PERGESERAN BENTUK DAN MAKNA PADA JUDUL DAN
SUBJUDUL NOVEL KRUISTOCHT IN SPIJKERBROEK (1973)
MENJADI PERJALANAN MENEMBUS WAKTU (2005)
SUWANDAGNI KARTIKASARI 0806393334
ABSTRAK
Ringkasan ini membahas transposisi dan modulasi pada judul dan subjudul dalam penerjemahan novel Kruistocht in spijkerbroek cetakan ke 71 (2003). Tujuannya untuk mendeskripsikan pergeseran bentuk dan makna dalam penerjemahan judul utama dan subjudul dari teks Belanda ke teks Indonesia. Penelitian kualitatif ini merupakan kajian bidang penerjemahan. Hasil penelitian menjelaskan pergeseran bentuk dan makna judul utama dan subjudul dalam penerjemahannya.
KATA KUNCI
Kruistocht in spijkerbroek; penerjemahan; transposisi dan modulasi
ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses about transposition and modulation on the title and the subtitle of the translated novel entitled Kruistocht in spijkerbroek 71st edition (2003). The aim of this thesis is to describe the shift in form and meaning on the novel‟s main title and subtitle which are translated from Dutch to Indonesia. This qualitative research is a translation study. The result of this research explains the shift in form and meaning on the main title and the subtitle in the translation of the novel.
KEYWORDS
Kruistocht in spijkerbroek; translation; transposition and modulation
1. PENDAHULUAN
Penerjemahan adalah tindak komunikasi yang kesepadanan maknanya harus tetap terjaga agar pesan dalam bahasa sumber (BSu) tersampaikan dengan baik pada bahasa sasaran (BSa). Rochayah Machali (2000), mengutip pendapat Catford (1965) yang menyatakan bahwa kegiatan penerjemahan menggantikan teks dari bahasa sumber ke teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Newmark (1988) dalam buku Pedoman bagi Penerjemah (Machali, 2000:5), menambahkan bahwa kegiatan penerjemahan bertujuan mengalihkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan oleh pengarang.
Tindak komunikasi pada kegiatan penerjemahan selalu memiliki maksud dan tujuan. Maksud tersebut dikemas dalam makna, sedangkan bentuknya dapat berubah-ubah tergantung dari tujuannya (Machali, 2000:23).
Korpus penelitian yang digunakan adalah dua buku novel remaja yang bercerita tentang perjalanan menembus waktu ke masa perang salib yang dilakukan oleh tokoh Dolf Wega (ringkasan cerita ada dalam lampiran). Teks sumbernya adalah buku Kruistocht in spijkerbroek cetakan ke-71 (2003), karya Thea Beckman. Buku tersebut dialihkan ke dalam bahasa Indonesia, Perjalanan Menembus Waktu (2005) sebagai teks sasaran (TSa).
Setiap bahasa memiliki struktur dan sistemnya, karena perbedaan inilah sering kali dalam penerjemahan dilakukan pergeseran bentuk dan makna. Ketika padanan suatu kata dalam bahasa sumber (BSa) tidak ditemukan dalam bahasa sasaran (BSa), maka penerjemah menyusun strategi untuk mengalihkan suatu teks.
Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk mengkaji pengalihan judul utama dan subjudul pada teks sumber (TSu) Belanda ke dalam teks sasaran (TSa) Indonesia. Judul merupakan salah satu hal terpenting dalam sebuah cerita. Sebuah judul sebaiknya memberikan lukisan singkat suatu cerita atau disebut juga miniatur isi bahasan (Setyadi, 2012). Oleh karena itu, dari produk terjemahan judul dan subjudul dapat dikaji apakah miniatur isi bahasa pada TSu sudah teralihkan pada TSa.
2. TINJUAN TEORITIS
Machali dalam Pedoman bagi Penerjemah (2000:5) mengatakan bahwa penerjemahan adalah upaya „mengganti‟ teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam BSa yang maknanya sesuai dengan yang dimaksudkan oleh pengarang. Ketika seseorang menerjemahkan sebuah teks, dia tidak hanya mengalihkan makna tetapi juga budaya (Syahrin, 2012).
Pada hakekatnya, penerjemahan sudah memperkenalkan cara-cara untuk mengatasi masalah dalam penerjemahan. Menurut Newmark (1988:81) dalam buku Machali (2000:63), cara mengatasi masalah tersebut merupakan prosedur penerjemahan.
Prosedur penerjemahan terkait dengan pergeseran bentuk (transposisi) dan pergeseran makna (modulasi). Terkait dengan yang terakhir, juga dibahas aspek makna. Dalam bidang penerjemahan, makna dibedakan menjadi empat (Machali, 2000:24), namun tiga diantaranya terkait dengan penelitian ini, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal, kontekstual.
Sementara itu dari bidang semantik diberikan penjelasan tentang perluasan dan penyempitan makna. Contoh-contoh kalimat yang dimunculkan dalam bab 2 ini berasal dari Kamus Van Dale (2003), Kamus Belanda-Indonesia (Moeimam & Steinhauer, 2005),
majalah Quest Belanda, dan Bahasa Belanda sebagai Bahasa Sumber (Riyanto, Mutiara, & Suratminto, 1998). Beberapa contoh kalimat sudah ada terjemahannya, untuk yang belum ada terjemahannya, penulis mencoba untuk mengalihkannya ke dalam Bahasa Indonesia.
2.1 PROSEDUR PENERJEMAHAN
Dalam penerjemahan, terdapat beberapa prosedur (Machali, 2000:63), tetapi dua di antaranya terkait langsung dengan penulisan skripsi ini. Dua prosedur tersebut adalah prosedur terkait dengan pergeseran bentuk (transposisi) dan pergeseran makna (modulasi). Berikut dipaparkan dua teknik tersebut disertai contoh-contoh kalimat berbahasa Belanda dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
2.1.1 TRANSPOSISI
Transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke dalam BSa (Machali, 2000:63). Machali memperlihatkan empat jenis transposisi, tetapi penulis hanya akan membahas transposisi yang bersifat wajib dan tidak wajib. Transposisi bersifat wajib dilakukan karena perbedaan sistem dan kaidah bahasa, seperti struktur gramatikal dalam BSu tidak ada dalam BSa. Sementara transposisi bersifat tidak wajib dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan. Berikut adalah contoh transposisi yang bersifat wajib.
(1) a. Twee grote huizen.
Kata Bilangan Adj N
b. Dua rumah besar.
Kata Bilangan N Adj
(Riyanto, Mutiara, & Suratminto, 1998:19)
Pada contoh frase di atas, terlihat bahwa struktur gramatikal kedua frase berbeda. Dalam frase BSu (1a), adjektiva diletakkan sebelum nomina. Sementara dalam BSa (1b), adjektiva diletakkan setelah nomina. Kaidah dalam bahasa Belanda mengatur sebuah kata sifat mendahului kata benda yang diterangkan, biasanya hal ini disebut dengan sistem MD (Menerangkan-Diterangkan). Sedangkan dalam kaidah bahasa Indonesia sebuah kata benda mendahului kata sifat yang menerangkan, biasanya hal ini disebut sistem DM (Diterangkan-Menerangkan). Selain itu, bahasa Belanda mempunyai bentuk yang berbeda dalam
menyatakan jamak. Kata huizen (1a) tidak diterjemahkan menjadi „rumah-rumah‟. Jenis transposisi ini bersifat wajib karena mengikuti kaidah tata BSa.
Transposisi wajib lainnya terdapat pada struktur gramatikal yaitu pada bentuk partisipel. Contohnya terdapat kalimat di bawah ini.
(2) a. Ik heb gewerkt. b. Saya (sudah) bekerja.
(Riyanto, Mutiara, & Suratminto, 1998:15)
Dalam kalimat bahasa Belanda (2a) ditemukan kata kerja kala lampau, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak ada. Kerumpangan tersebut diganti dengan adverbia sudah sebagai keterangan penunjuk waktu.
Transposisi selanjutnya adalah pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan.
(3) a. Laatste sneltrein op het hoofdrailnet. b. Kereta ekspres terakhir di jalur utama.
(Treinreiziger.nl, 2012)
Pada contoh di atas, sneltrein (3a) bukan diterjemahkan menjadi kereta cepat, melainkan kereta ekspres (3b). Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan istilah dalam kedua bahasa. Selain itu perubahan dari kata menjadi frase, frase menjadi klausa dan sebaliknya, juga termasuk dalam transposisi tidak wajib.
2.1.2 MODULASI
Prosedur transposisi sering kali membawa pergeseran makna karena perubahan perspektif (Machali, 2000:69). Pergeseran seperti ini oleh Machali disebut modulasi. Menurut Hoed (2006:74), modulasi dilakukan agar padanan yang secara semantik berbeda sudut pandang, tetap menyampaikan pesan atau maksud yang sama. Contoh berikut ini memperlihatkan modulasi.
(4) a. Er wordt gedanst vannacht. b. Ada yang menari malam ini.
Pada contoh di atas kalimat pasif bahasa Belanda (4a) memiliki makna aktif, selanjutnya dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kalimat aktif. Contoh kalimat ini merupakan modulasi yang disebabkan oleh transposisi. Selain itu, modulasi juga dapat terjadi saat makna yang tersirat dijadikan tersurat (Machali, 2000:70-71).
(5) a. Verder in de volgende Quest:... b. Pada majalah Quest selanjutnya:...
(Majalah Quest, 2011:122)
Pada BSa terjadi eksplisitasi diperlihatkan dengan ada penambahan kata majalah. Hal ini diperlukan karena majalah Quest belum dikenal oleh pembaca BSa.
2.2 MAKNA DALAM PENERJEMAHAN
Machali (2000:24) menggolongkan jenis-jenis makna menjadi empat, yaitu makna leksikal, gramatikal, kontekstual, dan sosiokultural. Namun hanya tiga diantaranya yang terkait dengan penulisan ini.
2.2.1 MAKNA LEKSIKAL
Machali (2000:24) mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang terdapat di dalam kamus, sebagai contoh hond memiliki makna leksikal „anjing‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:438). Makna jenis inilah yang menjadi patokan penerjemah pada tahap awal dalam mengalihkan sebuah teks. Makna leksikal ini juga dapat dipilah menjadi makna yang bersifat konkrit (rumah, kursi) dan abstrak (cinta, waktu). Makna leksikal ini merupakan makna yang masih mandiri, belum dikaitkan dengan konteks dan kaidah gramatika. Berikut satu contoh makna leksikal dalam kamus Belanda-Indonesia.
(6) Verba vinden memiliki makna: a. menemukan
b. menurut
(Moeimam & Steinhauer, 2005:1143)
Kata vinden yang masuk kategori makna leksikal ini memiliki empat padanan dalam bahasa Indonesia. Namun pada contoh di atas hanya diberikan dua padanan dari kategori makna leksikal.
2.2.2 MAKNA GRAMATIKAL
Makna gramatikal adalah satuan kebahasaan yang baru dapat diketahui maknanya setelah satuan tersebut bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain. Makna ini terbentuk akibat susunan kata-kata dalam frase, klausa, atau kalimat (Machali, 2000:24). Lebih jelasnya dapat dilihat dari contoh berikut.
(7) a. Ik vind een baan als leraar.
Saya mendapatkan pekerjaan sebagai guru. b. Zij vindt een baan als leraar.
Dia mendapatkan pekerjaan sebagai guru. c. Ze vinden een baan als leraar.
Mereka mendapatkan pekerjaan sebagai guru.
(Van Dale, 2003:707)
Verba vinden pada kalimat (7a), (7b), (7c) mempunyai bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan subyeknya. Dalam bahasa Belanda, bentuk verba ditentukan oleh jumlah subyeknya. Menurut kaidah tata bahasa Belanda subyek dan verba saling berkonjugasi. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, verba tidak ditentukan oleh jamak atau tunggalnya subyek.
2.2.3 MAKNA KONTEKSTUAL
Makna kontekstual adalah makna dari sebuah kata yang muncul jika kata tersebut berada pada konteks tertentu. Berikut ini dua contoh kalimat dengan makna kata kerja vinden yang berkonteks.
(8) a. Ik heb het boek gevonden. b. Saya telah menemukan buku itu. (9) a. Ik vind het boek leuk.
b. Menurut saya buku itu menarik.
(Van Dale, 2003:707)
Pada kedua kalimat di atas, verba vind-vinden mempunyai dua makna yaitu „menemukan‟ dan „berpendapat‟ sesuai dengan konteks kalimat. Namun dalam konteks (9b) kata vinden dipadankan menjadi „menurut‟ bukan „berpendapat‟, sesuai dengan kelazimannya dalam bahasa Indonesia.
2.3 PERUBAHAN MAKNA DALAM PENERJEMAHAN
Perubahan makna dapat terjadi pada elemen-elemen bahasa yang masih hidup atau digunakan serta dikembangkan oleh para penuturnya. Elemen bahasa yang mudah berubah memiliki sifat terbuka dan yang tidak mudah berubah memiliki sifat tertutup (Wijana dan Rohmadi, 2008: 110-111).
2.3.1 PERUBAHAN MAKNA MELUAS
Perubahan makna meluas disebut juga generalisasi, yaitu perubahan makna kata dari yang lebih khusus menjadi lebih umum. Berhubungan dengan berkembangnya bidang aktivitas kehidupan manusia, perubahan makna meluas tercipta karena kebutuhan akan konsep baru (Wijana dan Rohmadi, 2008:111). Sebagai contoh kata akar yang dahulu hanya bermakna „bagian tumbuhan yang berfungsi untuk memperkokoh tumbuhan yang bersangkutan‟, namun sesuai dengan berkembangnya ilmu matematika, kata ini mendapat tambahan makna yakni „penguraian pangkat‟ (Wijana dan Rohmadi, 2008:112).
Selain itu rendahnya frekuensi penggunaan sebuah kata juga berpengaruh dalam perluasan makna (Wijana dan Rohmadi, 2008:112). Contohnya kata mahasiswa sekarang tidak lagi hanya mengacu pada „pelajar yang berjenis kelamin pria‟ tetapi juga mengacu pada pelajar berjenis kelamin wanita‟. Hal tersebut berhubungan dengan rendahnya pemakaian kata mahasiswi. Terkait dengan adanya polisemi, kata kancil, buaya dan lain sebagainya juga tidak hanya mengacu pada „binatang‟ melainkan mengacu juga pada orang-orang yang memiliki sifat menonjol dari binatang-bintang tersebut baik secara alami maupun kultural.
2.3.2 PERUBAHAN MAKNA MENYEMPIT
Perubahan makna menyempit disebut pula spesialisasi, yaitu penyempitan yang mengacu pada suatu perubahan yang mengakibatkan makna kata menjadi lebih khusus. Wijana dan Rohmadi (2008:113), mengungkapkan bahwa penyempitan makna biasa terjadi pada makna kata-kata asing yang dialihkan ke dalam bahasa sasarannya. Sebagai contoh adalah kata motor dalam bahasa Belanda merujuk pada semua alat penggerak. Dalam bahasa Indonesia kata ini mengalami penyempitan makna, hanya digunakan untuk merujuk sepeda motor.
3. PEMBAHASAN
Setiap korpus yang berupa judul dan subjudul dalam buku „Kruistocht in spijkerbroek‟ akan dianalisis pergeseran bentuk (transposisi) dan pergeseran maknanya (modulasi). Dalam buku ini terdapat 24 judul dan subjudul. Namun hanya lima diantaranya yang mewakili seluruh pergeseran yang terjadi yang akan dibahas berikut ini.
3.1 KRUISTOCHT IN SPIJKERBROEK 3.1.1 TRANSPOSISI
Dalam penerjemahan judul ini, penerjemah memadankan Kruistocht in spijkerbroek pada BSu menjadi Perjalanan Menembus Waktu pada BSa. Pada pengalihan judul ini, terjadi pergeseran bentuk (transposisi).
BSu: Kruistocht in spijkerbroek 1
BSa: Perjalanan Menembus Waktu
1 2 3
Skema di atas menunjukkan bahwa ada perubahan dari frase pada BSu menjadi klausa pada BSa. Judul dalam BSu terdiri dari satu bagian frase nominal yang di dalamnya terkandung dua unsur.
Unsur 1 merupakan frase nominal Kruistocht Unsur 2 merupakan frase preposisional in spijkerbroek
Pengalihan ke dalam BSa menjadikan judul ini terdiri dari tiga bagian sebagai berikut. Bagian 1 merupakan sebuah subyek Perjalanan
Bagian 2 merupakan sebuah predikat Menembus Bagian 3 merupakan sebuah obyek Waktu
Adanya predikat pada BSa maka secara otomatis mengubah bentuk frase pada BSu menjadi klausa pada BSa. Dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini terjadi transposisi tidak wajib.
3.1.2 MODULASI
Kruistocht in spijkerbroek
Perjalanan Menembus Waktu
Kata majemuk Kruistocht memiliki makna leksikal „Perang Salib‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:550). Kata tersebut mengandung makna historis karena Perang Salib merujuk pada peristiwa yang terjadi pada abad ke-11. Perang Salib merupakan perang yang dilakukan umat Kristen dengan tujuan untuk merebut kekuasaan di kota suci Yerusalem, kota yang juga
merupakan tanah suci bagi umat Muslim. Perjalanan itu dilakukan pertama kali pada tahun 1095 oleh Paus Urban II (Nazril, 2010).
Kata Kruistocht juga mengandung makna kontekstual, karena kata tersebut mengacu pada kegiatan perjalanan salib yang dilakukan oleh anak-anak di dalam cerita, pada tahun 1212 dengan mengenakan baju zirah.
Secara leksikal, arti kata majemuk spijkerbroek adalah „celana jeans‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:948). Kata ini memiliki makna konkrit, merujuk pada celana berbahan jeans yang dikenakan oleh manusia sejak tahun 1873 (Het Huige Mode team, 2004). Hingga sekarang celana spijkerbroek masih dikenakan, dan bahan jeans sudah berkembang menjadi bahan dasar pembuatan jaket, tas, sepatu dan lainnya.
Kata spijkerbroek juga mengandung makna kontekstual. Kata tersebut mengacu pada pakaian yang dikenakan oleh tokoh utama dalam cerita, yang menggunakan celana jeans ketika ia berpindah waktu ke tahun 1212.
Arti kata Perjalanan adalah „kepergian (perihal bepergian) dari suatu tempat ke tempat yang lain‟ (KBBI, 2008:610). Kata Perjalanan dalam cerita ini mengacu pada kegiatan yang dilakukan oleh pasukan anak pelaku Perang Salib ke Yerusalem. Menembus mempunyai arti „melewati‟ (KBBI, 2008:1667), kata ini membawa makna abstrak jika dikaitkan dengan kata Waktu. Makna kata Waktu adalah „seluruh rangkaian saat proses; perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung‟ (KBBI, 2008:1806). Frase ini mengandung makna kontekstual, karena mengacu pada perjalanan menembus dimensi waktu yang dialami tokoh utama dalam cerita.
Pengalihan judul BSu ke dalam BSa, menyebabkan perubahan makna. Secara eksplisit judul BSu memperlihatkan pertentangan antara waktu lampau dengan masa modern. Sedangkan dalam judul BSa Perjalanan Menembus Waktu, pertentangan waktu tersebut disajikan secara implisit, yang dipaparkan hanya perpindahan dimensi waktunya saja. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini terjadi pergeseran dari makna sempit menjadi makna luas. Modulasi yang dilakukan adalah modulasi wajib.
3.2 DE KONING VAN JERUZALEM 3.2.1 TRANSPOSISI
Dalam penerjemahan subjudul ini, penerjemah memadankan De Koning van Jeruzalem pada BSu menjadi Raja Jerusalem pada BSa.
BSu: De Koning van Jeruzalem 1
BSa: Raja Jerusalem
1
Skema di atas menunjukkan bahwa tidak ada perubahan, frase nominal pada BSu tetap frase nominal pada BSa. Namun subjudul dalam BSu terdiri dari satu bagian yang mengandung satu unsur frase preposisional.
Bagian 1 merupakan frase nominal De Koning van Jeruzalem Unsur frase preposisional van Jeruzalem
Pengalihan ke dalam BSa menjadikan judul ini tetap terdiri dari satu bagian: Bagian 1 merupakan frase nominal Raja Jerusalem
Dalam pengalihan subjudul di atas terjadi pergeseran bentuk pada ejaan dari Jeruzalem pada BSu menjadi Jerusalem pada BSa. Pergeseran ini wajib karena mengikuti sistem fonetis pada BSa bahasa Indonesia.
Penghilangan artikel De dan preposisi van pada BSu ke dalam BSa juga merupakan transposisi. Artikel De pada BSu memberi aksentuasi pada kata Koning. Dalam BSa aksen tersebut hilang. Preposisi van pada BSu, ditujukan untuk menghubungkan nomina De Koning dengan nomina Jeruzalem. Penghilangan artikel dan preposisi pada BSa merupakan transposisi wajib terkait dengan kaidah dalam BSa.
3.2.2 MODULASI
De Koning van Jeruzalem
Raja Jerusalem
Kata De Koning memiliki makna leksikal „raja‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:535). Kata van memiliki kata „dari‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:1083) dan Jeruzalem adalah nama kota di negara Israel. Kata-kata tersebut bersama-sama membentuk makna kontekstual, karena mengacu pada pernyataan teman dari tokoh utama yang akan mengangkat dirinya sendiri menjadi Raja Jerusalem.
Secara leksikal, arti kata Raja adalah „penguasa tertinggi dari suatu negara; orang yang mengepalai dan memerintah suatu bangsa dan negara‟ (KBBI, 2008:1250) dan arti Jerusalem sama dengan arti dalam BSu. Frase ini juga mengandung makna kontekstual,
karena mengacu pada teman dari tokoh utama di dalam cerita. Dalam pengalihan subjudul ini tidak terjadi pergeseran makna yang berarti.
3.3 GEVAARLIJKE ZWIJNENJACHT 3.3.1 TRANSPOSISI
Dalam pengalihan judul ini, penerjemah memadankan Gevaarlijke zwijnenjacht pada BSu menjadi Perburuan Berbahaya pada BSa. Pada pengalihan ini terjadi pergeseran bentuk (transposisi).
BSu: Gevaarlijke zwijnenjacht 1
BSa: Perburuan Berbahaya
1
Skema di atas menunjukkan bahwa tidak ada perubahan, dari frase nominal pada BSu tetap frase nominal pada BSa. Judul dalam BSu terdiri dari satu bagian frase nominal yang mengandung satu unsur frase nominal lagi di dalamnya.
Bagian 1 merupakan frase nominal Gevaarlijke zwijnenjacht
Unsur frase nominal zwijnenjacht
Pengalihan ke dalam BSa menjadikan judul ini terdiri dari satu bagian.
Bagian 1 merupakan frase nominal Perburuan (yang) Berbahaya
Selain itu, mengikuti kaidah kebahasaan BSa, juga terjadi perubahan urutan kata pada Gevaarlijke zwijnenjacht (Menerangkan-Diterangkan) secara otomatis menjadi Perburuan Berbahaya (Diterangkan-Menerangkan). Terdapat juga penghilangan kata zwijnen pada BSa yang tidak muncul dalam BSu. Hal ini mungkin dikarenakan mayoritas dari pembaca sasaran adalah kaum muslim. Dalam hal ini terjadi pergeseran bentuk wajib.
3.3.2 MODULASI
Gevaarlijke zwijnenjacht
Perburuan Berbahaya
Kata majemuk zwijnenjacht memiliki makna leksikal „perburuan babi hutan‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:1263 & 490). Zwijnen merupakan hewan sejenis babi, berwarna cokelat
kehitaman, memiliki moncong panjang, ekor berserabut, berbeda dengan varken yang berwarna merah muda, memiliki moncong pendek, berekor keriting (de Graaf, 2000). Subjudul BSu mempunyai makna yang bersifat khusus yaitu „perburuan babi hutan yang berbahaya‟. Kata Gevaarlijke berasal dari kata sifat gevaarlijk yang bermakna leksikal „(yang) berbahaya‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:368).
Frase pada BSu juga mengandung makna gramatikal dan kontekstual. Secara gramatikal, terdapat penambahan –e dalam kata Gevaarlijke, karena kata sifat ini diletakkan sebelum kata benda zwijnenjacht. Secara konteksual, frase BSu mengacu pada kegiatan perburuan babi hutan yang berbahaya, dilakukan oleh tokoh utama dan pasukan anak lainnya dalam cerita.
Kata Perburuan memiliki makna leksikal „segala sesuatu mengenai berburu; hal berburu‟ (KBBI, 2008:240). Kata tersebut memperlihatkan makna yang lebih umum karena kata zwijnen tidak dialihkan ke dalam subjudul BSa. Dengan membuat subjudul BSa menjadi umum, maka nuansa yang dikehendaki pada judul BSu barangkali hilang. Kata Berbahaya memiliki makna „sesuatu yang (mungkin) mendatangkan kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian, dsb)‟ (KBBI, 2008:117).
Frase BSa ini mengandung makna kontekstual, karena mengacu pada perburuan yang dilakukan tokoh utama dan pasukan anak di dalam cerita. Dapat dikatakan bahwa pengalihan subjudul BSu ke dalam subjudul BSa mengalami pergeseran makna meluas, yaitu dari makna khusus ke umum. Pergeseran makna yang ditemukan adalah modulasi wajib.
3.4 HET WONDER VAN BRODEN 3.4.1 TRANSPOSISI
Dalam penerjemahan subjudul ini, penerjemah memadankan Het wonder van de broden pada BSu menjadi Keajaiban Roti pada BSa.
BSu: Het wonder van de broden 1
BSa: Keajaiban Roti
1
Skema di atas menunjukkan bahwa tidak ada perubahan, frase nominal pada BSu tetap frase nominal pada BSa. Namun subjudul dalam BSu terdiri dari satu bagian yang mengandung satu unsur frase preposisional:
Bagian 1 merupakan frase nominal Het wonder van de broden Unsur frase preposisional van de broden
Pengalihan ke dalam BSa menjadikan subjudul ini terdiri dari satu bagian frase nominal. Bagian 1 merupakan frase nominal Keajaiban Roti
Dalam pengalihan subjudul di atas terdapat penghilangan artikel Het dan de pada BSu ke dalam BSa. Pada BSu, artikel Het ditujukan untuk memberi aksentuasi pada kata wonder. Artikel de memberi aksentuasi pada kata broden. Kedua aksentuasi tersebut hilang pada BSa. Pergeseran ini wajib dilakukan terkait dengan kaidah dalam BSa.
Dalam penerjemahan subjudul ini, ditemukan pergeseran bentuk pada pengubahan nomina jamak broden pada BSu menjadi nomina tunggal Roti pada BSa. BSu Belanda mempunyai sufiks penanda jamak –en, sedangkan dalam Bahasa Indonesia menggunakan pengulangan kata untuk penanda jamak.
3.4.2 MODULASI
Het wonder van de broden
Keajaiban Roti
Kata Het wonder memiliki makna „keajaiban; mirakel; mukjizat‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:1225). Kata tersebut merujuk pada sesuatu yang jarang ada; tidak biasa; ganjil; aneh; mengherankan (KBBI, 2008:23). Kata van memiliki makna leksikal „dari‟ dan de broden berasal dari kata benda brood yang memiliki makna leksikal „roti‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:171). Kata broden merujuk pada roti dari bahan pokok tepung terigu (KBBI, 2008:1318).
Frase Het wonder van de broden mengandung makna gramatikal dan kontekstual. Secara gramatikal, kata broden mengalami penambahan –en penanda roti tersebut jumlahnya lebih dari satu. Secara kontekstual, frase tersebut mengacu pada roti-roti gandum yang dibuat oleh tokoh utama dan tukang roti dalam semalam, untuk dibagikan kepada pasukan anak.
Makna leksikal dari kata Keajaiban adalah „keganjilan, keanehan‟ (KBBI, 2008:23). Arti kata Roti adalah „makanan yang dibuat dari bahan pokok tepung terigu‟ (KBBI, 2008:1318).
Frase Keajaiban Roti mengandung makna gramatikal dan kontekstual. Secara gramatikal, kata Roti merupakan kata tunggal karena tidak mengalami pengulangan kata atau
penambahan kata sifat penanda jamak. Secara kontekstual, frase ini mengacu pada roti yang dibagikan kepada pasukan anak. Terjadi pergeseran makna pada perbedaan perspektif.
3.5 ‘WIJ WILLEN NIET TERUG!’ 3.5.1 TRANSPOSISI
Dalam penerjemahan subjudul ini, penerjemah memadankan „Wij willen niet terug!‟ pada BSu menjadi “Kami Tidak Ingin Kembali!” pada BSa.
BSu: „Wij willen niet terug!‟
1 2 3 4
BSa: “Kami Tidak Ingin Kembali!”
1 2 3 4
Skema di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan, dari klausa pada BSu tetap klausa pada BSa. Subjudul dalam BSu terdiri dari empat bagian.
Bagian 1 merupakan subyek Wij
Bagian 2 merupakan modalitas predikat willen Bagian 3 merupakan negasi niet Bagian 4 merupakan predikat terug
Pengalihan ke dalam BSa menjadikan judul ini menjadi empat bagian.
Bagian 1 merupakan subyek Kami
Bagian 2 merupakan negasi Tidak
Bagian 3 merupakan predikat Ingin Bagian 4 merupakan predikat Kembali
Pada pengalihan subjudul di atas terjadi pergeseran pada tanda baca kutip. Pada subjudul BSu, menggunakan kutip satu untuk mewakili suatu kalimat langsung. Sedangkan pada subjudul BSa, menggunakan kutip dua untuk mewakili suatu kalimat langsung. Pergeseran ini dilakukan terkait dengan kaidah penulisan pada BSa.
3.5.2 MODULASI
„Wij willen niet terug!‟
Kata Wij memiliki makna leksikal „kita; kami‟, kemudian kata willen adalah „ingin; mau; menginginkan‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:1216,1219). Arti leksikal dari kata niet adalah „tidak‟ dan kata terug adalah „kembali‟ (Moeimam & Steinhauer, 2005:672,1014). Klausa ini merupakan makna kontekstual, dan mengacu pada pernyataan pasukan anak kepada tokoh utama, bahwa mereka tidak ingin kembali pulang ke tempat tinggal mereka masing-masing.
Arti leksikal dari kata Kami adalah „kata ganti orang pertama jamak (lawan bicara tidak termasuk di dalamnya)‟ (KBBI, 2008:669). Kemudian kata Tidak adalah „partikel untuk menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan‟, kata Ingin adalah „hendak; mau‟ dan kata Kembali adalah „balik ke tempat atau keadaan semula‟ (KBBI, 2008:588,724). Frase pada BSa ini juga mengandung makna kontekstual, karena mengacu pada perkataan pasukan anak yang tidak ingin kembali pulang di dalam cerita.
Pada pengalihan di atas terjadi pergeseran makna pada kata Wij menjadi Kami. Kata Wij pada BSu bersifat ambigu, tidak jelas menunjuk kepada „kami‟ atau „kita‟, sedangkan pada BSa dialihkan menjadi Kami yang sudah bermakna jelas. Ditemukan pergeseran makna implisit pada BSu menjadi eksplisit pada BSa. Pergeseran ini tidak wajib untuk dilakukan.
4. SIMPULAN
Berdasarkan analisis pergeseran yang dilakukan pada pengalihan judul dan subjudul dalam novel BSu Kruistocht in spijkerbroek (1973) ke novel BSa Perjalanan Menembus Waktu (2005), dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti yang disarikan dalam dua tabel berikut ini.
Dalam penerjemahan judul dan subjudul dari BSu ke dalam BSa ditemukan beberapa macam pergeseran bentuk (transposisi). Berikut adalah pergeseran yang terjadi.
1. Pergeseran bentuk yang mengubah frase menjadi klausa terjadi pada judul/subjudul: 1. Berdasarkan analisis, terdapat kecenderungan bahwa hal ini mungkin dilakukan untuk mengisi kesenjangan leksikal.
2. Pergeseran bentuk yang diperlihatkan dengan model penghilangan artikel, terjadi pada judul/subjudul: 2 dan 4. Pada BSu bahasa Belanda, artikel dibutuhkan untuk menunjukkan ketakrifan suatu kata. Terkait dengan kaidah BSa bahasa Indonesia, kata sandang tidak terlalu berperan penting.
3. Pergeseran bentuk pada penghilangan preposisi terjadi pada judul/subjudul: 2. Terkait dengan kaidah pada bahasa Indonesia, penghilangan preposisi pada BSa mungkin untuk membuat judul dan subjudul lebih efektif.
4. Terkait dengan sistem DM – MD, pergeseran bentuk terjadi pada judul/subjudul: 3.
5. Terkait dengan sistem fonetis, pergeseran bentuk terjadi pada judul/subjudul: 2.
6. Pergeseran bentuk diperlihatkan dengan perubahan kata jamak menjadi tunggal, terjadi pada judul/subjudul: 4.
7. Terkait dengan kaidah tanda baca pada bahasa Indonesia, pergeseran bentuk terjadi pada judul/subjudul: 5.
Dalam penerjemahan ini juga ditemukan pergeseran makna (modulasi). Berikut adalah pergeseran yang terjadi.
1. Pergeseran makna khusus menjadi umum terjadi pada judul/subjudul: 1. Pergeseran makna ini serupa dengan pergeseran makna menyempit dan meluas. Dapat dikatakan pergeseran terjadi karena kebutuhan agar sesuai dengan konteks.
2. Pergeseran makna ditunjukkan dengan perbedaan pada perspektif makna, terjadi pada judul/subjudul: 4.
3. Pergeseran makna eksplisit menjadi implisit terjadi pada judul/subjudul: 1. 4. Pergeseran makna implisit menjadi eksplisit terjadi pada judul/subjudul: 5. Semua pergeseran bentuk dan makna dalam bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia bertujuan untuk membuat produk terjemahan dalam BSa menjadi terbaca, sehingga sesuai dengan kaidah penerjemahan sebagai tindak komunikasi.
Kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, menjawab permasalahan penelitian ini tentang bagaimana pergeseran bentuk dan makna dalam penerjemahan judul utama dan subjudul dari TSu ke TSa.
5. REFERENSI Korpus
Beckman, Thea. 2003. Kruistoch in Spijkerbroek. Rotterdam: Lemniscaat.
Beckman, Thea. 2005. Perjalanan Menembus Waktu (Amelia Burhan dan Ratih Kirana S.P., Penerjemah). Jakarta: Teraju-Novel.
Referensi Acuan
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.
Riyanto, Sugeng. Mutiara, Putri T. & Suratminto, Lilie. 1998. Bahasa Belanda Sebagai Bahasa Sumber: Tata Bahasa Ringkas. Jakarta: Erasmus Taalcentrum.
Wijana, I Dewa Putu & Rohmadi, Muhammad. 2008. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Referensi Leksikografi
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Moeimam, Susi & Steinhauer, Hein. Kamus Belanda-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Verburg, Marja & Stumpel, Ruud. 2003. Van Dale Pocketwoordenboek: Nederlands Als Tweede Taal (NT2). Utrecht - Antwerpen: Van Dale Lexicografie.
Referensi Artikel Majalah
Verder in de volgende Quest:... (2011). Quest, p. 122.
Referensi Elektronik
Akveld, Joukje. 2008. NLPVF:: Thea Beckman: Crusade in Jeans (Kruistocht in spijkerbroek). http://www.nlpvf.nl/book/book2.php?Book=636. Diunduh pada tanggal 18 Februari 2012, pukul 17.17 WIB.
Nazril. 2010. Sejarah Perang Salib. http://islami-nazril.blogspot.com/p/sejarah perang-salib.html. Diunduh pada tanggal 13 Maret 2012, pukul 13:33 WIB.
Het Huige Mode team. 2004. De Geschiedenis van de Jeans. http://www.johandenblanken.nl/Geschiedenis%20van%20de%20Jeans.htm. Diunduh pada tanggal 13 Maret 2012, pukul 18:57 WIB.
Syahrin, Hasan. 2012. Penerjemahan dan Budaya.
http://hasanfithria.blogspot.com/2012/01/penerjemahan-dan-budaya.html. Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2012, pukul 01:10 WIB.
De Graaf, Frannie. 2000. Varkens en Wilde Zwijnen.
http://www.spreekbeurten.info/zwijnen.html. Diunduh pada tanggal 28 November 2012, pukul 22:05 WIB.
Setyadi, Aditya. 2008. Syarat judul yang Baik. http://aditpato7.wordpress.com/2010/12/07/syarat-judul-yang-baik/. Diunduh pada tanggal 23 November 2012, pukul 02:14 WIB.
http://www.treinreiziger.nl/actueel/binnenland/papieren_spoorboekje_keert_terug-144783. Diunduh pada tanggal 27 Desember 2012, pukul 11:06 WIB.
http://www.imdb.com/title/tt0299850/. Diunduh pada tanggal 27 Desember 2012, pukul 11:57 WIB.
http://allrecipes.nl/recepten/label-159/nasi-recepten.aspx. Diunduh pada tanggal 27 Desember 2012, pukul 12:15 WIB.