• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses sosial masyarakat sebab bahasa merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses sosial masyarakat sebab bahasa merupakan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Muna (yang selanjutnya disingkat BM) digunakan sebagai alat komunikasi atau bahasa pengantar dalam interaksi kehidupan oleh hampir semua penduduk yang mendiami Pulau Muna. Bahasa bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses sosial masyarakat sebab bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. BM dikatakan sebagai produk budaya masyarakat Muna karena merupakan salah satu aspek dari tujuh aspek kebudayaan. BM terdapat di wilayah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Wilayah pemakaian bahasa ini meliputi seluruh Pulau Muna, sebagian Pulau Buton yang masuk wilayah Muna, sebagian Kabupaten Buton, dan sebagian Kota Kendari.

Seperti halnya bahasa daerah lain, bahasa daerah Muna juga memiliki variasi bahasa. Van den Berg dalam bukunya “A Grammar of the Muna Language” (1989: 7) menyatakan bahwa untuk sementara dalam BM terdapat tiga variasi/dialek. Ketiga dialek itu adalah (1) dialek Gu – Mawasangka yang wilayah pemakaiannya terdapat di Kecamatan Gu dan Mawasangka Kabupaten Buton, berlokasi di bagian Selatan daratan Muna; (2) dialek Tiworo yang wilayah pemakaiannya terdapat di Kecamatan Tiworo Kepulauan, berlokasi di sebelah Barat Laut Pulau Muna. Penduduk yang memakai dialek ini adalah orang-orang Bajo, Bugis, Muna, dan orang-orang yang datang dari Kadatua Kabupaten Buton; dan (3) dialek Muna Standar yang wilayah pemakaiannya meliputi

(2)

Kecamatan Katobu, Kecamatan Duruka, Kecamatan Lohia, Kecamatan Kabawo, Kecamatan Tongkuno, dan sebagian besar di Wakorumba Kabupaten Muna.

Dialek yang menjadi kajian dalam penelitian ini, dipusatkan pada salah satu dialek yaitu Dialek Muna Standar (DMS). Pemilihan DMS sebagai lokasi penelitian disebabkan oleh pertimbangan (1) BM DMS secara historis telah menjadi bahasa kerajaan sejak zaman kerajaan Muna, (2) BM DMS telah banyak digunakan dalam tulis-menulis, seperti dalam perundang-undangan, perjanjian-perjanjian, dan sebagainya, dan (3) BM DMS telah diajarkan di sekolah-sekolah dan dianggap sebagai bahasa baku (Sande, dkk., 1986).

Seperti halnya beberapa bahasa daerah lain di Indonesia, BM juga mengenal tingkatan bahasa (speech level). Tingkatan bahasa dalam BM dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: tingkatan tinggi (halus), tingkatan sedang, dan tingkatan rendah (kasar) (Van den Berg, 1989; Sidu, 2004). Seperti halnya perbedaan yang terdapat pada masing-masing dialek, dalam BM juga terdapat perbedaan pada tiap-tiap tingkatan yang terjadi pada tataran leksikon (kata). Perbedaan lain yang terdapat pada tiap-tiap tingkatan terjadi pada tataran sintaksis (kalimat). Perhatikan contoh pada tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Tingkatan BM

Bentuk Makna Tingkatan bahasa

Tinggi/Halus Sedang Rendah/Kasar Kata “makan” Febhaku tangkahi/fuma bhalela/bhantolo Kalimat Apakah Anda

sudah makan? Bhara padamo defebhakuhi itua? Bhara padamo ofuma itua? Bhara padamo obhalela itua?

Verba dalam BM dibagi dalam tiga kelas utama, yaitu: kelas a-, kelas ae-, dan kelas ao- (Van den Berg, dkk., 2000). Pembagian ini berdasarkan bentuk infleksi pada

(3)

kata ganti (KG) orang. Masing-masing kelas dibagi lagi menjadi dua bentuk, yaitu: realis dan irrealis. Realis dipakai untuk waktu sekarang (present) dan waktu lampau (past), sedangkan irrealis dipakai untuk waktu akan datang (future).

Berikut ini daftar infleksi bagi ketiga kelas tersebut untuk semua persona (1 = orang pertama atau saya; 2 = orang kedua atau kamu/engkau/anda dan seterusnya; tg = tunggal, hor = bentuk hormat atau honorifik; du = dualis atau bentuk berdua; jm = jamak;

ink = inklusif atau kita; eks = ekslusif atau kami). Perhatikan tabel berikut. Tabel 1.2 Verba BM bentuk realis

Orang Kelas a- Kelas ae- Kelas ao-

kala ‘pergi’ late ‘tinggal’ lodo ‘tidur’

tg 1 akala aelate aolodo

2 okala omelate omolodo 2 hor tokala telate tolodo

3 nokala nelate nolodo

du 1 ink dokala delate dolodo jm 1 ink dokala’amu delate’emu dolodo’omu 1 eks takala taelate taolodo 2 okala’amu omelate’emu omolodo’omu 2 hor tokala’amu telate’emu tolodo’omu

3 dokala delate dolodo

Bentuk irrealis (untuk masa akan datang dan sesudah kata ingkar) agak berbeda. Bagi kelas ae- dan ao-, prefiks persona kadang-kadang sama, kadang-kadang juga tidak sama. Bagi kelas a-, selain prefiks persona yang berbeda ada juga infiks –um- yang hadir dalam bentuk irrealis itu. Perhatikan tabel berikut.

(4)

Tabel 1.3 Verba BM bentuk irrealis

Orang Kelas a- Kelas ae- Kelas ao-

kala ‘pergi’ late ‘tinggal’ lodo ‘tidur’

tg 1 akala aelate aolodo

2 okumala omelate omolodo

2 hor takumala taelate taolodo 3 nakumala naelate naolodo du 1 ink dakumala daelate daolodo jm 1 ink dakumala’amu daelate’emu daolodo’omu 1 eks takumala taelate taolodo 2 okumala’amu omelate’emu omolodo’omu 2 hor takumala’amu taelate’emu taolodo’omu 3 dakumala daelate daolodo

Konstruksi kausatif dan aplikatif BM penting dibahas karena dapat mengungkapkan struktur dasar kalimat BM dan mekanisme perubahan valensi verba dan relasi gramatikal konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Penelitian BM khususnya yang membicarakan konstruksi kausatif dan aplikatif BM dengan menerapkan Teori Tipologi Kausatif dan Teori Tatabahasa Relasional (Teori Relasional) belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang konstruksi kausatif dan aplikatif BM menjadi tanggung jawab ilmiah bersama untuk mengungkapnya dalam sebuah tindakan penelitian.

Salah satu keunikan yang terdapat dalam BM dapat dilihat dari banyaknya jumlah bentuk terikat, baik yang berupa klitik maupun berupa afiks. Salah satu klitik tersebut adalah klitik pronomina (KP). (KP) dalam BM selalu bersesuaian dengan subjek (S) dan sebagai pemarkah aspek, misalnya seperti terlihat pada contoh berikut.

(5)

(1.1a) Inodi a-wogha anoa naewine. 1T KP/1T/FUT-pukul 3T besok ‘Saya akan memukul dia besok’

(1.1b) Inodi a-wogha-mo anoa indewi. 1T KP/1T-pukul-PAST 3T kemarin ‘Saya telah memukul dia kemarin’

(1.2a) Ihintu o-wogha anoa naewine. 2T KP/2T/FUT-pukul 3T besok ‘Kamu akan memukul dia besok’

(1.2b) Ihintu o-wogha-mo anoa indewi. 2T KP/2T-pukul-PAST 3T kemarin ‘Kamu telah memukul dia kemarin’

(1.3a) Anoa na-wogha inodi naewine. 3T KP/3T/FUT-pukul 1T besok ‘Dia akan memukul saya besok’

(1.3b) Anoa no-wogha-mo inodi indewi. 3T KP/3T-pukul-PAST 1T kemarin ‘Dia telah memukul saya kemarin’

(1.4a) Insaidi ta-wogha anoa naewine. 1JEKS KP/1JEKS/FUT-pukul 3T besok ‘Kami akan memukul dia besok’

(1.4b) Insaidi ta-wogha-mo anoa indewi. 1JEKS KP/1JEKS-pukul-PAST 3T kemarin ‘Kami telah memukul dia kemarin’

(1.5a) Intaidi da-wogha anoa naewine. 1JINK KP/1JINK/FUT-pukul 3T besok ‘Kita akan memukul dia besok’

(1.5b) Intaidi do-wogha-mo anoa indewi. 1JINK KP/1JINK-pukul-PAST 3T kemarin ‘Kita telah memukul dia kemarin’

Contoh di atas memperlihatkan bahwa masing-masing klitik pada contoh (1.1a) sampai dengan (1.5b) harus bersesuaian dengan subjeknya pada masing-masing kalimat. KP {a-} pada (1.1a) bersesuaian dengan S pronomina pertama tunggal inodi ‘saya’; {o-}

(6)

pada (1.2a) bersesuaian dengan S pronomina kedua tunggal ihintu ‘kamu’; {na-} pada (1.3a) bersesuaian dengan S pronomina ketiga tunggal anoa ‘dia’; {ta-} pada (1.4a) bersesuaian dengan S pronomina pertama jamak eksklusif insaidi ‘kami’; dan klitik {da-} pada (1.5a) bersesuaian dengan S pronomina pertama jamak inklusif intaidi ‘kita’. Berikut diberikan bagan klitik pronomina (KP) BM yang melekat pada verba.

Bagan 1 KP BM yang melekat pada verba

1T 2T 3T

Inodi ‘saya, aku’ Ihintu ‘kamu. anda’ Anoa ‘dia’

a- ae- ao- o- ome- om- na- nae- nao- ne- no-

1 JEKS 1 JINK

Insaidi ‘kami’ Intaidi ‘kita’

ta- tae- tao- da- dae-

2J 3J

Ihintu’umu ‘kalian’ Andoa ‘mereka’

(7)

Sementara itu, afiks dalam BM, selain berfungsi untuk membentuk verba juga berfungsi untuk mengubah valensi sebuah verba. Verba dalam BM dapat diderivasi dari adjektif dan nomina. Adjektif seperti, kata’a ‘baik’ dengan afiks {nofe- + -hi} diderivasi menjadi nofekata’ahi ‘memperbaiki’, dan nomina anahi ‘anak’ berubah menjadi verba koanahi ‘melahirkan’ karena kehadiran afiks {ko-}. Pemanfaatan afiks untuk mengubah valensi verba dapat dilihat pada contoh berikut.

(1.6a) Inodi ae-gholi o boku indewi. 1T KP/1T-beli ART buku kemarin ‘Saya membeli buku kemarin’

(1.6b) Inodi ae-gholi-gho-mo Wa Fitri o boku indewi. 1T KP/1T-beli-APL-PAST ART Fitri ART buku kemarin ‘Saya telah membelikan Si Fitri buku kemarin’

(1.6c) *Inodi ae-gholi-gho-mo Wa Fitri indewi. 1T KP/1T-beli-APL-PAST ART Fitri kemarin ‘Saya telah membelikan Si Fitri kemarin’

(1.6d) *Inodi ae-gholi-gho-mo o boku indewi. 1T KP/1T-beli-APL-PAST ART buku kemarin ‘Saya telah membelikan buku’

Dari contoh di atas tampak bahwa valensi verba gholi ‘membeli’ mengalami perubahan pada saat sufiks penanda aplikatif {gho} ditambahkan pada verba tersebut. Verba gholi ‘membeli’ yang sebelumnya hanya memerlukan dua argumen inti, yaitu inodi ‘saya’ dan o boku ‘buku’, berubah menjadi verba yang bervalensi tiga, yakni inodi ‘saya’, o boku ‘buku’, dan Wa Fitri ‘Si Fitri’. Hal ini terbukti dengan ketidakgramatikalan kalimat (1.6c) dan (1.6d).

Selanjutnya, o- yang mendahului nomina o boku ‘buku’ pada kalimat (1.6a, 1.6b, dan 1.6d), yakni sebagai artikel yang berada pada O. Selain sebagai artikel, o- juga sebagai KP kedua tunggal seperti pada (1.2a) dan (1.2b) yang dapat dibedakan dari (1)

(8)

segi penulisan, dan (2) segi struktur. Dari segi penulisan, dalam ejaan BM ditetapkan bahwa penulisan artikel o- dipisahkan dari kata yang mengikutinya, sedangkan bila o- sebagai KP kedua tunggal ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Dari segi struktur, artikel o- diikuti oleh nomina yang bisa terdapat pada S dan O, sedangkan KP kedua tunggal diikuti oleh verba (Sidu, 1996: 26).

Konstruksi kausatif dan aplikatif BM memang sangat menarik untuk diteliti karena syarat dengan perubahan-perubahan morfologis verba yang berimplikasi pada perubahan valensi (jumlah argumen) yang menyertainya. Dengan menggunakan Teori Relasional, fenomena tersebut telah diungkap secara lebih mendalam dalam penelitian ini. Tahap-tahap perubahan valensi (penambahan atau pengurangan jumlah argumen) konstruksi kausatif dan aplikatif BM dapat diamati dengan jelas melalui diagram relasional. Demikian juga dengan perubahan relasi gramatikal atau hierarki relasional dari masing-masing argumen kedua konstruksi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas, dapatlah disimpulkan bahwa data dan informasi yang lebih menyeluruh dan telaahan yang lebih komprehensif tentang konstruksi kausatif dan aplikatif BM hingga setakat ini, belum dibahas dan dikaji. Berkaitan dengan perlunya pembahasan dan pengkajian, maka permasalahan pokok yang menjadi tumpuan dan pijakan dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1) Bagaimanakah struktur dasar kalimat BM berdasarkan kategori predikat?

2) Bagaimanakah mekanisme perubahan valensi verba dan relasi gramatikal konstruksi kausatif dan aplikatif BM?

(9)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membuktikan dan menguji kemuktakhiran Teori Tipologi Kausatif dan Teori Tatabahasa Relasional (Teori Relasional) dalam BM. Selain itu, temuan hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah sintaksis BM, khususnya yang bertalian dengan konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan kontribusi secara adaptif dan kreatif dan informasi baru dalam bidang sintaksis BM.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk melihat dan mendapatkan gambaran secara terperinci tentang karakteristik atau ‘prototipe’ BM yang meliputi:

1) Struktur dasar kalimat BM berdasarkan kategori predikat;

2) Mekanisme perubahan valensi verba dan relasi gramatikal pada konstruksi kausatif dan aplikatif BM; dan

3) Karakteristik kausatif dan aplikatif BM.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini mencakup dua hal, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis. Untuk lebih jelasnya uraian ini, akan disajikan berikut ini.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian ini, yakni memberikan tambahan data yang berbeda dan memberikan petunjuk bahwa Teori Tipologi Kausatif dan Teori Tatabahasa Relasional dapat diaplikasikan dalam BM .

(10)

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini mendokumentasikan konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Pendokumentasian ini dapat dijadikan sebagai salah satu informasi ilmiah tentang karakteristik atau ‘prototipe’ konstruksi kausatif dan aplikatif BM. Pendokumentasian ini dapat dimanfaatkan untuk studi perbandingan tentang konstruksi kausatif dan aplikatif BM dengan konstruksi kausatif dan aplikatif bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua yang diajarkan kepada siswa yang berlatar belakang BM di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.

Manfaat praktis lainnya ialah penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi ilmiah yang dapat digunakan sebagai bahan komparasi antara karakteristik atau ‘prototipe’ konstruksi kausatif dan aplikatif BM dengan karakteristik atau ‘prototipe’konstruksi kausatif dan aplikatif bahasa segenelogis. Hasil penelitian ini dapat digunakan pula sebagai salah satu model penyusunan kamus BM, serta dalam kaitan dengan pembelajaran BM, model kajian ini dapat memberikan masukan dalam pengajaran kosakata BM.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup bahasan verba BM sangat luas. Untuk menghindari terlalu luasnya bidang kajian yang berakibat kaburnya permasalahan penelitian ini, maka lingkup penelitian dibatasi hanya membahas secara total BM dan melihat perubahan struktur melalui proses morfologis pada konstruksi kausatif dan aplikatif BM.

Gambar

Tabel 1.1 Tingkatan BM
Tabel 1.2 Verba BM bentuk realis
Tabel 1.3 Verba BM bentuk irrealis

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi manusia yang satu dengan yang lain adalah sebuah tuntutan kegiatan sosial karena komponen lingkungan hidup saling membutuhkan dan tidak bisa

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (8,199 > 1,998), dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa terdapat

Dari penutupan lahan diatas, didapatkan pada RTH mempunyai nilai suhu permukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun (RTB) hal ini dikarenakan RTH

sekolah untuk lebih memperhatikan motivasi kerja karyawannya khususnya guru honorer dengan melihat organizational commitment; (b) Pada guru honorer diharapkan mampu memiliki

Apabila perawat memiliki tingkah laku prososial yang tinggi maka pasien akan merasa bahwa perawat tersebut tidak hanya sekedar menjalankan perannya saja tapi juga memberikan

Karena menurut Mulyasa “untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan

Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan data tentang penggambaran kontur dengan surfer pada perkuliahan Praktikum Ilmu Ukur

Semua tipe data primitif yang numerik (selain char dan boolean) adalah signed.... Member