasi yang dihasilkan masih perlu dilanjutkan dengan model penataan pada jaringan ruang terbuka, layout jalan dan layout streetscape.
Daftar Pustaka
Abbot, J, Davis., et all. (2013). Creating Water Sensitive Places: Scoping the Potential for Water
Dickie, S, McKay., et all. (2010). Planning for SuDS:
Making it Happen. London: CIRIA
Hoyer, J., et all. (2011). Water Sensitive Urban Design: Principles and Inspiration for Sustainable
Stormwater Management in the City of Future.
Hamburg: SWITCH
Kodoatie, R., (2013). Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota. Yoyakarta: ANDI
Kodoatie, R., Sjarief, R. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: ANDI
Stormwater Committee. (2006). Urban Stormwater:
Best Practice Environmental Management Guidelines.
Australia: CSIRO publishing
Anonim. (2008). Permen PU No.5 tentang: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kementrian PU
Anonim. (2009). Permen PU no. 12 tentang: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non
Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kementrian PU
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan