• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nice Guy, dan lain-lain. Ganja sintetis sangat bebeda dengan ganja yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nice Guy, dan lain-lain. Ganja sintetis sangat bebeda dengan ganja yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

50

BAB III

TEMBAKAU GORILLA (GANJA SINTETIS)

A. Pengertian Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis

Tembakau Gorilla atau Ganja Sintetis adalah ramuan herbal

atau tembakau yang disemprotkan dengan sejenis bahan kimia sintetis yang hasilnya menyerupai efek psikoaktif dari ganja (cannabis). Cara penggunaan tembakau gorilla sama seperti orang merokok, untuk kemasannya seperti dibungkus seperti kemasan teh. Ganja sintetis legal di beberapa negara dengan merek dagang seperti Spice, K2, No More Mr Nice Guy, dan lain-lain. Ganja sintetis sangat bebeda dengan ganja yang sebenarnya. Ganja sintetis mengandung bahan kimia yang disebut cannabimimetics yang dapat mengakibatkan efek berbahaya bagi kesehatan dan sangat beresiko untuk disalahgunakan. Seperti kebanyakan obat-obatan terlarang lainnya, ganja sintetis tidak diuji keamanannya. Pengguna tidak tahu persis bahan-bahan apa saja yang di racik didalamnya. Ganja sintetis merupakan zat yang bisa sangat

berbahaya dan adiktif.1

1

http://lab.bnn.go.id/nps_alert_system/9.%20Tembakau%20Gorillaz.php, diakses pada 21 november 2015.

(2)

51

Ada 4 jenis Narkoba yang sedang marak di tanah air saat ini,

yaitu ganja, sabu, ekstasi, dan obat-obatan. Hasil survei memperlihatkan ganja masih tetap yang paling populer dipakai dikalangan penyalahguna karena harganya relatif murah dibandingkan jenis heroin/putau. Jenis Narkoba berikutnya yang paling banyak dicari adalah kelompok ATS (Amphetamine Type Stimulant), terutama sabu. Sabu memiliki citra yang paling positif dibandingkan jenis Narkoba lainnya. Sabu dianggap sebagai vitamin dan doping bagi pemakainya, sementara ganja bisa membuat pemakainya bisa menjadi bodoh atau bahkan gila. Dengan pencitraan yang positif maka shabu paling banyak dipakai oleh berbagai kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, tukang parkir, nelayan, petani,

pekerja, pejabat pemerintah, bahkan anggota dewan selaku wakil rakyat.2

Salah seorang bandar/pengedar di Aceh dan Sumut

menyatakan bahwa peredaran sabu sudah sedemikian meluasnya, bahkan telah sampai ke desa/kampung. Di satu desa/kampung paling tidak ada 3-6 orang Bandar kecil dan 1 orang pengedar yang lumayan besar. Namun, bila ada pembeli yang ingin membeli lebih banyak lagi, maka bandar di tingkat kampung/desa akan menghubungi bandar lainnya yang lebih tinggi statusnya. Demikian seterusnya polanya berjenjang. Dalam satu kampung/desa,

2

BNN & Puslitkes UI. Studi Biaya Ekonomi dan Sosial Penyalahgunaan Narkoba Di Indonesia Tahun 2004. Depok: Puslitkes UI, 2004.

(3)

52

jaringannya tidak satu tetapi bisa ada berbagai jaringan yang berbeda. Dikarenakan harga sabu lumayan mahal, 1 gram sekitar Rp. 1,2 juta sampai 1,6 juta maka untuk penjualannya dipecah ke dalam paket-paket yang lebih kecil yang dikenal sebagai PAHE atau paket hemat. Satu gram biasanya oleh pengedar dipecah menjadi 18-22 paket (tergantung kebiasaan pengedar). Harga pahe juga bervariasi dengan harga termurah

sekitar Rp.100.000.3

Di kalangan pelajar/mahasiswa harga pahe seringkali masih

sulit terjangkau sehingga sewaktu membeli seringkali mereka patungan dengan beberapa orang. Ganja dikenal berasal dari Aceh. Padahal sumber tanaman ganja tidak hanya di Aceh, tetapi ada juga di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Dari hasil survei, terlihat pengguna ganja memang terlihat menurun dari 71% (2008) ke 64% (2011). Penurunan tersebut karena ada yang beralih ke sabu, tetapi dari sisi supply juga terjadi penurunan. Para bandar/pengedar agak enggan untuk mengedarkan ganja karena dari sisi ukuran bentuk barang jauh lebih

besar (mudah terdeteksi aparat penegak hukum).4

Heroin kualitas rendah yang di Indonesia dikenal sebagai

putau, sudah mulai jauh berkurang. Hal ini disebabkan citra heroin

3 BNN & Puslitkes UI. Studi Biaya Ekonomi dan Sosial Penyalahgunaan Narkoba Di Indonesia Tahun 2004. Depok: Puslitkes UI, 2004.

4

BNN & Puslitkes UI. Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di Indonesia Tahun 2006. Depok: Puslitkes UI, 2006.

(4)

53

sangat negative. Bahkan ada pengedar/bandar putau yang diusir dari kampung/desa karena telah meresahkan masyarakat. Saat ini relatif sulit mencari putau (hanya beredar di lokasi tertentu saja), karena ada

alternatif zat bagi pengguna heroin sebelumnya yaitu subutex/subuxon

atau methadone yang merupakan zal legal karena bagian dari program pengurangan risiko kesehatan penyakit menular.

Andaipun penyalahguna mendapatkan putau, biasanya kualitas

putau sangat buruk. Mereka lebih memilih memakai subutex/suboxon yang dicampur (remix) dengan dextro atau aploson dengan cara disuntik (inject). Efek “high” yang didapat jauh lebih baik dibandingkan kualitas putau saat ini. Akibatnya sangat disayangkan, ada banyak pengguna baru yang awalnya bukan pengguna heroin mengikuti jejak cara pengguna heroin. Berbagai jenis barbiturate juga banyak beredar di kalangan pengguna Narkoba. Jenis barbiturat dan obat yang dipakai relatif tidak seragam antar provinsi, misalkan di Sumatera Utara banyak beredar dextro, DI Yogyakarta banyak digunakan jenis camlet. Untuk mendapatkan obat-obat semacam ini seringkali mereka memalsukan resep dokter. Caranya mereka hanya sekali berobat, lalu setelah mendapatkan resep dokter, mereka akan scan resep tersebut untuk

(5)

54

diperbanyak sehingga dapat membeli obat di apotik atau toko obat.

Alternatif lainnya adalah membeli di pasar gelap.5

Dari hasil Survei menunjukkan penurunan angka

penyalahgunaan Narkoba, terutama kategori pernah pakai dan setahun terakhir pakai. Kategori sebulan terakhir pakai pada hasil Survei relatif tidak ada penurunan jika dibandingkan dengan hasil Survei tahun 2009, tetapi menurun jika dibandingkan tahun 2006. Angka penyalahgunaan Narkoba lebih tinggi pada pelajar/mahasiswa laki-laki, kelompok usia yang lebih tua, dan pada sekolah swasta. Penyalahgunaan Narkoba juga

lebih tinggi pada pelajar/mahasiswa di kota dibanding kabupaten.6

Ganja merupakan jenis Narkoba yang paling banyak

disalahgunakan oleh pelajar/mahasiswa pada ketiga Survei yang pernah dilakukan BNN pusat, baik pada kategori pernah pakai, setahun ataupun sebulan terakhir pakai. Selain ganja, jenis Narkoba lain yang angka penyalahgunaannya relative tinggi pada ketiga hasil Survei adalah ngelem (inhalan), dan penyalahgunaan obat sakit kepala (analgetik).

B. Efek penyalahgunaan Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis

Terdapat zat-zat kimia yang terkandung dalam campuran

Tembakau Gorilla, zat-zat kimia tersebut merupakan zat yang bisa

5

http://bnn.go.id/hasil_lit_bnn, diakses pada 25 November 2015 pukul 14.40. 6

BNN & Puslitkes UI. Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di Indonesia Tahun 2006. Depok:Puslitkes UI, 2006.

(6)

55

sangat berbahaya dan adiktif yang disebut dengan singkatan

AB-FUBINACA zat yang terdiri dari :

1. Aminocarbonyl.

2. Methylpropyl.

3. Fluropenylmethyl.

4. Indazole.

5. Carboxamid.7

Efek yang dihasilkan zat-zat kimia dari Ganja sintetik dapat mengancam nyawa manusia, seperti:

1. Perasaan senang berlebihan (euforia).

2. Delusi paranoid (ketakukan/curiga berlebihan).

3. Kaku sekujur tubuh sementara (seperti tertimpa gorilla). 4. Halusinasi (gangguan psikotik).

5. Koma hingga kematian.8

Efek berbahaya dari produk ini pertama kali dilaporkan di

Amerika Serikat pada tahun 2009. Pada waktu itu ganja sintetis sudah tersebar di seluruh AS. Pada tahun 2012, pusat pengendalian keracunan menerima 5.205 laporan mengenai dampak berbahaya dari ganja sintetik. Zat-zat Psikoaktif yang beredar luas di pasar dewasa ini, dikenal dengan

7http://lab.bnn.go.id/nps_alert_system/11.Terbaru%20tentang%20NPS%20Sintetik%20Cannabinoid %20ditemukan%20lagi.php, diakses pada 25 November 2015 pukul 15.00

8

(7)

56

nama NPS (New Psychoactive Substances) adalah berbagai jenis zat (drugs), yang didesain untuk menyamarkan dan membedakan, dengan berbagai jenis narkoba yang telah dikenal luas, seperti ganja, kokain, heroin, shabu, ekstasi, yang diatur di dalam perundang-undangan tentang narkotika di berbagai negara. Proses manufaktur NPS menggunakan berbagai bahan kimia untuk menggantikan bahan baku pembuatan narkotika (prekursornarkotika), guna menghindari tujuan pengaturan prekursor, sebagai mana diatur di dalam Bab VIII (Pasal 48 s/d 52)

Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.9 Penggunaan

berbagai bahan kimia tersebut, secara konstan merubah struktur kimia NPS, sehingga produksi dan predarannya (NPS) tidak termasuk dalam kategori zat-zat yang diatur dan dilarang oleh peraturan perundang-undangan di berbagai Negara, termasuk Indonesia.

Penyebutan NPS bukan berarti “zat-zat psikoaktif tersebut

baru ditemukan” (karena sebagian dari zat-zat psikoaktif tersebut telah ditemukan sejak ribuan tahun yang lalu, seperti kebiasaan mengunyah buah pinang dan buah/daun sirih di Timor, kebiasaan mengunyah daun koka oleh komunitas di kawasan pengunungan Andes, kebiasaan

mengunyah daun chat di Ethiopia, penggunaan ganja di Cina telah

berlangsung pada 3000 tahun sebelum masehi, dsb), tetapi lebih

(8)

57

ditekankan pada metode pemasarannya yaitu menggunakan Internet atau

situs jual beli online untuk memasarkan berbagai produk NPS tersebut

secara massif kepada konsumen.

World Drug Report 2014 melaporkan tantangan yang dihadapi

masyarakat dunia dalam menanggulangi permasalahan narkoba menjadi semakin kompleks, terutama terkait dengan semakin maraknya peredaran

NPS atau yang dikenal dengan nama Synthetic drugs, Legal Highs,

Herbal highs, dan dipasarkan secara masif melalui Internet dan sosia;media serta maraknya penyalahgunaan obat-obatan yang dibeli

berdasarkan resep dokter.10 Pada tahun 2011 terdapat 243 jenis NPS

yang beredar di berbagai negara, jumlah tersebut meningkat menjadi 251 jenis pada tahun 2012, dan meningkat lagi menjadi 348 jenis pada tahun 2013, yang belum masuk dalam kontrol intenasional (Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan Convention on Psychotropic Substances 1971). Di Indonesia, BNN telah menemukan 27 jenis NPS, dan sebagian dari NPS yang beredar di Indonesia (18 jenis NPS) telah dimasukan kedalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan, dan menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan demikian, penyalahgunaan 18 jenis NPS tersebut di Indonesia menjadi ilegal dan si penyalahguna dapat dihukum.

10

https://www.unodc.org/documents/wdr2014/World_Drug_Report_2014_web, diakses pada 29 November 2015 pukul 20.30

(9)

58

Terdapat 9 (sembilan) kategori NPS yang diperjual-belikan di pasaran yaitu: 1. Aminoindanes; 2. Synthetic Cannabinoids (nama jalanan: spice,

K2, kronik); 3. Synthetic Cathinones; 4. Ketamine and

Phencyclidine-Type Substance; 5. Phenethylamines; 6. Piperazines; 7. Plant-Based Substances (tanaman Kratom di Asia Tenggara, Salvia Divinorum di

Meksiko, tanaman Khat di Afrika dan jazirah Arab); 8. Tryptamines; 9.

Kategori lain yang tidak termasuk dalam nomor 1 – 811.

Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga

pemerintah yang dituntut meningkatkan profesionalismenya bersama seluruh elemen masyarakat, LSM dan tentunya melibatkan peran serta

masyarakat secara aktif dan dinamis.12

Terdapat persepsi yang salah tentang NPS, karena meskipun

terkadang dalam pengiklanan untuk penjualan dinyatakan sebagai “produk yang legal” (sah), ini tidak berarti produk tersebut aman. Sangat sulit untuk memastikan apakah berbagai produk NPS tersebut aman untuk dikonsumsi, karena kebanyakan produk-produk NPS tidak mencantumkan keterangan tentang aspek farmakologi dan aspek toksikologi, serta tidak mencantumkan rekomendasi penggunaan (dosis) pada label produk tersebut. Artinya produk-produk NPS tersebut tidak

11 Jurnal Data P4GN, Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, (Jakarta Balai Penerbit Badan Narkotika Nasional, 2013), 3.

12Wawan Ranuwijaya, Buku P4GN Bidang pemberdayaan Masyarakat,( Jakarta, Balai Penerbit Badan Narkotika Nasional tahun 2010), 1.

(10)

59

diatur dan belum dilakukan pengetesan oleh lembaga yang berwenang (di Indonesia, pengetesan dilakukan oleh Badan POM), sehingga dapat disimpulkan produk-produk seperti ini, tidak aman untuk dikonsumsi.

Efek NPS beragam tergantung komposisi kimiawi di dalam

produk NPS yang bersangkutan, namun rangkuman efek negatifnya antara lain: kehilangan memori, bingung, anxiety, depresi, halusinasi, paranoid, psikoses, sulit tidur, aktif bicara,keracunan pada jantung (cardiotoxic), darah tinggi, detakan jantung menjadi cepat dan tidak beraturan (khusus untuk orang tua). Resiko penggunaan NPS antara lain: meningkatkan suhu tubuh, komplikasi jantung, serangan jantung, stroke, otak injury, kematian dan bunuh diri, depresi, mengurangi aliran darah ke jantung. Banyak kasus, si pengguna NPS mengalami sakit mental, bahkan mengarah pada bunuh diri.

C. Tembakau Gorilla / Ganja Sintetis dalam Pandangan BNN

BNN pusat telah menemukan 27 jenis NPS (New

Psychoactive Subtances).13 Kepala BNN Provinsi Jawa Timur bapak

Brigjen Pol Amrin Remico melalui Kasi Rehabilitasi bapak dr. Poerwanto Setijawargo mengatakan belum disahkannya 27 NPS tersebut maka ketidakpastian hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada penyalahguna pada tahun 2016 akan tetapi setelah disahkan dalam

13http://lab.bnn.go.id/nps_alert_system/11.Terbaru%20tentang%20NPS%20Sintetik%20Cannabinoid %20ditemukan%20lagi.php, diakses pada 25 November 2015 pukul 17.00

(11)

60

lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan narkotika atas Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015 menjadi titik terang untuk menindak kejahatan penyalahguna dari 27 NPS tersebut dan menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.14 Dengan demikian, penyalahgunaan 27 jenis NPS tersebut di

Indonesia menjadi ilegal dan si penyalahguna dapat dihukum. Terdapat 9 (sembilan) kategori NPS yang diperjual-belikan di pasaran yaitu: 1. Aminoindanes; 2. Synthetic Cannabinoids (nama jalanan: spice, K2, kronik dan Tembakau Gorilla); 3. Synthetic Cathinones; 4. Ketamine and Phencyclidine-Type Substance; 5. Phenethylamines; 6. Piperazines; 7. Plant-Based Substances; 8. Tryptamines; 9. Kategori lain yang tidak

termasuk dalam nomor 1 – 8.15

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika pasal 1 ayat 1 menyebutkan:

“narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurai sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,yang

14Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. 15 Jurnal Data P4GN, Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, (Jakarta Balai Penerbit Badan Narkotika Nasional, 2013), 3.

(12)

61

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

Undang-Undang tersebut.”16

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, tanaman ganja terdapat pada Golongan I. Adapun hukuman penggunaan ganja sintetis ataupun tembakau gorilla dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 111 ayat 1

menyebutkan: “setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum

menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanamandi pidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00

(delpan milyar rupiah)”.17

16Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 1 ayat 1 17Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 112 ayat 1

Referensi

Dokumen terkait

Results from UK retailers have shown a 44% increase in the number of stores using climate-friendly technology since last year’s report..

Terdapat sebesar 49 responden (82%) mengambil kredit untuk keperluan pengembangan usaha mereka.Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah faktor psikologis dari pengusaha Usaha

Dewasa ini pengobatan alternatif makin di gemari oleh masyarakat. Diantaranya adalah pijat refleksi. Pijat refleksi adalah pengobatan alternatif yang ampuh dan

[r]

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian

Kepala Bagian Iklan: Ali Usodo Kepala Bagian Pemasaran: Monang Sitorus Wakil Kepala Bagian Iklan: Nenny Indriasari.. Telepon Pengaduan