Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015
KERAGAAN PETANI KELAPA SAWIT POLA KKPA
DALAM MENGHADAPI SERTIFIKASI DI DESA BINA BARU
KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH
KABUPATEN KAMPAR
OIL PALM KKPASCHEME SMALLHOLDERS
PERFORMANCE TOWARDS OIL PALM PRODUCT
CERTIFICATIONIN BINA BARU VILLAGE
KAMPAR KIRI TENGAH DISTRICT KAMPAR REGENCY
Stifany Christin1, Sakti Hutabarat2, Novia Dewi2
Jurusan SEP/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru Christinstefany@gmail.com
Abstract
Increasing demand for oil palm fruit and higher price of fresh fruit bunches have motivated huge investors and farmers to increase their oil palm production. Since land expansion was considered to be cheaper and easier to implement than intensification, new planting become more populer in order to increase oil palm production. However, there are many negative impacts following the expansion of oil palm plantation, such as deforestation, biodiversity loss, land degradation, GHG emission, and land conflicts. A number of private and non-governmental institutions have created certification system to halt the destruction of the forest and environtment. All oil palm products must comply to the standard to be included in the supply chain. This situation becomes a dilemma for oil palm smallholders. The conversion from convensional to sustainable oil palm production needs a huge of costs while smallholders have less access to various aspect related to oil palm production including access to finance. The objective of this study is to analyse the existing performance of oil palm smallholders including good agricultural practices, best management practices, farm income, and household income. This study use a survey method to collect primary data on 83 sample in the village. The result shows that the majority of the smallholders do not apply best practices in their plantation. Consequently, the quantity and quality of their oil palm fuits are considerably low. A lot of work have to be done if the smallholders would like to obtain certification.
Keywords :good agricultural practices, farmincome, household income, certification
PENDAHULUAN 1
Prospek pertumbuhan industri kelapa sawit sangat cerah karena permintaannya yang terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk yang secara alami meningkatkan permintaan produk-produk berbahan baku minyak sawit seperti produk makanan (minyak goreng, margarin,
1.
Mahasiswa Jurusan Agribisnis FAPERTA UR
2.
Staf Pengajar Jurusan Agribisnis FAPERTA UR
dan coklat), produk non-makanan (sabun, shampo, diterjen, dan kosmetik), dan bahan bakar biodiesel (Corley, 2006). Peningkatan permintaan produk-produk minyak sawit dan produk turunannya mendorong investor untuk memperluas kebun kelapa sawit sebagai industri hulu dan mendirikan industri hilir baik pabrik pengolahan kelapa sawit maupun manufaktur produk-produk turunannya (Teoh,2012).
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 Tingginya permintaan akan tandan buah segar (TBS) mendorong peningkatan produksi baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Ekstensifikasi lebih disukai karena biayanya relatif lebih murah dibandingkan biaya intensifikasi di lahan yang sudah ada. Luas areal dan produksi kelapa sawit berdasarkan publikasi dari data statistik Ditjen Perkebunan mencapai 8,04 juta ha dengan produksi 19,76 juta ton CPO pada tahun 2010 yang tersebar di Indonesia, penyebaran paling banyak adalah di daerah Sumatera dengan perkiraan seluas 5,29 juta ha (Ditjen Perkebunan, 2010).
Perluasan perkebunan kelapa sawit dilakukan tidak saja di lahan mineral tetapi juga di lahan gambut yang seharusnya tidak ditanami kelapa sawit. Konversi lahan secara masif menimbulkan berbagai dampak negatif seperti deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, emisi gas rumah kaca, kebakaran hutan, dan konflik lahan (Blake, 2013). Kondisi ini menimbulkan keprihatinan berbagai pihak baik konsumen, kelompok LSM, maupun pemerintahan.
Desakan masyarakat global terutama di wilayah Amerika dan Eropa telah mendorong beberapa lembaga swadaya masyarakat internasional untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang masif akibat pembangunan perkebunan kelapa sawit (WWF, 2009). Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan sistem sertifikasi produk kelapa sawit agar diproduksi secara lestari dan berkelanjutan.
Sertifikasi yang sedang berkembang saat ini antara lain
Roundtable Sustainable of Palm Oil
(RSPO) yang dikeluarkan oleh lembaga swasta internasional dan
Indonesian Sustainable Palm
Oil(ISPO) yang dikeluarkan
olehKementerian Pertanian Indonesia. Setiap produsen kelapa sawit baik perusahaan besar maupun perkebunan rakyat wajib memenuhi standar sertifikasi agar dapat diterima di pasar internasional. Standar yang wajib dipenuhi antara lain penerapan praktek-praktek budidaya terbaik (Good
Agricultural practices/GAP) dan
praktek-praktek pengelolaan kebun kelapa sawit terbaik (Best Management
Practices/BMP). Sertifikasi diharapkan
mampu menerapkan pembangunan perkebunan kelapa sawit lestari yang memenuhi kriteria lingkungan, sosial dan ekonomi(WWF Indonesia, 2013).
Bagi petani perkebunan rakyat pelaksanaan sistem sertifikasi merupakan tantangan yang sangat berat. Penerapan praktek-praktek terbaik dalam budidaya kelapa sawit membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kondisi perkebunan rakyat yang serba terbatas terhadap faktor-faktor produksi, informasi dan pendanaan sangat membebani petani (Molenaar et al., 2010).
Karakteristik petani dan kondisi perkebunan rakyat pada saat ini menjadi isu yang menarik untuk dikaji. Bagaimanakah keragaan kebun kelapa sawit rakyat saat ini? Seberapa besar kontribusi pendapatan usahatani kelapa sawit terhadap pendapatan rumah tangga petani. Bagaimana kesiapan petani perkebunan rakyat dalam menghadapi sertifikasi RSPO dan ISPO yang akan diberlakukan pada akhir tahun 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani kelapa sawit, pendapatan usahatani kelapa sawit,dan pendapatan rumah tangga petani Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) di Desa Bina Baru Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar. Studi ini juga
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 mengukur sejauh mana praktek-praktek budidaya yang dilakukan oleh petani KKPA saat ini dibandingkan dengan standardalam Prinsip dan Kriteria RSPO.
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Bina Baru Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Desa ini dipilih dengan pertimbangan lokasi ini merupakan daerah perkebunan kelapa sawit pola KKPA dan masyarakatnya pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Juni 2014.
Data dan Sumber Data
Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada petani menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan serta dengan pengamatan langsung di lapangan. Data primer yang diperlukan berupa identitas sampel petani, aspek budidaya, produksi dan produktivitas, pendapatan petani dari kelapa sawit, pendapatan petani diluar kelapa sawit dan wawasan yang dimiliki oleh petani.Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari instansi yang terkait seperti Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar, Badan Pusat Statistik (BPS), Koperasi Unit Desa (KUD), Dinas Koperasi Kabupaten Kampar dan literatur lain yang terkait dengan penelitian. Data sekunder meliputidokumen-dokumen yang terkait dengan pembangunan dan operasional perkebunan rakyat dan profil desa seperti keadaan desa, jumlah penduduk, pendidikan, mata pencaharian, prasarana dan lembaga-lembaga penunjang.
Metoda Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Teknik Solvin dengan rumus yang digunakan adalah:
𝑛 = 𝑁
𝑁𝑑2+ 1
dimana:
n = Jumlah sampel
ɴ
= Jumlah populasid = Nilai presisi (ketelitian)
sebesar 90%.
Pada KUD Karya Maju terdapat 11 kelompok tani dengan jumlah
anggota sebanyak 486
petani.Berdasarkan Teknik Solvin jumlah sampel yang dibutuhkan untuk tingkat kesalahan 10% adalah sebesar 83 (digenapkan menjadi 80) responden yang dipilih secara random dari populasi anggota koperasi.
Analisi Data
Analisis Keragaan Usaha Perke-bunan Kelapa Sawit Rakyat
Analisis usaha tani perkebunan kelapa dimulai dengan pengamatan praktek-praktek budidaya yang dilakukan petani pada saat ini. Berdasarkan kegiatan operasional usahatani kelapa sawit dilakukan analisis terhadap komponen biaya-biaya yang dikeluarkan, penerimaan dan pendapatan usahatani. Penerimaan, keuntungan dan pendapatan dari kelapa sawit dapat kita peroleh dengan rumus (Shadbolt dan Sandra Martin, 2005): R = Q x P dimana: TR = total penerimaan (Rp) Q =jumlah produksi(kg) P = price/harga (Rp) Π = R – VC dimana:
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 Π = keuntungan (Rp) R = penerimaan (Rp) VC =biaya variabel (Rp) Ifarm = Π – FC dimana:
Ifarm =pendapatan kebun sawit (Rp)
FC =biaya tetap+biaya faktor (Rp).
Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani
Jika terdapat pendapatan petani non kelapa sawit dan non pertanian maka dapat ditambahkan dengan pendapatan kelapa sawit, maka:
Ihh = Ifarm + Inonfarm
dimana:
Ihh = pendapatan rumah tangga
petani (Rp)
Ifarm =pendapatan kebun kelapa
sawit (Rp)
Inonfarm =pendapatan non-kelapa
sawit/non-pertanian (Rp)
Analisis Penerarapan GAP yang Dilakukan Petani KKPA
Analisis terhadap penerapan GAP dilakukan dengan menggunakan Skala Guttman yang dimodifikasi (Nazir,2014). Skor pada penilaian untuk setiap kriteria yang terdapat pada setiap prinsip RSPO didasarkan pada indikator mayor dan minor. Suatu kriteria dikatakan sangat baik jika petani telah menerapakan semua aspek pada indikator minor dan mayor. Misalnya pada Prinsip 1 Kriteria 1 indikator yang akan dinilai antara lain : 1. Aspek Legalitas (sertifikat lahan,
STDB,dll)
2. Aspek Budidaya (panen, piringan,blok, pemupukan, pemangkasan)
3. Aspek Lingkungan (SPPL, limbah, dll)
4. Sosial (pembangunan sarana pendidikan, kesehatan, ibadah, dll).
Kriteria baik diberikan apabila petani menerapkan tiga aspek. Kriteria cukup baik diberikan apabila petani menerapkan dua aspek. Kriteria kurang baik diberikan apabila petani hanya menerapkan satu aspek dan kriteria tidak baik diberikan apabila petani tidak menerapkan sama sekali.
Capaian penerapan GAPyang dilakukan petani dalam usahatani kelapa sawit di Desa Bina Barudibandingkan dengan standar P&C RSPO adalah sebagai berikut:
a. Untuk setiap kriteria capaian diukur sebagai berikut:
Skor tertinggi (h) =5, Skor terendah (l) = 1 Skala interval
= Skor tertinggi −Skor terendah
Jumlah Kelas − 0,01
= 5 − 1
5 − 0,01 = 0,79
Tabel 1. Kategori capaian untuk untuk setiap kriteria
No. Kategori skor Skor 1. Sangat baik 4,20-5,00 2.. Baik 3,40-4,19 3. Cukup baik 2,60-3,39 4. Kurang baik 1,80-2,56 5. Tidak baik 1,00-1,79 Skor rata-rata sampel untuk setiap kriteria dihitung dengan menjumlahkan skor setiap sampel untuk kriteria tertentu dan dibagi dengan jumlah sampel. Rumus rata-rata sampel untuk kriteria ke-k (Xk) digunakan rumus:
Xk = ns =1Xks
n
dimana
𝑋 𝑘 = skor rata-rata sampel untuk kriteria ke-k.
𝑋𝑘𝑠 = skor setiap sampel (s) untuk
kriteria ke-k. n = jumlah sampel.
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 b. Untuk kriteria dalam setiap prinsip
capaian diukur sebagai berikut: RSPO memiliki delapan prinsip dengan kriteria yang berbeda-beda, prinsip satu memiliki dua kriteria, prinsip dua memiliki tiga kriteria, prinsip tiga memiliki satu kriteria, prinsip empat memiliki delapan kriteria, prinsip lima memiliki enam kriteria, prinsip enam memiliki sebelas kriteria, prinsip tujuh memiliki tujuh kriteria dan prinsip delapan memiliki satu kriteria.
Untuk menghitung skor masing-masing prinsip dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Skor tertinggi = p x h Skor terendah = p x l Skala interval =
Skor tertinggi −Skor terendah
Jumlah Kelas − 0,01
=p(h−l)
5 − 0,01
Tabel 2. Kategori capaian untuk untuk setiap prinsip
No. Kategori skor Skor 1 Sangat Baik
2 Baik 3 Cukup Baik 4 Kurang Baik 5 Tidak baik
Skor rata-rata sampel untuk setiap prinsip diukur dengan menjumlahkan skor setiap sampel untuk kriteria dalam prinsip tertentu dan dibagi dengan jumlah sampel. Rumus rata-rata sampel untuk suatu prinsip ke-p (Xp)
digunakan rumus: Xp = 𝑋𝑘𝑠 𝑛 𝑠=1 𝑛 𝑟 𝑘=1 dimana
𝑋 𝑝 = skor rata-rata sampel untuk
kriteria dalam prinsip ke-p
𝑋𝑘𝑠 = skor setiap sampel (s) untuk kriteria (k1...r) dalam prinsip ke-p
r = jumlah kriteria dalam suatu prinsip
n = jumlah sampel
c.Capaian untuk keseluruhan kriteria (35 pertanyaan) diukur sebagai berikut: Skor tertinggi = h = 35 x 5 =175 Skor terendah = l = 35 x 1 = 35 Skala interval
= Skor tertinggi −Skor terendah
Jumlah Kelas − 0,01
= (175 − 35)
5 − 0,01 = 27,99
Tabel 3. Kategori capaian untuk untuk seluruh kriteria
No. Kategori skor Skor
1 Sangat Baik 147,00 – 175,00
2 Baik 119,00 – 146,99
3 Cukup Baik 91,00 – 118,99 4 Kurang Baik 63,00 – 90,99 5 Tidak baik 35,00 – 62,99
Capaian penerapan standar RSPO dinilai berdasarkan pengukuran terhadap seluruh kriteria.
Skor rata-rata sampel untuk keseluruhan kriteria adalah penjumlahan dari skor rata-rata sampel untuk setiap kriteria.
𝑋 = 𝑋𝑘𝑠 𝑛 𝑠=1 𝑛 𝑟 𝑘=1 dimana:
𝑋 = skor rata-rata sampel untuk seluruh kriteria (k)
𝑋𝑘𝑠 = skor setiap sampel (s) untuk seluruh kriteria (k)
r = jumlah keseluruahan kriteria n = jumlah sampel
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015
Tabel4. Matriks pengukuran capaian penerapan GAP No. Sampel P1 P2 .. .. P8 Total X1 X2 X3 X34 X35 1 TS1 2 TS2 .... .... .... .... 80 TS80 Total Xks 𝑛 𝑠=1 ΣTS Rata-rata Kritetia Xks n s=1 n Xks n s=1 n r k=1 Rata-rata Prinsip Xks n s=1 n r k=1 ΣT=ΣTS/80
Rata-rata sampel untuk setiap kriteria = Xk = ns =1Xks
n
Rata-rata sampel untuk setiap prinsip =Xp = 𝑛𝑠=1𝑋𝑘𝑠
𝑛 𝑟
𝑘=1
Rata-rata sampel untuk seluruh kriteria X
= ns =1Xks
n r
k=1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah
Penelitian
Kabupaten Kampar memiliki luas wilayah ± 10.983,46 km2 atau ± 11,62% dari luas wilayah Provinsi Riau yang memiliki luas ± 94.561,46 km2. Ibukota Kabupaten Kampar terletak di Bangkinang dengan jarak ± 60 km dengan Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru. Kabupaten Kampar terletak antara 1°00’40” Lintang Utara sampai 00°27’00” Lintang Selatan 100°28’30” - 101°14’30” Bujur Timur (BPS Kampar, 2012).Desa Bina baru merupakan desa yang terletak di Kecamatan Kampar Kiri Tengah dengan luas wilayah ±167,69 Km2 atau 16.770 ha yang terdiri dari 4 Dusun, 9 RW dan 33 RT. Keadaan wilayah Desa Bina Baru didominasi oleh tanah
kering yang dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan usaha tani terutama untuk komoditi karet dan kelapa sawit.
Perkebunan Rakyat Pola PIR KKPA
Pengusahaan perkebunan kelapa sawit rakyat dimulai dengan diluncurkannya Program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) pada tahun 1978. Pada tahun 1986 dilanjutkan dengan Program PIR Trans, yaitu Program PIR yang pesertanya dikaitkan dengan Program Transmigrasi. Pola PIR KKPA diadakan untuk menggantikan Program PIR dan PIR-Trans. Program PIR KKPA diluncurkan tahun 1996 dan didukung oleh SKP Mentan dan
Menkop & PPK
No.73/Kpts/KB.510/2/1998 dan No.01/SKB/M/11/98.Pengembangan& pembinaannyadilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Program PIR KKPA memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Petani plasma adalah masyarakat di sekitar kebun inti, 2. Lahan merupakan milik petani dengan luas bervariasi, biasanya 1-2 ha per petani, 3. Adanya kontrak antara petani peserta dan perusahaan
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 inti, 4. Perusahaan inti adalah PBSN, BUMN/BUMD, dan/atau koperasi, 5. Sumber dana Kredit Koperasi Primer Anggota, 6. Perusahaan inti melakukan pembukaan lahan, 7. Petani bertanggung jawab memelihara tanaman sesuai standar perusahaan inti, 8. Petani wajib menjual TBS dari kebun plasma ke PKS perusahaan inti, 9. Pengembalian kredit dilakukan melalui pemotongan hasil penjualan TBS setiap panen atau per bulan.
Identitas Petani Sampel
Petani KKPA di Desa Bina Baru didominasi oleh petani pada usia produktif sehingga petani dapat dengan mudah mengadopsi hal-hal baru untuk mengembangkan usahatani kelapa sawit. Rata-rata usia yang dimiliki petani sampel adalah 47 tahun dengan usia tertinggi adalah 75 tahun dan usia terendah adalah 24 tahun. Kelompok dengan usia 15-55 tahun memiliki jumlah sebesar 67 responden, kelompok usia 55-65 tahun sebanyak 10 responden dan kelompok dengan usia diatas 65 tahun sebanyak 3 responden, artinya petani KKPA pada umumnya memiliki pendidikan formal yang rendah sehingga pada umumnya petani tidak memperhitungkan resiko dalam melakukan usahatani dan cenderung hanya mengikut atau mencontoh dari kegiatan usahatani petani lainnya. Tingkat pendidikan formal petani sampel sampaitingkat S1 sebanyak 3 orang,SMA sebanyak 14 orang, SMP sebanyak 35 orang, SD sebanyak 27 orangn dan tidak sekolah sebanyak satuorang.
Petani di Desa Bina Baru pada umumnnya telah melakukan program keluarga berencana sehingga beban tanggungan keluarga tidak terlalu besar.Sebanyak 53 responden memiliki tanggungan keluarga sedang berkisar 4-6 jiwa, untuk petani sampel yang
memiliki tanggungan keluarga sedikit berkisar 1-3 jiwa sebanyak 26 responden dan petani sampel dengan jumlah tanggungan terbanyak dimiliki oleh 1 responden. Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran dalam satu keluarga, semua anggota yang keluarga yang menjadi tanggungan keluarga dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari termasuk dalam tanggungan keluarga.
Profil KUD
KUD Karya Maju terletak di Desa BinaBaru, Kecamatan Kampar Kiri Tengah,Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. KUD Karya Maju berdiri pada tahun 1985 dengan basis usaha dibidang pertanian tanaman pangan terutama palawija.Pada tahun 1988 koperasi ini diikutsertakan dalam pemilihan KUD Teladan Tingkat Nasional untuk daerah transmigrasi se-Indonesia dan meraih juara pertama tingkat nasional.Pada tahun 1990 koperasi meraih predikat KUD Mandiri Inti. Pada 5 Juni 1998 pengurus KUD Karya Maju menandatangani perjanjian Kredit Koperasi Primer untuk Anggota dengan PT. Bank Bukopin sebagai Bank pelaksana dan PT. Kebun Pantai Raja sebagai Mitra Kerja yang menangani pelaksanaan di lapangan.
Masa penanaman bibit kelapa sawit pola KKPA dilaksanakan pada tahun 1999/2000 dalam bentuk kemitraan tripatrit antara PT. Bank Bukopin sebagai pemberi kredit, KUD sebagai penerima kredit dan PT. KPR sebagai pelaksana pembuatan kebun kelapa sawit.Pada bulan Juli 2003 kemitraan dengan PT. KPR dicabut ole PT. Bank Bukopin dan pengelolaan kebun diserahkan ke KUD.
Pada awal tahun 2012 jumlah anggota KUD telah mencapai 1572 orang dengan pengurus berjumlah tiga
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 orang diantaranya Hadi Sudarso sebagai Ketua KUD, Yusman sebagai Wakil Ketua KUD dan Marshudiono sebagai Sekretaris KUD dengan masa jabatan 5 tahun.
Analisis Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat
Keragaan Perkebunan Kelapa Sawit
Petani KKPA di Desa Bina Baru memiliki luas lahan satu ha dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM). Jumlah populasi tanaman sebanyak 130 pokok per ha dengan jarak tanam 8x9 m dan tinggi rata-rata tanaman 6-10 m. Kebun kelapa sawit KKPA di Desa Bina Baru ditanam pada tahun 2000, saat ini umur tanaman mencapai 14 tahun dengan jenis tanah pada umumnya merupakan jenis tanah mineral.
Jenis bibit yang digunakan untuk setiap ha lahan petani terdapat jenis
bibit Marihat, tetapi petani masih menyisipkan bibit palsu/Mariles pada lahan kebun kelapa sawit. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan masih terdapat varietas dura meskipun tanaman masih didominasi oleh varietas tenera.
Kegiatan perawatan yang dilakukan petani antara lain berupa pembersihan piringan, pembersihan kapling, pemangkasan, pemupukan dan pemanenan. Kegiatan perawatan yang dilakukan petani pada umumnya tidak sesuai dengan standar praktek terbaik. Seperti disajikan pada Tabel 5kegiatan pembersihan piringan dan pembersihan kapling dilakukan hanya satu kali per tahun sedangkan pemupukan dilakukan lebih banyak. Kondisi ini dapat mengakibatkan tidak optimalnya produksi buah sawit yang dihasilkan.
Tabel 5. Kegiatan Perawatan Sesuai Standar Kebun dan Petani KKPA
No Kegiatan
Jumlah Kegiatan
Per Tahun Jumlah HOK Per Tahun
Standar Kebun Petani KKPA Standar Kebun Petani KKPA
1 Pembersihan Piringan 4 kali 1 kali 8 HOK 2 HOK
2 Pembersihan Kapling 4 kali 1 kali 8 HOK 2 HOK
3 Pemangkasan Pelepah 2 kali 2 kali 6 HOK 4 HOK
4 Pemupukan 2 kali 4 kali 4 HOK 8 HOK
5 Pemanenan 24-36 kali 24 kali 78 HOK 48 HOK
Jumlah 36-48 kali 32 kali 104 HOK 64 HOK
Sumber: Oil Palm Best Practices (2008)
Petani di Desa Bina Baru melakukan pemupukan empat kali dalam setahun dengan melibatkan dua HOK. Pupuk yang digunakan oleh petani antara lain pupuk kimia berupa urea, TSP, KCL, kiserit dan borat, selain itu beberapa petani juga menggunakan pupuk organik berupa tandan kosong yang dapat diperoleh dari PKS.
Untuk melihat berapa banyak hasil panen petani dapat dilihat dari produksi yang dihasilkan setiap kali panen, sedangkan produktivitas untuk
melihat produksi setiap luas lahan pertahun. Produksi kelapa sawit pada lima tahun terakhir yang dimulai dari tahun 2009-2013, dimana umur tanaman kelapa sawit memasuki umur paling produktif. Produksi paling tinggi berada pada tahun 2012 sebesar 22.629,55 kg per ha per tahun dan 2013 sebesar 22.611,85 kg per ha per tahun, pada tahun tersebut umur kebun kebun kelapa sawit mencapai 12-13 tahun.
Harga yang berlaku dalam penjualan TBS tingkat petani KKPA adalah harga yang ditetapkan dari PKS,
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 harga yang ditetapkan sangat berpengaruh terhadap bibit yang digunakan oleh petani. Rata-rata harga penjualan TBS tingkat petani KKPA di Desa Bina Baru pada tahun 2013 sebesar Rp. 1.374 per kg.
Analisis Usahatani Kelapa Sawit
Biaya paling besar yang dikeluarkan petani dalam setahun adalah biaya tetap, yakni tabungan dana replanting, penggunaan pupuk (kimia dan organik), upah kegiatan perawatan, pengadaan pestisida dan herbisida, penyusutan, dan tabungan replanting. Biaya variabel yang harus dikeluarkan oleh petani antara lain upah panen, upah timbang dan jasa angkut TBS yang perhitungannya tergantung berat TBS yang dihasilkan (lihat Tabel 6).
Produksi kelapa sawit rata-rata yang dihasilkan petani pertahun sebesar 22.736kg dan harga yang digunakan rata-rata sebesar Rp. 1.374.Penerimaan atau pendapatan
kotor yang diperoleh petani dalam satu tahun sebesar Rp. 31.239.374, atausetiap bulannya petani menerima pendapatan kotor sebesar Rp. 2.603.281 dari penjualan hasil TBS (lihat Tabel 7).
Hasil pendapatanbersih petani kelapa sawit dari penjualan hasil TBS bernilai positif.Setiap tahunnya petani memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 17.137.482 pertahun sehingga setiap bulannya petani memperoleh pendapatan bersih sebesarRp. 1.428.123,- (lihat Tabel 7).Jumlah pendapatan bersih ini menunjukkan bahwa pendapatan petani dari kelapa sawit sebagai pendapatan utama masih berada dibawah standar UMR tahun 2014 sebesar Rp. 1.700.000 (Depnakertrans, 2014).
Tabel 6. Analisis Biaya Usahatani Per Ha Per Tahun
Keterangan Volume Satuan Frek Biaya
satuan Jumlah Biaya Tetap Pengadaan Pupuk ZA/Urea 171 kg/ha/smt 2 2.200 752.675 TSP/SP-36 156 kg/ha/smt 2 2.300 719.613 MOP/KCL 172 kg/ha/smt 2 5.700 1.957.950 Magnesium/Kiserit 139 kg/ha/smt 2 4.400 1,224,850 Boron/Borat 9 kg/ha/smt 2 5.800 108.750
Tandan Kosong 9.513 kg/ha/th 1 200 1.902.500
Pengadaan Herbisida
Gramaxon 4 Liter 1 74.844 299.375
Kegiatan Perawatan
Pembersihan Piringan 130 Pokok 1 2.500 323.969
Pembersihan Blok 1 Ha 1 315.750 356.798
Penunasan 130 Pokok 2 2.500 647.938
Pemupukan 6 Zak 4 10.000 259.125
Lainnya
Penyusutan Alat 265.300
Tabungan Dana Replanting Rp 12 175.000 2.100.000
Total Biaya Tetap 10.918.841
Biaya Variabel Biaya Panen
Upah Panen 947 Kg 24 100 2.273.608
Upah Timbang 947 Kg 24 0 0
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015
Total Biaya Variabel 3.183.051
Total Biaya 14.101.892
Tabel 7. Analisis Penerimaan dan Pendapatan Kelapa Sawit Per Ha Per Tahun
Uraian Satuan Jumlah
Produksi kg 22.736
Harga Rp/kg 1.374
Total Penerimaan Rp 31.239.482
Total Biaya Rp 14.101.892
Keuntungan/Pendapatan per tahun Rp 17.137.482
Keuntungan/Pendapatan per bulan Rp 1.428.123
AnalisisPendapatan Rumah Tangga Petani KKPA
Total pendapatan rumah tangga petani kelapa sawit rata-ratasebesar Rp. 36.307.482 per tahun sehingga rata-rata total pendapatan rumah tangga petani
kelapa sawit per bulan sebesar Rp. 3.025.623. Dari total pendapatan rumah tangga petani per tahun, 47,20% merupakan pendapatan dari kelapa sawit dan 52,80% pendapatan berasal dari non pertanian.
Tabel 8. Analisis Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani
No Sumber Pendapatan Jumlah Persentase (%)
1 Pendapatan Pertanian
Kelapa Sawit 17.137.482 47,20
Non Kelapa Sawit 6.135.000 16,90
2 Pendapatan Non Pertanian
Dagang 5.850.000 16,11 Buruh 450.000 1,24 Pegawai 5.625.000 15,49 Ternak 900.000 2,48 Lainnya 210.000 0,58 Total 36.307.482 100 Rata-rata 3.025.623
Analisis Penerapan GAP Melalui Prinsip dan Kriteria RSPO
Skor untuk setiap petani yang diperoleh pada penerapan budidaya kelapa sawit yang dilakukan petani KKPA untuk seluruh kriteria, yakni sebesar 67 yang berada pada kategori nilai 63,00 – 90,99dengan kategori skor kurang baik. Petani masih sedikit melakukan penerapan budidaya yang
baik dalam melakukan budidaya kelapa sawit karena masih berada pada kategori kurang baik, tetapi tidak menutup kemungkinan bila terdapat perbaikan kedepannya sehingga petani sepenuhnya dapat menerapkan budidaya yang baik pada perkebunan kelapa sawit di Desa Bina Baru.
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 Keragaan kebun kelapa sawit petani KKPA di Desa Bina Baru masih tergolong rendah.Dengan luas lahan yang sempit, penggunaan bibit campuran, pemupukan yang masih belum sesuai dengan standar kebun, dan pemeliharaan yang kurang menyebabkan produksi yang dihasilkan masih belum optimal. Pada gilirannya, pendapatan usahatani kelapa sawit tergolong rendah bahkan masih berada di bawah standar UMR yang berlaku. Pendapatan usahatani kelapa sawit berkontribusi sebesar 47,20% dari total pendapatan rumah tangga petani. Kondisi ini memperlihatkan bahwa petani masih dapat bertahan karena adanya pendapatan petani dari luar usahatani kelapa sawit. Penerapan yang masih rendah dalam praktek-praktek terbaik budidaya dan pengelolaan kebun merupakan tantangan bagi petani dan kelompok taninya apabila harus memperoleh sertifikat produk kelapa sawit. Hal ini dikarenakan tingkat penerapan yang diperoleh petani masih berada pada kategori kurang baik.
Saran
Petani sebaiknya melakukan intensifikasi terkait penggunaan input dan pemeliharaan sehingga menghasilkan produksi TBS yang optimal dan petani tidak perlu melakukan perluasan lahan.
Petani sebaiknya mendapatkan pembinaan dari penyuluh dari lembaga mengenai praktek budidaya yang baik, terkait pada Prinsip 4 pada P&C RSPO yang masih belum diterapkan dengan baik oleh petani.
DAFTAR PUSTAKA
Badrun, M. (2010). Lintasan 30 Tahun Penembangan Kelapa Sawit. Jakarta : Direktorat Jendral Perkebunan.
Blake, Robbie. (2013). Konsumsi Kelapa Sawit Eropa Melonjak, Menambah Resiko Kelestarian
Hutan Tropis. http:
//www.mongabay .co.id/ 2013 /09/10/konsumsi-kelapa-sawit-
eropa-melonjak–menambah-resiko-kelestarian- hutan- tropis. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013..
BPS. (2013). Kampar Dalam Angka. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Riau.
Corley, R. H. V. (2006). Feeding the World Sustainably With Palm Oil. Paper presented at the Symposium on Sustainable Resource Development. London.
Depnakertrans. (2014). Daftar Gaji UMR/UMK Regional Kota
Seluruh Indonesia.
http://infokerjadepnaker.blogspot.c om/ Diakses pada tanggal 18 Agustus 2014.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2010). Road Map Kelapa Sawit. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Fairhust, T., & McLaughlin, D. (2009). Sustainable Oil Palm Development On Degraded Land In Kalimantan . Washington, DC USA: World Wildlife Fund.
Finger, R., & Peerlings, J. H. M. (2012). Economics of Agribusiness Policy Group, Wageningen University.
Komisi ISPO. (2014). Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO): Persyaratan untuk Kebun Petani Swadaya (Draft IV). Jakarta: Sekretariat Komisi ISPO, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 KUD Karya Maju. (2014). Laporan
Rapat Tahunan Anggota 2013. Desa Bina Baru: KUD Karya Maju.
Moleenar, J. W., Orth, M., Lord, S., Meekers, P., Taylor, C., Hanu, M.. (2010) Analysis of the Agronomic and Institutional Constraints to Smallholder Yield Improvement in Indonesia. Amsterdam, The Netherlands: Aidenvirontment. Nazir, M. (2014). Metode Penelitian.
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. RSPO. (2007). RSPO Certification
System.
Shadbolt, Nicola dan Sandra Martin. (2005). Farm Management in New Zealand. Oxford University Press. Australia.
Soekartawi. (1995). Analisis Usahatani. Jakarta. Penerbit Universitas Press.
Teoh, C. H. (2012). Key Sustainability Issues in the Palm Oil Sector.ADiscussion Paper for Multi-Stakeholders Consultations (Comissioned By The World Bank Group) Washington DC: International Finance Corporation. The World Bank.
WWF. (2009). Forest conversion Initiative.