• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kaidah sebuah bahasa. Unsur-unsur atau satuan dari kalimat itu tersusun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kaidah sebuah bahasa. Unsur-unsur atau satuan dari kalimat itu tersusun"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap kalimat memiliki unsur-unsur atau satuan yang lebih kecil yang tersusun sesuai dengan kaidah sebuah bahasa. Unsur-unsur atau satuan dari kalimat itu tersusun secara beruntun dan memiliki fungsi masing-masing. J.W.M Verhaar dalam bukunya Asas-Asas Linguistik Umum (1996:261), menyatakan bahwa susunan beruntun adalah tata urutan segmen-segmen tuturan. Contohnya dalam kalimat bahasa Prancis (selanjutnya disebut bP) Françoise le regardait en haussant les épaules, dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia (selanjutnya disebut bI) ‘Françoise melihatnya sambil mengangkat bahu’, subjek Françoise mendahului objek le1, predikat dalam kalimat ini adalah regardait, sedangkan en haussant les epaules adalah keterangan. Letak masing-masing unsur dalam kalimat ini jika diacak atau ditukar dapat menyebabkan kalimat di atas tidak berterima.

Menurut Drs. Abdul Chaer dalam bukunya Linguistik Umum (2007:240), unsur-unsur kalimat itu secara sintaksis atau struktur terdiri dari kata, frasa, klausa, hingga menjadi sebuah kalimat utuh. Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar, sedangkan dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil. Susunan kata akan membentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frasa. Frasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif, tetapi fungsinya tidak melebihi klausa. Susunan frasa akan membentuk satuan sintaksis yang lebih tinggi yaitu klausa. Klausa memiliki tataran di atas frasa dan di

1

(2)

2 bawah kalimat. Klausa merupakan susunan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Runtutan kata pada sebuah klausa harus disertai setidaknya dengan satu verba agar dapat dianggap sebagai klausa. Klausa yang diakhiri dengan tanda baca titik (.) akan menjadi sebuah kalimat. Hal yang penting atau menjadi dasar dalam sebuah kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final. Pada kalimat yang terdiri dari beberapa klausa, klausa satu dan klausa lainnya dihubungkan dengan konjungsi atau penghubung.

Klausa dan kalimat memiliki cakupan yang sangat luas. Klausa dapat dibedakan jenisnya berdasarkan statusnya dalam kalimat, misalnya klausa utama atau klausa atasan, yaitu klausa yang memiliki posisi inti di dalam kalimat, dan klausa bawahan, yaitu klausa yang merupakan bagian dari klausa utama. Kalimat dapat dibedakan sesuai dengan klausa yang terkandung di dalamnya, menjadi kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk campuran.

Berbicara lebih jauh mengenai kalimat, semua bahasa menurut J.W.M. Verhaar memiliki sistem verbal yang biasa disebut kala, aspek, dan modus. Kala, aspek, dan modus ini saling bekerja sama dalam sintaksis klausa. Kala menunjukkan waktu keadaan atau tindakan yang diungkapkan oleh verba dalam hubungan dengan saat penuturan. Aspek menunjukkan segi arti verba yang berkaitan dengan dimulainya, berlangsungnya, terjadinya, diulang tidaknya, selesai tidaknya, atau adanya hasil atau tidaknya dari tindakan tersebut. Modus mengungkapkan sikap penutur terhadap apa yang dituturkannya, maksudnya sikap kepastian, kesangsian, pertanyaan, pengingkaran, dan pandangan tentang riil tidaknya dari apa yang diungkapkan oleh verba.

Tiap bahasa memiliki aturan kebahasaan yang berbeda-beda, misalnnya bahasa-bahasa di Asia Tenggara yang memiliki induk bahasa melayu dan sansekerta

(3)

3 tentunya cukup berbeda dengan beberapa bahasa di Eropa yang merupakan rumpun bahasa latin dan roman. Pada umumya bahasa Eropa merupakan bahasa verbal, sedangkan bI merupakan bahasa non verbal. Lebih jelas melihat perbedaan bahasa satu dengan bahasa lainnya dapat dilakukan dengan membandingkan karya sastra terjemahan dengan teks aslinya. Penerjemahan merupakan pengubahan dari suatu bentuk ke dalam bentuk lain, atau pengubahan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain, dan sebaliknya (Kamus online Merriam-Webster Dictionary). Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa penerjemahan yang baik tidak serta merta menerjemahkan kata per kata pada bahasa sumber (selanjutnya disebut bSu) ke bahasa sasaran (selanjutnya disebut bSa), tetapi juga harus meringkasnya dan mengungkapkan kembali dengan bSa yang baik agar pesan yang disampaikan oleh penulis dapat diterima oleh pembaca. Perbedaan karya sastra terjemahan dan versi aslinya mencakup banyak hal, baik dari tataran sintaksis seperti kata, frasa, klausa, kalimat, maupun makna atau arti. Misalnya bI tidak memiliki sistem kala secara morfologis dan bukan merupakan bahasa verbal. Pengertian kala dalam bI terletak pada konstituen periferal yang sesuai menurut Verhaar (Asas-Asas Linguistik Umum, 1996:241). Contohnya dalam kalimat ‘Saya pergi ke Surabaya kemarin’ dan ‘Ayah mencuci mobil besok

pagi’, kata yang dicetak tebal menjelaskan keterangan waktu dan merupakan periperal

leksikal. BP menjelaskan kala dengan adanya konjugasi verba sesuai dengan kapan suatu tindakan itu terjadi karena bP merupakan bahasa verbal. Contohnya kalimat Je suis allée à Surabaya, Je vais à Surabaya, dan J’irai à Surabaya tentunya

memberikan keterangan yang berbeda, meskipun jika diterjemahkan secara kata per kata dalam bI, je ‘saya’; suis allée, vais, irai, ‘pergi; à Surabaya, ‘ke Surabaya’ menjelaskan tindakan yang sama tanpa memperhatikan kalanya. Jika diartikan secara keseluruhan, kalimat pertama, Je suis allée à Surabaya, menjelaskan sesuatu yang

(4)

4 telah lampau. Tindakan yang dilakukan dalam kalimat ini telah terjadi di masa lalu. Kalimat kedua, Je vais à Surabaya, menjelaskan suatu tindakan yang terjadi saat ini atau akan terjadi. Kalimat kedua, J’irai à Surabaya, menjelaskan sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Tindakan ini belum terlaksana. Meskipun tidak terdapat keterangan kala secara periferal dalam ketiga kalimat bP itu, keterangan kala dapat diketahui secara morfologis dari perbedaan bentuk verba ketiga kalimat itu.

Perbedaan lain bP dan bI adalah modus. Modus merupakan kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkannya (Kridalaksana, 2008 : 156). BP mengkategorikan modus menjadi dua, yaitu le mode personnel (modus persona) dan le mode impersonnel (modus impersona). Le mode

personnel terdiri dari l’indicatif (modus yang menyatakan afirmasi), le subjonctif

(modus kata kerja yang menyatakan keraguan, kemauan, perasaan, dsb), l’imperatif (bentuk suruh atau perintah), dan le conditionnel (bentuk kata kerja dalam modus bersyarat), sedangkan le mode impersonnel terdiri dari l’infinitif, le participe, dan le gérondif. Perbedaan dari personnel dan impersonnel adalah ada tidaknya peran subjek atau pelaku ‘persona’ pada pembentukan modus itu. BI tidak memiliki bentuk modus impersona. Bahkan dalam Kamus Perancis Indonesia oleh Winarsih Arifin dan Farida Soemargono, tidak ada definisi khusus mengenai pengertian l’infinitif, le participe, dan le gérondif. Penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai modus gérondif. Modus gérondif sering digunakan dalam bP lisan maupun tulisan. Dalam bentuk tulisan kerap ditemukan dalam artikel surat kabar, majalah, dan karya sastra misalnya dalam novel.

(5)

5 Bentuk gérondif adalah bentuk participe présent yang diawali dengan preposisi en2. Participe présent merupakan bentuk kata kerja yang menjelaskan suatu tindakan

yang dilakukan subyek saat itu juga. Ciri-ciri dari participe présent adalah verba yang diikuti dengan sufiks –ant sehingga menjadi nomina. Bentuk gérondif menyatakan dua kegiatan atau tindakan dalam satu kalimat atau klausa. Kalimat dalam bentuk ini merupakan bentuk kompleks. Contohnya adalah sebagai berikut :

(1) Il riait doucement en me frottant la nuque. (BT : 17)

‘Ia terkekeh lirih sambil menggosok-gosok tengkukku.’ (LK : 18)

Kalimat di atas terdiri dari dua klausa, yaitu Il riait doucement dan en me frottant la nuque. Klausa utama pada contoh di atas merupakan klausa yang verbanya

tidak dalam bentuk gérondif, yaitu Il riait doucement, sedangkan klausa en me frottant la nuque merupakan klausa bawahan karena dituliskan dalam bentuk gérondif.

Dari segi semantis, ketika diterjemahkan ke dalam bI, gérondif memiliki fungsi dan makna yang berbeda-beda, karena bI tidak memiliki bentuk ini. Pada contoh kalimat di atas, gérondif memiliki makna ‘sambil’ yang dalam bI, kata sambil memiliki makna ‘menyatakan tindakan yang dilakukan bersamaan’. Di bawah ini merupakan contoh gérondif yang memiliki makna yang berbeda.

(2) Il s’était cassé la jambe, la veille au soir, en revenantde faire les Rois, chez un voisin. (MB : 36)

‘Kakinya patah kemarin sorenya, waktu ia pulang sehabis merayakan Pesta Raja-Raja di tempat salah seorang tetangga.’ (MB : 23)

Pada contoh di atas, kata gérondif en revenant memiliki arti ‘waktu ia pulang’ dalam bI. Kata waktu dalam bI memiliki sinonim ‘ketika’ yang menjelaskan

2Hingga abad 18, gérondif bisa digunakan tanpa membubuhkan en di depannya menurut buku Grammaire du

(6)

6 keterangan waktu. Contoh lain bentuk gérondif yang memiliki fungsi dan arti yang berbeda adalah sebagai berikut.

(3) Emma, de temps à autre, se rafraichissait les joues en y appliquant la paume de ses mains, qu’elle refroidissait après cela sur la pomme de fer des grands chenets. (MB : 47)

‘Emma, sesekali, menyejukkan pipinya dengan telapak tangannya yang sesekali didinginkannya kembali pada tombol besi tempat kayu bakar perapian.’ (MBt : 33)

Frasa gérondif se rafraichissait les joues en y appliquant la paume de ses mains diterjemahkan menjadi ‘menyejukkan pipinya dengan telapak tangannya’. Kata

en appliquant, merupakan bentuk gérondif dan terjemahannya adalah ‘dengan’. Kata

dengan dalam bI digunakan untuk menjelaskan keterangan cara. Frasa di atas secara

lengkap diterjemahkan menjadi ‘menyejukkan pipinya dengan telapak tangannya’, artinya subjek dalam kalimat ini, yaitu Emma, menyejukkan pipinya dengan menggunakan telapak tangannya.

Penjelasan lebih lanjut mengenai bentuk gérondif akan dijelaskan pada Bab II. Data yang diambil dari penelitian ini adalah dua novel prancis yang telah diterjemahkan dalam bI, yaitu Bonjour Tristesse (Sagan: 1954) dan Madame Bovary (Gustave Flaubert : 1856) serta terjemahannya dalam bI yang diambil dari novel terjemahan Lara Kusapa (Nadya: 2009) dan Madame Bovary (Winarsih Arifin : 1990).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang, rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah analisis sintaksis dan semantik modus gérondif yang ada dalam novel Bonjour Tristesse dan Madame Bovary?

(7)

7 2. Bagaimanakah pergeseran terjemahannya dalam bI?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Skripsi ini membahas tentang modus gérondif yang dianalisis secara sintaksis, semantik dan pergeseran terjemahan. Di awal pembahasan dimulai dengan analisis sintaksis, yaitu pembahasan tentang klausa utama dan klausa bawahan kalimat yang mengandung gérondif serta posisi gérondif dalam sebuah kalimat. Analisis secara semantik dilakukan dengan mengklasifikasikan gérondif makna terjemahannya dalam kalimat, karena ketika diterjemahkan dalam bI, makna gérondif menjadi beragam. Teori makna yang digunakan adalah teori tentang makna gérondif Olivier (1978:326) dan teori hubungan makna yang timbul sebagai akibat pertemuan klausa satu dengan klausa lain oleh Ramlan (1987:59-88). Pembahasan terakhir adalah analisis pergeseran terjemahan bentuk gérondif dari bP ke bI. Analisis pergeseran terjemahan menggunakan teori pergeseran terjemahan atau translation shift milik Catford karena dianggap paling sesuai dengan penelitian ini.

1.4 Landasan Teori

1.4.1 Sintaksis

Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Tataran sintaksis mencakup kata, frasa, klausa, dan kalimat. Menurut Ramlan (2005:19), sintaksis merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas seluk beluk wacana. Satuan wacana tersebut terdiri dari unsur-unsur yang berupa kalimat. Dalam sebuah kalimat terdiri dari beberapa unsur yang berupa klausa, frasa, dan kata. Ilmuwan lain, Kridalaksana (2008:223), mengungkapkan bahwa sintaksis merupakan bagian dari subsistem bahasa yang mencakup pengaturan dan hubungan antara kata

(8)

8 dengan kata, atau dengan satuan – satuan yang lebih besar itu dalam bahasa, sedangkan Verhaar (2008:161) menganggap bahwa sintaksis membahas hubungan gramatikal antar kata dalam kalimat.

Selain itu, sintaksis juga membahas struktur dalam kalimat yang mencakup fungsi, kategori, dan peran. Maka dari itu, kajian linguistik yang membahas tentang subjek, predikat, objek, dan keterangan berkenaan dengan fungsi sintaksis. Istilah nomina, verba, adjektiva, dan numeralia berkenaan dengan kategori, sedangkan peran mencakup istilah pelaku, penderita, dan penerima.

Dalam kalimat dikenal istilah kalimat verbal dan non verbal. Sehubungan dengan kalimat verbal, dikenal pula istilah kala, aspek, dan modus, namun karena penelitian ini fokus pada modus saja. Modus menurut Chaer mengungkapkan sikap penutur terhadap apa yang dituturkannya, maksudnya sikap kepastian, kesangsian, pertanyaan, pengingkaran, dan pandangan tentang riil tidaknya dari apa yang diungkapkan oleh verba. Modus memiliki fungsi untuk mengekspresikan perilaku penutur terkait dengan pernyataannya (Grevisse, 1980:708). Hal ini merupakan ragam cara yang digunakan oleh subjek untuk mengembangkan dan menjelaskan suatu perbuatan. Sesuai dengan ada tidaknya subjek atas persona, dalam bP, modus dibagi menjadi dua, yaitu modus personnel dan impersonnel.

1.4.2 Semantik

Semantik berkaitan dengan makna dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Menurut Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi. Verhaar (1983:124) mengatakan bahwa semantik berarti teori makna atau teori arti. Makna dapat dibagi

(9)

9 menjadi tiga menurut Abdul Chaer (2007:289), yaitu makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual. Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Sebaliknya, makna gramatikal adalah makna yang muncul setelah terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.

1.4.3 Terjemahan

Terjemahan merupakan aktivitas mengalihkan pesan bSu ke dalam bSa. Banyak sekali ilmuwan yang menderskripsikan terjemahan. Catford (1965:20) mendefinisikan terjemahan sebagai proses transfer teks dari bahasa sumber ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran. Hasil penerjemahan ini berupa padanan terdekat bahasa sumber dalam bahasa sasaran yang mengutamakan makna dan selanjutnya bentuk. (Nida, 1974:12). Bahasa sumber (bSu) merupakan bahasa yang diterjemahkan, sedangkan bahasa sasaran (bSa) merupakan bahasa hasil terjemahan. Nida & Taber (1969:105) menyampaikan bahwa ketika mengalihkan bSu ke bSa, seorang penerjemah memperhatikan berbagai penyesuaian, yaitu penyesuaian struktur dan penyesuaian semantis. Penyesuaian itu tak jarang menyebabkan pergeseran terjemahan. Pergeseran terjemahan kerap kali terjadi agar pesan dalam bSu dapat tersampaikan dengan baik ke dalam bSa, terlebih jika bSa memiliki karakteristik yang berbeda dengan bSu. Dalam pandangan Catford, penerjemah tidak mengalihkan makna tetapi mengganti makna dalam bSu dengan makna dalam bSa karena dua ujaran atau kata dalam kedua bahasa itu tidak memiliki arti atau makna yang sama persis (Fawcet, 1997:54-55). Catford lebih lanjut mengkategorikan pergeseran

(10)

10 terjemahan menjadi dua pergeseran utama, yaitu pergeseran tingkat dan pergeseran kategori yang akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab II.

1.5 Tinjauan Pustaka

Amanatus Zahroh (2012) dalam skripsinya yang berjudul Participe Présent Bahasa Prancis dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia : Studi Kasus Roman

Bonjour Tristesse membahas mengenai terjemahan participe présent dengan

menggunakan data novel Bonjour Tristesse dan terjemahannya. Ia fokus pada analisis makna terjemahan participe présent termasuk gérondif. Perbedaan skripsi Amanatus Zahroh dan skripsi ini adalah, skripsi ini fokus meneliti modus gérondif yang dianalisis secara struktur, makna, dan terjemahan.

Denta Yuliansah (2013) dalam skripsinya yang berjudul Pergeseran Semantis Penerjemahan Unsur-Unsur Seksual dalam Komik Titeuf membahas tentang

pergeseran makna yang terjadi dalam penerjemahan komik berbahasa prancis Titeuf ke dalam bahasa Indonesia, terutama penerjemahan kata-kata, frasa, klausa, atau kalimat yang mengandung unsur seksual. Skripsi Denta Yuliansah memberikan masukan mengenai analisis pergeseran terjemahan pada skripsi ini.

Winnalia Lim (2014) dalam skripsinya yang berjudul Konstruksi Bahasa Prancis dan Indonesia : Cerminan Pola Pikir membahas mengenai terjemahan

bentuk aktif-pasif dalam bP ke bI, serta membandingkan keduanya. Menerjemahkan membutuhkan penyesuaian dari bSu ke bSa, serta bahasa merupakan cerminan pola pikir dari suatu bangsa yang menggunakannya. Skripsi Winnalia Lim memberikan masukan pada skripsi ini mengenai penerjemahan bSu ke bSa yang memerlukan penyesuain.

(11)

11

1.6 Metode Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengumpulan data atau penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data seperti yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993).

- Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah bentuk gérondif dalam novel Bonjour Tristesse dan Madame Bovary, serta versi terjemahannya dalam bahasa

Indonesia, Lara Kusapa dan Madame Bovary. Tahap ini dilakukan dengan metode simak kemudian dilanjutkan dengan teknik catat (Sudaryanto, 1993:33). Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan makna pada terjemahannya.

- Analisis data

Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode padan atau juga bisa disebut metode identitas. Pembahasan awal menganalisis klausa utama dan klausa bawahan serta posisi gérondif dalam kalimat, dilanjutkan dengan analisis makna terjemahan gérondif yang menggunakan teknik hubung banding dan teknik ganti. Teori hubungan makna yang digunakan adalah teori Olivier dan Ramlan. Analisis terakhir adalah analisis pergeseran terjemahan secara leksikal dan gramatikal menggunakan teori pergeseran terjemahan Catford.

- Penyajian hasil

Setelah metode pengumpulan data dan analisis data dilakukan, hasil penelitian dipaparkan, disertai dengan kesimpulan dan kartu data pada bab akhir.

(12)

12

1.7 Sistematika Penyajian

Skripsi ini terdiri dari tiga bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup permasalahan, landasan teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II Pembahasan lebih lanjut mengenai kerangka teori penelitian. Penelitian ini menggunakan teori sintaksis yang terdiri dari kalimat, klausa, dan modus gérondif; semantik yang terdiri analisis makna dan terjemahan ; serta pergeseran terjemahan

Bab III Analisis modus gérondif secara sintaksis, yaitu menganalisis klausa atasan dan klausa bawahan, dan posisi gérondif dalam kalimat; secara semantik yaitu analisis makna dan terjemahan gérondif; serta analisis pergeseran terjemahan gérondif.

Bab IV Penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan pada Bab III.

Selain itu juga disertakan abstrak dalam bP dan bahasa Inggris sebelum Bab I, resumée atau kesimpulan dalam bI dan bP pada Bab IV, serta lampiran yang berisi

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kontrol tambahan proses mengestimasi w sehingga memberikan nilai E( w ) terendah, persamaan steepest gradient descent dapat ditambahkan dengan momentum

 bijih adalah endapan bahan galian yang dapat diekstrak ( galian yang dapat diekstrak (diambil) mineral berharganya diambil) mineral berharganya secara secara ekonomis, dan bijih

Pembuatan listing program pada editor Basic Stamp diawali dengan menentukan tipe mikrokontroler Basic Stamp dan versi compiler PBASIC yang digunakan untuk

Perlu dibahas element-element penting untuk mendukung implementasi rantai peringatan seperti : Back up Posko 24/7 BPBD ditingkat Provinsi, Kapasitas Staff Posko, Soft

Abstrak—Berkembangnya dunia teknologi informasi tentu saja membawa dampak semakin besarnya data yang beredar dan terus bertambah besar secara signifikan, dan

Orang tua sering kali menghadapi tantrum dengan strategi yang salah diantaranya yaitu dengan menyerah kepada tantrum anak karena orang tua merasa malu ketika

 Guru melakukan evaluasi hasil belajar siswa dengan memberikan soal tertulis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima materi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar besi (fe) berdasarkan variasi dosis M-Bio pada leachate di tempat pembuangan akhir Ciangir