• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hama dan penyakit tanaman buah naga (Hylocereus sp.) serta budidayanya di Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hama dan penyakit tanaman buah naga (Hylocereus sp.) serta budidayanya di Yogyakarta"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA

(Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA

RISKA DWI OCTAVIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRACT

RISKA DWI OCTAVIANI. Pests and Diseases of Dragon Fruit (Hylocereus sp.) and Its Cultivation in Yogyakarta. Supervised by HERMANU TRIWIDODO and KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Dragon fruit (Hylocereus sp.) has been introduced to Indonesia recently and became a commercial crop cultivated in this country. The plant, which belongs to family of Cactaceae (cactus), is native to Mexico, Central, and South America. There are no many reports about significant losses due to pests and diseases of the plant in Indonesia, or even in other countries. However, it is potential that pests and diseases can become problem in the future as the plant become widely grown in Indonesia. The objective of this research is to gather information about pest and disease occurrences found in dragon fruit and its cultivation in Yogyakarta. The research methods including interview with farmers, observation, and sampling of the pests and diseases at six dragon fruit orchards, field, and laboratory identification of the causal agents, and data processing. The pests found in dragon fruit were mealy bugs (Hemiptera:Pseudococcidae) species Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, and Planococcus sp.; aphids (Hemiptera:Aphididae) species Aphis gossypii., Branchycaudus helichrysi, and Toxoptera odinae; ants (Hymenoptera:Formicidae) species Oecophylla sp., Camponotus sp.,

Euprenolepis sp., and Polycharis sp.; grasshoppers (Orthoptera:Acrididae) species

Valanga sp., Oxya sp., and Atractomorpha sp.; mite (Acarina:Tetranycidae); snail (Acathina fulica); and birds. Chickens are not considered as a pest, however, they can cause severe damage on fruit if they are allowed to present in the orchard. Diseases found in dragon fruit were algae red rust (Cephaleuros sp.), vine orange spot (Fusarium sp.), white vine (Botryosphaeria sp. and Phomopsis sp.), stem blight (Helminthosporium sp.) and anthracnose (Colletotrichum sp.), Dothiorella

spot, brownish stem rot, stem yellowing, fruit rot (Colletotrichum sp. and

Helminthosporium sp.) fruit orange spot (Alternaria sp.). A black spot disease on stem has not been identified yet. Pests and diseases have not been controlled in particular system, probably because their occurrences have not resulted in a significant loss.

(3)

ii ABSTRAK

RISKA DWI OCTAVIANI. Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman yang relatif baru diintroduksikan ke Indonesia dan telah dibudidayakan secara komersial. Tanaman ini tergolong famili Cactaceae (kaktus-kaktusan) dan berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah. Kehilangan hasil yang berarti akibat hama dan penyakit belum banyak dilaporkan di Indonesia atau bahkan di negara lain. Hama dan penyakit dapat berpotensi menyebabkan masalah di masa yang akan datang, mengingat tanaman ini semakin banyak dibudidayakan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi hama dan penyakit serta mengetahui budidaya tanaman buah naga di beberapa lokasi di Yogyakarta. Metode penelitian yang dilakukan meliputi wawancara, pengamatan dan pengambilan contoh di enam perkebunan buah naga, identifikasi agen penyebab di laboratorium, dan pengolahan data. Hama yang ditemukan di pertanaman buah naga adalah kutu putih (Hemiptera:Pseudococcidae) spesies Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, dan Planococcus sp.; kutu daun (Hemiptera:Aphididae) spesies Aphis gossypii., Branchycaudus helichrysi, dan Toxoptera odinae; semut (Hymenoptera:Formicidae) spesies Oecophylla sp., Camponotus sp., Euprenolepis

sp., dan Polycharis sp.; belalang (Orthoptera:Acrididae) spesies Valanga sp.,

Oxya sp., dan Atractomorpha sp.; tungau (Acarina:Tetranycidae); bekicot (Acathina fulica); dan burung. Ayam tidak dianggap sebagai hama meskipun dapat menyebabkan kerusakan parah pada buah ketika mereka dibiarkan berada di kebun buah naga. Penyakit yang ditemukan di pertanaman buah naga diantaranya adalah karat merah alga (Cephaleuros sp.), bercak orange sulur (Fusarium sp.), putih sulur (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur (Helminthoporium sp.), dan antraknosa (Colletotrichum sp.), kusam putih sulur (Dothiorella sp.), busuk lunak batang, kuning sulur, busuk buah (Colletotrichum

sp. dan Helminthosporium sp.) dan bercak orange buah (Altenaria sp.). Di samping itu terdapat gejala bintik hitam pada sulur yang belum berhasil diidentifikasi. Pengendalian hama dan penyakit buah naga belum dilakukan secara khusus karena sejauh ini tidak menyebabkan kehilangan hasil yang berarti.

(4)

iii

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA

(Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA

RISKA DWI OCTAVIANI

A34080040

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

iv Judul Skripsi : Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.)

serta Budidayanya di Yogyakarta.

Nama Mahasiswa : Riska Dwi Octaviani

NIM : A34080040

Disetujui,

Tanggal lulus:

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. NIP. 19570122 198103 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP. 19650621 198910 2 001

Dosen Pembimbing II

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1990. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sutrisno and Ibu Surtini. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 01 Setu pada tahun 2002 dan pendidikan di SLTP Negeri 259 Jakarta pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 48 Jakarta pada tahun 2008.

(7)

vi

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan rasa hormat kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, arahan, saran, dan motivasi; Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dampingan, ilmu, pengetahuan, saran, motivasi, dan bantuan selama penelitian; Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan motivasi; Dra. Dewi Satiami, MSi. dan Bonjok Istiaji, SP. MSi. yang telah membantu selama proses identifikasi; Bapak Gatut dan Ibu Aisyah sebagai laboran yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium.

Terima kasih kepada Bapak M. Gunung Soetopo dan Ibu Elly Mulyati sebagai pemilik Sabila Farm yang telah memberikan ilmu pengetahuan seputar buah naga, serta Pak Mul, Bu Mar dan para pegawai di Sabila Farm; Bapak Kusbani, Bapak Suryo, Mas Supargiono, Mas Bangkit, Bapak Handoyo, dan Ibu Ani yang telah membantu penelitian di Kulonprogo dan Bantul, baik perizinan lahan, akomodasi, dan informasi; Adi Siswanto yang telah banyak membantu selama penelitian di lapang dan selalu sabar serta memberikan motivasi serta semangat hingga penyusunan skripsi; teman-teman PKL dari Universitas Trunojoyo Madura (Helmi, Fariz, Ihyak, Totok, dan Gufron) yang menjadi keluarga di Sabila Farm; Dwi Endah dan Fadly teman penelitian di Sabila Farm.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ka Sistania Amandari SP., Ushwanuuri RL, Fitri FW, Minkhaya SP, Mbak Dama SP, dan Gusti yang telah banyak membantu dan memberikan semangat, bantuan serta saran selama penelitian; Aldila R, Rita Y, dan ka Amanda Mawan SP. sebagai sahabat dan teman seperjuangan penelitian di Klaten; sahabat-sahabat tersayang Wisma Pondok Indah (Dian A, Ide RP, Ponam L, Enda U) yang telah menjadi tempat berbagi suka dan duka; teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan di Laboratorium Biosistematika dan Taksonomi Serangga; teman-teman dan senior di Laboratorium Entomologi LIPI (Rado PS, Rita, Wahyu, Ana, Bapak Harry, Ibu Wara, Mas Anto, Bapak Uyung); dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, khususnya angkatan 45 atas kebersamaan yang hangat dan semangat yang selalu berkobar.

Penulis menyampaikan terima kasih tiada hingga kepada kedua orang tua Bapak Sutrisno dan Ibu Surtini, Marseli Chris P (kakak), dan Saskia Tria V (adik) yang selalu memberikan doa, cinta kasih, motivasi, dan inspirasi yang luar biasa. Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu perlindungan tanaman.

Bogor, Juli 2012

(8)
(9)

viii

Kusam Putih Sulur ... 55

Busuk Lunak Batang ... 56

Kuning Sulur ... 58

Antraknosa Buah ... 59

Bercak Orange buah ... 60

Bintik Hitam pada Sulur ... 60

Organisme Lain Pertanaman Buah Naga ... 62

Organisme Pengunjung Bunga ... 62

Organisme Lain ... 63

Pengendalian ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(10)

ix

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka ……….. 8 2. Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka ………….. .. 8 3. Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah

naga putih dan buah naga merah ………

15 4. Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah

naga ………

29 5. Aplikasi pemupukan pada lahan pengamatan buah naga berdasarkan

hasil wawancara pengelola kebun ……….. 34 6. Kejadian hama pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga

naga putih dan lahan buah naga merah ……….. 36 7. Kejadian hama pada buah dan bunga tanaman buah naga pada lahan

buah naga putih dan lahan buah naga merah ……….. 37 8. Kejadian penyakit pada sulur dan buah pertanaman buah naga pada

lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah ……….... 50 9. Keberadaan organisme lain di sulur tanaman buah naga pada lahan

buah naga putih dan lahan buah naga merah ……….. 64

10. Keberadaan organisme lain di bunga dan buah tanaman buah naga

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Morfologi tanaman buah naga ……… 9

2. Sketsa pengamatan tanaman contoh ………... 22

3. Peta wilayah pengamatan ………... 26

4. Kondisi lahan pengamatan buah naga secara umum ……….. 28

5. Kondisi lahan pengamatan buah naga putih dan lahan pengamatan buah naga merah ………. 30

6. Hama kutu putih ……….……….…... 41

7. Hama kutu daun ………..……….……….….. 42

8. Gejala akibat semut yang menjadi hama dan beberapa jenis semut yang ditemukan di pertanaman buah naga ………...………... 45

9. Hama belalang ………..……….……….….... 45

10. Hama tungau ………...……….……….…...……….. 46

11. Hama bekicot, burung, dan ayam ………... 48

12. Penyakit karat merah alga pada sulur ……… 52

13. Penyakit bercak orange sulur ………...……...……... 52

14. Tiga bentuk gejala putih sulur ………..……... 54

15. Penyakit hawar dan antraknosa pada sulur ………...……... 57

16. Penyakit kusam putih ………...……...…… 58

17. Penyakit busuk lunak batang ………..……... 59

18. Gejala sulur menguning ………...……...……... 61

19. Penyakit antraknosa di buah ………..……... 61

20. Penyakit bercak orange pada buah ………...……...……... 62

21. Bintik hitam pada sulur ………..……...……... 62

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Komposisi media yang digunakan dalam penelitian ………. 74 2. Hasil uji hipersensitivitas isolat bakteri dari gejala busuk lunak batang

pada daun tembakau ………...……… 74

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah naga (Hylocereus sp. (Haw.) Britton & Rose) merupakan salah satu tanaman buah yang kini mulai banyak dibudidayakan di Indonesia setelah

diintroduksi pertama kali awal tahun 2000-an. Tanaman ini masuk ke Indonesia

pertama dalam bentuk stek batang yang berasal dari Thailand (Jaya 2010). Untuk

keperluan konsumsi, Indonesia masih mengimpor buah naga sekitar 200-400 ton

per tahun (Jaya 2010).

Nama umum buah ini adalah pitaya (Merten 2003), kemudian di Asia disebut dragon fruit karena buah ini memiliki warna merah menyala serta kulit dengan sisik hijau mirip sosok naga dalam imajinasi masyarakat Cina (Masyahit

et al. 2009). Khasiat buah naga antara lain untuk mengobati diabetes dan tekanan darah tinggi, serta mengandung serat, antioksidan, vitamin C, dan mineral tinggi

(Bellec et al. 2006). Terdapat empat jenis buah naga yaitu buah naga putih (white pitaya), buah naga merah (red pitaya), buah naga super merah (super red pitaya) dan buah naga kuning (yellow pitaya) (Renasari 2010). Keempat jenis buah

tersebut mempunyai keunggulan masing-masing dan memiliki ciri yang berbeda.

Jenis buah naga yang sudah banyak dibudidayakan adalah buah naga merah dan

buah naga putih.

Buah naga tergolong tumbuhan kaktus merambat dan liar yang aslinya

berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah (Crane dan Balerdi 2005) dan juga dari

Amerika Selatan (Merten 2003). Dahulu, tanaman ini merupakan kaktus liar di

Meksiko. Setelah diketahui memiliki manfaat untuk kesehatan, masyarakat sekitar

membudidayakan tanaman ini. Tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang

tinggi di lingkungan baru. Tanaman ini memiliki akar udara yang bersifat epifit.

Menurut Jaya (2010), penghasil buah naga terbesar di wilayah Asia yaitu Israel,

Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Selain itu, buah naga juga dikembangkan di

Australia (McMahon 2012) dan beberapa negara di Eropa seperti Spanyol dan

Perancis (Bellec et al. 2006).

Budidaya buah naga semakin berkembang seiring dengan permintaan

(14)

karena bentuk buah yang unik, warnanya yang atraktif, khasiat yang terkandung,

dan rasa yang menyegarkan. Upaya meningkatkan produksi melalui perluasan

budidaya tanaman buah naga dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar

domestik yang semakin tinggi. Menurut Prasetyo (2011), luas area pertanaman

buah naga di Indonesia sekitar 400 ha. Menurut Jaya (2010), pertanaman buah

naga terbesar terdapat di pulau Jawa. Selain itu, pertanaman buah naga juga

terdapat di Riau, Lampung (Direktorat Jendral Hortikultura 2011), dan Lombok

(Jaya 2010). Ektensifikasi tanaman buah naga juga dilakukan pemerintah seperti

telah disusun program pengembangan luas lahan budidaya buah naga di Provinsi

Yogyakarta (Direktorat Jendral Hortikultura 2011).

Selain upaya ekstensifikasi juga dilakukan upaya intensifikasi. Upaya

intensifikasi kadang terkendala oleh masalah dalam budidaya serta hama dan

penyakit. Organisme pengganggu tanaman (OPT) sering kali menjadi faktor

penghambat dalam budidaya tanaman. Secara umum, kerusakan oleh OPT

berpengaruh terhadap hasil panen (Palungkun dan Indrayani 1992). Penurunan

jumlah produksi dan penurunan mutu produksi mengakibatkan kerugian ekonomi.

Pengendalian OPT seringkali membutuhkan biaya yang cukup besar dan menjadi

pertimbangan secara ekonomi. Menurut Merten (2003), Pushpakumara et al.

(2005), Jaya (2010), dan FAO (2012), tanaman buah naga sejauh ini relatif tidak

memiliki kendala hama dan penyakit yang merugikan.

Semakin meluasnya budidaya buah naga dapat memicu bertambah dan

berkembangnya masalah hama dan penyakit. Selain itu, kondisi lingkungan yang

tidak menyediakan hara dalam jumlah cukup akan menyebabkan gangguan

fisiologis. Informasi mengenai hama dan penyakit lainnya pada buah naga masih

belum banyak diketahui. Informasi tersebut sangat penting untuk menentukan

langkah pengelolaan hama dan penyakit tanaman buah naga.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit tanaman

(15)

Manfaat

Penelitian menyediakan informasi awal tentang hama dan patogen

penyebab penyakit yang terdapat pada tanaman buah naga yang dapat digunakan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Buah Naga

Buah naga merupakan tanaman tahunan dan kaktus merambat yang

memiliki akar udara. Buah ini memiliki nama umum pitaya, dragon fruit, strawberry pear, atau night blooming cereus. Nama lain di beberapa negara seperti di Meksiko, Guatemala Amerika Tenggara dikenal sebagai pitaya, pitahaya, pitajaya, pitaya roja, dan pitahaya de Cardón. Di Vietnam disebut

Thang Long, sedangkan di Asia secara umum disebut dragon fruit (Luders dan McMahon 2006). Tanaman ini memiliki buah yang paling indah diantara famili

kaktus lainnya (Zee et al. 2004). Buah naga dapat bertahan pada kondisi kering karena memiliki sistem fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM) yang efiesien dalam menyimpan air (Mizrahi dan Nerd 1999).

Buah naga merupakan kaktus liar yang berasal dari wilayah di Amerika

Tengah. Sebagian besar spesies Hylocereus berasal dari Amerika Latin (Meksiko dan Kolombia). Saat ini, spesies ini telah menyebar ke seluruh dunia terutama

daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini bersifat epifit, yaitu tumbuh dan

bercabang pada kayu atau tanaman mati (Crane dan Balerdi 2005). Setelah

diketahui memiliki banyak manfaat, tanaman ini dibudidayakan dan

dikembangkan. Sebagian H. undatus merupakan spesies kosmopolitan (Bellec et al. 2006). Buah ini dikembangkan secara komersial di Amerika Tengah, tepatnya di negara Meksiko dan Amerika Serikat (negara bagian Texas), kemudian

berkembang pesat di Peru dan Argentina. Sekitar 100 tahun lalu, buah ini

diintroduksikan ke Perancis kemudian menyebar ke Asia dan Australia. Kini

Israel dan Vietnam menjadi produsen buah naga komersial terbesar di Asia

(McMahon 2003).

Taksonomi dan Botani

Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau Famili

Cactaceae. Menurut Bellec et al. (2006) secara umum buah naga dikelompokkan ke dalam genus utama yaitu Stenocereus (Britton & Rose), Cereus (Mill),

(17)

naga yang banyak dibudidayakan adalah Hylocereus, sedangkan untuk tiga genus lainnya dapat dikonsumsi namun belum banyak dikembangkan secara budiddaya.

Adapun klasifikasi buah naga secara lengkap menurut Britton dan Rose (1963);

ISB (2002); NPDC (2002) dalam Gunasena et al. (2007) adalah : Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta (tanaman vaskular)

Super divisi : Spermathophyta (tumbuhan berbiji)

Divisi : Magnoliophyta (tanaman berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (tanaman dikotil atau berkeping dua)

Ordo : Caryophyllales

Famili : Cactaceae (kaktus)

Subfamili : Cactoideae

Suku (tribe) : Hylocereae

Genus : Hylocereus (Berger) Britt & Rose

Spesies : - Hylocereusundatus (Haw.) Britt & Rose

- Selenecereus sp.

Tanaman buah naga memiliki akar yang berbeda dengan tanaman pada

umumnya. Selain memiliki akar utama yang tertanam di dalam tanah, buah naga

memiliki akar udara yang tumbuh di sepanjang sulur. Akar tersebut bersifat epifit

yang dapat merambat dan menempel pada tiang atau tanaman lain. Sifat tersebut

menjadikan kaktus ini membutuhkan penyangga untuk memanjat sehingga disebut

tanaman memanjat (climbing plant) (McMahon 2003). Akar ini tahan terhadap kekeringan, namun tidak tahan terhadap genangan air terlalu lama. Adanya akar

udara membuat tanaman ini efisien dalam penggunaan air.Walaupun akar dicabut

dari tanah, tanaman masih dapat hidup dengan menyerap nutrisi dan air

menggunakan akar udara (Andoko dan Nurrasyid 2012).

Sulur merupakan istilah untuk batang pada kaktus. Sulur pada buah naga

merupakan batang sukulen serta mengandung air yang menjadi cadangan pada

saat kondisi lingkungan ekstrim. Sulur berwarna hijau, dimana terjadi proses

(18)

bergelombang. Daun termodifikasi menjadi duri yang berada di sepanjang tepi,

tepatnya di bagian lembah antar gelombang.

Sulur terus tumbuh akan menghasilkan cabang sulur dan jumlahnya akan

diatur agar buah naga dapat berproduksi secara optimum. Menurut Andoko dan

Nurrasyid (2012), pengaturan cabang yang baik menggunakan prinsip 1-3-3.

Artinya satu sulur utama, tiga sulur cabang pertama, tiga sulur cabang kedua, dan

apabila terbentuk tunas cabang lagi maka dilakukan pemangkasan. Tujuan

pengaturan cabang ini untuk menjaga tanaman tetap dalam kondisi ideal, tidak

tercipta kondisi lembab, dan pertanaman yang rapi.

Morfologi sulur antara buah naga putih dan buah naga merah memiliki

perbedaan. Sulur buah naga putih memiliki bentuk yang lebih bergelombang

sedangkan sulur buah naga merah memiki tekstur yang lebih rata. Selain itu

keberadaan duri pada sulur buah naga merah lebih rapat dan lebih tajam

dibandingkan dengan sulur buah naga putih. Warna sulur buah naga putih lebih

hijau cerah dibandingkan sulur buah naga merah yang cenderung berwarna lebih

hijau kusam. Perbedaan antara sulur buah naga putih dan sulur buah naga merah

dapat dilihat pada Gambar 1A dan 1B.

Bunga buah naga berbentuk corong memanjang dan memiliki ukuran

sekitar 27-30 cm tergantung pada spesies masing-masing (Jaya 2010). Kelopak

bunga bagian luar berwarna hijau (Gambar 1C), kelopak bunga bagian dalam

berwarna kuning, dan mahkota bunga ketika mekar berwarna putih. Bunga buah

naga memiliki tipe biseksual, dimana putik dan benang sari terdapat pada satu

bunga. Benang sari berwarna kuning dengan jumlah banyak dan putik tunggal

berwarna kuning pucat (Gambar 1D). Bunga buah naga memiliki beberapa

karakteristik dalam penyerbukan. Perbedaan ketinggian antara benang sari dan

putik menjadi permasalahan dalam penyerbukan bunga. Bunga mekar pada malam

hari dan selesai mekar pada pagi dini hari, hanya memekar satu malam. Di

Australia, bunga buah naga terkenal dengan sebutan moonflower atau queen of the night (McMahon 2003).

Buah naga berwarna merah mudah cerah, menarik, dan memiliki sisik

buah. Buah berukuran besar antara 150-600 g per buah. Daging buah berwarna

(19)

(McMahon 2003). Kulit buah naga putih dan buah naga merah memiliki

perbedaan yaitu buah naga putih berwarna merah magenta dan mengkilat

sedangkan buah naga merah lebih berwarna merah mencolok dan agak kusam.

Bentuk buah naga putih sebagian besar lebih lonjong sedangkan buah naga merah

lebih bulat. Sisik buah naga putih terdapat semburat hijau sedangkan sisik buah

naga merah seluruhnya berwarna merah. Perbedaan buah naga putih dan buah

naga merah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1E dan 1F. Pushpakumara et al. (2005) melakukan penelitian terhadap 5-10 tanaman yang digunakan untuk mengontrol bunga dan fenologi buah. Hasil pengamatan yang dilakukan di kebun

buah naga Bulathsinhala, Srilanka, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tidak ada nama varietas yang digunakan secara umum untuk buah naga.

Tetapi, terdapat banyak klon yang dapat dibedakan menurut tipe sulur, warna,

bentuk buah, ketebalan kulit dan bentuk sisik buah (McMahon 2003). Menurut

Merten (2003), di California, Amerika Serikat, sudah diketahui lebih dari 60

varietas buah naga. Terdapat dua spesies buah naga secara umum, yaitu H. undatus (Haw. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna putih dan H. polyrhizus (Web. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna merah.

Terdapat dua spesies buah naga lain yang belum banyak diketahui yaitu H. costaricencis (Web. Britton&Rose) yang memiliki kulit berwarna merah dengan daging buah merah keunguan dan Selenicereus megalanthus (A. Berger Riccob) yang memiliki kulit berwarna kuning dengan daging buah putih (Jaya 2010). Buah

naga kuning ini memiliki kelompok duri pada buah yang lepas saat buah matang.

Buah naga kuning memiliki ukuran buah lebih kecil dibandingkan jenis lainnya.

Biaya perawatannya tinggi sehingga belum menguntungkan secara ekonomi untuk

(20)

Tabel 1 Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka

Karakter Kisaran

Panjang bunga dewasa (cm) 20 - 36

Lebar bunga dewasa (cm) 12 - 23

Diameter bunga mekar sempurna (cm) 10 - 30

Panjang benang sari (cm) 18 - 30

Jumlah benang sari 1100 - 1195

Jumlah putik lobe 12 - 18

Panjang putik (cm) 2 - 3.5

Panjang ovari (cm) 4 - 8

Ketersediaan nektar (ml) 4 - 9

Bau Harum menyengat

Jumlah bunga per tanaman 1-7

Sumber: Pushpakumara et al. 2005

Tabel 2 Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka

Karakteristik Kisaran

Bentuk buah Bulat dan lonjong

Panjang (cm) 10 - 20

Lebar (cm) 7 - 12

Ukuran keliling buah (cm) 10 - 18

Skala (cm) 10 - 32

Skala jumlah (cm) 2 - 7.5

Ketebalan kulit (mm) 2 - 4

Berat buah (g) 220 - 480

Warna daging buah Merah atau putih

Tingkat keasaman 4.6 - 5.5

Tingkat kemanisan (briks) 12 - 18

(21)

Gambar 1 Morfologi tanaman buah naga: (A) Sulur buah naga putih, (B) Sulur buah naga merah, (C) Bunga kuncup, (D) Bunga mekar, (E) Buah naga putih, dan (F) Buah naga merah.

Syarat Tumbuh dan Budidaya Buah Naga

Famili Cactaceae memiliki daya adaptasi tinggi di lingkungan baru dan

dapat hidup di lingkungan yang ekstrim. Tanaman buah naga merupakan tanaman

tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan

cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan (Renasari 2010). Tanaman ini

tidak tahan terhadap keadaan salin dan tidak tahan terhadap kondisi air tergenang

(Luders dan McMahon 2006).

Tanaman buah naga dapat tumbuh pada 0-1000 m dpl. Ketinggian tempat

untuk pembudidayaan buah naga merah dan putih yang baik yaitu dataran rendah

A

E

D C

B

(22)

sampai medium yang berkisar 0-500 m dpl, sedangkan ketinggian ideal adalah

kurang dari 400 m dpl. Buah naga merah dan putih masih dapat tumbuh dengan

baik dan berbuah pada daerah ketinggian di atas 500 m dpl, tetapi buah tidak lebat

dan rasa buah kurang manis. Ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan

dan berproduksi buah naga kuning yaitu di atas 800 m dpl (Cahyono 2009).

Kaktus ini dapat ditanam pada jenis tanah apapun. Pertumbuhan tanaman

ini baik dengan sistem budidaya organik dan tanah yang terdiri dari pasir

(McMahon 2003). Struktur tanah yang gembur dapat meningkatkan drainase

tanah sehingga dapat mencegah genangan air. Jika drainase tanah baik, maka

seluruh kehidupan yang berada di dalam tanah berjalan dengan baik dan tanaman

dapat tumbuh dengan subur dan berproduksi baik. Tanaman buah naga tidak tahan

terhadap air yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan

batang membusuk. Apabila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka

keadaaan air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya

semua bunga dan buah (Cahyono 2009).

Buah naga tumbuh baik di iklim tropis. Menurut McMahon (2003),

tanaman ini tumbuh baik dengan suhu rata-rata 21-29 °C. Tanaman ini masih

dapat bertahan di suhu ekstrim tertinggi 40 °C dan suhu ektrim terendah 0 °C

untuk jangka waktu singkat. Intensitas sinar matahari yang disukai sekitar

70%-80% (Kristanto 2009) dan kelembaban udara antara 70-90%. Buah naga lebih

menyukai kelembaban udara rendah, karena apabila kelembaban tinggi maka

pertumbuhan cabang akan kurang subur serta mudah patah.

Tanaman buah naga memerlukan jumlah penyinaran matahari yang tinggi.

Tanaman ini tidak disarankan tumbuh di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman

akan terjadi etiolasi apabila berada di bawah naungan. Etiolasi merupakan

pertumbuhan memanjang, jumlah sulur banyak, dan warna menjadi lebih pucat.

Masalah utama apabila tanaman ternaungi terlalu banyak maka beberapa

pembungaan akan berkurang, kemudian berakibat pada penurunan produksi buah

secara drastis (Merten 2003).

Penanaman buah naga diutamakan pada lahan yang memiliki curah hujan

rendah. Curah hujan yang mendukung pertumbuhan tanaman buah naga yaitu

(23)

(2010) curah hujan ideal adalah sekitar 60 mm per bulan atau 720 mm per tahun.

Lahan yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi (>1300 mm) perlu

memiliki drainase yang baik. Apabila terjadi penggenangan air di lahan maka

akan mempercepat pembusukan akar dan akhirnya merambat sampai ke pangkal

batang (Renasari 2010), serta akan mengakibatkan bunga layu dan busuk buah.

Tanaman buah naga memiliki tipe fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM). Jumlah air yang dibutuhkan akan tergantung pada tipe tanah. Tanaman ini berasal dari daerah yang memiliki daya presipitasi dan kelengasan

yang tinggi (Merten 2003). Rendahnya jumlah air harian akan lebih

menguntungkan dari pada jumlah air yang lebih intensif dan banyak. Meskipun

tergolong dalam golongan kaktus, tanaman buah naga memerlukan air lebih

banyak dibandingkan dengan tipe kaktus gurun lainnya. Tanaman ini tidak tahan

dengan genangan air, sehingga drainase tanah harus baik. Irigasi regular sangat

penting karena memungkinkan tanaman untuk memadai cadangan air, tidak hanya

untuk perkembangan bunga, tetapi juga menjamin untuk kebutuhan

perkembangan buah (Bellec et al. 2006).

Tanaman buah naga tumbuh memanjat sehingga memerlukan penyangga

berupa tiang atau sejenisnya. Sulur memanjat membentuk lingkaran di sekitar

tiang penyangga. Beberapa jenis penyangga tersebut dapat menyokong berat dari

tanaman dan mudah dalam menjangkau bunga dan buah untuk dikerjakan pada

produksi komersial (Merten 2003). Terdapat berbagai jenis tiang penyangga yang

digunakan di pertanaman buah naga yaitu penyangga horizontal dan penyangga

vertikal. Pola penanaman buah naga secara horizontal yaitu kayu atau bambu

disusun kemudian cabang akan merambat secara horizontal. Pola ini banyak

ditemukan di Eropa. Pertanaman lain memanfaatkan penyangga struktural dengan

teralis horizontal (seperti di pertanaman anggur) dan teralis galvanis. Buah naga

juga dapat ditumbuhkan di tanah tanpa penyangga apapun (Zee et al. 2004). Menurut Bellec et al. (2006), tinggi penyangga vertikal antara 1.4 m-1.6 m, sedangkan tinggi penyangga horizontal antara 1 m-1.2 m. Sebagian besar

pertanaman buah naga di Asia tumbuh pada penyangga vertikal dengan panjang

(24)

Pertanaman buah naga komersial di Taiwan memanfaatkan kayu atau tiang semen

berukuran 15 cm x 15 cm x 200 cm dengan jarak tanam 2.7 m x 4.5 m.

Di Indonesia, tiang penyangga yang banyak ditemukan adalah tipe

penyangga vertikal. Penyangga tersebut biasa menggunakan beton atau

kayu/tanaman hidup. Tanaman yang digunakan untuk penyangga di kebun

pengamatan misalnya tanaman jaranan (Dolichandrone spathacea) atau tanaman kleresede (Gliricidia sp.). Syarat pemilihan tanaman untuk penyangga yaitu mampu menopang tanaman (diameter ideal >10 cm) dan tahan terhadap

pemangkasan berat. Penyangga dari tiang beton yang digunakan di Sabila Farm

Yogyakarta berdiameter 10 cm x 10 cm x 200 cm. Tiang beton tersebut ada

bagian yang ditanam di dalam lubang tanah sepanjang 50 cm. Tiang ini harus

terbuat dari bahan yang berkualitas agar tahan lama dan mampu menyangga beban

sulur cabang. Komposisi untuk membuat tiang beton ini yaitu

semen:koral/split:pasir dengan perbandingan 1:3:5 dan besi rangka berdiameter 8

mm (Soetopo 2010).

Persiapan lahan meliputi pembersihan gulma, pengaturan jarak tanam,

penanaman tiang penyangga, dan pemupukan. Lahan yang akan ditanam

sebaiknya dilakukan pembersihan dari gulma. Permukaan tanah lebih baik rata

(tidak berbukit-bukit). Pengaturan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lahan

dan sistem pertanaman yang akan digunakan. Pengaturan jarak tanam dilakukan

untuk memaksimumkan produksi buah naga, karena pada prinsipnya hanya

cabang yang terkena paparan sinar matahari langsung yang akan menghasilkan

buah (Soetopo 2010). Pengaturan jarak tanam juga bertujuan untuk

mengkondisikan pertanaman sehat dengan terjaganya kelembaban dan suhu mikro

dalam pertanaman. Pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi kejadian penyakit

suatu pertanaman. Jarak tanam yang digunakan dapat berukuran 2.5 m x 2.5 m,

2.0 m x 3.0 m, atau 3.0 m x 3.0 m.

Setelah penetapan jarak tanam, maka dilakukan penanaman tiang

penyangga. Sepanjang 50-60 cm tiang penyangga bagian bawah ditanam di dalam

tanah. Setelah tiang beton ditanam, tanah dikeruk 1 m3 dan media tanam

(25)

kandang, 2 kg kapur dolomit, dan 1 kg sekam bakar. Semua media tanam diaduk

hingga merata dengan tanah.

Buah naga tumbuh terbaik dari stek batang yang sehat dan hijau. Bibit dari

stek batang akan membuat tanaman tumbuh dengan cepat dan seragam. Apabila

berasal dari biji, pertumbuhan buah naga sangat lambat yaitu memerlukan waktu

hingga berbuah selama 7 tahun (Crane dan Balerdi 2005). Stek batang berukuran

30-50 cm dijaga di tempat kering selama beberapa minggu kemudian di tanam

pada pot. Bibit yang dibutuhkan dalam satu hektar sekitar 6500 bibit (Bellec et al.

2006). Bibit tidak memerlukan naungan dan air hingga akar muncul. Setelah itu

dapat mengaplikasikan pupuk kocor pada bibit tersebut.

Sulur tumbuh hingga ujung penyangga maka akan menggantung dan

tumbuh ke bawah mengikuti arah gravitasi bumi. Sulur tersebut kemudian akan

berbunga 12-15 bulan setelah penanaman bibit (McMahon 2003). Pemupukan

yang baik yaitu menggunakan NPK seimbang setiap bulan. Aplikasi kapur

aplikasi material organik dilakukan setahun sekali setelah bibit ditanam.

Proses penyerbukan terjadi pada tumbuh-tumbuhan sebelum bunga

menjadi biji. Penyerbukan menjadi hal yang penting dalam proses pembentukan

buah. Struktur putik dan benang sari bunga tiap spesies yang membedakan sistem

penyerbukan. Sebagian besar tanaman buah naga memiliki sifat penyerbukan

tidak menyerbuki sendiri (self-incompatible), tergantung pada jenis varietas tanamannya (Merten 2003). Sistem penyerbukan self-incompatible mengharuskan tanaman melakukan penyerbukan silang karena letak putik berada lebih tinggi

diatas benang sari sehingga tidak memungkinkan untuk terjadi penyerbukan

sendiri. Menurut Pushpakumara et al. (2005), penyerbukan manual dengan tangan manusia dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah

pada tanaman kaktus ini.

Buah naga berbunga secara musiman dengan siklus 4-7 kali per tahun

(Pushpakumara et al. 2005). Menurut Jaya (2010), musim berbuah buah naga di Indonesia sekitar bulan November-April, sehingga dapat diperkirakan bahwa

periode berbunga tanaman ini pada kisaran bulan tersebut. Indonesia memiliki

(26)

nutrisi dan suhu yang optimum karena fotoperiodisitas matahari yang tersedia

sepanjang tahun.

Bunga buah naga memiliki sifat nokturnal, yaitu bunga mekar pada malam

hari. Bunga mekar sempurna pukul 22:00-02:00 pada hari berikutnya (Jaya

2010). Bunga ini hanya mekar satu malam saja, hari berikutnya bunga akan layu.

Berdasarkan pengamatan di kebun contoh, penyerbukan hanya dilakukan pada

bunga buah naga merah. Bunga pada buah naga putih dapat membentuk buah

dengan baik tanpa bantuan penyerbukan oleh manusia. Penyerbukan bunga buah

naga merah bila tidak dibantu oleh manusia secara manual (buatan), maka buah

yang akan terbentuk kecil atau bahkan tidak terbentuk buah sama sekali.

Penyerbukan buatan sebaiknya dilakukan pada saat bunga mekar sempurna.

Pemanenan buah dilakukan saat 28-30 hari setelah pembungaan. Ciri buah

yang masak adalah seluruh kulit bewarna merah dan tangkai buah retak. Letak

buah pada sulur berbeda-beda, ada yang di tengah dan di ujung sulur. Letak buah

ini juga dapat menentukan cara pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan

menggunakan gunting tanaman khusus yang kuat dan tajam. Penyimpanan buah

pascapanen yang terbaik menurut McMahon (2003) adalah suhu 7-10 °C dan

kelembaban 90-98%. Buah naga pada kondisi tersebut dapat bertahan selama 2-3

bulan. Secara umum, buah naga dikonsumsi buah segar. Seiring peningkatan

permintaan buah naga, telah banyak pengolahan buah naga lebih lanjut.

Kandungan Nutrisi, Manfaat, dan Kegunaan Buah Naga

Buah naga memiliki banyak kandungan gizi yang berkhasiat untuk

kesehatan manusia. Setiap jenis buah naga memiliki kandungan gizi yang

berbeda-beda. Komposisi kandungan nutrisi buah naga putih dan buah naga merah

dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Gunasena et al. (2007), buah naga merah mengandung antioksidan yang tinggi. Buah naga juga berkhasiat untuk mencegah

kanker dan diabetes, menetralisir racun, mengurangi kolesterol, dan menurunkan

tekanan darah tinggi. Kandungan vitamin C, fosfor, dan kalsium juga dapat

membantu penguatan tulang, gigi, dan baik untuk kesehatan kulit.

Sebagian besar buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Buah ini

(27)

yogurt, jus, salad, es buah, dan lain-lain. Bunga kuncup buah naga juga dapat

dikonsumsi sebagai sayur dan bunga pasca mekar yang sudah layu dapat dijadikan

bahan dasar teh. Menurut Crane dan Balerdi (2005) buah naga juga digunakan di

industri makanan dan kosmetik sebagai pewarna alami yang berasal dari buah

naga merah.

Tabel 3 Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah naga putih dan buah naga merah

Komposisi dalam 100 g daging buah

Buah naga putih Buah naga merah

Air (g) 89.4 82.5

Setiap tanaman memiliki permasalahan terhadap hama dan penyakit.

Permasalahan hama dan penyakit hingga kini belum menjadi masalah utama

dalam budidaya buah naga. Menurut Merten (2003), hama dan penyakit pada

tanaman buah naga belum menyebabkan kerugian berupa kehilangan hasil yang

berarti. Selain itu menurut FAO (2012), tanaman buah naga belum banyak

diketahui memiliki hama dan penyakit penting yang dapat merusak, hanya hama

minor yang ditemukan.

Buah naga berasal dari daerah berpasir yang kering. Kondisi lingkungan

(28)

hama, karena spora cendawan atau bakteri dapat terjadi dengan bantuan angin,

percikan air hujan, alat-alat pertanian, serangga, dan manusia yang kemudian akan

menyebabkan serangan patogen (Eng 2012).

Eng (2012) juga menyebutkan bahwa penelitian di Sarawak, Malaysia,

menunjukkan bahwa sulur muda lebih rentan terserang patogen dari golongan

cendawan atau bakteri. Patogen lebih besar menyerang di jaringan batang, sisik

buah, dan jaringan yang menunjukkan kerusakan fisik (Freitas et al. 2011). Banyak masalah serangan cendawan yang ditemui pada buah di lapangan maupun

pascapanen.

Hama

Merten (2003) menyebutkan bahwa belum banyak hama yang menyerang

buah naga. Beberapa hama yang diketahui menyerang kaktus dan di sekitar

Darwin, Australia, diantaranya adalah semut, semut rangrang, ulat bulu, dan

tungau telah tercatat menyebabkan kerusakan (McMahon 2012). Menurut FAO

(2012), hama di pertanaman buah naga diantaranya adalah kutu daun, kutu putih

(Pseudococcus brevipes), dan semut. Kutu daun menyerang permukaan bunga atau buah (Bellec et al. 2006). Hama ini mudah dikendalikan dan biasanya tidak menjadi masalah serius (Merten 2003). Jenis kutu daun yang menyerang

pertanaman buah naga yaitu Pentalonia nigronervosa (FAO 2012) dan Aphis gossypii (USDA 2006). Hama lain menurut Pushpakumara et al. (2005) adalah kutu kebul, kumbang, keong, ulat penggerek, lalat buah, tikus dan burung.

Permasalahan hama yang menyerang pada pertanaman buah naga di Pulau

Lombok, Indonesia, menurut Jaya (2010) adalah kumbang (Protaetia impavida). Menurut Bellec et al. (2006), Cotinus mutabilis menjadi hama yang dapat melubangi batang dan Leptoglossus zonatus menghisap cairan meninggalkan tanda noda dan beberapa perubahan bentuk.

Semut yang menjadi hama di pertanaman buah naga biasanya berasal dari

genus Atta dan Solenopsis. Semut tergolong hama pada tanaman buah naga karena menyebabkan kerusakan pada masa pembungaan dan pembuahan (Bellec et al.

2006). Semut terkadang ditemukan pada buah, bunga yang masih kuncup, dan

(29)

Menurut FAO (2012), jenis semut yang menyerang tanaman buah naga yaitu

Solenopsis geminata, Iriidomyrmex humilis, dan Pheidole megacephala. Menurut Jaya (2010), hama semut tidak menyebabkan kerugian seperti yang disebabkan

oleh kumbang.

Keong dan siput merusak pertanaman baru. Hama ini biasa menyerang

sulur muda (Merten 2003). Bekicot (Acathina fulica) merupakan jenis keong darat yang umum dikenal dengan daerah sebaran yang sangat luas, meliputi

sebagian besar wilayah tropis dan subtropis (Prihandini dan Alfiah 2006). Burung

dan tikus menjadi hama karena diketahui memakan buah matang (Bellec et al.

2006). Serangan burung dan tikus menyebabkan kerusakan parah pada tanaman

(McMahon 2003).

Penyakit

Menurut Jaya (2010), selama musim hujan penyakit lebih menjadi masalah

dibandingkan hama. Sebagian besar patogen yang menyerang buah naga berasal

dari golongan bakteri dan cendawan.Bakteri patogen yang menyerang sulur yaitu

Erwinia spp (Eng 2012) dan Xanthomonas campestris yang menyebabkan busuk lunak batang (Freitas et al. 2011). Kedua bakteri ini merupakan penyakit utama yang menyerang buah naga (Bellec et al. 2006).

Kejadian penyakit tanaman buah naga dengan berbagai jenis patogen

penyebab diketahui terjadi di beberapa negara. Menurut Jaya (2010), virus

menyerang tanaman buah naga dan menurut Bellec et al. (2006) disebabkan oleh

Cactus Virus X. Virus ini diketahui menyerang pertanaman buah naga di Taiwan dan Jepang (Masyahit et al. 2009). Selain itu Pushpakumara et al. (2005) menyebutkan bahwa nematoda juga menyerang pertanaman buah naga. Penyakit

yang ditemukan di Jepang dan USA yaitu bercak batang terjadi di Meksiko dan

antraknosa, sedangkan di Malaysia terjadi serangan patogen Fusarium sp. pada buah naga merah spesies H. polyrhizus (Masyahit et al. 2009).

Seluruh bagian tanaman buah naga yaitu dapat terserang patogen, baik

(30)

pertanaman yaitu Helminthosporium sp., Colletotrichum sp., Curvularia spp., dan

Cladosporium spp. Terkadang satu penyakit pada buah disebabkan oleh beberapa patogen tersebut secara bersamaan (Eng 2012). Bintik coklat pada buah

disebabkan oleh Dothiorella sp. dan Monilinia fructicola (Freitas et al. 2011). Cendawan patogen lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada buah naga yaitu

Fusarium spp. dan Aspergillus spp. (Freitas et al. 2011).

Beberapa cendawan penyebab penyakit utama pada sulur tanaman buah

naga yaitu Gloeosporium agaves, Macssonina agaves, Dothiorella sp., dan

Botryosphaeria dothidea (Bellec et al. 2006). B. dothidea menyebabkan bercak coklat pada batang (SFNS 2012). Beberapa cendawan menyebabkan penyakit

secara bersamaan, misalnya serangan Phomopsis sp., Pestalotiopsis sp., dan

Cladosporium spp. pada sulur (Eng 2012). Terdapat juga penyakit bercak hitam kadang berkembang pada batang. Tetapi di California gejala ini lebih terlihat

sebagai respon fisiologis atau stress lingkungan, bukan karena patogen. Gejala

yang terlihat pada perkembangannya yaitu respon terhadap suhu ekstrim, paparan

sinar matahari, pemupukan tanah yang buruk, praktik irigasi yang tidak layak atau

stress lainnya pada tanaman (Merten 2003).

Tidak hanya di pertanaman, penyakit pascapanen juga ditemui di buah

naga. Penyakit di buah pascapanen disebabkan oleh Fusarium, Colletotrichum, Curvularia, Helminthosporium spp., Curvularia spp., dan Gilbertella persicaria

(Eng 2012). Cendawan penyakit pascapanen juga ada yang dapat

mengkontaminasi tanah yaitu cendawan Gilbertella persicaria (Eng 2012). Terdapat dua penyakit yang paling sering dijumpai hampir di setiap

pertanaman buah naga yaitu busuk lunak batang dan antraknosa. Menurut

McMahon (2012), penyakit busuk lunak batang menyerang apabila kondisi terlalu

basah. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris, Fusarium oxysporum, dan Pantoea spp. (SFNS 2012). Jaya (2010) juga menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Fusarium, Phytium, Acremonium, dan Pytophthora

(Jaya 2010). Di Malaysia, dilaporkan bahwa Erwinia caratovora sebagai penyebab busuk lunak batang.

Infeksi dimulai dari area luka khususnya jaringan batang yang disebabkan

(31)

terjadi adalah jaringan menjadi menguning diikuti dengan pelunakan dan

pembusukan yang berbau dari jaringan tersebut. Infeksi lanjut menyebabkan

pembusukan keseluruhan dari bagian batang yang berdaging dan sukulen pada

cabang utama (SFNS 2012). Luders dan McMahon (2006) menyebutkan bahwa

busuk lunak berair dapat terjadi dari luka pada kondisi paparan sinar matahari

berlebihan atau kondisi basah.

Satu dari penyakit umum yang ada di tanaman buah naga disebabkan oleh

Colletotrichum gloeosporioides (Freitas et al. 2011; SFNS 2012). Gejala yang muncul yaitu luka konsentris berwarna merah coklat yang berkembang dari halo

klorotik (Freitas et al. 2011). Aservuli berkembang dekat dengan tepi sulur, khususnya ketika duri muncul dari tepi sulur. Penyakit ini ada di bagian buah

kemudian menjadi dominan selama musim hujan (SFNS 2012).

Penyakit antraknosa juga ditemui pada spesies buah naga kuning di Brazil.

Colletotrichum tidak hanya menyebabkan busuk lunak batang pada H. undatus

tetapi juga ditemukan massa konidia berwarna jingga pada buah yang terserang

penyakit di Okinawa, Jepang. Penyakit ini juga dilaporkan terjadi di Florida, USA

sejak Desember 2004. Di Brazil, terjadi serangan Colletotrichum yang menyebabkan kehilangan sebesar 5% pada buah naga kuning. Menurut Masyahit

et al. (2009), kejadian antraknosa tidak berhubungan dengan data lingkungan atau budidaya. Jaya (2010) juga melaporkan bahwa penyakit ini sudah menyerang

pertanaman buah naga di Indonesia.

Organisme yang Membantu Penyerbukan Buah Naga

Banyak tanaman yang menggantungkan proses penyerbukan silang

terhadap keberadaan organisme penyerbuk yang berada pada masing-masing

pertanaman. Salah satu organisme penyerbuk yang banyak hadir di alam adalah

serangga. Serangga memiliki nilai ekonomis tersendiri dalam hal penyerbukan.

Pelayanan penyerbukan oleh serangga pada tanaman yang dibudidayakan di

Amerika Serikat bernilai sekitar $19 milyar setiap tahunnya (Borror et al. 1996). Terdapat beberapa organisme penyerbuk yang ada di pertanaman buah

naga salah satunya yaitu lebah. Lebah madu yang pada umumnya menjadi

(32)

buah naga. Menurut Bellec et al. (2006) kunjungan lebah madu ke bunga ini yang berulang dapat berkontribusi untuk terjadinya penyerbukan. Hasilnya ternyata

kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan dari penyerbukan tersebut secara

umum lebih rendah dari penyerbukan silang oleh manusia sehingga peran lebah

sebagai penyerbuk kurang efisien pada buah naga.

Menurut Pushpakumara et al. (2005), peran lebah sebagai penyerbuk tidak efisien karena tidak sesuainya proporsi antar ukuran tubuh lebah kecil jika

dibandingkan dengan ukuran bunga buah naga besar. Selain itu, penyerbukan

buah naga karena bunga tanaman ini mekar sempurna pada malam hari. Menurut

Merten (2003), waktu mekar bunga singkat, yaitu hanya semalam saja, sehingga

lebah yang aktif dari pagi hingga siang hari bukan penyerbuk yang tepat untuk

tanaman buah naga. Belum ditemukan laporan yang menyebutkan serangga

maupun organisme lain yang efektif dan efisien menjadi penyerbuk untuk bunga

buah naga.

Sistem penyerbukan tanaman buah naga yang self-incompatible

mengharuskan penyerbukan manual dengan tangan untuk meningkatkan

keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah (Pushpakumara et al. 2005). Penyerbukan buah naga di negara asalnya biasa dilakukan oleh kelelawar pada

malam hari atau ngengat yang berasal Genus Manduca (Lepidoptera:Sphingidae). Namun di beberapa negara seperti Israel, Afrika Selatan, Madagaskar, dan

Perancis bagian barat, produksi buah secara alami tidak terjadi akibat tidak adanya

kehadiran penyerbuk yang efisien (Bellec et al. 2006). Namun di Indonesia, peran kelelawar dalam penyerbukan belum diketahui karena belum ada penelitian

mengenai hal ini.

Organisme penyerbuk buah naga yang efisien belum ditemukan. Hal ini

menjadi peluang untuk pemanfaatan serangga penyerbuk dalam sistem budidaya

buah naga untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya. Sehingga akan

tercapai keuntungan maksimal secara ekonomi produksi buah naga dengan adanya

(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di

Kabupaten Sleman yaitu Sabila Farm I, Sabila Farm II (Kecamatan Pakem) dan

Agrowisata Kaliurang (Kecamatan Ngangklik). Kebun pengamatan di Kabupaten

Bantul yaitu Larso Farm (Kecamatan Srandakan) dan Teguh Farm (Kecamatan

Sanden). Kebun pengamatan di Kabupaten Kulonprogo adalah lahan petani

konvensional di sekitar pantai Trisik (Kecamatan Galur). Identifikasi penyakit

dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi

Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi hama dilakukan di Laboratorium

Taksonomi dan Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut

Pertanian Bogor dan Laboratorium Entomologi LIPI, Cibinong, Bogor. Penelitian

dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga bulan Mei 2012.

Wawancara

Wawancara dengan pengelola kebun buah naga dilakukan untuk

mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya yang diterapkan di

masing-masing kebun. Selain itu wawancara dilakukan untuk mengetahui hama dan

penyakit yang menyerang serta pengendalian yang telah dilakukan pengelola

masing-masing kebun. Pelaksanaan wawancara menggunakan borang yang telah

disiapkan (Lampiran 3).

Pengamatan dan Pengambilan Contoh

Pengamatan hama dan penyakit buah naga dilakukan di tiga lahan buah

naga putih dan tiga lahan buah naga merah. Pengamatan dilakukan pada bagian

tanaman sulur, bunga, dan buah (Lampiran 4). Pemilihan 30 tanaman contoh pada

setiap petak dilakukan secara sistematik yaitu tanaman-tanaman pada sepanjang

diagonal lahan dengan interval dua tanaman. Peubah pengamatan meliputi

keberadaan hama, gejala kerusakan oleh hama, dan bagian tanaman bergejala

(34)

untuk identifikasi lanjut di laboratorium pada hari-hari terakhir pengamatan agar

masih segar.

Identifikasi Hama

Identifikasi serangga dan penyakit buah naga dilakukan di laboratorium.

Setelah dilakukan pengambilan contoh serangga hama dan tanaman bergejala,

proses identifikasi dilakukan menggunakan buku identifikasi masing-masing

golongan hama. Identifikasi kutu daun dilakukan dengan menggunakan kunci

identifikasi yang disusun oleh Blackman dan Eastop (2000). Identifikasi kutu

putih digunakan kunci Williams (2004). Identifikasi semut dilakukan dengan

kunci identifikasi Fayle (2003). Identifikasi famili Cerambycidae dilakukan

dengan kunci Hiroshi dan Noerdjito (2004) dan serangga lainnya dilakukan

dengan kunci identifikasi Kalshoven (1981) dan Borror et al. (1996). Beberapa serangga diidentifikasi menggunakan koleksi serangga di Museum Serangga LIPI,

Cibinong, Bogor.

Identifikasi kutu putih dilakukan dengan cara yaitu dokumentasi individu

kutu putih untuk dilihat bentuk lapisan lilinnya. Kemudian untuk memastikannya,

kutu putih dibuatkan preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam alkohol 70%, dituang ke dalam cawan sirakus. Kutu putih dipisahkan dari

kumpulan ovisac. Spesimen kutu putih kemudian direbus dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu putih dituangkan kembali ke dalam

cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk

mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu putih dimasukkan ke dalam tabung

Gambar 2 Sketsa pengamatan tanaman contoh Keterangan :

: Tanaman di sepanjang diagonal

: Tanaman yang diamati

(35)

reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh

dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai.

Kutu putih yang sudah bersih dan transparan kemudian dicuci dengan

akudes sebanyak dua kali. Setelah itu ditetesi acid alcohol 50% selama 10 menit, kemudian ditambahkan acid fuchsin selama satu malam. Setelah itu, kutu tersebut ditambahkan glacial acetic acid selama 5 menit tanpa membuang acid fuchsin

sebelumnya. Setelah itu dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu

alkohol 80% selama 5 menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol 100% selama

10 menit, glacial acetic acid 5 menit, pemberian alkohol 100% kembali, carbol xylene selama 2 menit, pemberian alkohol 100% kembali, dan minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting, yaitu penempatan dan pengaturan posisi kutu putih pada preparat slide. Kutu putih ditata bagian tubuh sedemikian rupa dan ditutup cover glass dengan media canada balsam. Kutu putih yang sudah dibuat preparat dapat diidentifikasi menggunakan kunci yang disusun oleh Williams

(2004).

Identifikasi kutu daun hampir sama dengan kutu putih yaitu dibuat

preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam alkohol 70%, dituang ke dalam cawan sirakus. Spesimen kutu daun direbus dalam tabung reaksi yang

berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu daun dituangkan kembali ke dalam

cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk

mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu daun dimasukkan ke dalam tabung

reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh

dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai. Kutu daun yang sudah bersih

dan transparan kemudian dicuci dengan akudes sebanyak dua kali. Setelah itu

dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu alkohol 80% selama lima

menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol absolut selama 10 menit, dan

minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting sama seperti pada kutu putih.

Identifikasi Patogen Penyakit

Pendugaan patogen dilakukan berdasarkan gejala makroskopis pada

contoh tanaman. Identifikasi penyakit akibat serangan cendawan dilakukan

(36)

stereo. Identifikasi cendawan Deuteromycetes dilakukan berdasarkan ciri morfologi secara mikroskopis menggunakan buku identifikasi Barnett dan Hunter

(1988). Identifikasi penyakit yang diduga akibat bakteri tidak dilakukan secara

mendalam, yaitu hanya melalui isolasi bakteri untuk melihat ciri morfologi koloni,

jenis gram bakteri, dan patogenisitas bakteri yang terisolasi.

Isolasi bakteri patogen diambil dari contoh sulur yang bergejala penyakit

busuk lunak yaitu coklat berair. Ekstraksi dilakukan dari bagian sulur yang

menunjukkan gejala, kemudian digerus menggunakan mortar dan diberi air steril

agar mudah lumat. Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dengan tingkat

pengenceran 10-1 hingga 10-8 dan hasil tiap pengenceran dicawankan sebanyak 1

ml. Pencawanan dilakukan pada media NA yang merupakan media umum untuk

bakteri. Koloni tunggal dari beberapa jenis bakteri yang mucul kemudian

dimurnikan sebagai isolat murni pada cawan yang terpisah menggunakan media

NA.

Uji gram dilakukan secara sederhana mengunakan KOH. Kaca preparat

disiapkan sebagai tempat untuk uji gram kemudian ditetesi KOH 3% di atasnya.

Masing-masing koloni bakteri yang ada diambil sebanyak satu lup menggunakan

jarum ose kemudian diletakkan di atas KOH tersebut. Koloni bakteri diaduk

perlahan dan ditunggu reaksinya beberapa saat. Apabila suspensi bakteri menjadi

berlendir, kental, dan lengket, maka koloni bakteri yang diujikan merupakan gram

negatif, sebaliknya apabila tidak begitu berlendir dan lengket maka koloni bakteri

tersebut merupakan gram positif.

Uji patogenisitas terdiri dari dua tahapan yaitu uji hipersensitifitas dan

inokulasi isolat bakteri ke sulur buah naga sehat. Uji reaksi hipersensitifitas

dilakukan pada daun tembakau yang sehat. Isolat murni bakteri yang diperoleh

kemudian dibiakkan dalam media cair LB sebanyak satu lup dan dikocok pada

shaker selama satu malam. Isolat kemudian disuntikkan sebanyak 1 ml pada daun tembakau dan diamati pada 24 dan 48 jam setelah inokulasi. Isolat yang

menimbulkan nekrosis pada daun tembakau akan dilanjutkan untuk inokulasi ke

sulur sehat. Sebelum dilakukan inokulasi, isolat bakteri dibuat suspensi dalam air

steril sebanyak satu lup. Sebelumnya, dilakukan pelukaan pada sulur agar bakteri

(37)

steril pada permukaan sulur. Suspensi isolat bakteri tersebut di masukkan ke

dalam jaringan sulur menggunakan micropipette sebanyak 100 µl. Sulur tersebut diinkubasikan selama 1 minggu dalam wadah lembab dan dilihat gejala yang

muncul.

Pengolahan Data

Keberadaan hama atau penyakit yang telah tersedia pada borang

pengamatan kemudian dipindahkan pada tabel kemudian pengukuran kejadian

hama atau penyakit menggunakan rumus (Cooke 2006) berikut:

Keterangan: L : persentase kejadian hama atau penyakit

n : jumlah tanaman terserang

N : jumlah seluruh tanaman yang diamati

Pengolahan data kejadian hama, penyakit dan organisme lain di pertanaman buah

naga menggunakan uji proporsi pada α=0.05. Uji proporsi dilakukan untuk

membandingkan kejadian antar lahan pengamatan pada masing-masing

pertanaman buah naga putih dan pertanaman buah naga merah. Perhitungan

proporsi (Walpole 1993) antar lahan menggunakan MS. Excel 2007 dengan rumus

sebagai berikut:

Keterangan: zh = proporsi hasil hitungan

p1 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 1

p2 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 2

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di enam lahan perkebunan buah naga yaitu Sabila

Farm I (SF I), Sabila Farm II (SF II), Agrowisata Kaliurang (AK), lahan di Pantai

Trisik (PT), Larso Farm (LF), dan Teguh Farm (TF). Kondisi lahan secara umum

baik dan terawat. Perawatan yang dilakukan tidak berbeda jauh antara satu lahan

dengan lahan lain. Lahan buah naga putih terdiri dari dua lahan di dataran tinggi

dan satu lahan di dataran rendah, sedangkan lahan buah naga merah terdiri dari

satu lahan di dataran tinggi dan dua lahan di dataran rendah.

Gambar 3 Peta wilayah pengamatan (Sumber: BPK 2007)

Pengelolaan dan perawatan lahan yang dilakukan di SF I dan di SF II oleh

perkebunan yang sama. Sebelum ditanami buah naga, kebun ini merupakan lahan

kosong yang ditumbuhi semak belukar. Pola tanam buah naga di SF I adalah

(39)

bagian kecil lahan yang ditanami buah sirsak, pepaya, dan srikaya, sedangkan di

SF II juga ditanami nanas. Sebelum ditanami buah naga, AK ditanami berbagai

jenis tanaman buah tahunan. Tanaman buah naga dilahan ini sudah banyak yang

berkayu dan sudah tinggi melebihi 2 m karena umur tanaman sudah mencapai 11

tahun. Gulma dan sulur di lahan ini sangat rimbun. Drainase lahan kurang baik,

karena saat pengamatan terdapat genangan air hujan diantar baris pertanaman.

Di pertanaman buah naga PT setiap tiang ditandai dengan bumbunan pasir

yang dibatasi oleh sabut kelapa sebagai penahan. Kondisi kebun buah naga ini

secara umum agak kurang terawat. Terlihat batok kelapa untuk pembatas

bumbunan tanah yang berantakan, banyaknya gulma, serta rimbunnya sulur. LF

kondisi pertanaman baik dan rapi. Setiap satu tiang terdapat bumbunan pasir yang

disertai pupuk kandang dan dikelilingi oleh sabut kelapa. Di setiap bumbunan

tersebut terlihat banyak arthropoda penghuni tanah seperti kelabang, luwing, kaki

seribu dan lainnya yang berkaitan dengan sistem budidaya menggunakan sistem

organik rasional. Tanaman tertata rapi dan setiap rumpun buah naga dibatasi oleh

kotak-kotak semen. Informasi keadaan enam lahan yang diperoleh dari hasil

wawancara kepada pengelola kebun dapat dilihat pada Tabel 4.

Cara Budidaya

Asal bibit dari masing-masing kebun berbeda-beda.Bibit yang digunakan

di SF berasal dari daerah Pasuruan, Jawa Timur, dengan harga Rp 1500 per cm

pada tahun 2005. Namun sekarang, kebun ini sudah memproduksi bibit stek

batang sendiri bahkan sudah menjual bibit ke luar. AK menggunakan bibit daerah

Malang, Jember, Surabaya, dan Thailand. Harga bibit yang diimpor dari Thailand

dibeli dengan harga Rp 2000 per cm pada tahun 2001. Kebun LF dan petani di PT

mendapatkan bibit dari kebun buah naga di Pantai Gelagah, dimana perkebunan

buah naga tersebut merupakan pelopor buah naga di daerah setempat sedangkan

TF mendapatkan bibit dari Jombang, Jawa Timur.

Contoh pembuatan bibit dilihat dari kebun SF. Bibit berasal dari sulur yang

sudah pernah berproduksi buah. Anakan cabang yang sudah berumur dan sehat

dapat digunakan untuk bibit. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

(40)

pernah berbuah, sulur mulus dan tidak terdapat bercak-bercak (gejala penyakit)

atau kerak dan mengambil bagian sulur yang tidak bercabang.

A

B

C

(41)

Tabel 4 Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah naga

a

meter di atas permukaaan laut

Informasi lahan Lahan

Sabila Farm I Agrowisata Kaliurang Pantai Trisik Sabila Farm II Larso Farm Teguh Farm Dataran lokasi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Ketinggian

(m dpl a) 495 490 0-10 495 0-10 0-10

Luasan (ha) 1.7 1 1 1 3.5 2

Jenis buah naga Putih Putih Putih Merah Merah Merah Umur tanaman(tahun) 5-7 11 3-4 1.5 2 3-4

Cara tanam Monokultur Monokultur Monokultur Tumpangsari Monokultur Monokultur Jarak tanam (m) 2.5 x 2.5 3 x 3 2.5 x 2.5 3 x 3, 3 x 2 2.5 x 2.5 2.5 x 2.5 Jenis tiang penyangga Beton, kayu jaranan Kayu jaranan, kleresede Beton Kayu jaranan Beton Beton Jumlah tanaman per tiang 4 4-6 4-6 4 4 4 Kondisi lahan Terawat Kurang terawat Kurang terawat Terawat Terawat Terawat Keberadaan gulma Sedikit Banyak Sedang Sedikit Sedikit Sedikit

Pengendalian gulma Herbisida Manual Manual Herbisida Manual Manual, Herbisida

(42)

Gambar 5 Kondisi lahan pengamatan buah naga putih (A,B,C) dan lahan pengamatan buah naga merah (D,E,F): (A) Kebun Sabila Farm I, (B) Kebun Agrowisata Kaliurang, (C) Kebun di Pantai Trisik, (D) Kebun Sabila Farm II, (E) Kebun Larso Farm, dan (F) Kebun Teguh Farm.

Sulur yang terseleksi diproses menjadi bibit. Sulur dipotong sepanjang 30

cm, kemudian salah satu ujung sulur diruncingkan. Tujuan dari peruncingan ini

untuk memudahkan pertumbuhan akar saat ditanam (Soetopo 2010). Kemudian

sulur dikeringkan selama 10-15 hari agar sulur tidak mudah busuk dan lebih tahan

terhadap penyakit. Sulur tersebut akan terbentuk kalus di bagian yang telah

A B

C D

Gambar

Gambar 3  Peta wilayah pengamatan (Sumber: BPK 2007)
Gambar 4  Kondisi lahan pengamatan buah naga secara umum: (A) Sabila Farm,
Tabel 4  Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah naga
Gambar 5  Kondisi lahan pengamatan buah naga putih (A,B,C) dan lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya pernyataan yang meminta peserta didik untuk melakukan kegiatan tanya jawab dengan guru dan atau peserta didik lain untuk menemukan kesimpulan dari hasil percobaan

Sementara ini pendekatan legal formal dengan pemberlakuan un- dang-undang ITE dan penerapannya secara tegas, sedikit banyak telah membantu meredakan potensi kemunculan fenomena

From our knowledge of homogeneous linear differential equations with constant coefficients, we know that the only real-valued functions annihilated by constant-coefficient operators

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh kepercayaan pada merk dan kepuasan terhadap loyalitas merek, maka dapat diambil kesimpulan

60 per kaos (Pekerja rumahan menerima 30- 60 kaos dalam satu hari untuk diselesaikan, dan menerima Rp. Sumber: Data survei; data dari proyek ILO/MAMPU. Penelitian ini menemukan

Gangguan fungsi sistol dan dimensi ventrikel kiri yang berkorelasi dengan kadar ion kalsium serum selain karena hipokalsemia diduga juga karena peningkatan besi bebas (Fe 2+ )

Survey pada suatu Rumah Sakit Umum Daerah di Jawa Tengah oleh mahasiswa residensi dari Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) UI tahun 2009 menjalaskan bahwa 58,33%

Pada saat yang sama, sebuah tiang memiliki panjang bayangan 5 m, maka tinggi tiang sebenarnya adalah .... Perhatikan