• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta)."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN

GEMBILI (

DIOSCOREA ESCULENTA)

RESITA NURBAYANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRACT

RESITA NURBAYANI. Glycemic index value of gembili products (Dioscorea esculenta). Under the supervision of Dr. RIMBAWAN

Gembili (Dioscorea esculenta)is a local food source of carbohydrates that can be grown in tropical regions such as Indonesia. Gembili has a potential to be used as a functional food because it contains inulin which may act as a prebiotic. The objective of this research was to analyze the glycemic index values of gembili products. The research consisted of three stages covered : (1) processing of gembili into three treatments (boiled, steamed, and fried), (2) analyzing of nutrient contents in gembili products, (3) measuring of glycemic index of three processed food.

Moisture content (wet based/wb) in boiled, steamed and fried gembili were 68.09%, 62.11%, and 49.09% respectively. Ash content (dry based/db) in boiled, steamed and fried gembili were 1.62%, 2.15%, and 2.13% respectively. Fat content (dry based/db) were 0.63%, 0.37% and 7.75%, while protein content (dry based/db) were 3.71%, 2.99%, and 4.25%. Insoluble dietary fiber content (dry based/db) between 11.79% to 13.43%, while was higher than soluble dietary fiber content (dry based/db) between 5.84% to 10.88%. Total dietary fiber content (dry based/db) in boiled, steamed and fried gembili were 19.01%, 18.15%, and 24.30% respectively, while carbohydrate by difference content (dry based/db) were 91.05%, 93.33%, and 88.88% respectively.

The results of this study indicated that all glycemic index values of gembili products were high (>70). Glycemic index values gembili boiled, steamed, and fried gembili were 85.56, 87.56, and 83.61 respectively. Analysis of variance test One Way ANOVA showed that those treatments did not significantly affect the glycemic index value (p> 0.05)

(3)

RINGKASAN

RESITA NURBAYANI. Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta).Dibimbing oleh Dr. RIMBAWAN.

Pemilihan pangan sumber karbohidrat yang tepat dapat bermanfaat bagi kesehatan karena setiap jenis karbohidrat dapat memberikan respon yang berbeda dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Salah satu pendekatan dalam pemilihan pangan sumber karbohidrat adalah dengan menggunakan konsep indeks glikemik. Konsep indeks glikemik dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik pangan sumber karbohidrat. Menurut para ahli, banyak faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan, salah satunya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel). Oleh karena itu, penelitian pada beberapa jenis pangan dengan pengolahan yang berbeda-beda sangat diperlukan terutama pada beberapa jenis pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat dan memiliki potensi untuk diversifikasi pangan seperti jenis umbi-umbian yaitu gembili. Menurut Wilujeng (2010), gembili merupakan pangan sumber karbohidrat yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis seperti Indonesia dan berpeluang untuk dijadikan pangan fungsional karena mengandung inulin yang dapat berperan sebagai prebiotik.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai indeks glikemik produk olahan gembili. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1) Mempelajari komposisi zat gizi yang terkandung di dalam gembili rebus, kukus, dan goreng. 2) Menganalisis nilai indeks glikemik gembili rebus, kukus, dan goreng. 3) Menganalisis pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik gembili rebus, kukus, dan goreng.

Desain penelitian yang digunakan untuk pengukuran indeks glikemik adalah studi eksperimental. Perekrutan dan pemilihan subjek penelitian dilakukan secara purposive yang memenuhi kriteria sebagai subjek. Kriteria tersebut terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek berumur 18-30 tahun baik pria atau wanita, memiliki indeks massa tubuh normal (18.5-22.9 Kg/m2) dan dalam keadaan sehat. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, mengalami gangguan pencernaan, menggunakan obat-obatan terlarang, meminum minuman beralkohol, dan merokok. Semua subjek penelitian telah menandatangani informed consent. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, dimulai bulan September 2012 sampai bulan November 2012. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Teaching Cafetaria. Keseluruhan ruangan tersebut berada di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan diantaranya adalah tahap pengolahan gembili menjadi beberapa jenis produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng), tahap analisis komposisi zat gizi dengan uji proksimat, tahap perekrutan dan pemilihan subjek penelitian serta tahap pengukuran indeks glikemik individu setelah mengonsumsi pangan acuan dan pangan uji. Data respon glukosa darah dari individu pada pangan acuan dan pangan uji diolah dengan menggunakan Microsoft excel2007. Perhitungan skor indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan metode polynomial. Pengujian hipotesa pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik dianalis menggunakan analisis sidik ragam (One Way ANOVA) dengan menggunakan

(4)

Berbagai proses pengolahan menghasilkan komposisi zat gizi yang berbeda pada produk olahan gembili. Berdasarkan hasil analisis, kadar air (%bb) pada gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng masing-masing sebesar 68.09%, 62.11%, dan 49.09%. Kadar abu (%bk) pada ketiga jenis produk olahan gembili masing-masing sebesar 1.62%, 2.15% dan 2.13%. Selain itu, kadar lemak (%bk) berkisar antara 0.37% sampai 7.75%. Sedangkan kadar protein (%bk) berkisar antara 2.99% sampai 4.25%. Kadar serat pangan tidak larut (%bk) masing-masing sebesar 13.17%, 11.79%, dan 13.43%. Kadar ini lebih tinggi dibandingkan kadar serat pangan larut (%bk) sebesar 5.84%, 6.37%, dan 10.88%, sehingga diperoleh kadar total serat pangan (%bk) masing-masing sebesar 19.01%, 18.15%, dan 24.30%. Kadar carbohydrate by difference

sebesar 91.05%, 93.33%, dan 88.88%.

(5)

NILAI INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN

GEMBILI (

DIOSCOREA ESCULENTA)

RESITA NURBAYANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta).

Nama : Resita Nurbayani NIM : I14104015

Disetujui

Dr. Rimbawan Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Budi Setiawan,MS. Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili (Dioscorea esculenta)” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, dan nasehat serta dukungan yang sangat berarti kepada penulis.

2. Prof.Dr.Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

3. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. dr. Vera Uripi yang telah memberikan dukungan dan saran selama melakukan penelitian.

5. Kedua orang tua dan adik tersayang yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan didikan yang tiada henti serta jerih payah, usaha, kesabaran, dan pengorbanan yang tak terbalaskan.

6. Bapak Mashudi, Ibu Ir.Titi Riani, M.Biomed, Ibu Khusnul Rizqywati, B.Sc, Ibu Nina, S.Si yang senantiasa memberikan berbagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama melakukan penelitian.

7. dr. Naufal Muharram yang telah membantu dan memberikan ilmu dalam pengukuran kadar glukosa darah.

8. Rahmatullah AS, S.Si. yang telah memberikan motivasi, inspirasi, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Stacey, Relina, Erni dan Endah yang telah memberikan motivasi dan menjadi sahabat yang terbaik selama perkuliahan dan penelitian.

10. Seluruh subjek penelitian telah bersedia menyumbangkan darah untuk pengujian nilai indeks glikemik.

(8)

12. Gian, Nazhief, dan Mury Kuswari M.Si teman satu bimbingan yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Teman-teman seperjuangan Alih Jenis Gizi Masyarakat angkatan ke-4 atas segala bantuan, dukungan, dan doa.

Penulis menyadari penelitian ini jauh dari kesemp urnaan. Oleh karena itu, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Darya Carmana, SH dan Ibu Mubariyah, BA. Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 21 April 1989. Pendidikan penulis dimulai di TK Darul-Ulum Cilegon, Banten pada tahun 1994-1995. Pada tahun 1995-2001 penulis melanjutkan pendidikan di SDN Bujanggadung. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP La-Tansa Mashiro Bogor hingga tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Cilegon hingga tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswi di Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi, Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui USMI.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Tujuan Umum ... 2

Tujuan Khusus... 2

Kegunaan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Gembili... 3

Karbohidrat ... 4

Pati... 5

Amilosa... 5

Amilopektin... 6

Gelatinisasi... 6

Serat Pangan ... 7

Indeks Glikemik... 7

Beban Glikemik ... 8

Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik... 9

Proses pengolahan... 9

Kadar amilosa dan amilopektin ... 10

Kadar gula dan daya osmotik pangan... 10

Kadar lemak dan protein pangan ... 11

Kadar anti gizi pangan ... 11

METODOLOGI PENELITIAN... 13

Waktu dan Tempat... 13

Bahan dan Alat... 13

Tahapan Penelitian ... 13

Pengolahan gembili ... 14

Analisis zat gizi ... 14

(11)

Halaman

Pengukuran indeks glikemik ... 15

Pengolahan dan Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN... 16

Komposisi Zat Gizi Produk Olahan Gembili... 16

Kadar Air ... 16

Kadar Abu ... 17

Kadar Protein... 18

Kadar Lemak ... 18

Kadar Karbohidrat (by difference)... 19

Kadar Serat Pangan ... 20

Tingkat gelatinisasi pati... 22

Kadar amilosa dan amilopektin ... 22

Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili ... 23

Subjek Penelitian... 23

Pangan Acuan dan Pangan Uji ... 24

Pengukuran Nilai Indeks Glikemik ... 26

Nilai indeks glikemik produk olahan gembili ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA... 34

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kandungan zat gizi gembili ... 4

2 Kategori pangan menurut indeks glikemik... 7

3 Kategori pangan menurut beban glikemik ... 9

4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng... 16

5 Jumlah porsi gembili yang diberikan kepada subjek ... 25

6 Nilai indeks glikemik umbi uwi... 32

DAFTAR GAMBAR

1 Gembili ... 3

2 Bentuk gelatinisasi pati gembili ... 6

3 Kadar air (%bb) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng... 17

4 Kadar abu (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng... 18

5 Kadar protein (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng... 18

6 Kadar Lemak (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng... 19

7 Kadar carbohydrate by difference(%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng ... 20

8 Kadar serat pangan (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng ... 21

9 Tingkat gelatinisasi gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng... 22

10 Kadar amilosa dan amilopektingembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng ... 23

11 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap glukosa murni ... 25

12 Jumlah porsi ... 26

13 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili rebus ... 27

14 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili kukus... 28

(13)

Halaman

16 Nilai indeks glikemik produk olahan gembili ... 29

17 Diagram alir proses pengolahan gembili rebus ... 42

18 Diagram alir proses pengolahan gembili kukus ... 42

19 Diagram alir proses pengolahan gembili goreng ... 43

20 Diagram alir analisis kadar air... 44

21 Diagram alir analisis kadar abu... 45

22 Diagram alir analisis kadar lemak ... 46

23 Diagram alir analisis kadar protein ... 47

24 Diagram alir analisis kadar serat pangan total... 48

25 Diagram alir analisis kadar serat pangan larut ... 49

26 Diagram alir analisis kadar serat pangan larut ... 50

27 Diagram alir analisis derajat gelatinisasi ... 51

28 Diagram alir analisis total pati ... 52

29 Diagram alir analisis kadar amilosa... 53

DAFTAR LAMPIRAN

1. Form persetujuan subjek penelitian ... 38

2. Hasil analisis indeks glikemik... 39

3. Hasil uji statistik ... 41

4. Cara pengolahan gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng ... 42

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Riskesdas (2010) masalah obesitas cenderung terjadi pada kelompok dewasa di atas 18 tahun terutama pada penduduk di perkotaan. Permasalahan yang terjadi dapat disebabkan karena konsumsi zat gizi (terutama karbohidrat dan lemak) yang tidak seimbang atau berlebihan, selain itu menurut Depkes (2010) masalah yang sering ditemui oleh seorang atlet adalah kelelahan selama bertanding sehingga diperlukan pemenuhan kebutuhan energi yang cukup untuk proses pemulihan. Kedua permasalahan tersebut memerlukan metode yang tepat untuk pemilihan pangan terutama pangan sumber energi yang didapatkan dari karbohidrat. Salah satu pendekatan dalam pemilihan pangan sumber karbohidrat adalah dengan menggunakan konsep indeks glikemik.

Konsep indeks glikemik dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik pangan sumber karbohidrat. Makanan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah dapat meningkatkan rasa kenyang dan menunda rasa lapar. Sedangkan makanan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi mampu meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat (Aston 2006). Para ahli telah mempelajari faktor-faktor penyebab perbedaan indeks glikemik antara pangan yang satu dengan pangan yang lain.

Salah satu faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel). Menurut Jenkins

et al (1988), proses pemasakan atau pengolahan membuat karbohidrat lebih mudah dicerna sehingga dapat meningkatkan nilai indeks glikemik, meskipun beberapa metode pengolahan, sepertiparboiling, dapat menurunkan nilai indeks glikemik (Larsen et al 2000). Oleh karena itu, penelitian pada beberapa jenis pangan dengan pengolahan yang berbeda-beda sangat diperlukan terutama pada beberapa jenis pangan lokal.

(15)

seperti Indonesia yang mudah dibudidayakan, mudah dikonsumsi dan dapat di olah menjadi berbagai produk olahan. Selain itu, gembili juga dapat dijadikan pangan fungsional karena mengandung inulin sebagai komponen serat pangan larut yang dapat berperan sebagai prebiotik sehingga mampu memperlancar proses pencernaan, namun informasi mengenai potensi dari gembili masih sangat terbatas. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis tertarik untuk mempelajari pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik pangan lokal yaitu gembili.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai indeks glikemik produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng).

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini diantaranya adalah:

1. Mempelajari komposisi zat gizi yang terkandung di dalam produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng).

2. Menganalisis nilai indeks glikemik produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng).

3. Menganalisis pengaruh pengolahan terhadap nilai indeks glikemik produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng).

Kegunaan Penelitian

(16)

Uwi (Dioscorea spp

dalam pertanian tropika dan pertumbuhan yang kuat.

diantaranya dapat menghasilkan gembili (Dioscorea esculenta)

Menurut Onwuem dapat mencapai tinggi antara berserat, kulit gembili dagingnya putih kekuning daun tunggal, berwarna hijau dalam bulir yang berwarna berbulu halus dan berduri, juga yang bulat dan bercab Tanaman gembili dapat tumbuh di daerah diperkirakan berasal dari dara

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Gembili

Dioscorea spp.) merupakan tanaman pangan yang sangat tropika dan sub tropika karena tanaman ini menunjukkan

kuat. Uwi (Dioscorea spp.) memiliki ± 600 spesies, menghasilkan umbi yang dapat dimakan, diantarany

(Dioscorea esculenta)(Sastrapraja 1997).

Onwueme (1978), tanaman gembili berbentuk perdu m tinggi antara tiga sampai lima meter. Akar gembili berduri

berwarna coklat atau abu-abu, sedangkan kekuning-kuningan. Daunnya berbentuk seperti ginjal, berwarna hijau cerah dan berukuran kecil. Bunganya tersusun

berwarna hijau kekuning-kuningan. Batang gemb rduri, pada umumnya gembili berbentuk lonjong, tetapi juga yang bulat dan bercabang.

gembili dapat dipanen setelah 6-10 bulan. Tanaman daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Tan diperkirakan berasal dari daratan Cina dan tumbuh liar di India utara.

sangat penting seperti ginjal, berupa Bunganya tersusun di gembili silindris lonjong, tetapi ada

(17)

Gembili selain digunakan sebagai bahan pangan, di Afrika Selatan juga dijadikan bahan baku pembuatan alkohol. Kurangnya pengetahuan pengolahan gembili mengakibatkan gembili bukan menjadi bahan komoditi meskipun dalam musim-musim tertentu banyak dijual di pasar tradisional dengan harga terjangkau dan memiliki kandungan zat gizi yang cukup. Susunan senyawa kimia gembili bervariasi menurut spesies dan varietas (Sastrapraja 1997).

Kandungan zat gizi gembili

Menurut Onwueme (1978), komponen terbesar dari gembili adalah air yaitu 70-80%. Akan tetapi semakin mendekati kematangan, kandungan air semakin berkurang. Karbohidrat merupakan komponen terbesar dalam bahan kering. Menurut Kay (1973) karbohidrat dalam gembili berkisar antara 27-33%. Adapun kandungan zat gizi pada gembili dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan zat gizi gembili

Komposisi Zat Gizi (%bb) Jumlah

Air 79.37

Protein 2.80

Lemak 0.66

Karbohidrat 14.76

Serat kasar 2.16

Amilosa 1.07

Abu 2.41

(Sumber: Harijono et al 2011)

Kandungan pati terutama amilopektin dengan suhu gelatinisasi dari 69.5-80.5○C. Kandungan gula lebih tinggi dibandingkan ubi yang lain dan memberikan rasa manis. Gembili yang dimakan dapat digunakan sebagai bahan pokok tepung. Tepung dan pati juga dapat diekstraksi. Butir patinya yang kecil lebih mudah dicerna dibandingkan dengan ubi lain. Oleh karena itu, gembili digunakan dalam diet khusus untuk orang dengan gangguan pencernaan (Sastrapaja 1997).

Karbohidrat

(18)

Monosakarida adalah karbohidrat sederhana, sehingga zat tersebut tidak dapat diuraikan menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri dari enam rantai atau cincin karbon. Atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai atau cincin ini atau sebagai gugus hidroksil (OH). Ada tiga jenis heksosa yang penting dalam ilmu gizi, yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa (Almatsier 2001).

Disakarida terdiri atas dua unit monosakarida yang terikat satu sama lain melalui reaksi kondensasi. Kedua monosakarida saling mengikat karena ada ikatan glikosidik melalui satu atom oksigen. Disakarida dapat dipecah kembali menjadi dua molekul monosakarida melalui reaksi hidrolisis. Ada empat jenis disakarida, yaitu sukrosa atau sakarosa, maltosa, laktosa, dan trehalosa (Almatsier 2001).

Oligosakarida terdiri atas dua hingga sepuluh polimer monosakarida. Sebetulnya disakarida termasuk dalam oligosakarida, tetapi karena peranannya dalam ilmu gizi sangat penting maka dibahas secara terpisah. Rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa adalah oligosakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Polisakarida adalah polimer dari monosakarida, yang mempunyai berat molekul tinggi, tidak larut dalam air, membentuk koloid dan tidak mempunyai rasa manis (Sediaoetama 2006).

Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia diseluruh dunia. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian, dan umbi-umbian. Jumlah unit glukosa dan susunannya dalam satu jenis pati berbeda satu sama lain, bergantung jenis tanaman asalnya. Bentuk butiran pati ini berbeda satu sama lain dengan karakteristik tersendiri dalam hal daya larut, daya mengentalkan, dan rasa. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 1993).

Amilosa

(19)

bersifat hidrofob yang memungkinkan amilosa membentuk komplek dengan asam lemak bebas, komponen asam lemak dari gliserida (Almatsier 2001). Amilopektin

Amilopektin adalah polimer yang susunannya bercabang-cabang dengan 15-30 unit glukosa pada setiap cabang. Amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total yang dapat dipecah dalam proses pencernaan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati hanya mengandung 15-35% amilosa (Almatsier 2001).

Gelatinisasi

Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda, dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Bila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55°C sampai 65°C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah itu granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati yang dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula disebut suhu gelatinisasi (Meyer 1982).

Pada proses gelatinisasi terjadi kerusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan struktur granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati (Greenwood dan Munro 1979). Ketika granula pati membengkak, amilosa akan keluar dari granula. Faktor yang mempengaruhi gelatinisasi selain kadar air dan suhu adalah ukuran granula, kadar amilosa, berat molekul, dan struktur miselar pati (Fennema 1996).

(20)

Serat Pangan

Serat pangan adalah bagian struktural dari tanaman dan ditemukan di semua tanaman yang dapat berasal dari sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Serat adalah bagian sel tumbuhan yang resisten terhadap hidrolisis enzim pencernaan manusia (Waspadji et al 2002). Sebagian besar serat pangan adalah polisakarida. Ikatan antara monosakarida pada serat pangan tidak bisa dipecah oleh enzim pencernaan di dalam tubuh.

Berdasarkan kelompok kelarutannya, serat pangan terdiri dari serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Serat pangan larut berbentuk gel (kental) dan mudah dicerna oleh bakteri di dalam usus besar (difermentasi). Umumnya ditemukan dalam gandum, barley, kacang, dan buah jeruk. Serat pangan tidak larut paling sering berhubungan dengan perlindungan terhadap penyakit jantung dan diabetes karena kemampuannya menurunkan kolesterol darah dan kadar glukosa. Penambahan serat dalam makanan, efeknya akan bergantung kepada hubungan antara serat dengan makanan, persentase karbohidrat dalam makanan, dan kelarutan (Waspadji et al2002).

Indeks Glikemik

Konsep indeks glikemik pertama-tama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Professor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap glukosa darah, dengan kata lain indeks glikemik adalah pengindeksan jumlah respon glikemik yang tetap pada karbohidrat yang tersedia dari makanan. Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah (slow release carbohydrate) sehingga melepaskan glukosa ke dalam darah dengan lambat (Rimbawan dan Siagian 2004). Kategori pangan menurut indeks glikemik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori pangan menurut indeks glikemik Kategori Pangan Rentang Indeks Glikemik

Indeks glikemik rendah < 55

Indeks glikemik sedang (intermediate)

55-70

Indeks glikemik tinggi >70

(21)

Indeks glikemik pangan diukur melalui pengambilan darah pada subjek setelah mengonsumsi pangan (pangan uji & pangan standar) selama selang waktu tertentu dengan menggunakan finger-prick capillary blood samples method. Menurut Snell (2006) dalam Maulana (2012) teknik pengambilan darah

prick-testpada jari perlu diperhatikan. Secara anatomi aliran darah arteri ulnaris mengalir pada jari kelingking dan arteri radialis mengalir pada ibu jari. Proses pengambilan darah disarankan tidak dilakukan pada jari kelingking dan ibu jari untuk menghindari terjadinya infeksi yang bersifat sistemik. Kemudian kadar glukosa darah subjek diplotkan ke dalam grafik (Miller et al 1996). Respon glukosa darah digambarkan sebagai persentase tambahan area di bawah kurva dari pangan uji dibagi dengan luas pangan standar yang mengandung jumlah karbohidrat yang sama (Wedman 2002).

Beban Gikemik

Kecepatan peningkatan kadar glukosa darah berbeda untuk setiap jenis pangan. Maka dari itu dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi pangan dengan indeks glikemik rendah dan mengurangi konsumsi pangan dengan indeks glikemik tinggi. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban glikemik pangan secara keseluruhan. Beban glikemik bertujuan untuk menilai dampak konsumsi karbohidrat dengan memperhitungkan indeks glikemik pangan (Rimbawan dan Siagian 2004). Beban glikemik yang menilai efek glikemik total dari diet telah terbukti sangat berguna dalam studi epidemiologi.

(22)

Tabel 3 Kategori pangan menurut beban glikemik Kategori Pangan Rentang Beban Glikemik

Beban glikemik rendah < 10

Beban glikemik sedang 11-19

Beban glikemik tinggi >20

(Sumber: Powell et al 2002)

Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik

Menurut Jenkins et al (1988), terdapat banyak faktor yang dapat menyebab perbedaan indeks glikemik antara pangan yang satu dengan pangan yang lain. Pangan dengan jenis yang sama pun dapat memiliki indeks glikemik berbeda bila diolah atau dimasak dengan cara yang berbeda. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan.

Proses pengolahan

Ukuran partikel. Ukuran partikel mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Penumbukan dan penggilingan memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah menyerap air. Berdasarkan hasil penelitian Septiyani (2012), tiwul konvensional yang dibuat dari tepung gaplek memiliki tingkat gelatinisasi tertinggi dibandingkan dengan tiwul instan tinggi protein karena tepung gaplek memiliki ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini diduga mampu mempengaruhi proses gelatinisasi pati, sehingga berpengaruh terhadap nilai indeks glikemik.

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), ukuran partikel mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Hal ini berkaitan dengan luas penampang permukaan total, semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas permukaan total pangan. Ukuran butiran pati yang makin kecil mengakibatkan mudah terdegradasi oleh enzim. Oleh karena itu, indeks glikemik tiwul konvensional lebih tinggi dibandingkan indeks glikemik tiwul instan tinggi protein.

(23)

serta dilakukan proses pengukusan. Proses pemanasan menggunakan air akan memperbesar ukuran granula pati.

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), granula yang mengembang dan molekul pati bebas ini sangat mudah dicerna karena enzim pencerna pati di dalam usus halus mendapatkan permukaan yang lebih luas untuk kontak dengan enzim. Reaksi cepat dengan enzim ini menghasilkan peningkatan kadar glukosa darah yang cepat, sehingga indeks glikemik tiwul konvensional lebih tinggi dibandingkan indeks glikemik tiwul instan tinggi protein.

Kadar amilosa dan amilopektin

Butiran pati dengan konten amilosa yang relatif tinggi cenderung lebih tahan terhadap pencernaan, sedangkan butiran pati dengan konten amilopektin yang lebih tinggi cenderung lebih mudah dicerna. Berdasarkan hasil penelitian Maulana (2012), keripik ubi cilembu memiliki kandungan amilosa lebih tinggi dan indeks glikemik lebih rendah dibandingkan ubi cilembu kukus dan panggang, sedangkan ubi cilembu panggang memiliki kandungan amilosa lebih rendah dengan indeks glikemik yang lebih tinggi daripada keripik ubi cilembu dan ubi cilembu kukus. Terdapat kecenderungan bahwa produk olahan dengan kandungan amilosa lebih tinggi dan kandungan amilopektin lebih rendah akan memiliki indeks glikemik lebih rendah. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Argasasmita (2008), dari lima varietas beras dengan kadar amilosa tinggi memiliki nilai indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan dengan lima varietas beras yang memiliki kadar amilosa rendah dan menurut uji statistik terdapat hubungan yang signifikan antara kadar amilosa dengan nilai indeks glikemik.

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), amilosa dengan struktur yang tidak bercabang membuatnya terikat lebih kuat dan sulit untuk tergelatinisasi dan akibatnya sulit untuk dicerna, sedangkan amilopektin yang memiliki struktur bercabang memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka, sehingga amilopektin lebih mudah tergelatinisasi dan akibatnya lebih mudah dicerna. Oleh karena itu, bila suatu pangan memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi

Kadar gula dan daya osmotik pangan

(24)

diperlambat oleh peningkatan konsentrasi gula, apapun strukturnya. Beberapa buah memiliki indeks glikemik rendah (ceri = 22). Sementara yang lain memiliki indeks glikemik relatif tinggi (semangka = 77). Tampaknya makin tinggi keasaman dan kekuatan osmotik (jumlah molekul per mililiter larutan) buah makin rendah indeks glikemiknya (Rimbawan dan Siagian 2004).

Kadar serat pangan

Studi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi serat dan pati resisten dapat mengurangi kecepatan absorbsi glukosa atau karbohidrat akan menyebabkan peningkatan rasa kenyang, rasa lapar berkurang dan atau berat badan berkurang, mengurangi glukosa darah, dan resistensi insulin. Pengaruh serat pada indeks glikemik pangan tergantung pada jenis seratnya, apabila masih utuh serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Akibatnya indeks glikemik cenderung lebih rendah (Araya 2002).

Kadar lemak dan protein pangan

Berdasarkan hasil penelitian Maulana (2012), keripik ubi cilembu memiliki kandungan protein dan lemak tertinggi dengan indeks glikemik terendah dibandingkan ubi cilembu panggang dan ubi cilembu kukus. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pangan berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga laju pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi cenderung memiliki indeks glikemik lebih rendah daripada pangan sejenis berkadar lemak lebih rendah

Kadar anti gizi pangan

Beberapa pangan secara alamiah mengandung zat yang dapat menyebabkan keracunan bila jumlahnya besar. Zat yang berpotensi menyebabkan efek merugikan terhadap status gizi disebut zat anti-gizi (Rimbawan dan Siagian 2004). Contohnya adalah inhibitor enzim, fitat, dan lektin. Inhibitor enzim (inhibitor amilase) terbukti dapat menurunkan absorbsi glukosa pada tikus dan manusia (Waspadji et al2002).

Metode Pengolahan Pangan

(25)

diantaranya adalah merebus dan mengukus. Metode panas kering salah satunya adalah menggoreng (Deep frying).

Merebus adalah teknik memasak dengan air panas dan makanan terendam dalam air mendidih. Proses perebusan menggunakan suhu tinggi ± 100°C dan waktu yang lama, sehingga dapat merusak kandungan zat gizi, cita rasa yang menurun, serta merusak tekstur dan warna makanan. Oleh karena itu, agar kandungan zat gizi tidak banyak yang hilang, sebaiknya makanan dimasukkan setelah air mendidih, dan api sedikit dikecilkan.

Mengukus adalah teknik memasak dengan menggunakan uap air. Jika tidak dilakukan berlebihan, mengukus tidak akan mengubah warna bahan pangan serta kandungan zat gizinya. Terlebih jika dilakukan dengan baik dan benar, yaitu menggunakan pengukus yang tertutup rapat sehingga uap dapat memproses makanan dengan efektif (Nurmala 2010).

(26)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dimulai bulan September 2012 sampai bulan November 2012. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah di Laboratorium Percobaan Makanan untuk membuat aneka produk olahan gembili, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan untuk menganalisis zat gizi produk olahan gembili serta Klinik Gizi untuk melakukan pengukuran respon glukosa darah dari subjek. Keseluruhan ruangan tersebut berada di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah gembili. Bahan yang digunakan untuk proses pengolahan gembili menjadi aneka produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng) adalah minyak goreng dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk uji proksimat produk olahan gembili antara lain air destilata atau aquades, NaOH 30%, KI 30%, larutan tio 0.1 N, asam borat (H3BO3) 3%, selenium mix, HCl 0.5 M, ethanol 95%, aseton, hexane, asam asetat 1 N, buffer fosfat pH 6.0, asam sulfat 4 N, enzim thermamyl, enzim pepsin, dan iod 0,1 N. Bahan yang digunakan untuk pengukuran respon glukosa darah pada individu adalah sampel darah subjek dan glukosa murni (D-glucose anhydrouse)

Alat yang digunakan untuk uji proksimat pada produk olahan gembili adalah cawan porselen, tanur, oven, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, pipet, labu takar, buret, erlenmeyer, gelas arloji, pipet mikro, corong, pompa vacum, timbangan analitik, shaker, desikator, labu Soxhlet, labu Kjedhal, penangas air, dan spektrofotometer UV-VIS. Peralatan yang digunakan pada proses pengolahan aneka produk olahan gembili antara lain timbangan, kompor, panci, wajan, sodet, piring, sendok, gelas ukur, dan penggaris. Alat yang digunakan untuk pengukuran respon glukosa darah pada individu adalah Glucometer One Touch Ultra.

Tahapan Penelitian

(27)

tahap perekrutan dan pemilihan subjek penelitian serta tahap pengukuran indeks glikemik individu.

Pengolahan gembili

Pengolahan umbi gembii dilakukan setelah sebelumnya terjadi proses persiapan meliputi pemilihan gembili yang akan diolah. Gembili yang diteliti memiliki masa tanam 8 bulan dan jenis lahan yang seragam sehingga dapat mengurangi bias dalam hasil penelitian. Setelah proses pemilihan gembili, kemudian dilakukan proses pengolahan gembili menjadi produk olahan gembili (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng) dengan tiga metode pengolahan. Metode pengolahan gembili dapat dilihat pada Lampiran 4.

Analisis zat gizi

Setelah gembili diolah menjadi tiga produk olahan, tahapan selanjutnya adalah melakukan uji proksimat pada produk olahan tersebut dengan melakukan dua kali ulangan analisis meliputi analisis kandungan air (metode oven biasa), protein (metode Kjedahl), lemak (metode ekstraksi Soxhlet), abu (metode pengabuan kering), karbohidrat (carbohydrate by difference), dan total serat makanan (metode enzimatis). Selain itu, dilakukan pengukuran tingkat gelatinisasi, kadar total pati, amilosa dan amilopektin. Prosedur analisis zat gizi dapat dilihat pada Lampiran 5.

Perekrutan dan pemilihan subjek penelitian

Perekrutan dan pemilihan subjek penelitian dilakukan secara purposive

yang memenuhi kriteria sebagai subjek. Kriteria tersebut terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek berumur 18-30 tahun baik pria atau wanita, memiliki indeks massa tubuh normal (18.5-22.9 Kg/m2) dan dalam keadaan sehat. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini mencakup, subjek memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, mengalami gangguan pencernaan, menggunakan obat-obatan terlarang, meminum minuman beralkohol, dan merokok. Semua subjek penelitian telah menandatangani

informed consent.

(28)

Pengukuran indeks glikemik

Setelah produk olahan pangan uji dan pangan acuan dikonsumsi oleh subjek penelitian, langkah selanjutnya adalah pengambilan sampel darah subjek untuk mengetahui indeks glikemik pangan uji. Prosedur penentuan indeks glikemik pangan adalah sebagai berikut (Miller et al 1996).

a. Pangan acuan dan pangan uji dikonsumsi setara 25 g karbohidrat oleh subjek setelah menjalani puasa penuh kecuali minum air putih selama kurang lebih 10 jam.

b. Selama dua jam pasca pemberian pangan acuan, sampel darah sebanyak 50 µL diambil dengan menggunakan finger-prick capillary blood samples method secara berturut-turut pada menit ke 0 (sebelum pemberian), 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 setelah pemberian pangan uji.

c. Pada waktu yang berlainan (7 hari kemudian) hal yang sama akan dilakukan dengan memberikan pangan uji ke-1 (gembili rebus). 7 hari berikutnya diberikan pangan uji ke-2 (gembili kukus), dan 7 hari berikutnya diberikan pangan uji ke-3 (gembili goreng) kepada subjek.

d. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar pada dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu dalam menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah). Kemudian kadar glukosa darah subjek diplotkan ke dalam grafik.

e. Indeks glikemik masing-masing subjek ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan.

f. Respon glukosa darah digambarkan sebagai persentase tambahan area di bawah kurva dari pangan uji dibagi dengan luas pangan standar yang mengandung jumlah karbohidrat yang sama (Wedman 2002).

Pengolahan dan Analisis Data

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Zat Gizi Produk Olahan Gembili

Menurut Powell et al (2002), proses pengolahan akan berpengaruh terhadap komposisi zat gizi produk olahan, sehingga analisis komposisi zat gizi perlu dilakukan. Adapun analisis komposisi zat gizi yang dilakukan pada produk olahan gembili meliputi analisis proksimat, total serat pangan dan carbohydrate by difference. Analisis zat gizi yang dilakukan menggunakan dua kali ulangan analisis sehingga data bersifat deskriptif. Hasil analisis zat gizi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

Analisis Proksimat

Gembili Mentah

Gembili Rebus

Gembili Kukus

Gembili Goreng

%bb %bk %bb %bk %bb %bk %bb %bk

Air 64.49 - 68.09 - 62.11 - 49.09

-Abu 0.57 1.62 0.68 2.15 0.80 2.13 1.30 2.56

Lemak 0.17 0.51 0.19 0.63 0.14 0.37 3.94 7.75

Protein 1.64 4.63 1.06 3.47 1.14 2.99 2.16 4.25

Carbohydrate

by difference 33.16 85.87 27.09 91.05 35.90 93.33 45.24 88.88 IDF 6.54 18.43 4.20 13.17 4.47 11.79 6.83 13.43

SDF 2.04 5.77 1.87 5.84 2.41 6.37 5.54 10.88

TF 7.90 22.25 6.06 19.01 6.88 18.15 12.37 24.30

Keterangan: bb (basis basah), bk (basis kering), IDF (Insoluble Dietary Fiber), SDF (Soluble Dietary Fiber), TF (Total Fiber)

Kadar Air

(30)

Gambar 3 Kadar air (% gembili Kadar air pada produk antara 49.09% sampai sebesar 49.09% karena

yang memungkinkan terjadinya dihasilkan memiliki tekstur adalah gembili rebus sebesar pengolahannya menggunakan terjadi penyerapan air.

(2010) pada produk olahan

tinggi dibandingkan sukun kukus dan sukun gore Kadar Abu

Kadar abu merupakan pangan (Sediaoetama yang berbeda tergantung pada produk olahan gembili sampai 2.56%. Kadar abu sedangkan yang terendah terjadi karena pada proses penghantar panas yang sehingga kadar abu lebih lainnya. Hasil analisis kadar Gambar 4.

Kadar air (%bb) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

pada produk olahan gembili berdasarkan basis kering mpai 68.09%. Kadar air terendah adalah gembili karena pada proses pengolahannya menggunakan suhu emungkinkan terjadinya proses penguapan air sehingga produk

tekstur keras dan padat. Sedangkan kadar air yang sebesar 68.09%. Hal ini dapat terjadi karena pada enggunakan air sebagai media pengantar panas

Demikian pula berdasarkan hasil penelitian produk olahan sukun dengan kadar air sukun rebus sebesar tinggi dibandingkan sukun kukus dan sukun goreng.

merupakan gambaran kandungan mineral dalam suatu ma 2006). Setiap bahan pangan memiliki kandungan tergantung pada jenis pengolahannya. Hasil analisis kadar olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara

Kadar abu tertinggi adalah gembili goreng sebesar terendah adalah gembili kukus sebesar 2.13%. Hal ini pada proses pengolahannya penggunaan air sebagai yang tidak bersentuhan secara langsung dengan abu lebih rendah dibandingkan dengan produk olahan analisis kadar abu produk olahan gembili dapat dilihat

Gembili Gembili

Rebus Gembili Kukus Gembili Goreng

(31)

Gambar 4 Kadar abu (%bk) ge gembili kukus, dan ge Kadar Protein

Hasil analisis kadar kering berkisar antara 2.99% berkurang setelah melalui

gembili goreng sebesar 4.25%, sedang kukus sebesar 2.99%. Hal

menggunakan waktu yang nitrogen yang hilang.

menentukan kadar protein dengan metode Kjedhal analisis kadar protein produk olahan gembili.

Gambar 5 Kadar protein (%

gembili kukus, dan ge

Kadar abu (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

analisis kadar protein produk olahan gembili berdasarkan antara 2.99% sampai 4.25%. Secara deskriptif kadar

melalui proses pengolahan. Kadar protein tertinggi gembili goreng sebesar 4.25%, sedangkan kadar protein terendah ada

Hal ini dapat terjadi karena pada proses pengolahannya waktu yang lama dan suhu tinggi sehingga banyak

hilang. Molekul nitrogen merupakan zat yang di ukur menentukan kadar protein dengan metode Kjedhal. Gambar 5 menunjukkan hasil analisis kadar protein produk olahan gembili.

Kadar protein (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

(32)

Kadar Lemak

Hasil analisis kadar kering berkisar antara 0.37% gembili kukus sebesar Sedangkan yang tertinggi memiliki kadar lemak tertinggi minyak sebagai media pengantar penyerapan minyak. Menurut mentega, margarin, dan pangan olahan. Hasil analisis Gambar 6.

Gambar 6 Kadar Lemak (% gembili kukus,

Kadar carbohydrate by difference Terdapat beberapa

makanan, salah satunya karbohidrat yang diperoleh sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) =

Hasil analisis kadar lemak pada produk olahan gembili berdasarkan antara 0.37% sampai 7.75%. Kadar lemak terendah sebesar 0.37% berikutnya gembili rebus sebesar

tertinggi adalah gembili goreng sebesar 7.75%. Gembili mak tertinggi karena metode pengolahannya menggunakan media pengantar panas sehingga kemungkinan terjadi

ak. Menurut Bredbenner et al (2009), sumber lemak argarin, dan minyak dapat mempengaruhi kadar lemak pada

Hasil analisis kadar lemak produk olahan gembili disajikan

Kadar Lemak (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

by difference

beberapa metode analisis kadar karbohidrat dalam satunya adalah metode carbohydrate by difference

diperoleh bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan

arbohydrate by difference untuk tiga jenis olahan gembili Gembili

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (Kadar air + Abu + Lemak + Protein)

dasarkan basis terendah adalah sebesar 0.63%. Gembili goreng menggunakan kemungkinan terjadi proses mber lemak seperti

(33)

Gambar 7 Kadar carboh

rebus,gembili kukus, dan Kadar carbohydrate

berdasarkan basis ker

carbohydrate by difference

sedangkan yang terendah hasil penelitian Rasdiyanti penggorengan memiliki

dengan bahan yang diolah dengan metode perebusan dan pengukusan. Secara deskriptif,

mengalami proses pengolah produk olahan gembili mem proses pengolahan menyebabkan nilai carbohydrate by difference carbohydrate by difference

di dalamnya masih termasuk kandungan kadar serat bahan pangan Kadar Serat Pangan

Komposisi kimia dinding sel tanaman penghasil sel tanaman terdiri dari yang kesemuanya ini termasuk dalam dua kelompok yaitu serta pangan larut (soluble

adalah sebagian pangan

carbohydrate by difference(%bk) gembili mentah, ge rebus,gembili kukus, dan gembili goreng

arbohydrate by difference pada produk olahan basis kering berkisar antara 88.88% sampai 93.33

difference tertinggi adalah gembili kukus sebesar terendah adalah gembili goreng sebesar 88.88%. Berdasar Rasdiyanti (2011) bahwa bahan yang diolah dengan

memiliki kadar karbohidrat paling rendah bila dibandingkan ang diolah dengan metode perebusan dan pengukusan.

deskriptif, kadar carbohydrate by difference bertambah pengolahan namun kadar carbohydrate by difference

mbili memiliki nilai yang relatif sama. Hal ini dapat terjadi karena pengolahan menyebabkan beberapa zat gizi menjadi berkurang

by difference lebih tinggi, selain itu menurut Winarno

difference merupakan penentuan karbohidrat secara k asih termasuk kandungan kadar serat bahan pangan.

kimia serat pangan bervariasi tergantung dari komposisi tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen penyusu

terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, ini termasuk ke dalam serat pangan. Serat pangan kelompok yaitu serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber

soluble dietary fiber)(Silalahi 2006). Serat pangan tidak pangan yang tidak larut baik dalam air panas maupun

Gembili

(%bk) gembili mentah, gembili

olahan gembili ang diolah dengan metode perebusan dan pengukusan.

(34)

dan berperan untuk memperbesar transitnya di dalam kolon,

yang dapat larut dalam air dan lemak. Menurut Wiluj dalam gembili adalah i 14,629% (bk) dari total serat

Berdasarkan hasil analisis yang tertinggi adalah gembili sebesar 10.88% dan

keseluruhan kadar serat pangan larut. Selain itu, bahan pangan merupakan

kadar serat pangan produk olahan gembili di

Gambar 8 Kadar serat

untuk memperbesar volume feses serta mengurangi kolon, sedangkan serat pangan larut adalah serat dalam air hangat dan mempengaruhi metabolisme kar

. Menurut Wilujeng (2010), salah satu serat pangan larut yang terdapat adalah inulin dengan kadar yang cukup tinggi yaitu

dari total serat.

Berdasarkan hasil analisis kadar serat pangan menunjukkan bahwa k produk olahan gembili yang terdiri dari serat pangan

fiber) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary

berkisar antara 5.84% sampai 10.88% dan 11.79% dapat diketahui jumlah total serat pangan berkisar 24.30%. Kadar serat pangan larut dan serat pangan adalah gembili goreng yang memiliki nilai serat pangan

dan serat pangan tidak larut sebesar 13.43%. serat pangan tidak larut lebih tinggi dibandingkan

itu, menurut Winarno (1993), sebagian besar serat erupakan serat pangan yang tidak dapat larut. Hasil kadar serat pangan produk olahan gembili disajikan pada Gambar 8.

Kadar serat pangan (%bk) gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

Gembili at pangan larut yang terdapat yaitu sebesar

erat pangan menunjukkan bahwa kadar pangan larut

dietary fiber) 11.79% sampai berkisar antara ngan tidak larut serat pangan larut

(35)

Tingkat gelatinisasi pati

Selain analisis proksimat, pada produk olahan ge

pemutusan ikatan hidrogen

Tingkat gelatinisasi pati pada produk olahan ge

Gambar 9 Tingkat

gembili kukus, dan ge Tingkat gelatinisasi

berkisar antara 51.58% gembili goreng sebesar 51. gembili rebus sebesar 60. sebesar 84.21%. Tingkat karena tingginya kadar Rasdiyanti (2010), lemak dan menghambat jumlah gelatinisasi semakin rendah. Kadar amilosa dan amilopekt

Amilum yang dalam zat tepung, yang merupakan bagi tanaman. Amilum tanaman. Tanaman yang kentang, sagu, dan jenis apabila dipanaskan dengan Fraksi yang larut disebut

0

analisis proksimat, dilakukan juga analisis tingkat gelatinisasi olahan gembili. Gelatinisasi merupakan proses yang

drogen dan pengembangan granula pati (Meyer gelatinisasi pati pada produk olahan gembili disajikan pada Gambar 9.

Tingkat gelatinisasi gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

gelatinisasi pada produk olahan gembili berdasarkan basis 51.58% sampai 84.21%. Tingkat gelatinisasi terendah sebesar 51.58% berikutnya gembili mentah sebesar 60. sebesar 60.39% sedangkan yang tertinggi adalah gembili

Tingkat gelatinisasi terendah pada gembili goreng kadar serat dan lemak. Menurut Harper (1981)

emak akan membungkus butiran pati (kompleks amilosalipid) jumlah air yang dapat diserap oleh pati sehingga nilai

sasi semakin rendah. Kadar amilosa dan amilopektin

ang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai zat erupakan suatu glukosa dan cadangan persediaan mak Amilum pada umumnya terdapat pada akar, umbi, Tanaman yang banyak mengandung amilum antara lain ubi

dan jenis gandum. Amilum tidak larut dalam air dingin, apabila dipanaskan dengan air yang cukup, ternyata zat ini terdiri dari dua

disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut am Gembili mbili disajikan pada Gambar 9.

mbili rebus, butiran pati (kompleks amilosalipid) sehingga nilai tingkat

(36)

Kadar amilosa dalam berbagai 25% (Sumardjo 2006).

olahan gembili disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Kadar amilos

gembili kukus, Berdasarkan hasil

menunjukkan bahwa kada Kadar total pati tertinggi rendah adalah gembili rebus proses pengolahan gembili panas sehingga terdapat dapat menyebabkan kadar amilosa tertinggi adalah adalah gembili goreng sebesar produk olahan gembili lebi

kesehatan individu dan pengukuran tinggi badan

0 bili disajikan pada Gambar 10.

Kadar amilosa dan amilopektingembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng

Berdasarkan hasil analisis kadar total pati produk olahan bahwa kadar total pati berkisar antara 44.64% sampai

tertinggi adalah gembili kukus sebesar 62.12% dan yang mbili rebus sebesar 44.64%. Hal ini dapat diduga karena

gembili rebus menggunakan air sebagai media penghanta terdapat kemungkinan sebagian pati terlarut di dalam

menyebabkan kadar total pati menjadi berkurang. Hasil analisis adalah gembili kukus sebesar 1.77% dan yang paling

sebesar 0.68%. Secara umum, proporsi amilopektin mbili lebih besar dibandingkan kadar amilosanya.

Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili

calon subjek penelitian dilakukan secara purposive

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Kemudian dilakukan wawancara dan pengukuran ant dilakukan dengan menggunakan kuesioner mengenai individu dan keluarga. Pengukuran antropometri terdiri

badan dan berat badan serta terdapat pengukuran antropometri terdiri dari kuran tekanan osa (%bk)

opektin (%bk)

(37)

darah dan denyut nadi. Setelah itu, subjek diberikan penjelasan mengenai tujuan, manfaat, prosedur, dan kemungkinan resiko. Selanjutnya, beberapa mahasiswa yang bersedia menjadi subjek menandatangani informed consent.Sebanyak 12 mahasiswa yang memenuhi persyaratan pada saat wawancara, namun hanya 10 mahasiswa yang terdiri dari lima orang laki-laki dan lima orang perempuan yang memenuhi seluruh persyaratan sebagai subjek penelitian. Menurut Karimah (2011) pemilihan jumlah subjek yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya bias akibat jenis kelamin. Pangan Acuan dan Pangan Uji

Brouns et al (2005) merekomendasikan pangan yang digunakan sebagai pangan acuan dalam penentuan nilai indeks glikemik yaitu glukosa murni karena komposisi dari roti putih dapat berbeda-beda sehingga kemungkinan perbedaan hasil yang bervariasi. Pangan acuan dan pangan uji yang diberikan kepada subjek setara dengan 25 gram karbohidrat. Pangan acuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu glukosa murni (D-glucose anhydrouse) sebanyak 25 gram yang dilarutkan dalam air mineral ± 240 ml dan diminum selama ±10 menit. Pangan uji yang diberikan dalam penelitian ini berupa gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng dengan jumlah setara dengan 25 gram available carbohydrate dan dikonsumsi selama ±10 menit. Pangan acuan diberikan pada minggu pertama, sedangkan pangan uji diberikan pada minggu-minggu selanjutnya. Jarak antara pemberian pangan acuan dan pangan uji masing-masing satu minggu. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kondisi subjek sehingga proses pemulihan sempurna (Karimah 2011).

Pada penelitian ini jumlah produk pangan yang diberikan kepada subjek ditentukan berdasarkan jumlah kandungan available carbohydrate yang menggambarkan kandungan total karbohidrat yang tersedia bagi tubuh untuk dicerna. Pendekatan yang digunakan untuk memperoleh jumlah available carbohydrate menurut Miller et al (1996), didasarkan pada pendekatan

(38)

Gambar 11 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap glukosa murni Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa peningkatan glukosa darah yang tertinggi dari kurva rata-rata respon glikemik pada kedua pangan acuan terjadi pada menit ke-30 dan mengalami penurunan pada menit ke-45 sampai menit ke-120. Rata-rata peningkatan kadar glukosa darah pada subjek penelitian untuk pangan acuan (glukosa murni) setara dengan 50 gram karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan 25 gram karbohidrat. Namun peningkatan dan penurunan respon glikemik subjek penelitian dengan 25 gram karbohidrat lebih signifikan dan konsisten. Menurut Powell et al (2002), penentuan nilai indeks glikemik pangan dapat dilakukan dengan menggunakan pangan acuan setara dengan 50 gram atau 25 gram karbohidrat. Apabila jumlah porsi pangan yang dikonsumsi setara dengan 50 gram karbohidrat terlalu banyak, maka dapat menggunakan setara dengan 25 gram karbohidrat. Setelah dilakukan pengukuran jumlah porsi pangan uji, apabila subjek penelitian diberikan pangan uji setara dengan 50 gram karbohidrat maka jumlah porsi yang dikonsumsi terlalu banyak sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengonsumsi pangan uji lebih dari ±10 menit. Berdasarkan pertimbangan tersebut jumlah porsi pangan acuan dan pangan uji yang diberikan kepada subjek setara dengan 25 gram karbohidrat. Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek untuk masing-masing produk olahan gembili disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 12.

Tabel 5 Jumlah porsi gembili yang diberikan kepada subjek

Produk

Gembili rebus 27.9 6.1 21.8 114.7

Gembili kukus 35.9 6.9 29.0 86.2

Gembili goreng 45.2 12.4 32.8 76.2

(39)

Gambar 12 (a) Jumlah pors gembili rebus (114.7 g)

Berdasarkan Tabel

karbohidrat dengan menggunakan dikurangi dengan total serat dibandingkan dengan berpuasa (kecuali air putih) glukosa terendah pada subjek. darah puasa dan postprandi Ultrapada menit ke 0 (sebelum

darah subjek diambil melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di j Pembuluh darah kapiler dipilih

subjek yang lebih kecil dibandingkan vena (Ragnhild et al

menggunakan darah

direkomendasikan untuk pengukuran kadar glukosa darah Data hasil pengukuran

pengambilan sampel) ditebar

menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah). ke dalam grafik menggunakan

diperoleh kurva yang m

Jumlah porsi Gambar 12 (b) Jumlah porsi Gambar 12 (c) Jumlah porsi us (114.7 g) gembili kukus (86.2 g) gembili goreng (

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa pengukuran kandungan dengan menggunakan pendekatan carbohydrate by difference

total serat pangan memiliki perbedaan yang cukup besar dengan available carbohydrate. Menurut Ryani (2006

bahwa dengan metode pengukuran carbohydrate by difference

terukurnya komponen karbohidrat lain yang sebenarnya namun tidak terukur sebagai serat pangan seperti kompleks

dan kompleks amilosa-lemak akan sangat besar karena

carbohydrate by difference adalah metode pengukuran karbohidrat

an Nilai Indeks Glikemik

nilai indeks glikemik dilakukan melalui pengukuran selama dua jam kepada subjek penelitian yang sebelumnya

air putih) minimal 10 jam hal ini dilakukan untuk melihat pada subjek. Kemudian dilakukan pengukuran kadar

postprandial dengan menggunakan Glucometer One

enit ke 0 (sebelum pemberian), 15, 30, 45, 60, 90, dan 120. darah subjek diambil melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di ja

kapiler dipilih karena memiliki variasi kadar glukosa darah ant kecil dibandingkan dengan darah yang diambil dari pembuluh

al 2004). Selain itu, sensitivitas pengukuran darah kapiler lebih besar dan konsisten, direkomendasikan untuk pengukuran kadar glukosa darah (Brouns et al

pengukuran kadar glukosa darah (pada setiap pel) ditebar pada dua sumbu, yaitu sumbu x (waktu menit) dan sumbu y (kadar glukosa darah). Kadar glukosa darah subjek

enggunakan Software Microsoft Excell 2007. Kemudian ang menunjukkan respon glukosa darah subjek

(c) Jumlah porsi pengukuran kadar glukosa

One Touch

(40)

pangan yang diberikan. Respon glukosa darah digambarkan sebagai persentase tambahan area di bawah kurva dari pangan uji dibagi dengan luas pangan acuan yang mengandung jumlah karbohidrat yang sama (Wedman 2002). Berikut ini rumus pengukuran nilai indeks glikemik pangan uji:

Luas area di bawah kurva dapat dihitung dengan beberapa cara seperti integral dari persamaan polynomial, menghitung luas bangun dan trapezoid. Perhitungan luas daerah di bawah kurva dapat disesuaikan dengan data respon glukosa darah subjek. Pada penelitian ini luas daerah di bawah kurva dihitung dengan menggunakan persamaan polynomial, karena rata-rata kurva respon glukosa darah subjek naik dan turun secara teratur sehingga persamaan

polynomialyang dihasilkan signifikan dengan nilai signifikansi (R2) untuk gembili rebus sebesar 0.976, gembili kukus 0.985, dan gembili goreng 0.964. Kurva rata-rata respon glikemik subjek penelitian pada pangan uji disajikan pada Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15.

Gambar 13 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili rebus

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 20 40 60 80 100 120 140

K

adar

gl

uk

os

a

dar

ah

(m

g/

dL)

Waktu (Menit ke-) Kurva gembili rebus dan glukosa

glukosa

(41)

Gambar 14 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili kukus

Gambar 15 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap gembili goreng Berdasarkan Gambar 13 sampai Gambar 15 dapat dilihat bahwa rata-rata peningkatan kadar glukosa darah pada subjek penelitian untuk pangan uji (gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng) lebih rendah dibandingkan peningkatan kadar glukosa darah pangan acuan berupa glukosa murni. Peningkatan glukosa darah yang tertinggi dari kurva rata-rata respon glikemik pada ke tiga pangan uji terjadi pada menit ke-30 dan mengalami penurunan pada menit ke-45 sampai menit ke-120.

Nilai indeks glikemik produk olahan gembili

Nilai indeks glikemik gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng yang diperoleh dari rata-rata nilai indeks glikemik sepuluh subjek penelitian disajikan pada Gambar 16.

0

Kurva gembili kukus dan glukosa

glukosa

Kurva gembili goreng dan glukosa

glukosa

(42)

Gambar 16 Berdasarkan Gambar olahan gembili memiliki selisi

Way ANOVA menunjukkan mempengaruhi nilai indeks al. (1996) dalam Rimbawa glikemiknya, pangan dikelo IG rendah (IG<55), IG sedang pengkategorian tersebut, termasuk ke dalam kelompok yaitu lebih dari 70.

Faktor-faktor yang pengolahan (tingkat gelatinisas dengan amilopektin, tingkat lemak dan protein, serta menyebabkan nilai indeks pengolahan struktur panga dapat mengakibatkan kadar & Siagian 2004). Tingkat proses gelatinisasi pati dapat yang mengembang dan molekul enzim pencernaan di usus kontak dengan molekul

kadar glukosa darah meningkat 81

16 Nilai indeks glikemik produk olahan gembili Gambar 16 dapat dilihat bahwa nilai indeks glikemik miliki selisih yang tidak besar. Selain itu, uji sidik ragam enunjukkan bahwa perbedaan jenis pengolahan gembili nilai indeks glikemiknya (p>0.05) (Lampiran 3). Menurut

dalam Rimbawan & Siagian (2004), berdasarkan pengaruh pangan dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu kategori

(IG<55), IG sedang (IG = 55-70), dan IG tinggi (IG>70). Berdasarkan tersebut, dapat diketahui bahwa semua produk olahan

kelompok pangan yang memiliki nilai indeks glikemik

yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adal (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat

, serta kadar anti gizi pangan. Proses pengolahan nilai indeks glikemik pangan meningkat karena melalui struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap

mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat dengan cepat (Rimbawan Tingkat gelatinisasi mempengaruhi nilai indeks glikemik

pati dapat menyebabkan granula pati mengembang. mbang dan molekul pati yang bebas sangat mudah dicerna

di usus mendapat permukaan yang lebih luas untuk olekul pati. Reaksi cepat dari enzim ini akan meny

darah meningkat cepat (Rimbawan & Siagian 2004). Berdasarkan

Gembili Rebus Gembili Kukus Gembili Goreng

56

(43)

hasil penelitian Septianti (2003), ukuran granula pati gembili 23-30 µm nilai ini relatif kecil sehingga kemampuan enzim untuk mencerna lebih mudah dan cepat meningkatkan nilai indeks glikemik. Oleh karena itu, nilai indeks glikemik produk olahan gembili termasuk dalam pangan dengan nilai indeks glikemik yang tinggi.

Hasil analisis tingkat gelatinisasi produk olahan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara 51.58% sampai 84.21%. Gembili kukus memiliki tingkat gelatinisasi tertinggi apabila dibandingkan dengan poduk olahan gembili lainnya. Hal ini diduga karena gembili kukus mengalami proses pemasakan dengan air dan panas yang dapat memperbesar ukuran granula pati. Pati yang terkandung pada gembili kukus mengalami lebih banyak gelatinisasi sehingga tingkat gelatinisasi gembili kukus tertinggi dibandingkan dengan produk olahan gembili lainnya. Oleh karena itu, gembili kukus tergelatinisasi penuh sehingga nilai indeks glikemiknya lebih tinggi dibandingkan produk olahan gembili lainnya.

Selain itu, gembili memiliki kandungan amilosa yang rendah dan kadar amilopektin yang tinggi. Hasil analisis kadar amilosa dan amilopektin pada produk olahan gembili menunjukkan kadar amilosa berdasarkan basis kering berkisar antara 0.68% sampai 1.77%. Sedangkan kadar amilopektin berkisar antara 43.68% sampai 60.36%. Secara umum, proporsi amilopektin pada produk olahan gembili lebih besar dibandingkan kadar amilosanya. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa gembili termasuk dalam pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi.

Menurut Shanita et al (2011) terdapat hubungan yang signifikan antara rasio amilosa dan amilopektin, dimana peningkatan kadar amilosa akan menurunkan nilai indeks glikemik. Amilosa dengan struktur yang tidak bercabang sehingga membuatnya terikat lebih kuat dan sulit untuk tergelatinisasi dan akibatnya sulit untuk dicerna. Amilopektin memiliki struktur bercabang dan memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka. Oleh karena itu, amilopektin lebih mudah tergelatinisasi dan akibatnya lebih mudah dicerna, sehingga bila suatu pangan memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi (Rimbawan dan Siagian 2004).

Gambar

Tabel 1 Kandungan zat gizi gembili
Tabel 3 Kategori pangan menurut beban glikemik
Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan gembili mentah, gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng
Gambar 6.Kadar Lemak (%bk)8
+7

Referensi

Dokumen terkait

pandangan Islam wajib diasuh oleh orang tuanya dengan cara sebaik- baiknya. Persoalan yang timbul adalah apakah perlindungan hukum dalam Islam terhadap anak setelah terjadi

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Sistem Pengendalian Intern

Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau.

Setelah penulis melakukan penelitian di BMT kube Sejahtera 001 Bandar Setia, adapun pedoman yang digunakan BMT kube Sejahtera 001 Bandar Setia dalam menerapkan prinsip

Dalam tulisan ini akan ditelaah bahwa kearifan lokal yaitu budaya pencak silat dapat menjadi filter untuk masuknya globalisasi, maksudnya adalah menyaring hal-hal yang

Seringkali pada tahap perenncanaan, perencana kw·ang memp erhatikan dan teliti untuk rnengnplikasikan Value Engineering serta memperhitungkan alternati - altematif

Berdasarkan hasil dari pengukuran yang terlihat pada Gambar 5, terjadi peningkatan daya dukung lateral seiring bertambahnya jumlah dan diameter pelat pada pondasi

Tidak masuknya Jawa menjadi objek TORA melalui pelepasan kawasan hutan menjadi kontradiksi tersendiri dari tujuan Reforma Agraria itu sendiri, yakni mengurangi