• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBISINGAN LALU LINTAS DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KETERGANGGUAN MASYARAKAT (STUDI KASUS : JALAN BOJONGSOANG, KABUPATEN BANDUNG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBISINGAN LALU LINTAS DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KETERGANGGUAN MASYARAKAT (STUDI KASUS : JALAN BOJONGSOANG, KABUPATEN BANDUNG)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

EH 2 - 1

KEBISINGAN LALU LINTAS DAN HUBUNGANNYA DENGAN

TINGKAT KETERGANGGUAN MASYARAKAT

(STUDI KASUS : JALAN BOJONGSOANG, KABUPATEN BANDUNG)

ROAD TRAFFIC NOISE IN RELATION TO

COMMUNITY ANNOYANCE

(CASE STUDY: JALAN BOJONGSOANG, BANDUNG REGION)

Linasari P. Bangun1, Idris Maxdoni Kamil2, dan I.B Ardhana Putra3

Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 1

sari_bgn@yahoo.com, 2idris_kamil@yahoo.com, dan 3ardhanap@yahoo.com

Abstrak : Bising merupakan salah satu efek negatif yang dirasakan masyarakat akibat lalu lintas. Beberapa

tahun terakhir, kebisingan dari kendaraan bermotor dirasakan semakin meningkat dengan pertumbuhan kendaraan di jalan raya. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara tingkat kebisingan lalu lintas dan tingkat ketergangguan masyarakat di Jalan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan dengan mengambil delapan titik sampling. Analisis hasil pengukuran kebisingan dilakukan berdasarkan data lalu lintas dan hasil pengukuran tingkat bising dengan menggunakan alat Sound Level meter (SLM). Dari hasil pengukuran diketahui bahwa intensitas bising (Leq) di daerah tersebut

telah melebihi baku mutu kebisingan untuk area permukiman, yaitu sebesar 55 dBA. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara Leq di pagi hari (AM), siang hari (Inter,) maupun sore hari (PM). Selain itu dibagikan pula

kuesioner kepada 120 masyarakat yang tinggal di Jalan Bojongsoang dan Jalan Sukabirus untuk mengetahui seberapa jauh tingkat ketergangguan mereka terhadap bising lalu lintas. 55% dari 80 responden di Jalan Bojongsoang menyatakan bahwa mereka terganggu dengan kebisingan lalu lintas. Model yang dipilih untuk memprediksi kebisingan di Jalan Bojongsoang adalah model Burgess. Sedangkan model regresi yang didapat dari hubungan tingkat ketergangguan dan tingkat kebisingan adalah persamaan Y= -2.121 + 0.073X dengan R2=0.442 dimana Y adalah tingkat ketergangguan dan X adalah tingkat kebisingan. Persamaan ini hanya berlaku untuk tingkat kebisingan dari 42.75 dBA hingga 97.55 dBA.

Kata Kunci: ketergangguan, bising, Bojongsoang, bising lalu lintas

Abstract : Noise is known as one of the most frequently reported negative environmental effects of traffic. In

recent years, the noise from transportation is vastly increased due to the growth of various types of vehicles on the road which has taken enormous proportions. The main focus on this research is to evaluate relationship between traffic noise level and annoyance level in Bojongsoang and the impact of the noise on the quality of life of the residences. Noise level value analyzes are based on traffic flow data and the results of noise measurement by using Sound Level Meter (SLM). Noise measurement was taken at eight sampling points. There was no significant differences between Leq at night (AM), afternoon (inter) and morning (PM). Based on analyzes

results which are provided by using measurement tools and empirical equivalent, noise intensity are generally higher than the tolerable noise criteria for residence areas, issued by Kep-48/MenLH/11/1996 is 55 dBA. Questionnaires were also distributed to 120 respondents who lived in the Jalan Bojongsoang and Jalan Sukabirus to know how far they are annoyed by traffic noise. 55% of 80 respondents in Jalan Bojongsoang stated that they are highly annoyed by traffic noise. The selected model to predict traffic noise in Jalan Bojongsoang is the Burgess model. From which the regression model obtained from the relationship between annoyance level and noise level is Y=0.073X - 2.121 with R 2=0.442, where Y is annoyance level and X is noise level (Leq). Model equation valid for noise level ranges from 42.75 dBA to 97.55 dBA.

(2)

EH 2 - 2

PENDAHULUAN

Bising adalah suara yang tidak diinginkan. Pada umumnya kebisingan sangat berkaitan dengan ketergangguan (annoyance). Kebisingan ada dimana-mana dan ketergangguan adalah salah satu reaksi yang paling umum terhadap bising (Michaud dkk, 2005). Kebisingan lalu lintas menjadi sumber dominan dari kebisingan lingkungan di perkotaan. Banyak orang yang terpengaruh oleh kebisingan lalu lintas di rumah mereka. Sumber kebisingan yang terkait dengan transportasi berasal dari mobil penumpang, sepeda motor, bus dan kendaraan berat. Tiap-tiap kendaraan menghasilkan kebisingan, namun sumber dan besarnya dari kebisingan dapat sangat bervariasi tergantung jenis kendaraan. Sebuah studi oleh Yamaguchi dkk (1994) menyimpulkan fluktuasi kebisingan yang acak disebabkan oleh perubahan periodik arus lalu lintas.

Berbagai negara di dunia yang terus mengalami perkembangan lalu lintas akan diiringi pula dengan penambahan tingkat kebisingan di sepanjang jalan raya. Hal ini menyebabkan salah satu bentuk invasi kebisingan lingkungan. Kebisingan lalu lintas menggangu kegiatan dasar masyarakat seperti tidur, istirahat, belajar, dan berkomunikasi. Umumnya masalah yang terkait dengan kebisingan adalah gangguan komunikasi dan gangguan tidur (Griefhan dkk, 2000). Kebisingan yang berlebihan juga dapat mengakibatkan masalah-masalah mental dan kesehatan fisik. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di dekat jalan-jalan dan lalu lintas yang sibuk atau dekat dengan bandara, menghabiskan waktu lebih sedikit di halaman mereka, dan memiliki jumlah tamu lebih sedikit dari orang-orang yang tinggal di daerah lebih tenang (Bluhm, 2004).

Survei kebisingan biasanya dilakukan di tempat yang terpapar kebisingan (Abo-Qudais, 2004). Peneliti biasanya memprediksi kebisingan lalu lintas dengan menggunakan 3 metode yaitu dengan membuat peta kebisingan, pemodelan kebisingan, dan pengukuran kebisingan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa kebisingan lalu lintas adalah sumber utama ketergangguan lingkungan; peneliti menemukan korelasi positif antara tingkat kebisingan dan tingkat ketergangguan (Li dkk, 2008). Pengukuran paling sederhana dan paling luas adalah dengan menggunakan skala tingkat ketergangguan masyarakat. Skala ini digunakan untuk mengatur berbagai pilihan --sangat terganggu, terganggu, sedang, sedikit terganggu, dan sama sekali tidak terganggu-- yang digunakan semua responden untuk menunjukkan bagaimana mereka terganggu pada kebisingan yang berasal dari luar tempat tinggal mereka. Namun, memprediksi reaksi masyarakat akibat bising lalu lintas berdasarkan langkah-langkah sederhana kuantitatif bukanlah pekerjaan mudah. Meskipun pada umumnya tingkat kebisingan dan sumber kebisingannya sama di antara negara-negara yang disurvei, peserta memberi tanggapan berbeda-beda dari satu negara ke negara lain karena perbedaan budaya, bahasa, dan penggunaan berbagai pertanyaan tingkat ketergangguan.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa hubungan antara tingkat kebisingan lalu lintas jalan dengan tingkat ketergangguan masyarakat di Jalan Bojongsoang, dimana daerah ini adalah salah satu daerah di Bandung yang ramai permukiman. Tingkat kebisingan di daerah ini juga meningkat akibat besarnya jumlah kendaraan berat dan sepeda motor yang lewat. Padatnya arus lalu lintas telah menyebabkan tingginya tingkat kebisingan-polusi di daerah ini. Tingkat kebisingan di Bojongsoang juga dipengaruhi oleh buruknya kondisi sarana dan prasarana lalu lintas di sana. Studi khusus tentang gangguan kebisingan di perumahan belum pernah dilakukan sebelumnya dan belum ada complain resmi, namun hal ini tidak berarti bahwa gangguan kebisingan bukan merupakan masalah serius, tetapi lebih karena orang tidak memahami risiko yang ditimbulkan dari kebisingan.

(3)

EH 2 - 3

METODOLOGI

Pengumpulan Data dan Pengukuran Kebisingan

Kepadatan lalu lintas akan dipantau terlebih dahulu sebelum mengukur kebisingan dengan tujuan mengetahui jam-jam puncak di tiap bagian waktu. Pengukuran jumlah kendaraan yang melintas di Jalan Bojongsoang dilakukan selama 16 jam dari pukul 06.00-22.00 dan dilakukan selama hari kerja dan hari libur. Pengambilan sampel jumlah kendaraan dilakukan selama 15 menit di tiap jamnya. Lokasi pengukuran kebisingan dilakukan di jalan Bojongsoang dan jalan Sukabirus, Kabupaten Bandung. Pemukiman di Jalan Bojongsoang sebagai daerah yang terpapar bising, dimana berdekatan dengan jalan raya kemudian dipilih juga sebagai kelompok kontrol permukiman di Jalan Sukabirus (Gambar 1). Alat standar

Sound Level Meter (SLM) kondensator mikrofon yang terpasang pada tripod setinggi 1,5 m

di atas permukaan jalan digunakan untuk pengukuran tingkat kebisingan untuk menghindari efek karena getaran tubuh. Tingkat kebisingan yang direkam pada pembebanan 'A' dan dijaga dalam keadaan fast response. Pengukuran tingkat kebisingan hanya dilakukan selama jam puncak di tiap bagian waktu. Data diambil selama hari kerja dan hari libur pada bulan April hingga Juni 2009.

Gambar 1. Lokasi pengukuran kebisingan Penyebaran Kuesioner

Kuesioner dibagikan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang jalan Bojongsoang dan Jalan Sukabirus. Total sampel adalah 120 responden (80 responden dari daerah terpapar bising dan 40 responden dari daerah kontrol). Kuesioner diberikan untuk mengetahui penilaian sampel, dalam hal ini adalah warga yang tinggal di sekitar jalan Bojongsoang dan jalan Sukabirus, terhadap kebisingan lalu lintas dengan memberikan skala ketergangguan 1 sampai 5, dimana nilai 1 menandakan responden tidak terganggu dan nilai 5 menandakan sangat menganggu.Selain itu terdapat pula pertanyaan demografi penduduk (umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pendapatan perbulan dan lama tinggal).

Prediksi Kebisingan

Dicari suatu model empiris yang paling mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. Model terpilih tersebut nantinya akan digunakan untuk memprediksi tingkat kebisingan di masa yang akan datang di Jalan Bojongsoang berdasarkan kondisi lalu lintas.

9 8 7 5 4 2 3 6 Kelompok kontrol 1 Sampling Location U

(4)

EH 2 - 4

Teknik Analisis

Tujuan analisis data adalah untuk memperlihatkan fenomena-fenomena yang terdapat dalam penelitian dan memberikan jawaban hipotesis yang diajukan. Akan dilakukan uji korelasi atau uji hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dengan menggunakan koefisien Pearson. Model regresi digunakan untuk memprediksi tingkat ketergangguan masyarakat dari tingkat bising yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengukuran Kebisingan

Data aktivitas lalu lintas selama studi tercermin khas pola lalu lintas perkotaan. Peningkatan jumlah kendaraan terjadi pada pagi hari dan sore hari ketika jam masuk dan keluar kantor atau sekolah. Jumlah kendaraan dipantau selama 15 jam, dari pukul 07.00-22.00 (Gambar 1). Dari hasil pengamatan, sejak pukul 18.00 ke atas jumlah kendaraan yang lewat akan terus menurun. Jumlah kendaraan tertinggi terdapat pada pukul 16.00-17.00 yang mencapai 4136 kendaraan per jam. Pada pagi hari jam puncak terjadi pukul 08.00-10.00, jam puncak di siang hari pukul 11.00-13.00 dan di sore hari jam puncak ada pada pukul 15.00-17.00. Jumlah kendaraan pada hari libur, yaitu Sabtu atau Minggu, secara keseluruhan jumlahnya lebih banyak daripada hari kerja. Hanya saja untuk jam-jam tertentu, seperti pukul 08.00-09.00, pukul 15.00-17.00 dan pukul 19.00-20.00 jumlah kendaraan di hari kerja lebih banyak dari hari libur. Hal ini dapat dikarenakan karena jam-jam tersebut merupakan jam masuk dan keluar kantor, sehingga volume kendaraan di hari kerja pada jam tersebut cenderung lebih banyak.

Gambar 2. Jumlah kendaraan tiap jam

Hasil pengukuran kebisingan (Tabel 1) dilakukan ketika jam-jam puncak atau jam yang jumlah kendaraannya paling padat di tiga waktu yaitu pagi hari, siang hari, dan sore hari. Dari ketiga jam puncak tersebut tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada nilai Leq. Titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1. Pengukuran dilakukan pada permukiman

yang dekat dengan sumber bising (jalan) seperti di depan rumah penduduk dan dilakukan dengan ketinggian 1,2 meter dari lantai.

Titik-titik sampling dilakukan di lingkungan yang dianggap sensitif terhadap kebisingan lalu lintas, khususnya di rumah-rumah yang berada dekat dengan jalan raya Bojongsoang. Pengukuran juga dilakukan pada tempat yang jauh dari jalan raya untuk

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 Ju m lah ke n d ar aan Waktu

(5)

EH 2 - 5

membandingkan tingkat antara ketergangguan masyarakat yang terpapar bising dengan masyarakat yang tidak terpapar kebisingan akibat lalu lintas di jalan Bojongsoang. Lokasi pengukuran yang dipilih sebagai control group terletak di Jalan Sukabirus, Kabupaten Bandung.

Tabel 1. Hasil pengukuran kebisingan pada hari kerja

Titik Leq (dBA) AM Mid PM 1 78.3 79.6 80.5 2 71.5 71.9 72.3 3 77.6 80.1 80.9 4 76.4 76.3 76.3 5 78.5 77.7 78.5 6 77.6 76.6 79.6 7 75.2 74.5 75.6 8 65.4 65.4 62.2 9 53.9 54.2 54.1

Gambar 3. Hasil pengukuran terhadap jarak

Pengukuran di titik 1 dilakukan pada jarak yang terdekat dengan jalan raya, yaitu 1 meter dan memiliki Leq sebesar 78.6 dBA. Sedangkan pada titik 8 yang diambil pada jarak

terjauh dari jalan raya yaitu 15 m memiliki Leq sebesar 65.4 dBA. Pengukuran tingkat

kebisingan existing di lapangan menunjukkan bahwa kebisingan lebih tinggi di daerah yang lebih dekat dengan dengan jalan raya dibandingkan dengan daerah yang lebih jauh dengan jalan raya. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada jarak 5 m dari jalan raya diperkirakan tingkat bisingnya sekitar 74.8 dBA dan pada jarak 10 m dari jalan raya tingkat bisingnya diperkirakan sekitar 72.3 dBA. Beda Leq (∆ Leq) di kedua jarak tersebut mencapai 2.5 dBA.

∆ Leq (dBA) ≥ 6 dBA (tiap 2x jarak) menandakan daerah di Jalan Bojongsoang

termasuk daerah medan bebas yang mempunyai refleksi rendah dan tidak terjadi pantulan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 5 10 15 N o ise Level (d B A )

(6)

EH 2 - 6

suara (free field). Pemilihan lokasi penelitian di Jalan Bojongsoang dianggap dapat dipercaya (reliable).

Prediksi Kebisingan Lalu Lintas

Untuk memprediksi kebisingan berdasarkan kendaraan yang lewat pada umumnya bergantung dari beberapa variabel, antara lain jumlah kendaraan yang melintas per jam (Q), persen kendaraan berat (p), kecepatan rata-rata kendaraan yang melintas perjam (v) jenis permukaan jalan (d). Keempat variabel tersebut merupakan parameter langsung yang berhubungan langsung dengan kendaraan. Pengaruh lain bisa juga berasal dari kecepatan angin, temperatur, kelembaban, tetapi karena kecil pengaruhnya sehingga dapat diabaikan. Keadaan lalu lintas di Bojongsoang dapat dilihat pada Tabel 2.

Untuk memprediksi kebisingan, jenis kendaraan akan dikelompokkan berdasarkan pada tingkat kebisingan yang ditimbulkan. Untuk angkutan kota, masuk ke dalam jenis mobil penumpang. Truk, bus dan minibus menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mobil penumpang. Jalan Bojongsoang merupakan jalan menuju kawasan industri sehingga banyak kendaraan berat yang melewati jalan tersebut.

Tabel 2. Kepadatan lalu lintas eksisting

Titik Waktu Q p D V Titik 2 AM 3304 3.8 12.2 18 Inter 3580 3.5 12.2 17.2 PM 4136 1.68 12.2 15 Titik 4 AM 3304 3.8 13.35 18 Inter 3580 3.5 13.35 17.2 PM 4136 1.68 13.35 15

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah kendaraan pada AM, Inter dan PM hampir sama. Ini menandakan bahwa profil pergerakan lalu lintas pada pagi, siang dan sore hari di Jalan Bojongsoang relatif sama sepanjang hari. Kendaraan yang diperbolehkan melewati jalan Bojongsoang adalah mobil penumpang, kendaraan berat dan sepeda motor. Angkutan umum yang beroperasi di jalan Bojongsoang adalah angkot jurusan Buah Batu-Dayeuh Kolot yang beroperasi sepanjang hari (pukul 06.00-22.00). Oleh karena itu model kebisingan jalan Bojongsoang memperhitungkan juga persentase jenis sepeda motor dan angkutan kota.

Diperlukan suatu model empiris untuk menggambarkan kebisingan lalu lintas. Berbagai model empiris yang dikenal adalah model Johnson and Saunders, Nelson, Burgess, dan Andi. Dari ketiga model ini nantinya akan dipilih satu model yang dianggap paling mendekati kondisi jalan raya di Bojongsoang atau Leq real. Dari Gambar 4 terlihat bahwa

(7)

EH 2 - 7

Gambar 4. Perbandingan Leq hasil pengukuran dengan Leq hasil perhitungan

Analisis Statistik

Sebanyak 120 responden yang dipilih merupakan warga yang tinggal di Jalan Bojongsoang dan Jalan Sukabirus. Jalan Bojongsoang sebagai daerah yang terpapar kebisingan dan Jalan Sukabirus sebagai kelompok kontrol. Tabel 3 menunjukkan karakteristik demografi responden seperti jenis kelamin, umur, lama tinggal, tingkat pendidikan dan penghasilan perbulan penduduk di Jalan Bojongsoang. Jika dilihat secara keseluruhan dari hasil demografi penduduk di bawah ini adalah kebanyakan masyarakat yang tinggal di Jalan Bojongsoang adalah masyarakat yang berpendidikan terakhir SMA dan mempunyai rata-rata penghasilan < Rp. 1000000 per bulan dan 50% dari responden telah tinggal lebih dari 10 tahun.

Beberapa hasil yang didapat antara lain, sebanyak 57.5% responden laki-laki menjawab skala ketergangguan mereka berada pada level 4 dan 5 dan sebanyak 52.5 % dari responden wanita juga menjawab ketergangguan di level 4 dan 5. Kemudian dari tingkat pendidikan diketahui hanya pada tingkat pendidikan SMP yang banyak menjawab pada skala 3. Jika dilihat dari lama tinggal maka yang telah tinggal lebih lama justru lebih merasa terganggu dari mereka yang tinggal kurang dari 1 tahun.

Tabel 3. Karakteristik demografi penduduk Bojongsoang

Tingkat Ketergangguan

Tidak terganggu

Sedikit

Terganggu Sedang Terganggu

Sangat

terganggu Total

Count (%) Count (%) Count (%) Count (%) Count (%) Count %

Jenis Kelamin Laki-laki 1 2.5 2 5 14 35 19 47.5 4 10 40 50 Perempuan 2 5 8 20 9 22.5 16 40 5 12.5 40 50 Tingkat Pendidikan SD 0 0 2 22.22 2 22.22 4 44.44 1 11.11 9 11.25 SMP 0 0 1 6.25 9 56.25 6 37.5 0 0 16 20 SMA 2 4.88 6 14.63 10 24.39 18 43.90 5 12.20 41 51.25 D3 0 0 1 33.33 0 0 2 66.67 0 0 3 3.75 S1 0 0 0 0 2 28.57 3 42.86 2 28.57 7 8.75 Lama Tinggal < 1 tahun 2 13.33 0 0 9 60 3 20 1 6.67 15 18.75 50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00 0 1 2 3 4 5 6 Ti ng ka t bi si ng (dB A ) Titik sampling

(8)

EH 2 - 8 Tingkat Ketergangguan 1-5 tahun 0 0 3 18.8 3 18.75 8 50 2 12.5 16 20 5-10 tahun 0 0 2 25 0 0 4 50 2 25 8 10 >10 tahun 1 2.5 4 10 11 27.5 20 50 4 10 40 50 Pendapatan perbulan Tidak berpenghasilan 0 0 1 20 2 40 2 40 0 0 5 6.25 < Rp 1000000 3 6.98 7 16.28 12 27.91 17 39.53 4 9.30 43 53.75 Rp 1000000-5000000 0 0 2 8.33 6 25 12 50 4 16.67 24 30 >5000000 0 0 0 0 1 50 0 0 1 50 2 2.5

Dengan menggunakan 5-skala verbal (Gambar 5), ditemukan pada Jalan Bojongsoang 55% responden menyatakan mereka merasa terganggu dan sangat terganggu dengan kebisingan lalu lintas dan hanya 3.8% responden yang menyatakan tidak terganggu sama sekali. Sedangkan untuk daerah kontrol hanya 10% yang menyatakan terganggu dan yang paling tinggi 40% responden menyatakan hanya sedikit terganggu. Dilihat dari kurva yang terbentuk pada kelompok kontrol, data yang ada sudah mendekati pola distribusi normal. Ini menandakan kelompok kontrol yang dipilih sudah cukup handal.

(a) (b)

Gambar 5. Distribusi tingkat ketergangguan berbasis 5-skala verbal pada (a) kelompok

kontrol dan (b) kelompok terpapar

Selanjutnya akan dilakukan uji asosiasi yang tujuannya ingin mengetahui apakah di antara variabel-variabel terdapat hubungan yang signifikan atau tidak; alat uji asosiasi meliputi korelasi dan regresi. Dalam survei ini akan dicari korelasi antara variabel tingkat ketergangguan dengan variabel lain menggunakan koefisien Pearson (Tabel 4). Uji dilakukan 2 sisi karena yang akan dicari adalah ada atau tidaknya hubungan dua variabel.

(9)

EH 2 - 9 Variabel Tingkat ketergangguan Leq Pendapatan perbulan Tingkat Pendidikan Lama Tinggal Umur Tingkat ketergangguan Pearson Correlation 1 0.385** 0.261* 0.224 0.112 -0.146 Sig. (2-tailed) 0.000 0.025 0.052 0.327 0.196 N 80 80 74 76 79 80 Leq Pearson Correlation 0.385** 1 0.068 0.090 -0.097 0.081 Sig. (2-tailed) 0.000 0.566 0.440 0.394 0.473 N 80 80 74 76 79 80 Pendapatan perbulan Pearson Correlation 0.261* 0.068 1 0.269* 0.140 0.315** Sig. (2-tailed) 0.025 0.566 0.023 0.239 0.006 N 74 74 74 71 73 74 Tingkat Pendidikan Pearson Correlation 0.224 0.090 0.269 1 -0.129 0.032 Sig. (2-tailed) 0.052 0.440 0.023 0.271 0.785 N 76 76 71 76 75 76 Lama Tinggal Pearson Correlation 0.112 -0.097 0.140 -0.129 1 0.339** Sig. (2-tailed) 0.327 0.394 0.239 0.271 0.002 N 79 79 73 75 79 79 Umur responden Pearson Correlation -0.146 0.081 0.315** 0.032 0.339** 1 Sig. (2-tailed) 0.196 0.473 0.006 0.785 0.002 N 80 80 74 76 79 80

Sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah nilai korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah (Singgih, 2009). Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa untuk signifikansi level 0.01 atau tingkat kepercayaan 99% ditunjukkan dengan tanda (**), terdapat pada hubungan korelasi yang kuat antara tingkat ketergangguan denagn tingkat kebisingan. Selain itu yang mempunyai korelasi tinggi juga adalah antara tingkat ketergangguan dengan tingkat pendapatan perbulan dengan korelasi 0.261. Tanda positif (+) menyatakan semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin tinggi tingkat ketergangguan yang dirasakan. Pada tabel juga ditemukan tanda negatif (-) yang menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan. Tanda negatif salah satunya ditemukan antara tingkat ketergangguan dan umur responden. Ini berarti semakin tinggi umur seseorang, tingkat ketergangguannya semakin kecil.

Setelah itu dilakukan analisis regresi yang digunakan dengan tujuan utama untuk memprediksi, di mana dalam model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel independen (bebas). Dalam analisis regresi, akan dikembangkan sebuah estimating

equation (persamaan regresi), yaitu suatu susunan formula yang mencari nilai variabel

dependen dari nilai variabel independen yang diketahui. Pada penelitian ini variabel yang dependen adalah tingkat ketergangguan dan variabel independen adalah tingkat kebisingan yang artinya tingkat ketergangguan akan tergantung dari tingkat kebisingan (Gambar 4).

(10)

EH 2 - 10

Gambar 4. Analisis regresi

Telah diketahui persamaan regresinya : Y= -2.121 + 0.073X dengan R2 sebesar 0.442, dimana Y adalah tingkat ketergangguan dan X adalah tingkat kebisingan. Dari persamaan regresi tersebut maka dapat diketahui batas tingkat kebisingan di tiap skala ketergangguan

(Tabel 5) dan persamaan ini hanya berlaku untuk tingkat bising dari 42.75 dBA hingga 97.55

dBA. Persamaan regresi yang didapat di atas selanjutnya akan diuji apakah memang valid untuk memprediksi variabel dependen. Dengan kata lain akan dilakukan pengujian apakah tingkat bising benar-benar bisa memprediksi tingkat ketergangguan.

Selain itu dalam regresi ada pula faktor determinasi atau nilai R2,nilai ini dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Jika R2 sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna. Nilai R2 yang diperoleh pada penelitian ini termasuk kecil/lemah, hal ini bisa dikarenakan keberagaman jawaban dari responden terhadap tingkat bising yang ada. Meskipun tingkat bising yang diterima masyarakat cukup tinggi, beberapa penduduk tidak lagi terganggu karena mereka sudah terbiasa terpapar oleh kebisingan lalu lintas, namun di lain pihak ada pula yang tetap merasa terganggu.

Tabel 5. Batas skala tingkat ketergangguan

Tingkat Ketergangguan (y) Leq (x) 1 42.75 2 56.45 3 70.15 4 83.85 5 97.55

Kemudian akan dibuat suatu hipotesis awal atau sebuah pernyataan tentative yang merupakan dugaan dari apa yang sedang diteliti. Hipotesis yang dibuat sebagai berikut:

Ho= Tingkat kebisingan dan tingkat ketergangguan tidak berpengaruh

H1= Tingkat kebisingan dan tingkat ketergangguan berpengaruh

Hipotesis perlu diuji kebenarannya untuk membuktikan Ho atau H1 yang akan diterima. Dasar

pengambilan keputusan yang digunakan dengan berdasarkan probabilitas. Jika probabilitas > 0.025, maka H0 diterima.

y = 0.073x - 2.121 R² = 0.442 1 2 3 4 5 40 50 60 70 80 90 A n n o yan ce S cal e Leq (dBA)

(11)

EH 2 - 11

Jika probabilitas < 0.025, maka H0 ditolak.

Terlihat pada kolom Sig/significance (Tabel 4) antara tingkat ketergangguan dan tingkat bising adalah 0.000 atau probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka Ho ditolak, atau

dengan kata lain tingkat kebisingan benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketergangguan.

Catatan penting dari penelitian ini adalah bahwa tidak dapat mengesampingkan bahwa pilihan lokasi penelitian ini yang mungkin juga telah bias akan berdampak pada hasil akhir. Namun untuk mengurangi dampak wilayah yang bias, telah digunakan kelompok kontrol dan dampak dari pilihan yang bias tidak dibahas pada penelitian ini..

KESIMPULAN

Tingkat bising di Jalan Bojongsoang telah melewati baku mutu yang ditetapkan oleh KepMenLH No. 48 tahun 1996. Dari hasil pengukuran diketahui rata-rata Leq di Jalan

Bojongsoang pada jarak 5 m dari jalan raya adalah 76.3 dBA. Beberapa hasil yang didapat antara lain, sebanyak 57.5% responden laki-laki menjawab skala ketergangguan mereka berada pada level 4 dan 5 dan sebanyak 52.5 % dari responden wanita juga menjawab ketergangguan di level 4 dan 5. Kemudian dari tingkat pendidikan diketahui hanya pada tingkat pendidikan SMP yang banyak menjawab pada skala 3. Jika dilihat dari lama tinggal maka yang telah tinggal lebih lama justru lebih merasa terganggu dari mereka yang tinggal kurang dari 1 tahun.

Model yang paling digunakan untuk memprediksi kebisingan di Jalan Bojongsoang adalah model Burgess. Dari variabel-variabel yang diuji yang mempunyai korelasi tinggi adalah hubungan antara tingkat ketergangguan terhadap tingkat kebisingan dan tingkat pendapatan. Sedangkan persamaan regresi yang didapat dari adalah Y= -2.121 + 0.073X dengan R2 sebesar 0.442, dimana Y adalah tingkat ketergangguan dan X adalah tingkat kebisingan. Persamaan ini hanya berlaku untuk tingkat kebisingan dari 42.75 dBA hingga 97.55 dBA.

Daftar Pustaka

Abo-Qudais, S. dan Alhiary, A. 2004. Effect of Distance from Road Intersection on

Developed Traffic Noise Levels. Canadian Journal of Civil Engineering. ProQuest

Science Journals page 533

Bluhm, G., Nordling, E., dan Berglind, N. 2004. Road traffic Noise and Annoyance – An

Increasing Environmental Health Problem. Noise and Health 6:24, page 43-49. Cik, Michael; Fallast, Kurt; dan Holdrich, Robert. 2008. Traffic Noise Annoyance on Road (TNAR).

Institute of Highway Engineering and Transport Planning, Graz Technology of University. Austria.

Cuniff, P. 1977. Environmental Noise Pollution. John Wiley & Son. New York.

Griefhan B., Scheumer R., Moehler U., dan Mehnhert P. 2000. Physiological, subjective and

behavioural responses during sleep to noise from rail and road traffic. Noise &

Health 3;9 :59-71.

Li,H., Yu, W., Lu, J., dan Zhao, Y. 2008. Investigation of Road-Traffic Noise and Annoyance in

Beijing : A Cross-Sectional Study of 4th Ring Road. ProQuest Biology Journals, Vol 63, pages

27.

Ma, G., Tian, Y., Ju, T., Ren, Z. 2006. Assement of Traffic Noise Polution 1989 to 2003 in

Lanzhou City. Springer 123 : 413-430.

Michaud, D.S. 2005. Annoyance in Canada. Noise and Health 7:27, page 39-47.

Santoso, S. 2009. Panduan Lengkap menguasai Statistik dengan SPSS 17.0. Gramedia : Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Lokasi pengukuran kebisingan  Penyebaran Kuesioner
Tabel 1. Hasil pengukuran kebisingan pada hari kerja  Titik  L eq  (dBA)  AM  Mid  PM  1  78.3  79.6  80.5  2  71.5  71.9  72.3  3  77.6  80.1  80.9  4  76.4  76.3  76.3  5  78.5  77.7  78.5  6  77.6  76.6  79.6  7  75.2  74.5  75.6  8  65.4  65.4  62.2  9
Tabel 2. Kepadatan lalu lintas eksisting
Gambar 4.  Perbandingan L eq  hasil pengukuran dengan L eq  hasil perhitungan  Analisis Statistik
+3

Referensi

Dokumen terkait

tugas akhir yang berjudul KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM KELUARGA ETNIS JAWA-MAKASSAR (Studi Pada Keluarga Etnis Jawa-Makassar di Asrama Yon Zipur 10/2 Kostrad

Kalaveden omistajan profiili –hanke toi esiin sekä kalavesien hallinnan rakenteellisia ongelmia että erilaisia jännitteitä muun muassa paikallisen tason ja keskushallinnon

Mekanisme kerja mesin bensin bergerak dimulai putaran motor starter yang memutar fly wheel , dengan bergeraknya piston dari TMA ke TMB maka bahan bakar masuk ke

Dari ciri-ciri rentang usia anakjalanan tersebut, penulis mengkategorikan anak jalanan menjadi 2, yakni anakjalanan yang berusia anak-anak (5 – 11 tahun) dan anak jalanan

Kepala Laboratorium Biokimia biomolekuler FKUB dibantu oleh staf administrasi umum, staf administrasi akademik, staf administrasi keuangan laboratorium, Penanggung

(1) Penanggungjawab laboratorium bertugas menyusun tata tertib laboratorium, program kerja laboratorium, dan jadwal pelaksanaan kegiatan praktikum; bersama-sama dengan

Dani dan Haikal bocah yang masih sekolah SDN di Tugu Utara ini warga Jalan Rumbia, Kel Tugu Utara hidup ditengah keprihatinan. Ia tinggal bersama ibunya, sementara

sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila esika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sihingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine