• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA

PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER

Syilvie De Nanda1; Maulina2

1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2

Bagian Keilmuan Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email: syilviedenanda@gmail.com; maulina.hamdi@yahoo.com

ABSTRAK

Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi. Banyaknya kejadian demam tifoid dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit demam tifoid. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku pencegahan penyakit infeksi demam tifoid pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Desain penelitian adalah deskriptive. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner. Jumlah populasi sebesar 316 responden dengan teknik pengambilan sampel secara proportional random sampling berjumlah 75 responden. Uji analisis data menggunakan Univariat.Hasil analisa data diperoleh yaitu pengetahuanterhadap pencegahan penyakit demam tifoid berada pada kategori cukup (64,0%), Sikap terhadap pencegahan penyakit demam tifoid pada kategori cukup (45,3%) sedangkan tindakan terhadap pencegahan penyakit demam tifoid berada pada kategori baik (49,3%). Diharapkan kepada mahasiswa dapat meningkatkan informasi tentang PHBS seperti mempertahankan perilaku higiene, menjaga kesehatan dalam upaya pencegahan penyakit agar terhindar dari penyakit demam tifoid.

Kata kunci : Perilaku, Penyakit Demam Tifoid, Mahasiswa ABSTRACT

Typhoid fever is a disease endemic in Indonesia. Typhoid fever is transmitted through food and drink contaminated by the bacterium Salmonella typhi. The high incidence of typhoid fever may be affected by the lack of knowledge, attitudes and actions against typhoid fever. The purpose of this study to determine the behavior of infectious diseases prevention of typhoid fever at the students of the Faculty of Nursing, University of Syiah Kuala in Banda Aceh. The study design is deskriptive. Data collection method used was a questionnaire. Total population of 316 respondents sampling technique proportional random sampling were 75 respondents. Test data using univariate analysis. Results of analysis of data obtained by the knowledge on the prevention of typhoid fever in the category less (16.0%), attitudes towards the prevention of typhoid fever in the category less (13.3%) while the action on the prevention of typhoid fever in the category less (12 , 0%). It is expected that students can improve information on PHBs such as maintaining hygiene behavior, maintaining health in disease prevention to avoid the disease typhoid fever.

(2)

2

PENDAHULUAN

Tifus Abdominalis atau Demam Tifoid disebabkan Bakteri Salmonella Thypi. Bakteri Salmonella Thypi masuk ke tubuh kita melalui makanan dan minuman yang tercemar. Bakteri Salmonelta Thypi juga mungkin terdapat pada tinja, urin, atau muntahan penderita. Penularan Tifus Abdominalis lebih banyak penularan secara tidak langsung (90%) yaitu melalui makanan dan minuman. Penularan Tifus Abdominalis secara langsung hanya sekitar 10%. Makanan dan minuman yang menjadi sumber penularan adalah makanan dan minuman yang tidak dimasak dengan baik (kurang matang). Makanan yang sudah dimasak dengan baik juga dapat menularkan Tifus Abdominalis jika kontak dengan tangan yang kotor atau air yang mengandung Bakteri Salmonella Thypi (Djauli, 2009).

Di Negara Indonesia penyakit Tifus Abdominalis bersifat endemik. Berdasarkan data kasus di rumah sakit besar di Indonesia, penyakit Tifus Abdominalis menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) antara 0,6-5% atau 3-25/100.000 (Kepmenkes RI No. 364, 2006). Pasien Tifus Abdominalis sangat dianjurkan dirawat di rumah sakit karena penyakit ini relatif mudah menular kepada anggota keluarga lain (Tambayong, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Ghani (2007) tentang hubungan faktor determinan dengan kejadian tifoid di Indonesia diperoleh bahwa prevalensi Tifus Abdominalis klinis nasional sebesar 1.600/100.000 (rentang : 300/100.000-3.000/100.000). Angka prevalensi penyakit menurut provinsi maka Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menduduki peringkat pertama (2.600/100.000) selanjutnya Provinsi Bengkulu (2.500/100.000), dan Provinsi Gorontalo (2.400/100.000). Beberapa provinsi yang prevalensi Tifus Abdominalis diatas angka nasional adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi

Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua.

Fenomena yang terjadi di masyarakat, masih banyak warga yang tidak menerapkan perilaku higiene perseorangan meskipun tingkat pengetahuan dan sikap mereka tentang kesehatan sudah cukup baik. Hal yang demikianlah yang menyebabkan jumlah penderita demam tifoid meningkat setiap tahunnya. Meskipun pihak instansi kesehatan telah melakukan upaya promotif dan penyuluhan tentang pentingnya perilaku higiene perseorangan serta kesehatan lingkungan untuk mencegah dan menanggulangi penularan penyakit. Namun, upaya ini tidak akan berhasil tanpa adanya kesadaran tiap individu untuk merubah perilaku. Kunci utama keberhasilan dari terwujudnya masyarakat yang sehat adalah memulai kesadaran diri sendiri untuk berperilaku higiene dan sehat.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa/i regular Fakultas Keperawatan yang aktif di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh tahun ajaran 2015/2016 yang terdiri dari 316 mahasiswa. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 75 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

proportional random sampling

(Arikunto,2013)

.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk online dengan 35 item pernyataan diantaranya pengetahuan terdiri dari 15 item pernyataan, sikap terdiri dari 10 item pernyataan dan tindakan terdiri dari 10 item pernyataan. Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan surat lulus uji etik dari tim komisi penilai etik Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala dengan kode penelitian 1626201156.

HASIL

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 22 - 23 Agustus 2016. Data yang diperoleh berdasarkan kuesioner terhadap 75 responden adalah sebagai berikut :

(3)

3 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Gambaran

pengetahuan mahasiswa terhadap penyakit demam tifoid No Kategori Pengetahuan (f) (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang 15 48 12 16 64 20 Total 75 100

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa pengetahuan responden dalam pencegahan penyakit demam tifoid adalah pada kategori cukup sebesar 64,0 %.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Gambaran sikap mahasiswa terhadap penyakit demam tifoid No Kategori Sikap (f) (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang 31 34 10 41,3 45,3 13,3 Total 31 100

Berdasarkan tabel 2. menunjukkan bahwa sikap responden dalam pencegahan penyakit demam tifoid adalah pada kategori cukup sebesar 45,3 %.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran tindakan mahasiswa terhadap penyakit demam tifoid No Kategori Tindakan (f) (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang 37 29 9 49,3 38,7 12,0 Total 75 100 Berdasarkan tabel 3. menunjukkan bahwa tindakan responden dalam pencegahan penyakit demam tifoid adalah pada kategori baik sebesar 49,3 %.

PEMBAHASAN

Pengetahuan Pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan responden mendapatkan pengetahuan yang cukup dengan persentase 64,0% atau 48 orang.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Agus Widodo (2012,p.8) menunjukkan bahwa masih

banyak responden yang mempunyai pengetahuan tentang demam tifoid yang rendah sebesar 39,7%. Rendahnya pengetahuan responden tentang demam tifoid sebagai akibat kurangnya informasi yang diterima dalam hal masalah kesehatan khususnya demam tifoid seperti tanda, gejala, cara penularan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai jenis kelamin diperoleh data bahwa jumlah responden laki-laki maupun perempuan sama banyak dengan masing-masing sebesar 50%. Menurut Zulkoni (2010) menyatakan bahwa demam tifoid dapat menyerang semua umur dan siapa saja yang mempunyai kebiasaan kurang bersih dalam hal mengkonsumsi makanan.

Faktor lain yang mempangaruhi pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan banyak responden berpendidikan SMA sebesar 51,7%. Undang-undang Nomor 33 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa tingkat pendidikan wajib belajar adalah 9 tahun yang meliputi pendidikan SD selama 6 tahun dan pendidikan SMP selama 3 tahun. SMA dan sederajat adalah pendidikan menengah, sedangkan pendidikan tinggi adalah DI, DII, DIII, Sarjana dan seterusnya adalah pendidikan lanjutan.

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia, yang sekedar menjawabpertanyaan apa sesuatu itu. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain; pengalaman, tingkat pendidikan yang luas, keyakinan tanpa adanya pembuktian, fasilitas (televisi, radio, majalah, koran, buku), penghasilan, dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2010).

Maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan pengetahuan mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan, dapat diketahui jenis kelamin perempuan mendapatkan pengetahuan dengan kategori baik karena perempuan lebih merasa peduli terhadap kesehatan tubuhnya. Akan tetapi, pada jenis kelamin laki-laki mendapatkan pengetahuan dengan kategori kurang.

Sikap terhadap pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa pada sikap terdapat 34 orang (45,3%) diantaranya termasuk dalam kategori cukup.

(4)

4 Berdasarkan hasil penelitian

mengenai umur responden dewasaawal antara (25-40) sebanyak 65.5%. Banyaknya responden yang menderita sakit demam tifoid berkaitan denganaktivitas yang dilakukan yaitu berkerja sebagai wiraswasta yaitu tukang kayu.

Responden yang pernah mengalami tifoid kurang memperhatikan dalam hal personal hygiene, menjaga pola makanyang benar, harus mengkonsumsi makanan yang lunak, kemudian menghindari makanan yang berminyak, pedas, dan asam, serta kurangi kegiatan yang terlalu menguras tenaga.

Faktor risiko terbesar pada penyakit ini adalah mereka yangmempunyai kebiasaan kurang bersihdalam mengkonsumsi makanan.Menurut Zulkoni (2010) bahwa tifoidbanyak menyerang anak usia 12-13tahun (70%-80%), pada usia 30-40tahun (10%-20%) dan di atas usia anak12-13 tahun sebanyak (5%-10%).

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Maka dapat disimpulakn bahaw perbedaan sikap mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan, dapat diketahui jenis kelamin perempuan mendapatkan sikap dengan kategori cukup karena perempuan lebih memperhatikan kebiasaan dalam hal personal higienenya. Akan tetapi, pada jenis kelamin laki-laki mendapatkan sikap terhadap pencegahan demam tifoid dengan kategori kurang.

Tindakan terhadap pencegahanPenyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa .

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa pada tindakan sebanyak 37 orang (49,3%) diantaranya termasuk dalam kategori baik.

Hasil penelitian Evan (2007)dalam penelitiannya dengan kesimpulan bahwa diperlukan upaya advokasi dan komunikasi kepada masyarakat yang miskin untuk meningkatkan kesadaran pengetahuan tentang demam tifoid, dan pengenalan vaksin yang bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan.

Menerapkan perilaku hidup bersih dalam kaitannya agar tidak mengalami kekambuhan demam tifoid, merupakan

langkah baik untuk menangkal penyakit, namun dalam praktiknya, upaya pencegahan yang kesannya sederhana tidak selalu mudah dilakukan terutama bagi mereka yangtidak terbiasa, kurangnya pengetahuan dan sedikitnya kesadaran diri bahwa demam tifoid dapat diderita oleh siapa sssaja terutama pada orang yang hidup dilingkungan kurang bersih (Depkes,2004).

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.

Maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan tindakan mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan, dapat diketahui jenis kelamin perempuan mendapatkan tindakan dengan kategori baik karena perempuan lebih memperhatikan perilaku hidup bersih dan peduli terhadap kesehatannya. Akan tetapi, pada jenis kelamin laki-laki mendapatkan pengetahuan dengan kategori kurang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dikumpulkan melalui kuesioner, dapat diketahui bahwa bahwa masih ada responden yang berperilaku baik namun dalam pelaksanaan upaya pencegahan demam tifoid masih kurang. Sebaliknya ada responden yang berpengetahuan kurang namun upaya pencegahan kekambuhan demam tifoid justru baik, hal ini menunjukkan perlunya pendidikan kesehatan pada responden untuk meningkatkan pengetahuan tentang demam tifoid dan adanya pelaksanaan kebersihan lingkungan agar responden tidak terjangkit penyakit demam tifoid.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan penelitian yang berjudul perilaku pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan

(5)

5 Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dapat

disimpulkan bahwa pengetahuanterhadap pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (p

value = 0.015, sikap terhadap pencegahan

Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (p value = 0.010). sedangkan tindakan sterhadap pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (p value = 0.003).

Disarankan kepada Institusi Keperawatan diharapkan dapat meningkatkan peran perawat khususnya perawat komunitas dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai demam tifoid, cara pencegahan penyakit, dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan kebersihan lingkungan yang masih kotor agar masyarakat tidak terjangkit demam tifoid. Bagi Responden meningkatkan informasi dan kesadaran diri tentang perilaku hidup bersih dan sehat seperti mempertahankan perilaku higiene, membersihkan sanitasi secara teratur, cukup istirahat, meningkatkan asupan gizi yang baik agar terhindar dari demam tifoid dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan dalam penelitian selanjutnya tentang upaya pencegahan demam tifoid lebih variatif dan lebih luas yaitu dari adanya observasi dalam penelitian, menambah variable seperti factor social ekonomi, factor budaya dan lain-lain

REFERENSI

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian

suatu pendekatan praktik.

Yogyakarta:Rineka Cipta

Depkes RI. (2010). Angka kejadian tifus di

Indonesia.http;//www.library.upnvj.a

c.id/pdf. Diakses tanggal 23 april 2016

Departemen Kesehatan RI. (2006).

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.364/Menkes/SK/V/2006/ Tentang

Pedoman Pengendalian Demam

Tifoid. Jakarta : Depkes RI

Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil

Riset Dasar (RISKESDAS) 2007.

Jakarta : Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. 2008

Evan S, Scott Wittet, Josefina B, Kteryna, Laura C and Jennifer. (2007). Use of formative research in developing a knowledge translation approach to rotavirus vaccine indroduction in developing countries. BMS Public

Health. Http://www.

Biomedcentral.com/content/pdf/1471 -2458-7-281.pdf

Hastono ,S.P,. & Sabri, L.(2010). Statistik

kesehatan. Jakarta : Rajawali

Hassan, R.,dkk.(2005). Tifus Abdominalis.

Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2.

Cetakan Ke 11. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI. Jakarta Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan

dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Profil Kesehatan Provinsi Aceh. (2012).

Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun2012.http://www.depkes.go.id/

resources/download/profil/PROFIL_ KES_PROVINSI_2012/01_Profil_K

es_Prov.Aceh_2012.pdf. Dikutip

pada tanggal 25 juli 2016 jam 17.00, dari

Widoyono. (2008). Penyakit Tropis :

Epidemiologi, Penularan,

Pencegahan Dan

Pemberantasan. Jakarta : Penerbit

Erlangga

WHO. (2003). Background Document : The

Diagnosis, Treatment Adn

Prevention Of Thypoid Fever. Communicable Disease Surveilans

And Respons Vaccine And

Gambar

Tabel  2.  Distribusi  Frekuensi  Gambaran  sikap  mahasiswa  terhadap  penyakit    demam  tifoid  No  Kategori  Sikap  (f)  (%)  1

Referensi

Dokumen terkait

kecil Adanya bidang yang memisahkan ruang Adanya ruang lain sebagai perantara Kesimpulan Dapat digunakan pada ruang-ruang yang mempunyai hubungan erat Dapat digunakan pada

Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa terdapat tiga kategori transaksi efek yang mengandung unsur tindak pidana dalam pasar modal Indonesia antara lain

keletihan emosi; c) keletihan emosi merupakan pengantara yang menghubungkan persepsi sokongan organisasi dan tingkah laku kerja tidak produktif; dan d) PKBO merupakan penyederhana

Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki kesuburan tanah karena dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme dalam menyediakan unsur hara di dalam tanah sehingga

Setelah proses kliping Berita Nasional, Regional dan Kota Cimahi dipindahkan ke komputer, lalu penulis mendistribusikan ke bagian terkait seperti : Asisten

Penulisan skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Penulisan ini tidak menjadi sebuah skripsi

Jika kita memperhatikan definisi ibadah yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya, maka ibadah itu sangat luas tidak terbatas hanya shalat, zakat,  puasa, haji

[r]