• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Hubungan Fisik Tanah dan Air. Menurut Israelsen dan Hansen (1962), pengetahuan hubungan fisik tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Hubungan Fisik Tanah dan Air. Menurut Israelsen dan Hansen (1962), pengetahuan hubungan fisik tanah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Fisik Tanah dan Air

Menurut Israelsen dan Hansen (1962), pengetahuan hubungan fisik tanah dan air bermanfaat untuk meningkatkan praktek irigasi termasuk keinginan mendapatkan penggunaan ketersediaan air yang paling efisien bagi tanaman. Fungsi air tanah dalam pertumbuhan tanaman sangat penting, mengingat tanaman sangat membutuhkan air namun apabila air tanah melebihi kapasitasnya menyimpan air (jenis) atau tanah mengalami kekeringan akan menghambat pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan status air yang tersimpan dalam pori tanah maka kondisi tanah sangat berpengaruh, yaitu kondisi tanah jenuh dan kondisi tanah tidak jenuh. Pada kondisi jenuh semua pori-pori terisi air, sedangkan pada kondisi tidak jenuh sebagian pori-pori terisi air dan sebagian lagi terisi udara. Pada kondisi tanah tidak jenuh potensial energi yang berperan adalah adalah potensial matriks yang merupakan gabungan kapilaritas dan adsorbs tanah. Dalam gerakan air tanah potensial tanah yang akan menentukan distribusi air di dalam tanah. Faktor utama yang berpengaruh terhadap gerakan air dalam kondisi tanah tidak jenuh adalah tekstur tanah dan struktur tanah (Hillel, 1971).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Terjadi tidaknya aliran permukaan, tergantung pada dua sifat yang dipunyai oleh tanah

(2)

tersebut, yaitu kapasitas infiltrasi yaitu kemampuan tanah untuk meresapkan air dan permeabilitas dari lapisan tanah yang berlainan, yaitu kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah (Suripin, 2004).

Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam hubungannya dengan kemampuan untung mendukung hidup tanaman. Kemampuan tanah menyimpan air tersedia merupakan fungsi dari tekstur dan struktur tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan hara dan kemudian menyediakannya bagi tanaman sangat ditentukan oleh tekstur tanah dan macam mineral liat (Islami dan Utomo, 1995).

Hanafiah (2005) mengemukakan bahwa tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah tetapi harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 1.

Tekstur tanah penting diketahui karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut (pasir, debu, dan liat) akan menentukan sifat fisik tanah. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur ganular akan mempunyai bobot isi 1,0 sampai 1,3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar mempunyai bobot isi antara 1,3 sampai 1,8 g/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 g/cm3. Klasifikasi kelas tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 2 (Hasibuan, 2011).

(3)

Tabel 1. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional

Separat Tanah Diameter (mm) Jumlah Partikel (g-1) Luas Permukaan USDA Internasional (cm2 g-1) Pasirsangat kasar 2,00 – 1,00 – 90 11 Pasir kasar 1,00 – 0,50 – 720 23 Pasir sedang 0,50 – 0,25 – 5.700 45 Pasir – 2,00 – 0,20 4.088 29 Pasir halus 0,25 – 0,10 – 46.000 91 Pasirsangat halus 0,10 – 0,05 – 722.000 227 Debu 0,05– 0,002 – 5.776.000 454 Debu – 0,02 – 0,002 2.334.796 271 Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000 (Hanafiah, 2005).

Tabel 2. Klasifikasi kelas tekstur tanah

Nomor Nama tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

1 Pasir 85-100 0-15 0-10

2 Lempung liat berpasir 45-80 0-28 20-35

3 Pasir berlempung 70-90 0-39 10-15

4 Lempung berpasir 43-80 0-50 0-20

5 Lempung 23-52 28-50 7-27

6 Lempung berdebu 0-50 50-88 0-27

7 Debu 0-20 88-100 0-12

8 Lempung liat berdebu 0-20 40-73 27-40

9 Lempung berliat 20-45 15-53 27-40

10 Liat berpasir 45-65 0-20 35-45

11 Liat berdebu 0-20 40-60 40-60

12 Liat 0-45 0-40 40-100

(Hasibuan, 2011).

Sistem klasifikasi berdasarkan persentase susunan butir tanah bahwa tanah terdiri dari susunan butir-butir pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S. Departement of Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah sistem USDA (Soedarmo dan Purnomo, 1997).

(4)

United states Departement of Agriculture (USDA) mengklasifikasikan

tekstur tanah berdasarkan atas dari fraksi-fraksi utama dari partikel tanah yaitu sebanyak 12 kelas tekstur. Berikut adalah gambar diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA.

Gambar 1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA (Hasibuan, 2011).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah adalah komponen tanah yang berasal dari makhluk hidup (tumbuhan dan hewan) yang telah mati. Umumnya bahan organik di tanah mineral berkisar 0,5- 5,0 %. Terlepas dari kadarnya yang sangat rendah di tanah mineral, fraksi organik sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem. Fungsi komponen organik meliputi fungsi nutrisi dimana bahan organik sebagi sumber hara N, P, dan S. Fungsi biologi dimana bahan organik akan mempengaruhi aktifitas mikrobiologi dan fungsi fisik bahan organik dan fisiko kimia akan memperbaiki struktur tanah, meningkatkan aerasi, retensi air dan meningkatkan kapasitas tukar kation (Mukhlis, dkk., 2011).

(5)

Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah (BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Kerapatan isi (massa) adalah berat persatuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan sebagai g/cm3. Terganggunya struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat persatuan volume. Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horizon untuk memperoleh nilai rata-rata (Hakim, dkk., 1986).

Kerapatan massa adalah bobot per satuan volume tanah kering oven yang

biasanya dinyatakan sebagai gram per sentimeter kubik. Menurut Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara

massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah. B𝑑=

Mp

(6)

Dimana :

B𝑑 = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)

Mp = Massa padatan tanah (g)

Vt = Volume total tanah (cm3)

Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3. Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai 1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan massa dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).

Besarnya bobot volume atau kerapatan massa (bulk density) yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Tanah yang baru berkembang dari abu vulkan, misalnya yang disebut Andosol atau Andept, dengan kandungan

bahan organik 5 – 10%, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3 (Islami dan Utomo, 1995).

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Bobot jenis partikel tanah (Pd) atau particle density adalah nisbah antara

massa padatan dengan volume padatan tanah, yang dihitung dengan persamaan:

Pd =MpVp……….(2)

dimana:

(7)

Mp = Massa tanah (g)

Vp= Volume tanah kering (cm3)

Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (Pd) rendah. Tanah Andosol

misalnya, bobot jenis partikelnya hanya 2,2 – 2,4 g/cm3(Islami dan Utomo, 1995).

Particle density atau kerapatan partikel ialah berat tanah kering persatuan

volume partikel-partikel bagian padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori tanah. Untuk menentukan particle density, yang diperhatikan adalah partikel-partikel dari bagian padat tanah. Oleh karena itu particle density dari setiap jenis tanah adalah konstan, tidak bervariasi dengan jumlah antara partikel-partikel tanah. Pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,65 g/cc (Hasibuan, 2011).

Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005).

Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%, sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3 – 0,2. Porositas dipengaruhi oleh ukuran

(8)

partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60%. (Islami dan Utomo, 1995).

Untuk menghitung persentase ruang pori atau porositas (n) adalah membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan: n = (1 −BdPd) x 100%...(3) dimana: ...( n = Porositas (%) Bd = Kerapatan massa (g/cm3) Pd = Kerapatan partikel (g/cm3) (Hanafiah, 2005).

Distribusi Air Tanah

Di bawah permukaan tanah pori-pori tanah berisi air dan udara dan dikenal sebagai zona kapiler. Air yang tersimpan pada zona kapiler disebut sebagai kelengasan tanah atau air kapiler. Pada kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler, proses ini disebut interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat kembali lagi kepermukaan tanah dan mengalami penguapan ke atmosfer (Suripin, 2004).

Di dalam tanah air dapat berpindah dan bergerak dalam lapisan tanah pada elevasi dan suhu yang sama. Hal ini terjadi karena adanya tarikan air oleh partikel tanah yang dikenal dengan potensial matriks atau gaya kapiler. Karena adanya gaya potensial tanah ini mengakibatkan 2 jenis tanah atau lebih yang memiliki

(9)

kandungan air yang sama akan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran air dalam tanah juga mempengaruhi jumlah air yang tersedia bagi tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Infiltrasi adalah proses aliran air di dalam tanah secara vertikal akibat adanya potensial gravitasi. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi diantaranya jenis tanah, kepadatan tanah, kelembaban tanah dan tanaman di atasnya, laju infiltrasi pada tanah semakin lama semakin kecil karena kelembaban tanah juga mengalami peningkatan (Harto, 1993).

Menurut Laverton (1964) dalam Kusmawati (2003), semua tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Air terkandung 80% atau lebih dari bagian tanaman. Air mengalirkan bahan-bahan mentah dan menyelesaikan produk dari tanaman tersebut. Air mempertahankan konsistensinya yang dibutuhkan waktu dan juga pentingnya tekanan bekerja pada sel yang sedang tumbuh. Air juga penting bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi dari tanah.

Menurut Hendriyani (2009) dalam Hermantoro (2011), perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah, jadi meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal yang menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan perbedaan pertumbuhan tanaman.

Menurut Kramer (1972) dalam Hermantoro (2011), air sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi air juga dapat membatasi pertumbuhan. Jika jumlah air terlalu banyak maka akan menimbulkan cekaman

(10)

aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke

dalam daun. Selain itu, dengan menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunnya laju transpirasi akan mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman.

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap volume tanah total. Dimensi kadar air tanah dapat dinyatakan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik) (Hillel, 1971).

Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional ialah secarra gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang di ambil dari lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 105oC hingga beratnya konstan. Lama pengeringan tergantung pada jenis tanahnya namun sebagai acuan biasanya 24 jam. Setelah tanah dikeringkan kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering (Wmd) sebagai

berikut:

𝑊𝑚𝑑 = 𝐵𝑇𝐴−𝐵𝑇𝐾𝑂𝐵𝑇𝐾𝑂 × 100% ……….(4)

Dimana:

(11)

BTKO = Berat tanah kering oven (gram)

Kadar air volumetrik dapat dihitung dengan persamaan: θ = BwBd×

Wmd………..………(5) Dimana:

θ =kadar air volumetrik (%)

Bd= kerapatan massa tanah(gram/cm3)

Bw=kerapatan massa air (gram/𝑐𝑚3)

(Hillel, 1971).

Kadar air tanah (water storage) dipengaruhi sifat fisik tanah. Dimana kadar air tanah adalah selisih dari masukan air melalui infiltrasi ditambah kondensasi oleh tanaman dan adsorbsi oleh tanah dikurangi kehilangan air melalui evapotranspirasi, aliran permukaan, perkolasi dan rembesan lateral, dimana adsorbsi air oleh tanah dan masuknya air kedalam tanah dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan porositas tanah (Hanafiah, 2005).

Kapasitas Lapang

Kapasitas lapangan (field capacity) adalah kapasitas menahan air yang minimum dimana banyaknya dinyatakan dalam persen (%), karena keadaan ini sama dengan keadaaan kondisi menahan air dari tanah yang kering dengan permukaan air tanah yang rendah sesudah mendapat curah hujan yang cukup selama 1 sampai 2 hari (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

(12)

Air tersediakan adalah air yang terdapat diantara kapasitas lapangan dan titik layu tetap. Kapasitas lapangan adalah batas atas jumlah air yang tinggal di dalam tanah setelah tanah mengalami pengatusan normal dimana dapat di serap oleh tumbuhan. Titik layu tetap adalah batas tegangan air tertinggi dimana sudah tidak dapat diserap tumbuhan (Notohadiprawiro, 1998).

Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang (field capacity). Air kapasitas lapang merupakan kapasitas dimana gaya gravitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya. Kapasitas lapang dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada tanah yang akan diperiksa. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan (Hansen, dkk., 1992).

Evapotranspirasi

Peristiwa berubahnya air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut dengan evaporasi, peristiwa penguapan air dari tanaman disebut dengan transpirasi. Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air (consumptive use). Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak maka evapotranspirasi itu disebut evapotranspirasi potensial. Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

(13)

Kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode tengah pertumbuhan dan kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal pertumbuhan. Hal ini karena tanaman akan lebih banyak membutuhkan air pada periode tengah pertumbuhan karena pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode ini. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Sedangkan pada periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil sehingga luas

permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil (Islami dan Utomo, 1995).

Cara perhitungan potensial evapotranspirasi metode empirik Blaney-Riddle rumus umumnya adalah :

U = kp(45,7 t+813) 100 ……….………(6) K= Kt x Kc ………..…………..………(7) Kt = 0.0311t + 0.240………..………(8) Dimana : U = Evapotranspirasi bulanan (mm)

p = Jumlah jam penyinaran matahari perbulan dalam 1 (satu) tahun (%) t = Suhu udara rata-rata bulanan (oC)

kc = Koefisien tanaman.

(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Menurut Allen, dkk., (1998) dalam Hanum (2013), koefisien konsumtif tanaman (kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman

(14)

yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka dimasukkan nilai Kc yang nilainya

tergantung kepada musim, serta tingkat pertumbuhan tanaman.

Menurut Triatmodjo (2008) dalam Bunganaen (2009), cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini

E = k x Ep ………... (9) dimana :

E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,7)

Ep= evaporasi dari panci (mm/hari)

koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.

Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi

apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0 dikalikan

dengan suatu koefisien tanaman.

(15)

dimana :

ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Et0 = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari)

kc = Koefisien tanaman (Limantara, 2010).

Jenis Tanah

Tanah dapat dipandang sebagai campuran antara partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran dan komposisi. Partikel-partikel tersebut menempati kurang lebih 50% volume, sedangkan sisanya, yang berupa pori-pori, diisi oleh air dan udara. Salah satu fungsi tanah yang terpenting adalah tempat tumbuhnya tanaman. Akar tanaman didalam tanah menyerap kebutuhan utama tumbuhan, yaitu air nutrisi dan oksigen (Suripin, 2004).

Tanah Inceptisol

Menurut Puslittanak (2000) dalam Junaidi, dkk. (2013) yang menyatakan bahwa inceptisol merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di daerah perairan yang rentan terhadap pencemaran akibat tumpahan minyak atau oli. Tanah inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas. Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5%.

Tanah tersebut mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama padi, jagung,

(16)

dan kedelai asal dibarengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat. Apabila terjadi pencemaran oleh tumpahan minyak/oli yang mengandung senyawa hidrokarbon sebagai bahan pencemar akan menjadi masalah terhadap

kesuburannya. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk pemulihan (Junaidi, dkk., 2013).

Kedelai

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu

Glycine soja dan soja max. Namun demikian, pada tahun 1948 telah dipastikan

bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Genus : Glycine

(17)

Gambar 2. Tanaman kedelai (Balitan, 2014)

Daur hidup dari penyemaian hingga tua tanaman kedelai bervariasi mulai dari 65 hari sampai 150 hari lebih. Kedelai adalah tanaman hari pendek kuantitatif yang berarti bahwa perkembangan tanaman sampai tua biasanya lebih cepat pada wilayah dengan hari pendek dari pada wilayah dengan hari panjang. Kedelai dapat melakukan penyerbukan sendiri. Kedelai dapat di budidayakan dari mulai daerah khatulistiwa sampai letak 55oLU atau 55oLS, dan ketinggian hampir 2000 meter diatas permukaan laut. Suhu dibawah 21oC dan di atas 32oC dapat mengurangi munculnya bunga dan terbentuknya polong. Penyerapan air oleh tanaman kedelai

mencapai 7,6 mm/hari dan curah hujan sebesar 500 mm/tahun (Maesen dan Somaatmadja, 1993).

Nisbah evapotranspirasi maksimum terhadap evapotranspirasi potensial (ETm/Eto) atau faktor tanaman (kc) pada tanaman kedelai yang dikutip dari

Doorenbos dan Kassam (1988) dalam Islami dan Utomo (1995) bahwa nilai kc pada pertumbuhan awal 0,3-0,4 pertumbuhan aktif 0,7-0,8 pertumbuhan maksimum 1,0-1,15 akhir pertumbuhan 0,7-0,8 dan pada saat panen 0,5-0,5 sehingga rata-rata kc tanaman kedelai ialah sebesar 0,75-0,79.

Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh

(18)

kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air dalam tanah (Adisarwanto, 2005).

Dengan drainase dan aerasi yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada tanah tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol. Untuk tumbuh dengan baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus dan bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan sumber bahan makanan bagi jasad renik yang membebaskan unsur hara bagi tanaman (Suprapto, 2001).

Kondisi kadar air di dalam tanah menentukan tingkat efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman kedelai. Pada kadar air 70-80% kapasitas lapang efisiensi serapan unsur fosfor optimal pada tanaman kedelai yang di pupuk fosfor di tanah vertisol. Di samping itu kondisi kekeringan sampai dengan kadar air 50% kapasital lapang masih bisa di toleransi oleh tanaman kedelai. Sementara bila kadar air kurang dari 50%, pertumbuhan kedelai akan terhambat sehingga produktivitasnya menurun sampai 20-30% (Adisarwanto, 2005).

Berat Polong

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah bunga pertama muncul. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Didalam polong terdapat biji yang berjumlah 2 -3 biji,

(19)

ukuran setiap biji bervariasi mulai dari kecil sekitar 7-9 gram/100 biji, sedang 10-13 gram/100 biji, dan besar > 13 gram/100 biji (Adisarwanto, 2005).

Berat Kering Tanaman

Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga 800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 700C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).

Gambar

Tabel  1.  Klasifikasi  ukuran,  jumlah  dan  luas   permukaan   fraksi-fraksi   tanah   menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional
Gambar  1.  Diagram  Segitiga  Tekstur  Tanah  menurut  Klasifikasi  USDA  (Hasibuan, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian dan analisis yang dilakukan pada bab pengujian dan analisis dapat disimpulkan bahwa sistem yang dibangun dengan proses stemming dapat

Tingginya AKI juga dipengaruhi oleh tiga terlambat yang kemudian dikembangkan menjadi empat terlambat, yaitu terlambat pengenalan dini adanya tanda bahaya atau masalah atau

Skripsi yang berjudul “ Comparative Analysis between Audio-lingual and Total Physical Response Methods in English Language Learning for Kindergarten. Students ” ini adalah

cenderung akomodatif, dan juga didukung realitas masih lemahnya institusional partai- partai politik, melainkan juga didukung adanya mekanisme persetujuan bersama dan

Adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung yang sedang menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Disiplin Kerja dan Fasilitas Kerja terhadap Kinerja Pegawai

Oleh sebab itu, salah satu cara menginovasi ebi dengan mengolah ebi menjadi biskuit yang kaya akan kandungan gizi, dan penulis tertarik untuk membuka usaha baru olaha ebi dengan

INOVASI INSTRUMEN SIT AND REACH BERBASIS DIGITAL TECHNOLOGY Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Beri air pada wajan, taruh roller plate di bawah stick roller plate, taruh rak di atas wajan, taruh wajan di atas kompor, nyalakan api, setelah pemutar api