• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rillia Aisyah Haris. Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rillia Aisyah Haris. Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA

DALAM PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

(Suatu Kajian Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Sumenep)

Rillia Aisyah Haris

Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang

e-mail: rilliaharis@gmail.com

Abstract: Capacity Development of Human Resources in the Preparation of Local Development Planning (A Study On Local Development Planning Agency Sumenep). Human resource capacity development is an effort intended for producing and providing professional person, qualified and having good the necessary technical competence. Local development planning institution as an important role institution in the local development planning should be supported with qualified human resources capacity. The purpose of this study was to analyze the development of human resource capacity in local development planning and analyzed the supporting factors and inhibiting factors of the human resource capacity development as officers planner. The research method used a qualitative descriptive approach. The results showed that the development of human resource capacity in the preparation of local development planning in Bappeda included recruitment, compensation, training and education as well as promotions and transfers did not implemented optimally.

Keywords: capacity building, human resources development, local development planning

Abstrak: Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah (Suatu Kajian Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumenep). Pengembangan kapasitas sumber daya manusia merupakan upaya yang ditujukan untuk menghasilkan dan menyediakan tenaga profesional, berkualitas dan memiliki kemampuan teknis yang memadai. Badan perencanaan pembangunan daerah sebagai institusi yang memegang peranan penting dalam perencanaan pembangunan di daerah perlu didukung dengan kapasitas sumber daya manusia yang memadai. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah serta untuk menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat dari pengembangan kapasitas sumber daya manusia sebagai aparatur perencana. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah pada Bappeda Kabupaten Sumenep meliputi kegiatan rekruitmen, kompensasi, pendidikan dan pelatihan (diklat) serta promosi dan mutasi belum terlaksana secara optimal.

Kata kunci: pembangunan kapasitas, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan pembangunan daerah.

PENDAHULUAN

Reformasi birokrasi berbasis human resource management penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk dapat memiliki aparatur sipil yang profesional, berkemampuan teknis dan memiliki

kompetensi yang memadai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Ketersediaan sumber daya manusia yang tepat baik secara kuantitas maupun kualitas, sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

(2)

Peninjauan struktur dan kapasitas institusi pemerintah secara menyeluruh menjadi hal yang sangat diperlukan. Sumber daya manusia adalah modal yang luar biasa yang bertindak sebagai subyek sekaligus obyek dalam reformasi birokrasi. Sumber daya manusia dengan akal, pengetahuan, kemampuan, serta keterampilan yang dimilikinya sebagai potensi yang patut senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk dapat digunakan sebesar-besarnya bagi kemajuan organisasi khususnya institusi pemerintah.

Ketersediaan pegawai dalam jumlah yang cukup harus diimbangi dengan kualitas yang cukup pula. Hal ini akan sangat berdampak pada penyelesaian pekerjaan. Pekerjaan akan menjadi terbengkalai karena walaupun ada banyak pegawai tetapi pegawai tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hanya sedikit pegawai yang punyai kompetensi dan kemampuan yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh LAN (2000) menyebutkan bahwa pemerintah daerah masih sangat lemah dalam mengembangkan kapasitasnya atau capacity building. Penelitian LAN ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Triwidodo (2010) yang menyebutkan bahwa ada banyak aspek yang diyakini akan menjadi penghambat dalam membangun kapasitas pemerintah daerah

khususnya terhadap sumber daya aparatur yang dimiliki antara lain: kurangnya moralitas dan disiplin aparat, kurang meratanya distribusi pegawai, rendahnya motivasi, inovasi dan kreatifitas kerja, serta belum adanya job description yang jelas.

Menghadapi fenomena sebagaimana tersebut diatas, gagasan Grindle (1997) yang menempatkan pengembangan kapasitas sumber daya manusia sebagai prioritas dalam program capacity building untuk mewujudkan pemerintahan yang baik kiranya perlu dipertimbangkan oleh jajaran pemerintah daerah. Kapasitas sumber daya manusia yang berkualitas hanya dapat diwujudkan apabila didukung dengan kompetensi yang memadai pula (Triwidodo: 2010). Pengembangan sumber daya aparatur ditujukan bagi upaya peningkatan kinerja sumber daya aparatur.

Pengembangan Kapasitas sumber daya aparatur merupakan modal bagi peningkatan kapasitas ataupun kompetensi dari pemerintah daerah sebagai pengemban tugas pembangunan sejak diberlakukannya otonomi daerah. Perencanaan pembangunan yang disusun oleh pemerintah daerah yang memiliki kapasitas sumber daya manusia yang mumpuni akan menghasilkan produk perencanaan pembangunan yang mencerminkan nilai good governance. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau yang biasa disingkat Bappeda merupakan institusi pemerintah yang memegang peranan

(3)

penting dalam perencanaan pembangunan daerah. Bappeda harus mampu melaksanakan peran, tugas serta fungsinya sebagai fasilitator dan koordinator dengan sebaik-baiknya guna mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas dengan memanfaatkan potensi ketersediaan pegawai yang dimilikinya tanpa harus bergantung lagi kepada konsultan/pihak ketiga, seperti yang selama ini banyak terjadi di banyak pemerintahan daerah di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai bagaimanakah pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Sumenep serta faktor- faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Sumenep.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia (Human Resource Development) merujuk pada konsep yang dikemukakan Grindle (1997:13) bahwa dalam dimensi pengembangan sumber daya manusia, inisiatif untuk mengembangkan sumber daya manusia umumnya berusaha untuk meningkatkan kapasitas individu untuk

melaksanakan tanggung jawab profesional dan teknis mereka.

Lebih lanjut Grindle (1997:9) mengemukakan bahwa dimensi pengembangan sumber daya manusia berfokus pada: ketersediaan tenaga profesional dan personal teknis meliputi pelatihan, kondisi kerja, sistem penggajian, dan rekruitmen. Definisi human resource development (HRD) yang dikemukakan oleh Grindle tersebut merujuk pada pengertian yang sama dengan human resource management (HRM), sehingga empat aspek tersebut akan di bahas lebih mendalam menggunakan teori manajemen sumber daya manusia sebagaimana yang di kemukakan oleh Dessler (2003:5).

Dessler (2003:5) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan dan masalah keadilan.

Rekruitmen merupakan aspek pertama yang diperhatikan dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia. Menurut Dessler (2003:156) proses rekruitmen merupakan serangkaian proses yang cukup sulit dalam mencapai tujuan menyeleksi calon karyawan yang terbaik untuk suatu pekerjaan. Rekruitmen diawali dengan melakukan analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.

(4)

Sementara itu, menurut Gomes (2002:105) rekruitmen merupakan proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar untuk dipekerjakan dalam dan oleh organisasi. Lebih lanjut menurut Siagian (1994:100-102) rekruitmen dimaksudkan untuk mendapatkan persediaan sebanyak mungkin calon-calon pelamar sehingga organisasi akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan pilihan terhadap calon pekerja yang dianggap memenuhi standar kualifikasi organisasi.

Aspek yang kedua dalam upaya pengembangan kapasitas adalah pemberian kompensasi. Menurut Dessler (2003: 46) Kompensasi karyawan merujuk pada semua bentuk bayaran atau hadiah bagi karyawan dan berasal dari pekerjaan mereka, bisa berupa pembayaran langsung berupa upah atau gaji, insentif, sedangkan pembayaran tidak langsung berupa tunjangan seperti asuransi.

Menurut Handoko (1994:155) kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka. Berkenaan dengan masalah kompensasi, Gomes (2002:129) berpendapat bahwa kompensasi penting untuk diperhatikan guna menjamin perasaan puas, dan para pekerja tetap termotivasi, serta efektifitas bagi organisasi secara keseluruhan.

Aspek yang ketiga pelatihan dan pengembangan dimana didalamnya

mengulas tentang pendidikan dan pelatihan (diklat) serta mutasi dan promosi. Menurut Dessler (2003:280) pelatihan mengacu kepada metode yang digunakan untuk membekali karyawan baru atau yang sudah ada saat ini dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan.

Sementara itu menurut Sedarmayanti (2007:167) pelatihan dan pengembangan, keduanya memberi pengajaran dalam penambahan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap. Pelatihan bertujuan mempersiapkan karyawan yang akan segera di beri tugas mengerjakan pekerjaan yang telah ada dalam lembaga (proses pendidikan jangka pendek) sedangkan pengembangan diperlukan untuk mempersiapkan karyawan mengerjakan pekerjaan di masa yang akan datang (proses pendidikan jangka panjang). Dessler (2003:280) mengatakan bahwa pelatihan juga berperan penting dalam proses manajemen kinerja.

Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi biasanya disatukan menjadi diklat. Notoatmodjo (2003:28) mengatakan bahwa pendidikan di dalam suatu institusi merupakan suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Sedangkan pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk

(5)

meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang.

Dessler (2009:4) mengemukakan bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perjalanan karier seorang pegawai. Dessler (2009:12) mengungkapkan bahwa promosi dan mutasi (pemindahan) karyawan adalah bagian yang terintegrasi dari sebagian besar karier seseorang. Promosi dulunya mengacu pada kemajuan ke posisi dengan tanggung jawab yang meningkat, sedangkan mutasi adalah penugasan ke posisi serupa (atau lebih tinggi) dibagian lain perusahaan/organisasi.

Menurut Dessler (2009:14) permasalahan yang harus dipertimbangkan ketika membuat keputusan promosi antara lain faktor senioritas, kompetensi, keputusan promosi dan mutasi dapat didasarkan pada kompetensi ataupun menggunakan kebijakan dan prosedur yang formal dan dipublikasikan atau tidak, apakah dilakukan secara vertikal atau horizontal.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan, melukiskan secara terperinci dan mendalam mengenai pengembangan kapasitas sumber daya manusia pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam penyusunan

perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Sumenep.

Sumber data berasal dari observasi, wawancara dengan informan dan dokumen-dokumen. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif serta Force Field Analysis yang digunakan untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia di Bappeda Kabupaten Sumenep.

PEMBAHASAN

Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan di Bappeda Kabupaten Sumenep dikaji melalui empat aspek; yang pertama, Rekruitmen. Posisi Rekruitmen memegang peranan penting dalam dimensi pengembangan sumber daya manusia. Kegiatan rekruitmen yang dilaksanakan dengan prosedur yang tepat akan menghasilkan kebutuhan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi serta kompetensi yang memadai sesuai dengan bidang kerja yang dibutuhkan.

Realita yang terjadi di Kabupaten Sumenep, sistem rekruitmen yang dilaksanakan selama ini belum mencerminkan penerapan sistem rekruitmen secara benar dan optimal berdasarkan teori dan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa narasumber yang telah dikemukakan sebelumnya pada

(6)

penyajian data, kita dapat mengetahui bahwa prosedur yang diterapkan dalam rekruitmen CPNS di lingkungan pemerintah Kabupaten Sumenep khususnya Bappeda Kabupaten Sumenep pada dasarnya harus melalui prosedur rekruitmen yang telah ditentukan. Akan tetapi pada tataran implementasi dari kebijakan rekruitmen tersebut ternyata formasi pegawai yang diusulkan oleh masing-masing SKPD tidak selalu dapat terpenuhi karena terbentur dengan kuota yang tersedia. Hal inilah yang kemudian seringkali menyebabkan rekruitmen yang dilaksanakan tidak mewujudkan the right

man in the right place sehingga

menyebabkan sebuah posisi tertentu tidak diisi dengan orang yang memenuhi kualifikasi untuk duduk di posisi tersebut.

Hal tersebut mengakibatkan tujuan rekruitmen untuk menyediakan pegawai dengan kualifikasi yang memenuhi standar organisasi menjadi tidak tercapai. Hal ini tentunya bertentangan dengan konsep pengembangan kapasitas sumber daya manusia menurut Grindle (1997) bahwa dimensi pengembangan SDM berfokus pada ketersediaan tenaga profesional dan personal teknis yang salah satunya memusatkan perhatian pada rekruitmen akan tetapi hal tersebut belum tercapai.

Aspek kedua yaitu kompensasi yang diterima pegawai negeri sipil di lingkungan Bappeda Kabupaten Sumenep apabila dikaji menurut definisi kompensasi menurut

Dessler (2003) dapat dikatakan sesuai. Namun, apabila dikaji dari tujuan pemberian kompensasi belum dapat dikatakan sesuai. Sebagaimana dikemukakan oleh Handoko (2010) bahwa pemberian kompensasi yang ditujukan untuk menghargai kinerja, memperoleh karyawan yang bermutu, bahkan secara umum tujuan pengelolaan kompensasi adalah untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis dan menjamin hak internal dan eksternal secara adil, maka pemberian kompensasi berupa gaji dan tunjangan kepada pegawai negeri sipil di lingkungan Bappeda Kabupaten Sumenep belum dapat dikatakan sesuai dengan tujuan tersebut.

Pemberian kompensasi kepada PNS di lingkungan idealnya mengacu pada kinerja ataupun pengukuran berdasarkan analisa jabatan, bukan berdasarkan tingkat kedisiplinan aparatur tersebut. Selama ini yang terjadi di Kabupaten Sumenep, besaran kompensasi yang diberikan hanya didasarkan kepada pangkat/golongan, bukan berdasarkan kinerja yang dihasilkan.

Aspek yang ketiga, yaitu pendidikan dan pelatihan merupakan instrumen penting dalam mengembangkan kualitas sumberdaya aparatur terutama untuk meningkatkan kemampuan baik kemampuan secara intelektual maupun manajerial, kompetensi dan keterampilan (skill) dari aparatur tersebut yang ditujukan untuk menunjang

(7)

keberhasilan aparatur tersebut dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.

Bappeda Kabupaten Sumenep juga menerapkan konsep pelatihan kepada para aparaturnya selaku aparatur perencana dalam bentuk diklat fungsional, sosialisasi maupun bimbingan teknis yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas para aparatur perencana dalam melaksanakan tugas mereka dibidang teknis perencanaan. Akan tetapi upaya yang dilakukan Bappeda tersebut ternyata belum mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Kepala Bappeda pada hasil wawancara bahwa kualitas SDM aparatur Bappeda harus terus senantiasa ditingkatkan terutama dibidang skill perencanaan. Hal ini menyiratkan bahwa masih terdapat hal-hal yang perlu dievaluasi dan disempurnakan dalam pelaksanaan kegiatan bimtek maupun sosialisasi.

Menurut pengamatan peneliti berdasarkan data dan temuan dilapangan bahwa program kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur Bappeda melalui kegiatan bimtek dan sosialisasi cenderung lebih mengutamakan kuantitas dari pada kualitas yang dihasilkan. Hal ini terbukti dari data yang tercantum dalam LAKIP Bappeda tahun 2012 bahwa program peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur melalui diklat, bimtek dan sosialisasi telah melampaui target yang ditentukan sebesar 85% dengan pencapaian

sebesar 122,22%. Dari 9 kegiatan yang ditargetkan ternyata ada 11 kegiatan yang terealisasi. Akan tetapi pencapaian tersebut tidak berbanding lurus dengan kualitas yang dihasilkan. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Bappeda lebih mengejar kuantitas dari pada kualitas pada program peningkatan kapasitas SDM dan terkesan sebagai upaya penyerapan anggaran semata. Kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis tersebut belum mampu mencapai tujuan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur secara optimal.

Apabila kita membandingkan konsep pelatihan menurut Dessler dengan konsep pelatihan yang dilakukan Bappeda Kabupaten Sumenep terdapat beberapa kekurangan yang harus dibenahi dan disempurnakan dalam pengelolaan diklat. Menurut Dessler terdapat lima langkah yang harus dilakukan pada proses pelatihan yaitu melakukan perencanaan pelatihan meliputi analisis kebutuhan pelatihan, merencanakan instruksi isi program pelatihan, melakukan validasi, menerapkan program pelatihan, serta tahapan terakhir yaitu melakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari program pelatihan yang dilakukan. Ketika tahapan atau langkah yang harus dilakukan dalam pelaksanaan pelatihan belum diterapkan secara matang oleh Bappeda Kabupaten Sumenep maka tujuan dari pelaksanaan program pengembangan kapasitas SDM

(8)

melalui kegiatan pelatihan tidak dapat tercapai secara optimal. Realisasi kegiatan yang melampaui target menjadi tidak berbanding lurus dengan kualitas yang dihasilkan.

Adapun aspek yang keempat yaitu promosi dan mutasi dalam upaya pengembangan kapasitas sumber daya manusia di Bappeda Sumenep pada dasarnya harus mengacu pada ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Sama hal nya dengan promosi, mutasi merupakan istilah yang telah banyak diketahui orang sebagai pemindahan. Mutasi merupakan kegiatan dari pimpinan organisasi untuk memindahkan karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar. Mutasi dimaksudkan untuk melaksanakan prinsip The Right Man On The Right Place. Mutasi dapat juga dikatakan sebagai langkah untuk promosi. Pegawai yang direncanakan untuk dipromosikan memerlukan tambahan pengalaman, pengetahuan dalam bidang tanggungjawabnya. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman yang sifatnya menyeluruh meskipun tidak detail, salah satu caranya adalah dengan jalan memutasikan pegawai tersebut pada beberapa tempat pekerjaan yang akan menjadi tanggungjawabnya bilamana dilaksanakan promosi.

Apabila dikaitkan dengan pernyataan Kadarisman (2013:139) mengatakan bahwa

promosi dapat menjadi motivasi yang mendorong setiap pegawai untuk bekerja lebih baik, lebih giat, lebih bersemangat dalam bekerja untuk dapat menjadi pegawai yang berprestasi. Promosi pada prinsipnya harus dilakukan secara transparan dan objektif. Promosi sangat vital bagi pegawai dan institusinya, maka pelaksanaannya mulai dari pengumuman, seleksi, keputusan yang diambil harus dilangsungkan secara transparan dan terhindar dari unsur-unsur kolusi, korupsi dan nepotisme. Namun pada realitanya proses promosi dan mutasi yang terjadi di Bappeda Kabupaten Sumenep belum sepenuhnya sesuai dengan aturan dan kaidah yang berlaku.

Apabila dikaitkan dengan berbagai konsep dan teori tentang promosi dan mutasi khususnya yang dikemukakan oleh Dessler (2003) maka promosi dan mutasi pegawai di lingkungan Bappeda Kabupaten Sumenep belum sepenuhnya sesuai dengan teori dan konsep yang seharusnya menjadi dasar bagi pelaksanaan promosi dan mutasi itu sendiri. Pola promosi dan mutasi yang terjadi di Bappeda Kabupaten Sumenep banyak dipengaruhi oleh faktor politis dalam hal ini Bupati yang memegang peranan penting dalam proses promosi dan mutasi pegawai.

Berdasarkan analisa dalam mengkaji permasalahan pengembangan kapasitas sumber daya manusia Bappeda Kabupaten Sumenep yang dikemukakan oleh Grindle

(9)

diketahui beberapa perbedaan yang cukup mendasar.

Aspek anggaran dana inilah yang sebenarnya sangat penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia khususnya dalam memanajemen aspek pendidikan dan pelatihan dalam menyediakan tenaga profesional dan personal teknis yang memadai, namun hal ini belum diperhatikan oleh Grindle sehingga belum dikemukakan sebagai salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia.

Oleh karena itu, berdasarkan analisis diatas maka penelitian ini bersifat mengembangkan teori yang dikemukakan Grindle bahwa pengembangan kapasitas sumber daya manusia selain meliputi aspek pelatihan, kompensasi, kondisi kerja dan rekruitmen juga perlu menambahkan aspek anggaran dana.

Adapun Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia di Bappeda Kabupaten Sumenep yang dianalisis menggunakan force field analysis. Identifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat didasarkan pada data primer dan data sekunder yang didapat peneliti dilapangan.

FFA (force field analysis) disini dilakukan dengan metode kualitatif, penetapan skor didasarkan pada keyakinan

peneliti terhadap temuan penelitian yang kemudian disusun skala prioritas manakah faktor yang lebih kuat dengan skala 5 (kuat) sampai 1 (lemah) sebagaimana tersaji pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 1. Force Field Analysis Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Bappeda Kabupaten

Sumenep Sumber: data diolah

Berdasarkan identifikasi serta skoring yang dilakukan maka strategi yang diambil adalah memperlemah faktor- faktor penghambat. Menekan atau mengurangi faktor penghambat bahkan meniadakannya untuk mendukung upaya pengembangan kapasitas SDM Bappeda merupakan hal lebih sulit dilakukan daripada menguatkan faktor pendorong akan tetapi hal itu merupakan tantangan tersendiri bagi Bappeda. upaya memperlemah/ menekan/ meniadakan faktor penghambat dengan melakukan evaluasi dalam sistem rekruitmen, menerapkan sistem rekruitmen yang mengedepankan kompetensi dan kualifikasi yang sesuai bagi posisi perencana

(10)

untuk menghasilkan aparatur perencana yang punya kualitas dan kompetensi yang sesuai. Selain itu juga pelatihan dan pendidikan yang komprehensif perlu senantiasa dilakukan utamanya yang bersifat fungsional dan teknis. Berkenaan dengan masalah koordinasi maka masing-masing instansi harus mampu melepaskan ego sektoral mereka. Bappeda harus lebih proaktif menjalin komunikasi dan kerjasama dengan BKPP dalam hal pelaksanaan diklat aparatur. sistem promosi dan mutasi juga harus didasarkan pada prestasi kerja, hal ini dapat memotivasi setiap aparatur untuk lebih produktif dan memiliki kinerja yang baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah (suatu kajian pada badan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Sumenep) dapat disimpulkan bahwa: 1) Pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah pada Bappeda Kabupaten Sumenep meliputi kegiatan rekruitmen, kompensasi, pendidikan dan pelatihan (diklat) serta promosi dan mutasi belum terlaksana secara optimal. 2) Upaya pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Bappeda Kabupaten

Sumenep tidak terlepas dari faktor pendukung dan faktor penghambatnya.

Faktor pendukung tersebut yaitu; 1) Adanya peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan kapasitas sumber daya manusia aparatur; 2) Tersedianya sarana dan prasarana pendukung; 3) Ketersediaan sumber daya manusia aparatur; 4) Anggaran dana yang memadai.

Adapun faktor penghambat yaitu; 1) Koordinasi Bappeda dan BKPP; 2)Kualitas sumber daya manusia; 3)Pola promosi dan mutasi; 4) Komitmen dan kesadaran dari pegawai negeri sipil yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumenep. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (LAKIP). Sumenep.

Birla, Vivek .Force Field Analysis Model, hrvillage.in/docs/2134_1.ppt diakses pada 30 Desember 2013 pkl. 23.05 wib Dessler, Gary. 2003. Manajemen Sumber

Daya Manusia Edisi Kesepuluh Jilid1. Jakarta: PT. Indeks

Dessler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Kesepuluh Jilid 2 Jakarta: PT. Indeks

Grindle, Merilee S. 1997. Getting Good Government: Capacity Building In The Public Sectors Of Developing Countries.

(11)

Harvard Institute For International Deveslopment: Harvard University. Gomes, F. Cardoso. 2002. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.

Gomes, Luis. Et al. 2004. Managing Organizational Culture And Change.

McGraw Hills.

eb.uta.edu/management/boston/3319/Ch

ap004.ppt diakses pada 8 Januari

2014 pkl. 08.25.

Handoko, T. Hani. 1994. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE

Lembaga Administrasi Negara. 2000. Pengembangan "Capacity Building"

Dalam Rangka Reformasi

Administrasi Negara. hasil penelitian LAN RI. Jakarta

Lembaga Administrasi Negara. 2012.

Capacity Building Birokrasi

Pemerintah Daerah Kabupaten /

Kota Di Indonesia. Hasil penelitian STIA LAN, Makassar.

Muluk, M.R Khairul, 2008. Knowledge Management; Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan Daerah. Banyumedia. Malang.

Moleong, Lexy J, (2013) Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Milen, Anelli. (2004) Pegangan Dasar

Pengembangan Kapasitas.

Diterjemahkan secara bebas.

Yogyakarta : Pondok Pustaka Jogja. Nugraha. 2004. Pengembangan

Kapasitas (Capacity Building)

dalam Mendukung Pelaksanaan

Otonomi Daerah. Jurnal Ilmu

Administrasi. No.1 Vol.3.

Nurcholis, Hanif. 2005. Pengembangan Kapasitas Pemda: Upaya Mewujudkan

Pemda Yang Menyejahterakan

Masyarakat. Jurnal Organisasi Dan

Manajemen, Volume. 1, Nomor. 1, hal 49-58.

Notoatmodjo, 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Riyadi dan Bratakusumah. 2004.

Perencanaan Pembangunan

Daerah: Strategi Menggali Potensi

Dalam Mewujudkan Otonomi

Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Sjafrizal. 2009. Teknis Praktis Penyusunan

Rencana Pembangunan Daerah.

Jakarta: Baduose Media

Santoso H, Bambang dkk. 2012. Capacity Building. Malang: UB Press

Santoso H, Bambang. 2011. Pembangunan Kapasitas Pemerintahan Daerah Dalam Menyelenggarakan Urusan Kesehatan

Di Kota Malang. Disertasi, Pasca

Sarjana, Universitas Brawijaya, Malang. Siagian, Sondang P. 1994. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

(12)

UNDP. 1998. Capacity Assessment And Development. Technical Advisory Paper No.3.http://magnet.undp.org/docs/Lap/C APTECH3.htm. diakses 7 Nopember 2013 pkl. 10.17 wib.

Gambar

Gambar 1. Force Field Analysis  Pengembangan Kapasitas Sumber Daya  Manusia Dalam Penyusunan Perencanaan  Pembangunan Daerah di Bappeda Kabupaten

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah memberlakukan batasan atas harga energi pada level tertentu, tidak jarang investasi dalam pemba - ngunan pembangkit listrik, kilang minyak, tambang batubara akan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Kajian Kualitas Air dalam Menilai Kesesuaian Budidaya Bandeng (Chanos chanos Forsk) di Sekitar PT Kayu Lapis Indonesia Kendal

Posisi individu atau kelompok dalam kelas atau struktur sosial identik dengan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan barang-barang

(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2006) (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2007b) (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2008a) (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,

Penerbitan publikasi KOTA JAMBI DALAM ANGKA (KJDA) 2012merupakan penyajian yang sama seperti pada tahun sebelumnya dengan referensi waktu tahun 2011.. Dalam

Oleh karena pentingnya dan kompleksnya masalah sistem logistik khususnya masalah adanya permintaan barang yang bersifat dinamis, maka diperlukan pemodelan sistem

Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kota Probolinggo; Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan

Prasarana Perkantoran dan Kapasitas Aparatur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 4.3.1.33 Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah Badan Perencanaan