HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA
(Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA
RISKA DWI OCTAVIANI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRACT
RISKA DWI OCTAVIANI. Pests and Diseases of Dragon Fruit (Hylocereus sp.) and Its Cultivation in Yogyakarta. Supervised by HERMANU TRIWIDODO and KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Dragon fruit (Hylocereus sp.) has been introduced to Indonesia recently and became a commercial crop cultivated in this country. The plant, which belongs to family of Cactaceae (cactus), is native to Mexico, Central, and South America. There are no many reports about significant losses due to pests and diseases of the plant in Indonesia, or even in other countries. However, it is potential that pests and diseases can become problem in the future as the plant become widely grown in Indonesia. The objective of this research is to gather information about pest and disease occurrences found in dragon fruit and its cultivation in Yogyakarta. The research methods including interview with farmers, observation, and sampling of the pests and diseases at six dragon fruit orchards, field, and laboratory identification of the causal agents, and data processing. The pests found in dragon fruit were mealy bugs (Hemiptera:Pseudococcidae) species Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, and Planococcus sp.; aphids (Hemiptera:Aphididae) species Aphis gossypii., Branchycaudus helichrysi, and Toxoptera odinae; ants (Hymenoptera:Formicidae) species Oecophylla sp., Camponotus sp.,
Euprenolepis sp., and Polycharis sp.; grasshoppers (Orthoptera:Acrididae) species
Valanga sp., Oxya sp., and Atractomorpha sp.; mite (Acarina:Tetranycidae); snail (Acathina fulica); and birds. Chickens are not considered as a pest, however, they can cause severe damage on fruit if they are allowed to present in the orchard. Diseases found in dragon fruit were algae red rust (Cephaleuros sp.), vine orange spot (Fusarium sp.), white vine (Botryosphaeria sp. and Phomopsis sp.), stem blight (Helminthosporium sp.) and anthracnose (Colletotrichum sp.), Dothiorella
spot, brownish stem rot, stem yellowing, fruit rot (Colletotrichum sp. and
Helminthosporium sp.) fruit orange spot (Alternaria sp.). A black spot disease on stem has not been identified yet. Pests and diseases have not been controlled in particular system, probably because their occurrences have not resulted in a significant loss.
ii ABSTRAK
RISKA DWI OCTAVIANI. Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman yang relatif baru diintroduksikan ke Indonesia dan telah dibudidayakan secara komersial. Tanaman ini tergolong famili Cactaceae (kaktus-kaktusan) dan berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah. Kehilangan hasil yang berarti akibat hama dan penyakit belum banyak dilaporkan di Indonesia atau bahkan di negara lain. Hama dan penyakit dapat berpotensi menyebabkan masalah di masa yang akan datang, mengingat tanaman ini semakin banyak dibudidayakan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi hama dan penyakit serta mengetahui budidaya tanaman buah naga di beberapa lokasi di Yogyakarta. Metode penelitian yang dilakukan meliputi wawancara, pengamatan dan pengambilan contoh di enam perkebunan buah naga, identifikasi agen penyebab di laboratorium, dan pengolahan data. Hama yang ditemukan di pertanaman buah naga adalah kutu putih (Hemiptera:Pseudococcidae) spesies Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, dan Planococcus sp.; kutu daun (Hemiptera:Aphididae) spesies Aphis gossypii., Branchycaudus helichrysi, dan Toxoptera odinae; semut (Hymenoptera:Formicidae) spesies Oecophylla sp., Camponotus sp., Euprenolepis
sp., dan Polycharis sp.; belalang (Orthoptera:Acrididae) spesies Valanga sp.,
Oxya sp., dan Atractomorpha sp.; tungau (Acarina:Tetranycidae); bekicot (Acathina fulica); dan burung. Ayam tidak dianggap sebagai hama meskipun dapat menyebabkan kerusakan parah pada buah ketika mereka dibiarkan berada di kebun buah naga. Penyakit yang ditemukan di pertanaman buah naga diantaranya adalah karat merah alga (Cephaleuros sp.), bercak orange sulur (Fusarium sp.), putih sulur (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur (Helminthoporium sp.), dan antraknosa (Colletotrichum sp.), kusam putih sulur (Dothiorella sp.), busuk lunak batang, kuning sulur, busuk buah (Colletotrichum
sp. dan Helminthosporium sp.) dan bercak orange buah (Altenaria sp.). Di samping itu terdapat gejala bintik hitam pada sulur yang belum berhasil diidentifikasi. Pengendalian hama dan penyakit buah naga belum dilakukan secara khusus karena sejauh ini tidak menyebabkan kehilangan hasil yang berarti.
iii
HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA
(Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA
RISKA DWI OCTAVIANI
A34080040
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
iv Judul Skripsi : Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.)
serta Budidayanya di Yogyakarta.
Nama Mahasiswa : Riska Dwi Octaviani
NIM : A34080040
Disetujui,
Tanggal lulus:
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. NIP. 19570122 198103 1 002
Diketahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP. 19650621 198910 2 001
Dosen Pembimbing II
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1990. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sutrisno and Ibu Surtini. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 01 Setu pada tahun 2002 dan pendidikan di SLTP Negeri 259 Jakarta pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 48 Jakarta pada tahun 2008.
vi
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan rasa hormat kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, arahan, saran, dan motivasi; Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dampingan, ilmu, pengetahuan, saran, motivasi, dan bantuan selama penelitian; Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan motivasi; Dra. Dewi Satiami, MSi. dan Bonjok Istiaji, SP. MSi. yang telah membantu selama proses identifikasi; Bapak Gatut dan Ibu Aisyah sebagai laboran yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium.
Terima kasih kepada Bapak M. Gunung Soetopo dan Ibu Elly Mulyati sebagai pemilik Sabila Farm yang telah memberikan ilmu pengetahuan seputar buah naga, serta Pak Mul, Bu Mar dan para pegawai di Sabila Farm; Bapak Kusbani, Bapak Suryo, Mas Supargiono, Mas Bangkit, Bapak Handoyo, dan Ibu Ani yang telah membantu penelitian di Kulonprogo dan Bantul, baik perizinan lahan, akomodasi, dan informasi; Adi Siswanto yang telah banyak membantu selama penelitian di lapang dan selalu sabar serta memberikan motivasi serta semangat hingga penyusunan skripsi; teman-teman PKL dari Universitas Trunojoyo Madura (Helmi, Fariz, Ihyak, Totok, dan Gufron) yang menjadi keluarga di Sabila Farm; Dwi Endah dan Fadly teman penelitian di Sabila Farm.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ka Sistania Amandari SP., Ushwanuuri RL, Fitri FW, Minkhaya SP, Mbak Dama SP, dan Gusti yang telah banyak membantu dan memberikan semangat, bantuan serta saran selama penelitian; Aldila R, Rita Y, dan ka Amanda Mawan SP. sebagai sahabat dan teman seperjuangan penelitian di Klaten; sahabat-sahabat tersayang Wisma Pondok Indah (Dian A, Ide RP, Ponam L, Enda U) yang telah menjadi tempat berbagi suka dan duka; teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan di Laboratorium Biosistematika dan Taksonomi Serangga; teman-teman dan senior di Laboratorium Entomologi LIPI (Rado PS, Rita, Wahyu, Ana, Bapak Harry, Ibu Wara, Mas Anto, Bapak Uyung); dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, khususnya angkatan 45 atas kebersamaan yang hangat dan semangat yang selalu berkobar.
Penulis menyampaikan terima kasih tiada hingga kepada kedua orang tua Bapak Sutrisno dan Ibu Surtini, Marseli Chris P (kakak), dan Saskia Tria V (adik) yang selalu memberikan doa, cinta kasih, motivasi, dan inspirasi yang luar biasa. Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu perlindungan tanaman.
Bogor, Juli 2012
viii
Kusam Putih Sulur ... 55
Busuk Lunak Batang ... 56
Kuning Sulur ... 58
Antraknosa Buah ... 59
Bercak Orange buah ... 60
Bintik Hitam pada Sulur ... 60
Organisme Lain Pertanaman Buah Naga ... 62
Organisme Pengunjung Bunga ... 62
Organisme Lain ... 63
Pengendalian ... 67
KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
ix
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka ……….. 8 2. Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka ………….. .. 8 3. Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah
naga putih dan buah naga merah ………
15 4. Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah
naga ………
29 5. Aplikasi pemupukan pada lahan pengamatan buah naga berdasarkan
hasil wawancara pengelola kebun ……….. 34 6. Kejadian hama pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga
naga putih dan lahan buah naga merah ……….. 36 7. Kejadian hama pada buah dan bunga tanaman buah naga pada lahan
buah naga putih dan lahan buah naga merah ……….. 37 8. Kejadian penyakit pada sulur dan buah pertanaman buah naga pada
lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah ……….... 50 9. Keberadaan organisme lain di sulur tanaman buah naga pada lahan
buah naga putih dan lahan buah naga merah ……….. 64
10. Keberadaan organisme lain di bunga dan buah tanaman buah naga
x
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Morfologi tanaman buah naga ……… 9
2. Sketsa pengamatan tanaman contoh ………... 22
3. Peta wilayah pengamatan ………... 26
4. Kondisi lahan pengamatan buah naga secara umum ……….. 28
5. Kondisi lahan pengamatan buah naga putih dan lahan pengamatan buah naga merah ………. 30
6. Hama kutu putih ……….……….…... 41
7. Hama kutu daun ………..……….……….….. 42
8. Gejala akibat semut yang menjadi hama dan beberapa jenis semut yang ditemukan di pertanaman buah naga ………...………... 45
9. Hama belalang ………..……….……….….... 45
10. Hama tungau ………...……….……….…...……….. 46
11. Hama bekicot, burung, dan ayam ………... 48
12. Penyakit karat merah alga pada sulur ……… 52
13. Penyakit bercak orange sulur ………...……...……... 52
14. Tiga bentuk gejala putih sulur ………..……... 54
15. Penyakit hawar dan antraknosa pada sulur ………...……... 57
16. Penyakit kusam putih ………...……...…… 58
17. Penyakit busuk lunak batang ………..……... 59
18. Gejala sulur menguning ………...……...……... 61
19. Penyakit antraknosa di buah ………..……... 61
20. Penyakit bercak orange pada buah ………...……...……... 62
21. Bintik hitam pada sulur ………..……...……... 62
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Komposisi media yang digunakan dalam penelitian ………. 74 2. Hasil uji hipersensitivitas isolat bakteri dari gejala busuk lunak batang
pada daun tembakau ………...……… 74
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah naga (Hylocereus sp. (Haw.) Britton & Rose) merupakan salah satu tanaman buah yang kini mulai banyak dibudidayakan di Indonesia setelah
diintroduksi pertama kali awal tahun 2000-an. Tanaman ini masuk ke Indonesia
pertama dalam bentuk stek batang yang berasal dari Thailand (Jaya 2010). Untuk
keperluan konsumsi, Indonesia masih mengimpor buah naga sekitar 200-400 ton
per tahun (Jaya 2010).
Nama umum buah ini adalah pitaya (Merten 2003), kemudian di Asia disebut dragon fruit karena buah ini memiliki warna merah menyala serta kulit dengan sisik hijau mirip sosok naga dalam imajinasi masyarakat Cina (Masyahit
et al. 2009). Khasiat buah naga antara lain untuk mengobati diabetes dan tekanan darah tinggi, serta mengandung serat, antioksidan, vitamin C, dan mineral tinggi
(Bellec et al. 2006). Terdapat empat jenis buah naga yaitu buah naga putih (white pitaya), buah naga merah (red pitaya), buah naga super merah (super red pitaya) dan buah naga kuning (yellow pitaya) (Renasari 2010). Keempat jenis buah
tersebut mempunyai keunggulan masing-masing dan memiliki ciri yang berbeda.
Jenis buah naga yang sudah banyak dibudidayakan adalah buah naga merah dan
buah naga putih.
Buah naga tergolong tumbuhan kaktus merambat dan liar yang aslinya
berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah (Crane dan Balerdi 2005) dan juga dari
Amerika Selatan (Merten 2003). Dahulu, tanaman ini merupakan kaktus liar di
Meksiko. Setelah diketahui memiliki manfaat untuk kesehatan, masyarakat sekitar
membudidayakan tanaman ini. Tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang
tinggi di lingkungan baru. Tanaman ini memiliki akar udara yang bersifat epifit.
Menurut Jaya (2010), penghasil buah naga terbesar di wilayah Asia yaitu Israel,
Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Selain itu, buah naga juga dikembangkan di
Australia (McMahon 2012) dan beberapa negara di Eropa seperti Spanyol dan
Perancis (Bellec et al. 2006).
Budidaya buah naga semakin berkembang seiring dengan permintaan
karena bentuk buah yang unik, warnanya yang atraktif, khasiat yang terkandung,
dan rasa yang menyegarkan. Upaya meningkatkan produksi melalui perluasan
budidaya tanaman buah naga dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar
domestik yang semakin tinggi. Menurut Prasetyo (2011), luas area pertanaman
buah naga di Indonesia sekitar 400 ha. Menurut Jaya (2010), pertanaman buah
naga terbesar terdapat di pulau Jawa. Selain itu, pertanaman buah naga juga
terdapat di Riau, Lampung (Direktorat Jendral Hortikultura 2011), dan Lombok
(Jaya 2010). Ektensifikasi tanaman buah naga juga dilakukan pemerintah seperti
telah disusun program pengembangan luas lahan budidaya buah naga di Provinsi
Yogyakarta (Direktorat Jendral Hortikultura 2011).
Selain upaya ekstensifikasi juga dilakukan upaya intensifikasi. Upaya
intensifikasi kadang terkendala oleh masalah dalam budidaya serta hama dan
penyakit. Organisme pengganggu tanaman (OPT) sering kali menjadi faktor
penghambat dalam budidaya tanaman. Secara umum, kerusakan oleh OPT
berpengaruh terhadap hasil panen (Palungkun dan Indrayani 1992). Penurunan
jumlah produksi dan penurunan mutu produksi mengakibatkan kerugian ekonomi.
Pengendalian OPT seringkali membutuhkan biaya yang cukup besar dan menjadi
pertimbangan secara ekonomi. Menurut Merten (2003), Pushpakumara et al.
(2005), Jaya (2010), dan FAO (2012), tanaman buah naga sejauh ini relatif tidak
memiliki kendala hama dan penyakit yang merugikan.
Semakin meluasnya budidaya buah naga dapat memicu bertambah dan
berkembangnya masalah hama dan penyakit. Selain itu, kondisi lingkungan yang
tidak menyediakan hara dalam jumlah cukup akan menyebabkan gangguan
fisiologis. Informasi mengenai hama dan penyakit lainnya pada buah naga masih
belum banyak diketahui. Informasi tersebut sangat penting untuk menentukan
langkah pengelolaan hama dan penyakit tanaman buah naga.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit tanaman
Manfaat
Penelitian menyediakan informasi awal tentang hama dan patogen
penyebab penyakit yang terdapat pada tanaman buah naga yang dapat digunakan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Buah Naga
Buah naga merupakan tanaman tahunan dan kaktus merambat yang
memiliki akar udara. Buah ini memiliki nama umum pitaya, dragon fruit, strawberry pear, atau night blooming cereus. Nama lain di beberapa negara seperti di Meksiko, Guatemala Amerika Tenggara dikenal sebagai pitaya, pitahaya, pitajaya, pitaya roja, dan pitahaya de Cardón. Di Vietnam disebut
Thang Long, sedangkan di Asia secara umum disebut dragon fruit (Luders dan McMahon 2006). Tanaman ini memiliki buah yang paling indah diantara famili
kaktus lainnya (Zee et al. 2004). Buah naga dapat bertahan pada kondisi kering karena memiliki sistem fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM) yang efiesien dalam menyimpan air (Mizrahi dan Nerd 1999).
Buah naga merupakan kaktus liar yang berasal dari wilayah di Amerika
Tengah. Sebagian besar spesies Hylocereus berasal dari Amerika Latin (Meksiko dan Kolombia). Saat ini, spesies ini telah menyebar ke seluruh dunia terutama
daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini bersifat epifit, yaitu tumbuh dan
bercabang pada kayu atau tanaman mati (Crane dan Balerdi 2005). Setelah
diketahui memiliki banyak manfaat, tanaman ini dibudidayakan dan
dikembangkan. Sebagian H. undatus merupakan spesies kosmopolitan (Bellec et al. 2006). Buah ini dikembangkan secara komersial di Amerika Tengah, tepatnya di negara Meksiko dan Amerika Serikat (negara bagian Texas), kemudian
berkembang pesat di Peru dan Argentina. Sekitar 100 tahun lalu, buah ini
diintroduksikan ke Perancis kemudian menyebar ke Asia dan Australia. Kini
Israel dan Vietnam menjadi produsen buah naga komersial terbesar di Asia
(McMahon 2003).
Taksonomi dan Botani
Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau Famili
Cactaceae. Menurut Bellec et al. (2006) secara umum buah naga dikelompokkan ke dalam genus utama yaitu Stenocereus (Britton & Rose), Cereus (Mill),
naga yang banyak dibudidayakan adalah Hylocereus, sedangkan untuk tiga genus lainnya dapat dikonsumsi namun belum banyak dikembangkan secara budiddaya.
Adapun klasifikasi buah naga secara lengkap menurut Britton dan Rose (1963);
ISB (2002); NPDC (2002) dalam Gunasena et al. (2007) adalah : Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta (tanaman vaskular)
Super divisi : Spermathophyta (tumbuhan berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (tanaman berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (tanaman dikotil atau berkeping dua)
Ordo : Caryophyllales
Famili : Cactaceae (kaktus)
Subfamili : Cactoideae
Suku (tribe) : Hylocereae
Genus : Hylocereus (Berger) Britt & Rose
Spesies : - Hylocereusundatus (Haw.) Britt & Rose
- Selenecereus sp.
Tanaman buah naga memiliki akar yang berbeda dengan tanaman pada
umumnya. Selain memiliki akar utama yang tertanam di dalam tanah, buah naga
memiliki akar udara yang tumbuh di sepanjang sulur. Akar tersebut bersifat epifit
yang dapat merambat dan menempel pada tiang atau tanaman lain. Sifat tersebut
menjadikan kaktus ini membutuhkan penyangga untuk memanjat sehingga disebut
tanaman memanjat (climbing plant) (McMahon 2003). Akar ini tahan terhadap kekeringan, namun tidak tahan terhadap genangan air terlalu lama. Adanya akar
udara membuat tanaman ini efisien dalam penggunaan air.Walaupun akar dicabut
dari tanah, tanaman masih dapat hidup dengan menyerap nutrisi dan air
menggunakan akar udara (Andoko dan Nurrasyid 2012).
Sulur merupakan istilah untuk batang pada kaktus. Sulur pada buah naga
merupakan batang sukulen serta mengandung air yang menjadi cadangan pada
saat kondisi lingkungan ekstrim. Sulur berwarna hijau, dimana terjadi proses
bergelombang. Daun termodifikasi menjadi duri yang berada di sepanjang tepi,
tepatnya di bagian lembah antar gelombang.
Sulur terus tumbuh akan menghasilkan cabang sulur dan jumlahnya akan
diatur agar buah naga dapat berproduksi secara optimum. Menurut Andoko dan
Nurrasyid (2012), pengaturan cabang yang baik menggunakan prinsip 1-3-3.
Artinya satu sulur utama, tiga sulur cabang pertama, tiga sulur cabang kedua, dan
apabila terbentuk tunas cabang lagi maka dilakukan pemangkasan. Tujuan
pengaturan cabang ini untuk menjaga tanaman tetap dalam kondisi ideal, tidak
tercipta kondisi lembab, dan pertanaman yang rapi.
Morfologi sulur antara buah naga putih dan buah naga merah memiliki
perbedaan. Sulur buah naga putih memiliki bentuk yang lebih bergelombang
sedangkan sulur buah naga merah memiki tekstur yang lebih rata. Selain itu
keberadaan duri pada sulur buah naga merah lebih rapat dan lebih tajam
dibandingkan dengan sulur buah naga putih. Warna sulur buah naga putih lebih
hijau cerah dibandingkan sulur buah naga merah yang cenderung berwarna lebih
hijau kusam. Perbedaan antara sulur buah naga putih dan sulur buah naga merah
dapat dilihat pada Gambar 1A dan 1B.
Bunga buah naga berbentuk corong memanjang dan memiliki ukuran
sekitar 27-30 cm tergantung pada spesies masing-masing (Jaya 2010). Kelopak
bunga bagian luar berwarna hijau (Gambar 1C), kelopak bunga bagian dalam
berwarna kuning, dan mahkota bunga ketika mekar berwarna putih. Bunga buah
naga memiliki tipe biseksual, dimana putik dan benang sari terdapat pada satu
bunga. Benang sari berwarna kuning dengan jumlah banyak dan putik tunggal
berwarna kuning pucat (Gambar 1D). Bunga buah naga memiliki beberapa
karakteristik dalam penyerbukan. Perbedaan ketinggian antara benang sari dan
putik menjadi permasalahan dalam penyerbukan bunga. Bunga mekar pada malam
hari dan selesai mekar pada pagi dini hari, hanya memekar satu malam. Di
Australia, bunga buah naga terkenal dengan sebutan moonflower atau queen of the night (McMahon 2003).
Buah naga berwarna merah mudah cerah, menarik, dan memiliki sisik
buah. Buah berukuran besar antara 150-600 g per buah. Daging buah berwarna
(McMahon 2003). Kulit buah naga putih dan buah naga merah memiliki
perbedaan yaitu buah naga putih berwarna merah magenta dan mengkilat
sedangkan buah naga merah lebih berwarna merah mencolok dan agak kusam.
Bentuk buah naga putih sebagian besar lebih lonjong sedangkan buah naga merah
lebih bulat. Sisik buah naga putih terdapat semburat hijau sedangkan sisik buah
naga merah seluruhnya berwarna merah. Perbedaan buah naga putih dan buah
naga merah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1E dan 1F. Pushpakumara et al. (2005) melakukan penelitian terhadap 5-10 tanaman yang digunakan untuk mengontrol bunga dan fenologi buah. Hasil pengamatan yang dilakukan di kebun
buah naga Bulathsinhala, Srilanka, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tidak ada nama varietas yang digunakan secara umum untuk buah naga.
Tetapi, terdapat banyak klon yang dapat dibedakan menurut tipe sulur, warna,
bentuk buah, ketebalan kulit dan bentuk sisik buah (McMahon 2003). Menurut
Merten (2003), di California, Amerika Serikat, sudah diketahui lebih dari 60
varietas buah naga. Terdapat dua spesies buah naga secara umum, yaitu H. undatus (Haw. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna putih dan H. polyrhizus (Web. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna merah.
Terdapat dua spesies buah naga lain yang belum banyak diketahui yaitu H. costaricencis (Web. Britton&Rose) yang memiliki kulit berwarna merah dengan daging buah merah keunguan dan Selenicereus megalanthus (A. Berger Riccob) yang memiliki kulit berwarna kuning dengan daging buah putih (Jaya 2010). Buah
naga kuning ini memiliki kelompok duri pada buah yang lepas saat buah matang.
Buah naga kuning memiliki ukuran buah lebih kecil dibandingkan jenis lainnya.
Biaya perawatannya tinggi sehingga belum menguntungkan secara ekonomi untuk
Tabel 1 Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka
Karakter Kisaran
Panjang bunga dewasa (cm) 20 - 36
Lebar bunga dewasa (cm) 12 - 23
Diameter bunga mekar sempurna (cm) 10 - 30
Panjang benang sari (cm) 18 - 30
Jumlah benang sari 1100 - 1195
Jumlah putik lobe 12 - 18
Panjang putik (cm) 2 - 3.5
Panjang ovari (cm) 4 - 8
Ketersediaan nektar (ml) 4 - 9
Bau Harum menyengat
Jumlah bunga per tanaman 1-7
Sumber: Pushpakumara et al. 2005
Tabel 2 Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka
Karakteristik Kisaran
Bentuk buah Bulat dan lonjong
Panjang (cm) 10 - 20
Lebar (cm) 7 - 12
Ukuran keliling buah (cm) 10 - 18
Skala (cm) 10 - 32
Skala jumlah (cm) 2 - 7.5
Ketebalan kulit (mm) 2 - 4
Berat buah (g) 220 - 480
Warna daging buah Merah atau putih
Tingkat keasaman 4.6 - 5.5
Tingkat kemanisan (briks) 12 - 18
Gambar 1 Morfologi tanaman buah naga: (A) Sulur buah naga putih, (B) Sulur buah naga merah, (C) Bunga kuncup, (D) Bunga mekar, (E) Buah naga putih, dan (F) Buah naga merah.
Syarat Tumbuh dan Budidaya Buah Naga
Famili Cactaceae memiliki daya adaptasi tinggi di lingkungan baru dan
dapat hidup di lingkungan yang ekstrim. Tanaman buah naga merupakan tanaman
tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan
cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan (Renasari 2010). Tanaman ini
tidak tahan terhadap keadaan salin dan tidak tahan terhadap kondisi air tergenang
(Luders dan McMahon 2006).
Tanaman buah naga dapat tumbuh pada 0-1000 m dpl. Ketinggian tempat
untuk pembudidayaan buah naga merah dan putih yang baik yaitu dataran rendah
A
E
D C
B
sampai medium yang berkisar 0-500 m dpl, sedangkan ketinggian ideal adalah
kurang dari 400 m dpl. Buah naga merah dan putih masih dapat tumbuh dengan
baik dan berbuah pada daerah ketinggian di atas 500 m dpl, tetapi buah tidak lebat
dan rasa buah kurang manis. Ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan
dan berproduksi buah naga kuning yaitu di atas 800 m dpl (Cahyono 2009).
Kaktus ini dapat ditanam pada jenis tanah apapun. Pertumbuhan tanaman
ini baik dengan sistem budidaya organik dan tanah yang terdiri dari pasir
(McMahon 2003). Struktur tanah yang gembur dapat meningkatkan drainase
tanah sehingga dapat mencegah genangan air. Jika drainase tanah baik, maka
seluruh kehidupan yang berada di dalam tanah berjalan dengan baik dan tanaman
dapat tumbuh dengan subur dan berproduksi baik. Tanaman buah naga tidak tahan
terhadap air yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan
batang membusuk. Apabila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka
keadaaan air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya
semua bunga dan buah (Cahyono 2009).
Buah naga tumbuh baik di iklim tropis. Menurut McMahon (2003),
tanaman ini tumbuh baik dengan suhu rata-rata 21-29 °C. Tanaman ini masih
dapat bertahan di suhu ekstrim tertinggi 40 °C dan suhu ektrim terendah 0 °C
untuk jangka waktu singkat. Intensitas sinar matahari yang disukai sekitar
70%-80% (Kristanto 2009) dan kelembaban udara antara 70-90%. Buah naga lebih
menyukai kelembaban udara rendah, karena apabila kelembaban tinggi maka
pertumbuhan cabang akan kurang subur serta mudah patah.
Tanaman buah naga memerlukan jumlah penyinaran matahari yang tinggi.
Tanaman ini tidak disarankan tumbuh di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman
akan terjadi etiolasi apabila berada di bawah naungan. Etiolasi merupakan
pertumbuhan memanjang, jumlah sulur banyak, dan warna menjadi lebih pucat.
Masalah utama apabila tanaman ternaungi terlalu banyak maka beberapa
pembungaan akan berkurang, kemudian berakibat pada penurunan produksi buah
secara drastis (Merten 2003).
Penanaman buah naga diutamakan pada lahan yang memiliki curah hujan
rendah. Curah hujan yang mendukung pertumbuhan tanaman buah naga yaitu
(2010) curah hujan ideal adalah sekitar 60 mm per bulan atau 720 mm per tahun.
Lahan yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi (>1300 mm) perlu
memiliki drainase yang baik. Apabila terjadi penggenangan air di lahan maka
akan mempercepat pembusukan akar dan akhirnya merambat sampai ke pangkal
batang (Renasari 2010), serta akan mengakibatkan bunga layu dan busuk buah.
Tanaman buah naga memiliki tipe fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM). Jumlah air yang dibutuhkan akan tergantung pada tipe tanah. Tanaman ini berasal dari daerah yang memiliki daya presipitasi dan kelengasan
yang tinggi (Merten 2003). Rendahnya jumlah air harian akan lebih
menguntungkan dari pada jumlah air yang lebih intensif dan banyak. Meskipun
tergolong dalam golongan kaktus, tanaman buah naga memerlukan air lebih
banyak dibandingkan dengan tipe kaktus gurun lainnya. Tanaman ini tidak tahan
dengan genangan air, sehingga drainase tanah harus baik. Irigasi regular sangat
penting karena memungkinkan tanaman untuk memadai cadangan air, tidak hanya
untuk perkembangan bunga, tetapi juga menjamin untuk kebutuhan
perkembangan buah (Bellec et al. 2006).
Tanaman buah naga tumbuh memanjat sehingga memerlukan penyangga
berupa tiang atau sejenisnya. Sulur memanjat membentuk lingkaran di sekitar
tiang penyangga. Beberapa jenis penyangga tersebut dapat menyokong berat dari
tanaman dan mudah dalam menjangkau bunga dan buah untuk dikerjakan pada
produksi komersial (Merten 2003). Terdapat berbagai jenis tiang penyangga yang
digunakan di pertanaman buah naga yaitu penyangga horizontal dan penyangga
vertikal. Pola penanaman buah naga secara horizontal yaitu kayu atau bambu
disusun kemudian cabang akan merambat secara horizontal. Pola ini banyak
ditemukan di Eropa. Pertanaman lain memanfaatkan penyangga struktural dengan
teralis horizontal (seperti di pertanaman anggur) dan teralis galvanis. Buah naga
juga dapat ditumbuhkan di tanah tanpa penyangga apapun (Zee et al. 2004). Menurut Bellec et al. (2006), tinggi penyangga vertikal antara 1.4 m-1.6 m, sedangkan tinggi penyangga horizontal antara 1 m-1.2 m. Sebagian besar
pertanaman buah naga di Asia tumbuh pada penyangga vertikal dengan panjang
Pertanaman buah naga komersial di Taiwan memanfaatkan kayu atau tiang semen
berukuran 15 cm x 15 cm x 200 cm dengan jarak tanam 2.7 m x 4.5 m.
Di Indonesia, tiang penyangga yang banyak ditemukan adalah tipe
penyangga vertikal. Penyangga tersebut biasa menggunakan beton atau
kayu/tanaman hidup. Tanaman yang digunakan untuk penyangga di kebun
pengamatan misalnya tanaman jaranan (Dolichandrone spathacea) atau tanaman kleresede (Gliricidia sp.). Syarat pemilihan tanaman untuk penyangga yaitu mampu menopang tanaman (diameter ideal >10 cm) dan tahan terhadap
pemangkasan berat. Penyangga dari tiang beton yang digunakan di Sabila Farm
Yogyakarta berdiameter 10 cm x 10 cm x 200 cm. Tiang beton tersebut ada
bagian yang ditanam di dalam lubang tanah sepanjang 50 cm. Tiang ini harus
terbuat dari bahan yang berkualitas agar tahan lama dan mampu menyangga beban
sulur cabang. Komposisi untuk membuat tiang beton ini yaitu
semen:koral/split:pasir dengan perbandingan 1:3:5 dan besi rangka berdiameter 8
mm (Soetopo 2010).
Persiapan lahan meliputi pembersihan gulma, pengaturan jarak tanam,
penanaman tiang penyangga, dan pemupukan. Lahan yang akan ditanam
sebaiknya dilakukan pembersihan dari gulma. Permukaan tanah lebih baik rata
(tidak berbukit-bukit). Pengaturan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lahan
dan sistem pertanaman yang akan digunakan. Pengaturan jarak tanam dilakukan
untuk memaksimumkan produksi buah naga, karena pada prinsipnya hanya
cabang yang terkena paparan sinar matahari langsung yang akan menghasilkan
buah (Soetopo 2010). Pengaturan jarak tanam juga bertujuan untuk
mengkondisikan pertanaman sehat dengan terjaganya kelembaban dan suhu mikro
dalam pertanaman. Pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi kejadian penyakit
suatu pertanaman. Jarak tanam yang digunakan dapat berukuran 2.5 m x 2.5 m,
2.0 m x 3.0 m, atau 3.0 m x 3.0 m.
Setelah penetapan jarak tanam, maka dilakukan penanaman tiang
penyangga. Sepanjang 50-60 cm tiang penyangga bagian bawah ditanam di dalam
tanah. Setelah tiang beton ditanam, tanah dikeruk 1 m3 dan media tanam
kandang, 2 kg kapur dolomit, dan 1 kg sekam bakar. Semua media tanam diaduk
hingga merata dengan tanah.
Buah naga tumbuh terbaik dari stek batang yang sehat dan hijau. Bibit dari
stek batang akan membuat tanaman tumbuh dengan cepat dan seragam. Apabila
berasal dari biji, pertumbuhan buah naga sangat lambat yaitu memerlukan waktu
hingga berbuah selama 7 tahun (Crane dan Balerdi 2005). Stek batang berukuran
30-50 cm dijaga di tempat kering selama beberapa minggu kemudian di tanam
pada pot. Bibit yang dibutuhkan dalam satu hektar sekitar 6500 bibit (Bellec et al.
2006). Bibit tidak memerlukan naungan dan air hingga akar muncul. Setelah itu
dapat mengaplikasikan pupuk kocor pada bibit tersebut.
Sulur tumbuh hingga ujung penyangga maka akan menggantung dan
tumbuh ke bawah mengikuti arah gravitasi bumi. Sulur tersebut kemudian akan
berbunga 12-15 bulan setelah penanaman bibit (McMahon 2003). Pemupukan
yang baik yaitu menggunakan NPK seimbang setiap bulan. Aplikasi kapur
aplikasi material organik dilakukan setahun sekali setelah bibit ditanam.
Proses penyerbukan terjadi pada tumbuh-tumbuhan sebelum bunga
menjadi biji. Penyerbukan menjadi hal yang penting dalam proses pembentukan
buah. Struktur putik dan benang sari bunga tiap spesies yang membedakan sistem
penyerbukan. Sebagian besar tanaman buah naga memiliki sifat penyerbukan
tidak menyerbuki sendiri (self-incompatible), tergantung pada jenis varietas tanamannya (Merten 2003). Sistem penyerbukan self-incompatible mengharuskan tanaman melakukan penyerbukan silang karena letak putik berada lebih tinggi
diatas benang sari sehingga tidak memungkinkan untuk terjadi penyerbukan
sendiri. Menurut Pushpakumara et al. (2005), penyerbukan manual dengan tangan manusia dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah
pada tanaman kaktus ini.
Buah naga berbunga secara musiman dengan siklus 4-7 kali per tahun
(Pushpakumara et al. 2005). Menurut Jaya (2010), musim berbuah buah naga di Indonesia sekitar bulan November-April, sehingga dapat diperkirakan bahwa
periode berbunga tanaman ini pada kisaran bulan tersebut. Indonesia memiliki
nutrisi dan suhu yang optimum karena fotoperiodisitas matahari yang tersedia
sepanjang tahun.
Bunga buah naga memiliki sifat nokturnal, yaitu bunga mekar pada malam
hari. Bunga mekar sempurna pukul 22:00-02:00 pada hari berikutnya (Jaya
2010). Bunga ini hanya mekar satu malam saja, hari berikutnya bunga akan layu.
Berdasarkan pengamatan di kebun contoh, penyerbukan hanya dilakukan pada
bunga buah naga merah. Bunga pada buah naga putih dapat membentuk buah
dengan baik tanpa bantuan penyerbukan oleh manusia. Penyerbukan bunga buah
naga merah bila tidak dibantu oleh manusia secara manual (buatan), maka buah
yang akan terbentuk kecil atau bahkan tidak terbentuk buah sama sekali.
Penyerbukan buatan sebaiknya dilakukan pada saat bunga mekar sempurna.
Pemanenan buah dilakukan saat 28-30 hari setelah pembungaan. Ciri buah
yang masak adalah seluruh kulit bewarna merah dan tangkai buah retak. Letak
buah pada sulur berbeda-beda, ada yang di tengah dan di ujung sulur. Letak buah
ini juga dapat menentukan cara pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan
menggunakan gunting tanaman khusus yang kuat dan tajam. Penyimpanan buah
pascapanen yang terbaik menurut McMahon (2003) adalah suhu 7-10 °C dan
kelembaban 90-98%. Buah naga pada kondisi tersebut dapat bertahan selama 2-3
bulan. Secara umum, buah naga dikonsumsi buah segar. Seiring peningkatan
permintaan buah naga, telah banyak pengolahan buah naga lebih lanjut.
Kandungan Nutrisi, Manfaat, dan Kegunaan Buah Naga
Buah naga memiliki banyak kandungan gizi yang berkhasiat untuk
kesehatan manusia. Setiap jenis buah naga memiliki kandungan gizi yang
berbeda-beda. Komposisi kandungan nutrisi buah naga putih dan buah naga merah
dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Gunasena et al. (2007), buah naga merah mengandung antioksidan yang tinggi. Buah naga juga berkhasiat untuk mencegah
kanker dan diabetes, menetralisir racun, mengurangi kolesterol, dan menurunkan
tekanan darah tinggi. Kandungan vitamin C, fosfor, dan kalsium juga dapat
membantu penguatan tulang, gigi, dan baik untuk kesehatan kulit.
Sebagian besar buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Buah ini
yogurt, jus, salad, es buah, dan lain-lain. Bunga kuncup buah naga juga dapat
dikonsumsi sebagai sayur dan bunga pasca mekar yang sudah layu dapat dijadikan
bahan dasar teh. Menurut Crane dan Balerdi (2005) buah naga juga digunakan di
industri makanan dan kosmetik sebagai pewarna alami yang berasal dari buah
naga merah.
Tabel 3 Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah naga putih dan buah naga merah
Komposisi dalam 100 g daging buah
Buah naga putih Buah naga merah
Air (g) 89.4 82.5
Setiap tanaman memiliki permasalahan terhadap hama dan penyakit.
Permasalahan hama dan penyakit hingga kini belum menjadi masalah utama
dalam budidaya buah naga. Menurut Merten (2003), hama dan penyakit pada
tanaman buah naga belum menyebabkan kerugian berupa kehilangan hasil yang
berarti. Selain itu menurut FAO (2012), tanaman buah naga belum banyak
diketahui memiliki hama dan penyakit penting yang dapat merusak, hanya hama
minor yang ditemukan.
Buah naga berasal dari daerah berpasir yang kering. Kondisi lingkungan
hama, karena spora cendawan atau bakteri dapat terjadi dengan bantuan angin,
percikan air hujan, alat-alat pertanian, serangga, dan manusia yang kemudian akan
menyebabkan serangan patogen (Eng 2012).
Eng (2012) juga menyebutkan bahwa penelitian di Sarawak, Malaysia,
menunjukkan bahwa sulur muda lebih rentan terserang patogen dari golongan
cendawan atau bakteri. Patogen lebih besar menyerang di jaringan batang, sisik
buah, dan jaringan yang menunjukkan kerusakan fisik (Freitas et al. 2011). Banyak masalah serangan cendawan yang ditemui pada buah di lapangan maupun
pascapanen.
Hama
Merten (2003) menyebutkan bahwa belum banyak hama yang menyerang
buah naga. Beberapa hama yang diketahui menyerang kaktus dan di sekitar
Darwin, Australia, diantaranya adalah semut, semut rangrang, ulat bulu, dan
tungau telah tercatat menyebabkan kerusakan (McMahon 2012). Menurut FAO
(2012), hama di pertanaman buah naga diantaranya adalah kutu daun, kutu putih
(Pseudococcus brevipes), dan semut. Kutu daun menyerang permukaan bunga atau buah (Bellec et al. 2006). Hama ini mudah dikendalikan dan biasanya tidak menjadi masalah serius (Merten 2003). Jenis kutu daun yang menyerang
pertanaman buah naga yaitu Pentalonia nigronervosa (FAO 2012) dan Aphis gossypii (USDA 2006). Hama lain menurut Pushpakumara et al. (2005) adalah kutu kebul, kumbang, keong, ulat penggerek, lalat buah, tikus dan burung.
Permasalahan hama yang menyerang pada pertanaman buah naga di Pulau
Lombok, Indonesia, menurut Jaya (2010) adalah kumbang (Protaetia impavida). Menurut Bellec et al. (2006), Cotinus mutabilis menjadi hama yang dapat melubangi batang dan Leptoglossus zonatus menghisap cairan meninggalkan tanda noda dan beberapa perubahan bentuk.
Semut yang menjadi hama di pertanaman buah naga biasanya berasal dari
genus Atta dan Solenopsis. Semut tergolong hama pada tanaman buah naga karena menyebabkan kerusakan pada masa pembungaan dan pembuahan (Bellec et al.
2006). Semut terkadang ditemukan pada buah, bunga yang masih kuncup, dan
Menurut FAO (2012), jenis semut yang menyerang tanaman buah naga yaitu
Solenopsis geminata, Iriidomyrmex humilis, dan Pheidole megacephala. Menurut Jaya (2010), hama semut tidak menyebabkan kerugian seperti yang disebabkan
oleh kumbang.
Keong dan siput merusak pertanaman baru. Hama ini biasa menyerang
sulur muda (Merten 2003). Bekicot (Acathina fulica) merupakan jenis keong darat yang umum dikenal dengan daerah sebaran yang sangat luas, meliputi
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis (Prihandini dan Alfiah 2006). Burung
dan tikus menjadi hama karena diketahui memakan buah matang (Bellec et al.
2006). Serangan burung dan tikus menyebabkan kerusakan parah pada tanaman
(McMahon 2003).
Penyakit
Menurut Jaya (2010), selama musim hujan penyakit lebih menjadi masalah
dibandingkan hama. Sebagian besar patogen yang menyerang buah naga berasal
dari golongan bakteri dan cendawan.Bakteri patogen yang menyerang sulur yaitu
Erwinia spp (Eng 2012) dan Xanthomonas campestris yang menyebabkan busuk lunak batang (Freitas et al. 2011). Kedua bakteri ini merupakan penyakit utama yang menyerang buah naga (Bellec et al. 2006).
Kejadian penyakit tanaman buah naga dengan berbagai jenis patogen
penyebab diketahui terjadi di beberapa negara. Menurut Jaya (2010), virus
menyerang tanaman buah naga dan menurut Bellec et al. (2006) disebabkan oleh
Cactus Virus X. Virus ini diketahui menyerang pertanaman buah naga di Taiwan dan Jepang (Masyahit et al. 2009). Selain itu Pushpakumara et al. (2005) menyebutkan bahwa nematoda juga menyerang pertanaman buah naga. Penyakit
yang ditemukan di Jepang dan USA yaitu bercak batang terjadi di Meksiko dan
antraknosa, sedangkan di Malaysia terjadi serangan patogen Fusarium sp. pada buah naga merah spesies H. polyrhizus (Masyahit et al. 2009).
Seluruh bagian tanaman buah naga yaitu dapat terserang patogen, baik
pertanaman yaitu Helminthosporium sp., Colletotrichum sp., Curvularia spp., dan
Cladosporium spp. Terkadang satu penyakit pada buah disebabkan oleh beberapa patogen tersebut secara bersamaan (Eng 2012). Bintik coklat pada buah
disebabkan oleh Dothiorella sp. dan Monilinia fructicola (Freitas et al. 2011). Cendawan patogen lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada buah naga yaitu
Fusarium spp. dan Aspergillus spp. (Freitas et al. 2011).
Beberapa cendawan penyebab penyakit utama pada sulur tanaman buah
naga yaitu Gloeosporium agaves, Macssonina agaves, Dothiorella sp., dan
Botryosphaeria dothidea (Bellec et al. 2006). B. dothidea menyebabkan bercak coklat pada batang (SFNS 2012). Beberapa cendawan menyebabkan penyakit
secara bersamaan, misalnya serangan Phomopsis sp., Pestalotiopsis sp., dan
Cladosporium spp. pada sulur (Eng 2012). Terdapat juga penyakit bercak hitam kadang berkembang pada batang. Tetapi di California gejala ini lebih terlihat
sebagai respon fisiologis atau stress lingkungan, bukan karena patogen. Gejala
yang terlihat pada perkembangannya yaitu respon terhadap suhu ekstrim, paparan
sinar matahari, pemupukan tanah yang buruk, praktik irigasi yang tidak layak atau
stress lainnya pada tanaman (Merten 2003).
Tidak hanya di pertanaman, penyakit pascapanen juga ditemui di buah
naga. Penyakit di buah pascapanen disebabkan oleh Fusarium, Colletotrichum, Curvularia, Helminthosporium spp., Curvularia spp., dan Gilbertella persicaria
(Eng 2012). Cendawan penyakit pascapanen juga ada yang dapat
mengkontaminasi tanah yaitu cendawan Gilbertella persicaria (Eng 2012). Terdapat dua penyakit yang paling sering dijumpai hampir di setiap
pertanaman buah naga yaitu busuk lunak batang dan antraknosa. Menurut
McMahon (2012), penyakit busuk lunak batang menyerang apabila kondisi terlalu
basah. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris, Fusarium oxysporum, dan Pantoea spp. (SFNS 2012). Jaya (2010) juga menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Fusarium, Phytium, Acremonium, dan Pytophthora
(Jaya 2010). Di Malaysia, dilaporkan bahwa Erwinia caratovora sebagai penyebab busuk lunak batang.
Infeksi dimulai dari area luka khususnya jaringan batang yang disebabkan
terjadi adalah jaringan menjadi menguning diikuti dengan pelunakan dan
pembusukan yang berbau dari jaringan tersebut. Infeksi lanjut menyebabkan
pembusukan keseluruhan dari bagian batang yang berdaging dan sukulen pada
cabang utama (SFNS 2012). Luders dan McMahon (2006) menyebutkan bahwa
busuk lunak berair dapat terjadi dari luka pada kondisi paparan sinar matahari
berlebihan atau kondisi basah.
Satu dari penyakit umum yang ada di tanaman buah naga disebabkan oleh
Colletotrichum gloeosporioides (Freitas et al. 2011; SFNS 2012). Gejala yang muncul yaitu luka konsentris berwarna merah coklat yang berkembang dari halo
klorotik (Freitas et al. 2011). Aservuli berkembang dekat dengan tepi sulur, khususnya ketika duri muncul dari tepi sulur. Penyakit ini ada di bagian buah
kemudian menjadi dominan selama musim hujan (SFNS 2012).
Penyakit antraknosa juga ditemui pada spesies buah naga kuning di Brazil.
Colletotrichum tidak hanya menyebabkan busuk lunak batang pada H. undatus
tetapi juga ditemukan massa konidia berwarna jingga pada buah yang terserang
penyakit di Okinawa, Jepang. Penyakit ini juga dilaporkan terjadi di Florida, USA
sejak Desember 2004. Di Brazil, terjadi serangan Colletotrichum yang menyebabkan kehilangan sebesar 5% pada buah naga kuning. Menurut Masyahit
et al. (2009), kejadian antraknosa tidak berhubungan dengan data lingkungan atau budidaya. Jaya (2010) juga melaporkan bahwa penyakit ini sudah menyerang
pertanaman buah naga di Indonesia.
Organisme yang Membantu Penyerbukan Buah Naga
Banyak tanaman yang menggantungkan proses penyerbukan silang
terhadap keberadaan organisme penyerbuk yang berada pada masing-masing
pertanaman. Salah satu organisme penyerbuk yang banyak hadir di alam adalah
serangga. Serangga memiliki nilai ekonomis tersendiri dalam hal penyerbukan.
Pelayanan penyerbukan oleh serangga pada tanaman yang dibudidayakan di
Amerika Serikat bernilai sekitar $19 milyar setiap tahunnya (Borror et al. 1996). Terdapat beberapa organisme penyerbuk yang ada di pertanaman buah
naga salah satunya yaitu lebah. Lebah madu yang pada umumnya menjadi
buah naga. Menurut Bellec et al. (2006) kunjungan lebah madu ke bunga ini yang berulang dapat berkontribusi untuk terjadinya penyerbukan. Hasilnya ternyata
kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan dari penyerbukan tersebut secara
umum lebih rendah dari penyerbukan silang oleh manusia sehingga peran lebah
sebagai penyerbuk kurang efisien pada buah naga.
Menurut Pushpakumara et al. (2005), peran lebah sebagai penyerbuk tidak efisien karena tidak sesuainya proporsi antar ukuran tubuh lebah kecil jika
dibandingkan dengan ukuran bunga buah naga besar. Selain itu, penyerbukan
buah naga karena bunga tanaman ini mekar sempurna pada malam hari. Menurut
Merten (2003), waktu mekar bunga singkat, yaitu hanya semalam saja, sehingga
lebah yang aktif dari pagi hingga siang hari bukan penyerbuk yang tepat untuk
tanaman buah naga. Belum ditemukan laporan yang menyebutkan serangga
maupun organisme lain yang efektif dan efisien menjadi penyerbuk untuk bunga
buah naga.
Sistem penyerbukan tanaman buah naga yang self-incompatible
mengharuskan penyerbukan manual dengan tangan untuk meningkatkan
keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah (Pushpakumara et al. 2005). Penyerbukan buah naga di negara asalnya biasa dilakukan oleh kelelawar pada
malam hari atau ngengat yang berasal Genus Manduca (Lepidoptera:Sphingidae). Namun di beberapa negara seperti Israel, Afrika Selatan, Madagaskar, dan
Perancis bagian barat, produksi buah secara alami tidak terjadi akibat tidak adanya
kehadiran penyerbuk yang efisien (Bellec et al. 2006). Namun di Indonesia, peran kelelawar dalam penyerbukan belum diketahui karena belum ada penelitian
mengenai hal ini.
Organisme penyerbuk buah naga yang efisien belum ditemukan. Hal ini
menjadi peluang untuk pemanfaatan serangga penyerbuk dalam sistem budidaya
buah naga untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya. Sehingga akan
tercapai keuntungan maksimal secara ekonomi produksi buah naga dengan adanya
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di
Kabupaten Sleman yaitu Sabila Farm I, Sabila Farm II (Kecamatan Pakem) dan
Agrowisata Kaliurang (Kecamatan Ngangklik). Kebun pengamatan di Kabupaten
Bantul yaitu Larso Farm (Kecamatan Srandakan) dan Teguh Farm (Kecamatan
Sanden). Kebun pengamatan di Kabupaten Kulonprogo adalah lahan petani
konvensional di sekitar pantai Trisik (Kecamatan Galur). Identifikasi penyakit
dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi hama dilakukan di Laboratorium
Taksonomi dan Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut
Pertanian Bogor dan Laboratorium Entomologi LIPI, Cibinong, Bogor. Penelitian
dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga bulan Mei 2012.
Wawancara
Wawancara dengan pengelola kebun buah naga dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya yang diterapkan di
masing-masing kebun. Selain itu wawancara dilakukan untuk mengetahui hama dan
penyakit yang menyerang serta pengendalian yang telah dilakukan pengelola
masing-masing kebun. Pelaksanaan wawancara menggunakan borang yang telah
disiapkan (Lampiran 3).
Pengamatan dan Pengambilan Contoh
Pengamatan hama dan penyakit buah naga dilakukan di tiga lahan buah
naga putih dan tiga lahan buah naga merah. Pengamatan dilakukan pada bagian
tanaman sulur, bunga, dan buah (Lampiran 4). Pemilihan 30 tanaman contoh pada
setiap petak dilakukan secara sistematik yaitu tanaman-tanaman pada sepanjang
diagonal lahan dengan interval dua tanaman. Peubah pengamatan meliputi
keberadaan hama, gejala kerusakan oleh hama, dan bagian tanaman bergejala
untuk identifikasi lanjut di laboratorium pada hari-hari terakhir pengamatan agar
masih segar.
Identifikasi Hama
Identifikasi serangga dan penyakit buah naga dilakukan di laboratorium.
Setelah dilakukan pengambilan contoh serangga hama dan tanaman bergejala,
proses identifikasi dilakukan menggunakan buku identifikasi masing-masing
golongan hama. Identifikasi kutu daun dilakukan dengan menggunakan kunci
identifikasi yang disusun oleh Blackman dan Eastop (2000). Identifikasi kutu
putih digunakan kunci Williams (2004). Identifikasi semut dilakukan dengan
kunci identifikasi Fayle (2003). Identifikasi famili Cerambycidae dilakukan
dengan kunci Hiroshi dan Noerdjito (2004) dan serangga lainnya dilakukan
dengan kunci identifikasi Kalshoven (1981) dan Borror et al. (1996). Beberapa serangga diidentifikasi menggunakan koleksi serangga di Museum Serangga LIPI,
Cibinong, Bogor.
Identifikasi kutu putih dilakukan dengan cara yaitu dokumentasi individu
kutu putih untuk dilihat bentuk lapisan lilinnya. Kemudian untuk memastikannya,
kutu putih dibuatkan preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam alkohol 70%, dituang ke dalam cawan sirakus. Kutu putih dipisahkan dari
kumpulan ovisac. Spesimen kutu putih kemudian direbus dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu putih dituangkan kembali ke dalam
cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk
mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu putih dimasukkan ke dalam tabung
Gambar 2 Sketsa pengamatan tanaman contoh Keterangan :
: Tanaman di sepanjang diagonal
: Tanaman yang diamati
reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh
dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai.
Kutu putih yang sudah bersih dan transparan kemudian dicuci dengan
akudes sebanyak dua kali. Setelah itu ditetesi acid alcohol 50% selama 10 menit, kemudian ditambahkan acid fuchsin selama satu malam. Setelah itu, kutu tersebut ditambahkan glacial acetic acid selama 5 menit tanpa membuang acid fuchsin
sebelumnya. Setelah itu dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu
alkohol 80% selama 5 menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol 100% selama
10 menit, glacial acetic acid 5 menit, pemberian alkohol 100% kembali, carbol xylene selama 2 menit, pemberian alkohol 100% kembali, dan minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting, yaitu penempatan dan pengaturan posisi kutu putih pada preparat slide. Kutu putih ditata bagian tubuh sedemikian rupa dan ditutup cover glass dengan media canada balsam. Kutu putih yang sudah dibuat preparat dapat diidentifikasi menggunakan kunci yang disusun oleh Williams
(2004).
Identifikasi kutu daun hampir sama dengan kutu putih yaitu dibuat
preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam alkohol 70%, dituang ke dalam cawan sirakus. Spesimen kutu daun direbus dalam tabung reaksi yang
berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu daun dituangkan kembali ke dalam
cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk
mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu daun dimasukkan ke dalam tabung
reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh
dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai. Kutu daun yang sudah bersih
dan transparan kemudian dicuci dengan akudes sebanyak dua kali. Setelah itu
dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu alkohol 80% selama lima
menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol absolut selama 10 menit, dan
minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting sama seperti pada kutu putih.
Identifikasi Patogen Penyakit
Pendugaan patogen dilakukan berdasarkan gejala makroskopis pada
contoh tanaman. Identifikasi penyakit akibat serangan cendawan dilakukan
stereo. Identifikasi cendawan Deuteromycetes dilakukan berdasarkan ciri morfologi secara mikroskopis menggunakan buku identifikasi Barnett dan Hunter
(1988). Identifikasi penyakit yang diduga akibat bakteri tidak dilakukan secara
mendalam, yaitu hanya melalui isolasi bakteri untuk melihat ciri morfologi koloni,
jenis gram bakteri, dan patogenisitas bakteri yang terisolasi.
Isolasi bakteri patogen diambil dari contoh sulur yang bergejala penyakit
busuk lunak yaitu coklat berair. Ekstraksi dilakukan dari bagian sulur yang
menunjukkan gejala, kemudian digerus menggunakan mortar dan diberi air steril
agar mudah lumat. Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dengan tingkat
pengenceran 10-1 hingga 10-8 dan hasil tiap pengenceran dicawankan sebanyak 1
ml. Pencawanan dilakukan pada media NA yang merupakan media umum untuk
bakteri. Koloni tunggal dari beberapa jenis bakteri yang mucul kemudian
dimurnikan sebagai isolat murni pada cawan yang terpisah menggunakan media
NA.
Uji gram dilakukan secara sederhana mengunakan KOH. Kaca preparat
disiapkan sebagai tempat untuk uji gram kemudian ditetesi KOH 3% di atasnya.
Masing-masing koloni bakteri yang ada diambil sebanyak satu lup menggunakan
jarum ose kemudian diletakkan di atas KOH tersebut. Koloni bakteri diaduk
perlahan dan ditunggu reaksinya beberapa saat. Apabila suspensi bakteri menjadi
berlendir, kental, dan lengket, maka koloni bakteri yang diujikan merupakan gram
negatif, sebaliknya apabila tidak begitu berlendir dan lengket maka koloni bakteri
tersebut merupakan gram positif.
Uji patogenisitas terdiri dari dua tahapan yaitu uji hipersensitifitas dan
inokulasi isolat bakteri ke sulur buah naga sehat. Uji reaksi hipersensitifitas
dilakukan pada daun tembakau yang sehat. Isolat murni bakteri yang diperoleh
kemudian dibiakkan dalam media cair LB sebanyak satu lup dan dikocok pada
shaker selama satu malam. Isolat kemudian disuntikkan sebanyak 1 ml pada daun tembakau dan diamati pada 24 dan 48 jam setelah inokulasi. Isolat yang
menimbulkan nekrosis pada daun tembakau akan dilanjutkan untuk inokulasi ke
sulur sehat. Sebelum dilakukan inokulasi, isolat bakteri dibuat suspensi dalam air
steril sebanyak satu lup. Sebelumnya, dilakukan pelukaan pada sulur agar bakteri
steril pada permukaan sulur. Suspensi isolat bakteri tersebut di masukkan ke
dalam jaringan sulur menggunakan micropipette sebanyak 100 µl. Sulur tersebut diinkubasikan selama 1 minggu dalam wadah lembab dan dilihat gejala yang
muncul.
Pengolahan Data
Keberadaan hama atau penyakit yang telah tersedia pada borang
pengamatan kemudian dipindahkan pada tabel kemudian pengukuran kejadian
hama atau penyakit menggunakan rumus (Cooke 2006) berikut:
Keterangan: L : persentase kejadian hama atau penyakit
n : jumlah tanaman terserang
N : jumlah seluruh tanaman yang diamati
Pengolahan data kejadian hama, penyakit dan organisme lain di pertanaman buah
naga menggunakan uji proporsi pada α=0.05. Uji proporsi dilakukan untuk
membandingkan kejadian antar lahan pengamatan pada masing-masing
pertanaman buah naga putih dan pertanaman buah naga merah. Perhitungan
proporsi (Walpole 1993) antar lahan menggunakan MS. Excel 2007 dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan: zh = proporsi hasil hitungan
p1 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 1
p2 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di enam lahan perkebunan buah naga yaitu Sabila
Farm I (SF I), Sabila Farm II (SF II), Agrowisata Kaliurang (AK), lahan di Pantai
Trisik (PT), Larso Farm (LF), dan Teguh Farm (TF). Kondisi lahan secara umum
baik dan terawat. Perawatan yang dilakukan tidak berbeda jauh antara satu lahan
dengan lahan lain. Lahan buah naga putih terdiri dari dua lahan di dataran tinggi
dan satu lahan di dataran rendah, sedangkan lahan buah naga merah terdiri dari
satu lahan di dataran tinggi dan dua lahan di dataran rendah.
Gambar 3 Peta wilayah pengamatan (Sumber: BPK 2007)
Pengelolaan dan perawatan lahan yang dilakukan di SF I dan di SF II oleh
perkebunan yang sama. Sebelum ditanami buah naga, kebun ini merupakan lahan
kosong yang ditumbuhi semak belukar. Pola tanam buah naga di SF I adalah
bagian kecil lahan yang ditanami buah sirsak, pepaya, dan srikaya, sedangkan di
SF II juga ditanami nanas. Sebelum ditanami buah naga, AK ditanami berbagai
jenis tanaman buah tahunan. Tanaman buah naga dilahan ini sudah banyak yang
berkayu dan sudah tinggi melebihi 2 m karena umur tanaman sudah mencapai 11
tahun. Gulma dan sulur di lahan ini sangat rimbun. Drainase lahan kurang baik,
karena saat pengamatan terdapat genangan air hujan diantar baris pertanaman.
Di pertanaman buah naga PT setiap tiang ditandai dengan bumbunan pasir
yang dibatasi oleh sabut kelapa sebagai penahan. Kondisi kebun buah naga ini
secara umum agak kurang terawat. Terlihat batok kelapa untuk pembatas
bumbunan tanah yang berantakan, banyaknya gulma, serta rimbunnya sulur. LF
kondisi pertanaman baik dan rapi. Setiap satu tiang terdapat bumbunan pasir yang
disertai pupuk kandang dan dikelilingi oleh sabut kelapa. Di setiap bumbunan
tersebut terlihat banyak arthropoda penghuni tanah seperti kelabang, luwing, kaki
seribu dan lainnya yang berkaitan dengan sistem budidaya menggunakan sistem
organik rasional. Tanaman tertata rapi dan setiap rumpun buah naga dibatasi oleh
kotak-kotak semen. Informasi keadaan enam lahan yang diperoleh dari hasil
wawancara kepada pengelola kebun dapat dilihat pada Tabel 4.
Cara Budidaya
Asal bibit dari masing-masing kebun berbeda-beda.Bibit yang digunakan
di SF berasal dari daerah Pasuruan, Jawa Timur, dengan harga Rp 1500 per cm
pada tahun 2005. Namun sekarang, kebun ini sudah memproduksi bibit stek
batang sendiri bahkan sudah menjual bibit ke luar. AK menggunakan bibit daerah
Malang, Jember, Surabaya, dan Thailand. Harga bibit yang diimpor dari Thailand
dibeli dengan harga Rp 2000 per cm pada tahun 2001. Kebun LF dan petani di PT
mendapatkan bibit dari kebun buah naga di Pantai Gelagah, dimana perkebunan
buah naga tersebut merupakan pelopor buah naga di daerah setempat sedangkan
TF mendapatkan bibit dari Jombang, Jawa Timur.
Contoh pembuatan bibit dilihat dari kebun SF. Bibit berasal dari sulur yang
sudah pernah berproduksi buah. Anakan cabang yang sudah berumur dan sehat
dapat digunakan untuk bibit. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pernah berbuah, sulur mulus dan tidak terdapat bercak-bercak (gejala penyakit)
atau kerak dan mengambil bagian sulur yang tidak bercabang.
A
B
C
Tabel 4 Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah naga
a
meter di atas permukaaan laut
Informasi lahan Lahan
Sabila Farm I Agrowisata Kaliurang Pantai Trisik Sabila Farm II Larso Farm Teguh Farm Dataran lokasi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Ketinggian
(m dpl a) 495 490 0-10 495 0-10 0-10
Luasan (ha) 1.7 1 1 1 3.5 2
Jenis buah naga Putih Putih Putih Merah Merah Merah Umur tanaman(tahun) 5-7 11 3-4 1.5 2 3-4
Cara tanam Monokultur Monokultur Monokultur Tumpangsari Monokultur Monokultur Jarak tanam (m) 2.5 x 2.5 3 x 3 2.5 x 2.5 3 x 3, 3 x 2 2.5 x 2.5 2.5 x 2.5 Jenis tiang penyangga Beton, kayu jaranan Kayu jaranan, kleresede Beton Kayu jaranan Beton Beton Jumlah tanaman per tiang 4 4-6 4-6 4 4 4 Kondisi lahan Terawat Kurang terawat Kurang terawat Terawat Terawat Terawat Keberadaan gulma Sedikit Banyak Sedang Sedikit Sedikit Sedikit
Pengendalian gulma Herbisida Manual Manual Herbisida Manual Manual, Herbisida
Gambar 5 Kondisi lahan pengamatan buah naga putih (A,B,C) dan lahan pengamatan buah naga merah (D,E,F): (A) Kebun Sabila Farm I, (B) Kebun Agrowisata Kaliurang, (C) Kebun di Pantai Trisik, (D) Kebun Sabila Farm II, (E) Kebun Larso Farm, dan (F) Kebun Teguh Farm.
Sulur yang terseleksi diproses menjadi bibit. Sulur dipotong sepanjang 30
cm, kemudian salah satu ujung sulur diruncingkan. Tujuan dari peruncingan ini
untuk memudahkan pertumbuhan akar saat ditanam (Soetopo 2010). Kemudian
sulur dikeringkan selama 10-15 hari agar sulur tidak mudah busuk dan lebih tahan
terhadap penyakit. Sulur tersebut akan terbentuk kalus di bagian yang telah
A B
C D