• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

11

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi uraian singkat dari penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan perbandingan dan pertimbangan oleh peneliti. Sebelumnya penelitian mengenai analisis wacana telah banyak dilakukan dengan objek yang berbeda-beda. Berikut beberapa uraian singkat mengenai penelitian serupa yang ditemukan peneliti beserta perbedaan penelitian yang akan dilakukan:

Penelitian pertama adalah hasil skripsi karya Andaria Rhoma Rosita Sari (2015) yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Politik Kasus KPK vs Polri

dalam Rubrik Opini Majalah Tempo (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough). Pada penelitian tersebut peneliti mendeskripsikan representasi kasus

KPK vs Polri dalam wacana politik kasus KPK vs Polri melalui diksi, metafora, dan ketransitifan pada rubrik opini dalam majalah Tempo. Selanjutnya peneliti juga mendeskripsikan ideologi majalah Tempo yang terkandung dalam rubrik opini kasus KPK vs Polri.

Penelitian kedua oleh Joko Priyanto (2014) dalam skripsi yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Pada penelitian tersebut, analisis wacana kritis Norman Fairclough digunakan dengan objek berita media berbahasa Arab. Adapun penelitian tersebut mengkaji representasi dan membandingan wacana peristiwa pelengseran Presiden Mesir Muchammad Mursi dalam teks media berita berbahasa Arab yaitu Al-Ahram dan Al-Jazirah.

(2)

Penelitan selanjutnya dilakukan oleh Indro Febiyanto (2009) dalam skripsi yang berjudul Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana “Tajuk Rencana”

Surat Kabar Kompas. Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan aspek gramatikal

dan aspek leksikal pada wacana “Tajuk Rencana” surat kabar Kompas, dan menunjukkan frekuensi tipe aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat pada wacana “Tajuk Rencana” surat kabar Kompas.

Dari beberapa penelitian yang ditemukan di atas ada beberapa kesamaan dan perbedaan, baik teori maupun sumber data dalam penelitian ini. Meskipun sama-sama menggunakan teori Norman Fairclough namun dalam analisis digunakan cara yang berbeda. Pada skripsi Telaah Teks pada Wacana Politik

Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough) analisis dilakukan melalui diksi, metafora, dan ketransitifan

pada rubrik opini dalam majalah Tempo untuk mengungkap ideologi majalah tersebut. Sementara itu dalam penelitian ini fokus utama adalah membandingkan dua surat kabar dalam menanggapi wacana rencana revisi UU KPK pada tajuk rencana melalui representasi dalam anak kalimat, kombinasi anak kalimat, dan rangkaian antarkalimat.

Selanjutnya, dibandingkan dengan penelitian yang berjudul Telaah Teks

Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough yang menggunakan surat kabar online Al-Ihram dan Al-Jazirah yang berbahasa Arab sebagai sumber data, pada

penelitian ini sumber data yang digunakan adalah surat kabar cetak berbahasa Indonesia yaitu pada tajuk rencana surat kabar Kompas dan Suara Merdeka.

(3)

Perbandingan selanjutnya dilakukan dengan penelitan yang berjudul Aspek

Gramatikal dan Leksikal pada Wacana “Tajuk Rencana” Surat Kabar Kompas.

Pada penelitian tersebut meskipun sama-sama menggunakan sumber data dari tajuk rencana, namun perbedaan dengan penelitian ini terletak pada teori yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan teori analisis wacana kritis sedangkan pada penelitian yang berjudul Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Wacana

“Tajuk Rencana” Surat Kabar Kompas hanya menganalisis wacana pada tataran

aspek gramatikal dan aspek leksikal.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini difokuskan pada wacana tajuk rencana pada surat kabar Kompas dan Suara

Merdeka dengan melakukan pendekatan analisis wacana kritis Norman

Fairclough. Dari hasil analisis kemudian dilakukan perbandingan dari kedua surat kabar tersebut. Penelitian yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Rencana

Revisi UU KPK dalam Rubrik Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dan Suara Merdeka: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ini diharapkan dapat

melengkapi penelitian-penelitian terdahulu.

B. Landasan Teori

1. Hakikat Wacana

Wacana merupakan disiplin ilmu baru yang muncul sekitar tahun 70-an. Wacana (discourse) berasal dari bahasa Latin, discursus. Istilah tersebut menunjuk pada aturan dan kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulis. Dalam pengertian linguistik, Darma menjelaskan “wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam

(4)

suatu bangun bahasa” (2014:2). Setiap bagian di dalam wacana saling berhubungan secara padu.

J.S. Badudu (dalam Darma, 2014:2) juga berpendapat bahwa wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.

Seperti yang diungkapkan Kridalaksana (2008:259), bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap. Dalam hirarki gramatikal wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar yang dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb).

Dalam bentuk karangan yang utuh tentunya terdapat satu kesatuan antar unsurnya. Alwi dkk (2000:419) menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan membentuk satu kesatuan. Untuk membicarakan sebuah wacana dibutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat.

Selanjutnya, wacana menurut Samsuri (dalam Darma, 2014:2) adalah “rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain.”

(5)

2. Analisis Wacana

Analisis wacana merupakan salah satu bidang kajian baru dalam ilmu linguistik. Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru-baru berkembang secara mantap pada awal tahun 1980-an. Pokok perhatian analisis wacana juga terus mengalami perkembangan dan merebak pada persoalan yang banyak diperbincangkan di masa sekarang (Mulyana, 2005:68).

Selanjutnya Darma menyebut istilah analisis wacana muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih lengkap sebab terdapat fitur bahasa yang tidak cukup jika hanya dianalisis dengan menggunakan aspek struktur dan maknanya saja (2014:21). Melalui analisis wacana dapat diperoleh penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang dimaksud, dan apa yang dipahami dalam konteks tertentu. Analsis wacana merupakan pendekatan yang mengkaji relasi antara bahasa dengan konteks yang melatarbelakanginya.

Dalam hirarki satuan kebahasaan, wacana merupakan bentuk bahasa yang paling besar dan paling luas. Hal tersebut berarti juga memposisikan analisis terhadap wacana memiliki kedudukan tertinggi dalam linguistik (pendekatan bahasa). Pendekatan bahasa dimulai dari tingkat dan lingkup yang paling kecil menuju pada tingkat paling besar. Namun untuk memahami suatu wacana tertentu, tidak seluruh unit analisis harus dikaji. Mulyana menjelaskan bahwa analisis wacana dapat dilakukan terhadap satu atau dua unsur yang memang dibutuhkan kejelasannya (2005:70). Sedikit atau banyak unit yang dikaji tidak menjamin kualitas pada analisis wacana.

(6)

Analisis wacana berkaitan dengan konteks luar bahasa. Konteks berpengaruh pada proses pemaknaan suatu wacana. Di mana dalam linguitik konteks tersebut tidak diperhatikan. Tarigan dalam Pengajaran Wacana juga telah menyebutkan bahwa tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antarkalimat dan suprakalimat maka sukar untuk berkomunikasi satu sama lain (1993:24).

Littlejohn menyatakan analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana (dalam Sobur, 2012:48).

3. Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dipandang sebagai oposisi analisis wacana deskriptif yang memandang wacana sebagai fenomena teks bahasa semata. Dalam analisis wacana kritis, yang selanjutnya disebut AWK, wacana tidak hanya dipahami dari segi kajian bahasa saja. Meski dalam analisis tetap menggunakan bahasa yang terdapat dalam teks.

“Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.” (Eriyanto, 2012:7)

Hal di atas senada dengan apa yang telah diungkapkan Fairclough dan Wodak bahwa analisis wacana kritis melihat wacana –pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan– sebagai bentuk dari praktik sosial (Eriyanto, 2012:7).

(7)

Pernyataan Fairclough tersebut berarti memandang masalah sosial dan AWK saling berhubungan. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam kehidupan sosial bahasa digunakan sebagai penyampai pesan. Penggunaan bahasa sebagai penyampai pesan dapat bersifat ideologi, karena berkaitan dengan siapa penyampai pesan itu sendiri. Untuk mengetahui kepastiannya maka sebuah teks perlu diteliti untuk mengungkapkan interpretasi, penerimaan, dan efek sosialnya.

Selanjutnya jelas bahwa dalam AWK, bahasa digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk dalam praktik kekuasaan. Pemahaman dasar terhadap AWK adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai objek studi bahasa. Bahasa digunakan untuk menganalisis teks yang bertujuan untuk mengungkap praktik tertentu termasuk praktik ideologi.

Terkait ideologi, Fairclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis menunjukkan bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing (Darma, 2014:104). Pemakaian bahasa membawa nilai ideologi tertentu. Hal tersebut diasumsikan dengan melihat praktik wacana bisa jadi menampilkan efek sebuah kepercayaan (ideologis) artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas di mana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial.

4. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Model analisis wacana kritis yang dibuat Fairclough mengintegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman sosial dan politik, dan secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial. Fairclough memusatkan perhatian pada bahasa. Membagi analisis wacana

(8)

dalam tiga dimensi yaitu Text, Discourse Practice, dan Sociocultural Practice (Eriyanto, 2012:286-288). Ketiga dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pada dimensi text model Fairclough, teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat, serta memasukkan koherensi dan kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat digabungkan sehingga membentuk pengertian. Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah yaitu (1) ideasional (representasi teks) yang merujuk pada referensi tertentu yang ditampilkan dalam teks yang umumnya membawa muatan ideologi, (2) relasi (hubungan antara partisipan) yang merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan diantara wartawan dengan pembicara yang disampaikan secara informal, terbuka atau tertutup, (3) identitas (posisi wartawan) yang merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas penulis dan pembaca serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan.

Discourse Practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses

produksi dan konsumsi teks. Sementara itu, Sociocultural Practice adalah dimensi (Fairclough, 1997:98)

Gambar 1

(9)

yang berhubungan dengan konteks yang memasukkan banyak hal seperti konteks situasi, dan lebih luas lagi memasukkan konteks dan praktik institusi dan media sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentu.

Bagi Fairclough untuk memahami wacana tidak dapat dilepaskan dari konteksnya karena sebuah teks tidak lepas dari kepentingan yang bersifat subjektif. Untuk menemukan “realitas” di balik teks tersebut diperlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.

Penelitian ini terfokus pada masalah ideasional atau representasi teks yang merujuk pada referensi tertentu yang ditampilkan dalam teks yang umumnya membawa muatan ideologi. Adapun teks yang diteliti adalah teks pada tajuk rencana bertema revisi UU KPK pada surat kabar Kompas dan Suara Merdeka. Melalui bahasa yang digunakan dalam anak kalimat, kombinasi anak kalimat, dan rangkaian antarkalimat dapat diketahui representasi suatu realitas (partisipan, peristiwa, dan tindakan) ditampilkan dalam teks tajuk rencana tersebut.

5. Teks

Teks bagi Fairclough dilihat dari berbagai tingkatan. Sebuah teks tidak hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Menurut Fairclough, setiap teks pada dasarnya dapat diuraikan dari tiga unsur, yaitu representasi (ideasional), relasi, dan identitas. Ketiganya merupakan elemen dasar dalam dimensi teks model Fairclough.

(10)

a. Representasi

Representasi pada dasarnya ingin melihat bagaimana seseorang, kelompok, tindakan, kegiatan ditampilkan dalam teks. Representasi dalam pengertian Fairclough dilihat dari dua hal, yakni bagaimana seseorang, kelompok, dan gagasan ditampilkan dalam anak kalimat dan gabungan atau rangkaian antaranak kalimat.

1) Representasi dalam anak kalimat

Aspek representasi dalam anak kalimat berhubungan dengan bagaimana seseorang, kelompok, peristiwa, dan kegiatan ditampilkan dalam teks. Aspek tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu kosakata dan tata bahasa.

(a) Kosakata

Pada tingkatan kosakata (vocabulary), banyak aspek yang dikaji dalam analisis wacana kritis, yaitu mengenai kosakata apa yang dipakai untuk menampilkan dan menggambarkan sesuatu, yang menunjukkan bagaimana sesuatu tersebut dimasukkan dalam satu set kategori. Pemilihan kosakata dapat menggambarkan asosiasi dan realitas yang ditandakan dalam bahasa.

Pada penelitian ini hanya memfokuskan pada pemilihan kosakata/ diksi dan metafora. Diksi dibagi menjadi dua, yaitu kata eksperiensial dan ekspresi. Rani (dalam Fauzan, 2014) menyebutkan bahwa kata eksperiensial adalah kata-kata yang memiliki nilai pengalaman dan pengetahuan. Kata

(11)

eksperiensial dapat juga dilihat dari penggunaan kata isi (kata yang acuannya dapat dilihat, diragakan, dan ditunjukkan).

Terkait kata ekspresi, Rani menjelaskan bahwa kata ekspresi digunakan untuk menyatakan nilai. Kata ekspresi dapat digunakan untuk memberikan penilaian pada suatu peristiwa, barang atau hal. Umumnya kata ekspresi adalah kata sifat.

Tabel 1

Contoh kata eksperiensial dan ekspresi

Kata Kalimat Jenis

menangkap Sejumlah penyidik Polri mendatangi KPK untuk menangkap Novel. (Rep/Dik/E/K/020216/K3/P5)

eksperiensial

berlebihan Niat anggota DPR memberikan ruang kepada KPK menghentikan penyidikan dengan alasan ada tersangka yang meninggal atau sakit, sebenarnya berlebihan. (Rep/Dik/ Eks/K/130216/K3/P6)

ekspresi

Cara lain untuk merepresentasikan realitas adalah menggunakan metafora. Menurut Fairclough, metafora digunakan sebagai pilihan kosakata yang dapat menggambarkan suatu realitas yang berbeda dengan yang lain (dalam Eriyanto, 2012:292).

Ullman menyatakan bahwa dalam metafora ada dua hal yang dibicarakan, yaitu sesuatu yang sedang dibicarakan (yang dibandingkan) yang disebut tenor dan sesuatu yang

(12)

digunakan sebagai bandingan yang disebut wahana (2012:265).

Ullman membagi jenis metafora dalam empat kelompok, pertama, metafora antropomorfis, yaitu metafora yang mengacu pada anggota badan manusia, dari indera dan perasaan manusia. Contohnya, mulut sungai, jantung kota, dan lainnya. Kedua, metafora binatang, yaitu metafora yang mengacu pada binatang. Contohnya, telur mata sapi, pondasi

cakar ayam, dan sebagainya. Ketiga, dari konkret ke abstrak,

yaitu metafora yang berdasarkan pengalaman abstrak yang dijabarkan ke dalam hal yang konkret. Misalnya, sinar wajah,

otak cemerlang, dan sebagainya. Keempat, metafora

sinaestetik, yaitu metafora yang didasarkan kepada transfer dari satu indera ke indera yang lain. Misalnya, bau yang amis,

pandangan yang tajam, dan sebagainya (2012:267-269).

Tabel 2

Contoh penggunaan metafora

Kata Kalimat Tenor Wahana Makna Jenis

anak kandung UU KPK sebagai anak kandung reformasi ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2002. (Rep/M/K/ 130216/K2/P2) UU KPK sebagai undang-undang yang dilahirkan sendiri oleh pemerintah ketika reformasi. Anak yang lahir dari kandungan sendiri; anak sendiri (bukan anak tiri atau anak angkat) UU KPK sebagai undang-undang yang dilahirkan sendiri oleh pemerintah ketika reformasi. Konkret ke abstrak

(13)

(b) Tata Bahasa

Pada tingkatan tata bahasa analisis Fairclough dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada ketransitifan. Linguistik Fungsionl Sistemik Halliday dimanfaatkan Fairclough dalam aspek ketransitifan (Fairclough, 1995:177-178). Selanjutnya ketransitifan dijelaskan oleh Santosa adalah gramatika yang membahas struktur klausa yang merepresentasikan makna ideasional. Ketransitifan merealisasikan makna pengalaman, yang di dalam realitas mempunyai tiga konstituen, yaitu: proses, partisipan, dam sirkumstan. Proses di dalam realitas merupakan inti kejadian dalam pengalaman, baik pengalaman fisik, mental, verbal, perilaku, relasional, maupun eksistensial. Setiap jenis proses akan menentukan jenis partisipan. Sementara itu, sirkumstan adalah lingkungan baik fisik maupun non-fisik di dalam kejadian (Santosa, 2003:78).

Dalam tataran simbol, Santosa menjelaskan bahwa proses direalisasikan ke dalam kelompok verba, partisipan direpresentasikan dengan kelompok nomina, sedangkan sirkumstan diekspresikan melalui kelompok adverbia. Terdapat enam macam proses menurut transitifitas model tatabahasa sistemik fungsional, yaitu proses material, proses mental, proses verbal, proses relasional, dan proses eksistensial (2003:78-86).

(14)

1. Proses Material

Proses material adalah suatu proses fisik murni tanpa unsur mental maupun behavioral. Proses material terdiri dari dua macam yaitu doing (melakukan sesuatu) dan happening (kejadian). Proses doing mempunyai konstituen yang terdiri dari aktor-proses-goal. Proses happening mempunyai konstituen yang terdiri dari aktor-proses. Sementara itu, partisipan di dalam proses materi ini adalah aktor, gol, range, benefiseri: resipien dan klien. Aktor adalah partisipan yang melakukan proses, gol adalah partisipan yang dikenai atau dipengaruhi proses, range lebih merupakan skop atau perluasan proses itu sendiri, dan benefiseri adalah partisipan yang menerima gol sebagai barang atau servis. Contoh proses material sebagai berikut.

Tabel 3

Proses Materi: happening

My father

Tono

Bapak lan Ibu

went to work

berlari

lagi dhahar

(15)

Tabel 4

Proses Materi: doing dengan gol dan benefiseri (resipien dan klien)

They Ayah Ibu gave membuat masak a book mainan sego to me - - - untuk adik - aktor proses goal resipien klien

Tabel 5

Proses Materi dengan Range

They Tono Dewekne play menyanyikan lagi munggah tennis sebuah lagu gunung

aktor proses range

Tabel 6

Proses Materi di dalam klausa pasif

The house Surat itu Sayure was built dikirim dimasak for her - Kanggo Tono by him oleh dia -

gol proses klien aktor

2. Proses Mental

Proses mental adalah proses berpikir, mengindera, dan merasa. Oleh karena itu proses ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu proses mental: kognitif, perseptif, dan afektif. Proses mental kognitif berkaitan erat dengan

(16)

penggunaan otak untuk perproses, misalnya: berfikir, malamun, mengerti dan sebagainya. Proses mental perseptif berkaitan dengan penggunaan indera untuk berproses, misalnya: melihat, mendengar, merasa dengan (lidah, dan kulit) sedangkan proses mental afektif berkaitan erat dengan penggunaan perasaan atau hati untuk berproses, misalnya: mencintai, membenci, suka, tidak suka, dan sebagainya.

Partisipan proses ini hanya ada dua yaitu, yang berfikir atau yang mengindera, atau yang merasa disebut senser, sedangkan yang dipikir, atau yang dirasa atau yang diindera disebut fenomenon. Tabel 7 Proses Mental Para murid Tono melihat sudah memahami

sepeda yang dicuri bahwa hal itu tidak benar

senser proses fenomenon

3. Proses Verbal

Proses verbal adalah proses berkata murni, tidak ada unsur perilakunya. Proses ini di dalam bahasa Indonesia sering direalisasikan dengan: berkata, bertanya. Partisipan proses ini ialah sesuatu yang mengatakan yang disebut sayer, sesuatu yang dikatakan yang disebut verbiage, dan yang menerima

(17)

Tabel 8 Proses Verbal

Ayah menanyakan itu kepada Ibu

sayer proses verbal verbiage receiver

4. Proses Perilaku

Proses perilaku mempunyai dua jenis, yaitu proses perilaku verbal dan proses perilaku mental. Proses perilaku verbal adalah proses perilaku yang menggunakan verbal di dalam melakukan tindakan, misalnya: menyarankan, mengklaim, mendiskusikan, menjelaskan, mengolok-olok, mendamprat dan sebagainya. Proses ini mempunyai partisipan sebagai berikut: behaver adalah partisipan yang melakukan proses perilaku verbal, verbiage adalah sesuatu yang dikatakan, serta receiver adalah yang menerima.

Tabel 9

Proses perilaku verbal

Bapak menyarankan seperti itu kepada ku

behaver proses verbiage receiver

Sementara itu, proses perilaku mental lebih merupakan gabungan antara proses mental dan materi. Secara fisik proses ini dapat diketahui, tetapi tidak hanya sekedar fisik, termasuk adanya unsur mental di balik proses fisiknya, misalnya

(18)

menyelidiki, mempelajari, mengecek, meneliti, mengabdi, dan lain sebagainya. Partisipan proses ini adalah behaver, si pelaku dan sekaligus pemikir/ pengindera/ yang merasa proses ini, dan fenomenon adalah sesuatu yang dikenai proses ini.

Tabel 10

Proses perilaku mental

Mereka sudah meneliti daerahnya

Behaver proses fenomenon

5. Proses Relasional

Proses relasional adalah proses menghubungkan antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain. Hubungan itu bisa bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai terhadap partisipan yang pertama. Oleh karena itu proses ini mempunyai dua jenis, yaitu Proses relasional atributif dan proses relasional identifikasi.

Proses relasional atributif adalah proses yang menghubungkan antara partisipan yang satu dengan yang lain dengan cara memberikan atribut. Partisipan proses ini adalah

carrier (pembawa), yaitu partisipan yang diberi atribut, dan

atribut dapat berupa partisipan (yang direalisasikan dalam kata atau frasa benda), keadaan satau sifat atau keberadaan (yang direalisasikan di dalam kata sifat atau kata keterangan atau adverbia).

(19)

Tabel 11

Proses Relasional Atributif Rumah itu Pak Partono sangat mewah seorang perwira Carrier Proses/atribut atau Ayah Pak Partono menjadi adalah marah seorang perwira

Carrier proses atribut

Sementara itu proses relasional identifikasi adalah proses yang menghubungkan antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain dengan cara memberikan nilai pada partisipan tersebut. Partisipan proses ini adalah token, adalah sesuatu yang diberi nilai, dan value adalah nilai sesuatu tersebut. Dalam bahasa Indonesia, proses ini dapat direalisasikan melalui adalah/merupakan.

Tabel 12

Proses Relasional Identifikasi Kasus itu

Kasus itu

merupakan menunjukkan

halangan bagi dia kerapuhannya

Token Proses value

6. Proses Eksistensial

Proses eksistensial adalah proses yang menunjukkan adanya sesuatu. Di dalam bahasa Indonesia ditunjukkan

(20)

dengan struktur klausa yang dimulai dengan “Ada ...” atau “Terdapat ...”, atau kata kerja “muncul”. Partisipan proses ini hanya mempunyai satu partisipan, yaitu eksisten, sesuatu yang dimunculkan. Sirkumstan adalah lingkungan fisik atau non-fisik yang melingkupi proses.

Tabel 13 Proses Eksistensial Ada Terdapat masalah penting ratusan mobil di instansi kita di lapangan itu proses Eksisten sirkumstan

Tabel 14

Proses Eksistensial dengan kata kerja Penyerangan itu muncul di daerah selatan

eksisten proses sirkumstan

2) Representasi dalam kombinasi anak kalimat

Kombinasi anak kalimat adalah menggabungkan antara satu anak kalimat dengan anak kalimat lain untuk membentuk suatu pengertian lain. Melalui analisis kombinasi anak kalimat, realitas terbentuk lewat bahasa dengan gabungan antara satu anak kalimat dengan anak kalimat yang lainnya. Gabungan antara anak kalimat akan membentuk koherensi lokal, yang berarti gabungan dari anak kalimat tersebut membentuk

(21)

kalimat yang mempunyai pengertian lain yang dapat menunjukkan ideologi dari pemakai bahasa.

Fairclough menyebutnya sebagai local coherence

relations (hubungan koherensi lokal). Local coherence relations mempunyai tiga bentuk hubungan, yaitu elaboration

(elaborasi/penjelasan), extention (ekstensi/perpanjangan), dan

enhacement (enhansi/mempertinggi) (1995:121).

Elaborasi atau penjelasan menempatkan posisi anak kalimat yang satu menjadi penjelas dari anak kalimat yang lain. Elaborasi ditandai dengan penggunaan kata hubung seperti “yang”, “lalu”, atau “selanjutnya”.

Ekstensi atau perpanjangan, di mana anak kalimat yang satu merupakan perpanjangan atau penambahan dari anak kalimat yang lain. Ekstensi ditandai dengam penggunaan kata “dan” (menunjukkan penambahan), “tetapi” dan “meskipun” (menunjukkan kekontrasan), dan “atau” (menunjukkan pilihan).

Enhansi atau mempertinggi, di mana anak kalimat yang satu posisinya lebih besar dari anak kalimat yang lain. Umumnya ditandai dengan pemakaian kata hubung “karena” atau “diakibatkan”.

Local coherence relations yang telah dijelaskan di atas

dapat membentuk realitas sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis. Representasi dengan menggabungkan dua

(22)

kalimat juga dapat menunjukkan ideologi penulis yang dapat mempengaruhi pembaca.

Tabel 15

Contoh Local Coherence Relations

Tidak ada Seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi.

Elaborasi (penjelas) Seorang wanita, yang dikenal sebagai janda, diperkosa oleh oknum polisi.

Ekstensi (perpanjangan) Meskipun janda, seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi. Enhansi (mempertinggi) Karena janda, seorang wanita

diperkosa oleh oknum polisi.

Contoh kalimat-kalimat di atas dapat menunjukka bagaimana suatu realitas dapat dimunculkan melalui penggunaan koherensi lokal yang berbeda-beda. klausa atau kalimat “seorang wanita janda diperkosa oleh oknum polisi” dapat digabungkan menjadi bentuk realita-realita yang berbeda-beda tergantung jenis koherensi lokal yang digunakan. Hal ini tentunya juga mempengaruhi pembaca dan pemaknaan yang berbeda-beda.

3) Representasi dalam rangkaian antarkalimat

Pada representasi ini berkaitan dengan bagaimana dua kalimat atau lebih dirangkai atau disusun dalam suatu teks. Hal tersebut juga bertujuan untuk melihat representasi partisipan dalam rangkaian antarkalimatnya. Representasi partisipan di sini adalah bagaimana partisipan digambarkan, apakah (Eriyanto, 2012:295)

(23)

partisipan ditampilkan seorang diri dalam mengomentari suatu topik atau ditampilkan memberikan reaksi terhadap pendapat partisipan lain.

Melalui analisis representasi dalam rangkaian antarkalimat, dapat dilihat apa yang sebenarnya diinginkan oleh penulis teks melalui ungkapan-ungkapan yang ditampilkan dalam bentuk pernyataan dalam teks. Ungkapan tersebut dapat berupa speech yaitu ungkapan utama atau mandiri, reaction (reaksi) yang memberikan tanggapan kepada partisipan lain, atau evaluation (evaluasi) yaitu tanggapan atau penilaian yang lebih luas. Fairclough juga melihat cara pernyataan-pernyataan tersebut ditampilkan atau dikutip dalam tiga, yaitu quotations (langsung), summaries (meringkas), dan

formulations (formulasi/evaluasi) (1995:117-118).

Quotations (langsung) yaitu dengan mengutip secara

langsung apa yang dikatakan oleh aktor. Summaries (meringkas) yaitu dengan meringkas inti yang disampaikan aktor. Formulations (formulasi/evaluasi) yaitu dengan mengevalusi pernyataan aktor kemudian ditulis dalam berita. (Eriyanto, 2012:296)

Tabel 16

Contoh analisis representasi antarkalimat

Speech=formulations

(mandiri=formulasi)

Ketua MPR, Amien Rais, menyatakan ketidaksetujuannya dengan usulan Gus Dur untuk mencabut Tap

(24)

Reactions=formulations

(reaksi=formulasi)

Akan tetapi, beberapa pengamat mendukung usulan Gus Dur tersebut.

Reaction=summaries

(reaksi=meringkas)

Pengamat politik UI, Arbi Sanit, yakni masyarakat sudah dewasa.

Hal yang sama dikemukakan oleh Hendardi, yang menyatakan komunisme sudah mati di belahan dunia lain.

Hendardi juga menyataka, masyarakat harus dididik untuk menghormati persamaan hukum dan demokrasi.

Cara ungkapan partisipan ditampilkan dan pernyataan dikutip dalam kalimat dapat menunjukkan adanya indikasi kecenderungan dari wartawan dalam menampilkan pernyataan mana yang ingin dilegitimasi dan pernyataan yang lain yang ingin didelegitimasi. Dalam contoh tersebut, ungkapan Amien Rais ditampilkan sebagai partisipan mandiri/speech/ dan diungkapkan dengan bentuk formulasi/formulations yang lebih bertitik tekan pada bahasa wartawan. Setelah ungkapan Amien Rais, ungkapan lain ditampilkan dalam bentuk reaksi yang merupakan anggapan dari ungkapan Amien Rais dalam bentuk formulasi. Kemudian kalimat selanjutnya juga merupakan reaksi dari ungkapan Aamien Rais hendak didelegitimasi dengan memunculkan reaksi-reaksi atas ungkapan Amien Rais dalam bentuk yang lebih jelas yaitu ringkasan. Di sisi lain ungkapan Amien Rais hanya berupa formulasi.

Selain itu, strategi wacana juga dapat ditampilkan sedemikian rupa dalam teks dengan maksud melegitimasi suatu pernyataan dan mendelegitimasi pernyataan yang lain. (Eriyanto, 2012:299)

(25)

Hal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan background atau memunculkan berbagai pendapat yang sesuai dengan pernyataan yang ingin dilegitimasi (Eriyanto, 2012:298). Contoh di atas memperlihatkan bahwa background yang ditampilkan adalah situasi yang mendukung pernyataan dari pihak Gus Dur, sehingga contoh diatas mengindikasikan bahwa pernyataan yang ingin dilegitimasi adalah pernyataan Gus Dur.

C. Kerangka Pikir

Wacana Rencana Revisi UU KPK dalam Rubrik Tajuk Rencana Surat Kabar

Kompas dan Suara Merdeka

Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough

Analisis Tahap Deskripsi Teks

Representasi Rencana Revisi UU KPK (anak kalimat, kombinasi anak kalimat,

dan rangkaian antarkalimat)

Perbandingan Representasi Rencana Revisi UU KPK dalam Rubrik Tajuk Rencana Surat Kabar Kompas dan Suara

Referensi

Dokumen terkait

Strategi konservasi sumber daya hayati baik tingkat nasional maupun global meliputi 3 aspek penting yaitu (1) perlindungan terhadap habitat asli yang merupakan bagian dari

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Menurut Suheriyanto (2008), belalang merupakan jenis serangga yang hidup sendiri, tetapi pada saat jumlahnya sangat banyak mereka hidup berkelompok dan dapat

Sedangkan untuk mengetahui tingkat akuntabilitas tersebut, perlu adanya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) yang merupakan bahan utama untuk monitoring dan evaluasi

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh persepsi konsumen mengenai nilai produk dalam kaitannya dengan produk — produk A MILD terhadap

Perkembangan sistem komputerisasi sangat penting dan dapat diadopsi kedalam bisnis, salah satunya adalah perkembangan sistem informasi akuntansi yang dapat

Adapun lembaga sosial masyarakat seperti LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), Dharma Wanita Persatuan, dan yang terakhir