• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. Musik merupakan salah satu genre seni yang nasib hidupnya lebih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. Musik merupakan salah satu genre seni yang nasib hidupnya lebih"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Musik merupakan salah satu genre seni yang nasib hidupnya lebih beruntung di Indonesia. Dilihat dari segi pertumbuhan dan perkembangannya, seni musik bisa dikatakan sudah beberapa tahap lebih maju ke arah garis kemapanan. Seni musik agaknya sudah cukup kokoh dalam memancangkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat, mampu mengartikulasikan dirinya, hingga pada akhirnya bisa berkembang bersama dunia industri untuk menjadi sebuah institusi profit yang sangat menjanjikan.

Kondisi demikian tampaknya sangat jauh berbeda dengan

fenomena yang tersimpan di seputar genre-genre seni lainnya yang juga hidup di Indonesia. Terlebih jika dibandingkan dengan seni sastra atau teater, misalnya, yang keberadaan dan nasib hidupnya masih terombang-ambing. Begitu pun dengan nilai ekonomis yang nyaris harus selalu mengalami defisit. Maka cukup bisa dimengerti apabila kedua genre tersebut masih kerap dikategorikan sebagai “keluarga seni pra-sejahtera”.

Maraknya industri rekaman dan melimpahnya produksi album lagu di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan saat ini (terutama ketika era digital makin berkuasa), mungkin bisa dijadikan sebagai indikasi paling permukaan untuk menunjuk bagaimana eksis dan artikulatifnya dunia musik kita itu. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 220 juta, Indonesia adalah pasar

(2)

yang sangat potensial. Dengan orientasi pasar yang sangat beragam dan cukup menggiurkan itu, maka tidaklah mengherankan jika ada begitu banyak produser dan perusahaan rekaman yang malang melintang untuk menyemarakkannya, tanpa terlalu dihantui oleh rasa cemas tentang bagaimana kalkulasi ekonomisnya dikemudian hari. Alhasil, bisa dilihat corak, ragam, atau jenis musik macam apapun ditemukan di Indonesia. Termasuk jenis musik keroncong.

Dalam beberapa hal, kondisi seperti itu memang cukup

menggembirakan. Namun di sisi lain, terdapat sejumlah hal yang patut untuk dicermati. Seperti masalah yang berkaitan dengan kualitas, baik yang berkenaan dengan soal teknis penggarapan lagu, vokal, maupun produk lirik yang kemudian dihasilkan oleh para musisi di Indonesia. Meskipun terkesan klise, namun hal ini tetap merupakan permasalahan mendasar yang masih sangat layak untuk diperhatikan dengan sangat serius.

Hampir tidak pernah muncul wacana kritis bagi produk industri musik di Indonesia. Maka, tidaklah terlalu mengejutkan apabila satu implikasi yang muncul kemudian adalah tumbuhnya suatu tradisi yang mengesankan untuk cukup memandang masalah kualitas hanya dengan sebelah mata, tidak terlalu menjadi bahan pertimbangan yang perlu untuk dipertaruhkan. Bahkan, tidak sedikit pula yang dengan secara sadar memang sengaja mengabaikannya. Akan bisa ditemukan banyak contoh untuk menunjuk hal itu.

Fenomena semacam ini biasanya tampak benar pada produk musik yang terlahir dari seorang musisi atau penyanyi yang sebenarnya belum

(3)

pantas untuk menjadi musisi atau penyanyi. Tanpa mengurangi rasa hormat dengan segala usaha yang telah dilakukan, mereka harus menjadi musisi atau penyanyi karena memaksakan diri untuk menjadi musisi atau penyanyi.

Dari soal legalitas, apa yang mereka lakukan memang tidak ada salahnya. Namun jika harus memakai tinjauan profesionalitas, hal ini agaknya merupakan sebuah “keajaiban” karena bisa menyandang predikat penyanyi atau musisi dengan kualitas seadanya, bahkan terbilang beruntung kalaupun kemampuannya itu hanya bisa dikatakan setingkat pas-pasan. Yang kemudian justru menjadi dilematis adalah ketika produk musik yang sesungguhnya tidak cukup berkualitas semacam itu nyatanya tetap lebih dipandang dan diincar oleh publik. Bahkan, tidak jarang ada yang bisa sampai mencapai tingkat booming di pasaran. Dalam kalkulasi ekonomis, booming semacam itu tentu saja menguntungkan. Hanya saja, dengan adanya kondisi itu pula yang kiranya telah memungkinkan, kebiasaan untuk mengabaikan aspek kualitas menjadi semakin membudaya. Memang wajar, sebagai bagian dari industri khas kapitalis yang profit oriented, adanya energi kapitalistik seperti itu tentu adalah yang paling utama dicari.

Namun sayangnya, booming tersebut jarang sekali terjadi pada musik keroncong. Bahkan sekarang ini tidak pernah terjadi pada jenis musik keroncong asli maupun langgam. Musik yang merupakan salah satu jenis musik dari berbagai macam jenis musik yang ada di Indonesia ini, kini mulai banyak digemari kembali tidak hanya oleh orang tua saja namun digemari pula oleh kalangan orang muda, meski dengan aransemen dan gaya yang

(4)

sesuai dengan selera kaum remaja. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya anak-anak muda yang menyanyikan jenis musik keroncong ini, baik dengan iringan asli maupun dengan aransemen yang baru sesuai dengan selera anak-anak muda sekarang. Sebagai contoh, Chrisye pernah membuat sebuah album yang salah satunya adalah lagu keroncong, Pasar Gambir yang diaransemen berbeda dan dinyanyikan sesuai dengan gaya Chrisye, sehingga lebih bisa dinikmati oleh para remaja. Selain Chrisye, ada juga Bondan Prakoso yang membuat lagu Keroncong Prothol pada albumnya, yang menggabungkan musik keroncong dengan rap. Musik dan gaya menyanyi yang disesuaikan dengan gaya dan selera kaum muda jaman sekarang, membuat lagu tersebut sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat, terutama oleh para remaja. Ada juga penyanyi Ubiet yang membuat album keroncong dengan musik yang lebih semarak, namun lagu-lagu yang dinyanyikan tetap keroncong asli.

Musik Keroncong adalah jenis musik yang sederhana, sopan dan mengandung falsafah yang tinggi. Namun kini sangat jarang ditemukan kaset, CD maupun VCD yang dijual di pasaran, album yang berisi lagu-lagu keroncong asli, langgam, maupun stambul dan dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi keroncong terbaik yang ada di Indonesia seperti: Toto Salmon, Mus Mulyadi, Tuti Tri Sedya, Sundari Sukotjo, ataupun penyanyi-penyanyi keroncong muda yang sebenarnya banyak bermunculan di Indonesia, yang bisa dilihat pada ajang kompetisi seperti Gelar Seni Keroncong, Bintang Radio dan Lomba Penyanyi Keroncong yang sampai sekarang ini masih rutin dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia. Meski ditemukan album-album

(5)

keroncong di pasaran, merupakan hasil rekaman yang sudah sangat lampau, yang hanya dicopy ulang saja, tanpa melalui proses rekaman lagi. Bahkan banyak sekali ditemukan CD dan VCD keroncong bajakan.

Ironis memang jika dibandingkan dengan jenis musik pop yang saat ini banyak sekali diproduksi oleh perusahaan rekaman, bahkan para produser rekaman saling bersaing dan berlomba-lomba untuk memproduksi album rekaman bagi para penyanyi atau grup band-grup band baru. Namun untuk jenis musik keroncong, tidak satu pun produser rekaman yang saat ini memproduksi album keroncong. Padahal grup-grup keroncong yang ada sangatlah banyak. Bahkan di propinsi DIY sendiri yang mengikuti acara

Keroncong Request yang ditayang di TVRI Jogja, berjumlah lebih dari seratus

grup keroncong. B. Rumusan Masalah

Musik keroncong hingga saat ini memang masih eksis di dunia hiburan tanah air. Di beberapa stasiun televisi lokal maupun nasional masih ditayangkan acara musik keroncong setiap minggunya. Bahkan pada ajang kompetisi seperti Bintang Radio jenis keroncong maupun Gelar Seni Keroncong, animo masyarakat masih cukup besar. Namun dalam musik industri, kaset maupun CD keroncong jarang sekali terlihat di pasaran.

Berdasarkan hal tersebut di atas, muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana agar keroncong mampu bersaing dengan jenis musik yang lain?

(6)

2. Mengapa banyak produser musik tidak berani memproduksi keroncong? 3. Masalah-masalah apa sajakah yang ada dalam pengembangan musik

keroncong?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Eksistensi Keroncong Dalam Musik Industri di Indonesia: Sebuah Tinjauan Kritis” ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu :

1. Untuk mengetahui sejauh mana eksistensi musik keroncong dalam pasar musik Indonesia.

2. Dapat menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab minimnya minat produser dalam memproduksi musik keroncong.

3. Untuk mengetahui sejauh mana animo masyarakat terhadap musik keroncong.

Setelah beberapa tujuan di atas dapat diperoleh dalam penelitian ini, dapat bermanfaat untuk menambah wawasan kepada pembaca khususnya pecinta musik keroncong, mendorong minat pembaca untuk menelaah pustaka tentang kajian-kajian budaya dan dapat memperkaya penelitian dalam bidang seni pertunjukan.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam sebuah penelitian tidak dapat dilepaskan begitu saja tanpa adanya sumber pustaka terkait sebagai acuan yang dapat membuktikan keabsahan suatu penelitian ilmiah. Tinjauan pustaka sangat diperlukan dalam suatu penelitian, untuk mengetahui sejauh mana penelitian yang relevan dengan topik telah dilakukan, di samping untuk memperkaya data, juga untuk

(7)

membuktikan bahwa topik dalam tesis ini masih orisinal. Apabila telah ada suatu kajian sebelumnya dengan topik yang sama, maka apakah permasalahan yang dibicarakan sama dan bersinggungan atau masih terdapat peluang kajian lain yang menghadirkan suatu interpretasi kajian yang berbeda. Dengan adanya perbedaan permasalahan meskipun dengan topik yang sama, maka dikatakan tetap berbeda dari kajian sebelumnya, sehingga keaslian penelitian dapat terjaga dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Adapun sepanjang pengamatan penulis, topik yang membahas tentang eksistensi keroncong dalam musik industri belum pernah ada. Dengan demikian topik penelitian ini baru pertama kali dilakukan. Meskipun beberapa tulisan yang menyangkut musik keroncong pernah ada, namun bukan membahas tentang eksistensinya dalam musik industri. Dengan demikian, penulis dapat menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan kali ini benar-benar orisinil karena belum pernah dilakukan sebelumnya.

Berikut ini beberapa tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan topik tersebut di atas.

1. Buku yang ditulis oleh R.M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, membahas tentang

metode-metode penelitian yang berkaitan dengan seni pertunjukan dan seni rupa.

2. Buku berjudul Sejarah Musik Keroncong, Radio dan Masyarakat Indonesia, yang ditulis oleh W. Lumban Tobing tahun 1950-1953. Di dalam buku ini dijelaskan tentang asal mula musik Keroncong

(8)

dan contoh beberapa lagu keroncong yang dapat dikenali karena ciri-ciri khas dimana terdapat pengaruh yang kuat dari kebudayaan setempat.

3. Asal-usul musik Keroncong dan perkembangan musik keroncong di beberapa daerah di Indonesia juga dibahas dalam buku yang ditulis Harmunah, S.Mus yang berjudul Musik Keroncong, Sejarah, Gaya dan Perkembangan yang diterbitkan oleh Pusat Musik Liturgi Yogyakarta tahun 1996. Dijelaskan pula disini tentang pembawaan musik keroncong pada penyanyi keroncong dan jenis musik keroncong seperti keroncong asli, langgam, dan stambul.

4. Buku yang ditulis Dieter Mack berjudul Sejarah Musik jilid 4 yang diterbitkan di Yogyakarta oleh Pusat Musik Liturgi tahun 2007, juga menjelaskan tentang sejarah musik Keroncong serta perkembangan musik keroncong di Indonesia. Dalam buku ini, disebutkan pula negara-negara atau daerah-daerah yang mempengaruhi perkembangan musik keroncong di Indonesia . 5. Ernst Heins, penulis artikel Kroncong and Tanjidor-Two cases of

urban folkmusik in Jakarta, Asian Musik VII-I, Journal of The Society for Asian Music tahun 1975 juga membahas perkembangan musik keroncong di berbagai daerah di Indonesia. 6. Sama halnya dengan penulis Kusbini, yang menulis buku berjudul

(9)

Indonesia, yang juga membahas tentang sejarah dan perkembangan musik keroncong di Indonesia, yang diterbitkan SOSI tahun 1970.

7. Dalam buku Pedoman Penyelenggaraan Festival Musik Keroncong Tingkat Nasional III yang diterbikan di Jakarta oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Direktorat Kesenian tahun 1983 menyebutkan tentang penyelenggaraan Festival Musik Keroncong tingkat Nasional, dalam usahanya membina, mengembangkan dan melestarikan musik keroncong serta mencari dan membina bibit-bibit baru seniman musik keroncong baik penyanyi maupun pencipta, yang bertujuan menggali nilai etik dan estetik musik keroncong di Indonesia.

8. Dalam buku Studi Industri Kreatif Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia tahun 2007, menjelaskan tentang industri-industri kreatif yang ada di Indonesia termasuk seni musik maupun seni pertunjukan.

9. Penulis Wendi Putranto dalam bukunya yang berjudul Music Biz-Manual Cerdas Menguasai Bisnis Musik pada tahun 2009, menjelaskan tentang perkembangan musik industri di Indonesia sejak tahun 1954 hingga tahun 2009. Penjelasan mengenai perkembangan industri musik dan pelaku industri musik nasional juga ada dalam buku ini. Industri musik di Indonesia saat ini

(10)

sangatlah berkembang pesat. Banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang musik, baik untuk pembuatan album rekaman, rumah produksi untuk memproduksi video klip, penggandaan kaset dan compact disc, studio musik, maupun event organizer yang mengelola acara-acara musik. Perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan album rekaman, kini tidak hanya tersebar di ibukota saja melainkan sudah tersebar di berbagai kota di Indonesia. Dan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang musik merupakan salah satu kelompok industri kreatif.

10. Disertasi Victorius Ganap, Krontjong Toegoe, Sejarah Kehadiran Komunitas dan Musiknya di Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada tahun 2006, dijelaskan mengenai sejarah musik keroncong Tugu serta perkembangannya, serta kehadiran musik keroncong Tugu.

11. Idhar Rez menulis buku Music Records Indie Label, Pola Budaya Membuat Album Independent, Bandung tahun 2008. Dalam buku ini dijelaskan tentang sejarah industri rekaman. Adapun industri rekaman merupakan salah satu elemen terpenting dalam perkembangan industri musik di Indonesia. Dijelaskan pula masalah perkembangan penjualan album rekaman di Indonesia.

(11)

12. Soeharto AH, Achmad Soenardi, Samidi Sunupratomo menulis buku berjudul Serba Serbi Keroncong yang diterbitkan oleh Penerbit Musika Jakarta tahun 1996. Di dalam tulisan ini diungkapkan tentang faktor-faktor yang membuat para pakar musik Keroncong optimis bahwa musik Keroncong akan tetap hidup lestari. Dijelaskan pula tentang ciri-ciri khusus atau ciri khas musik keroncong.

E. Landasan Teori

Dalam penelitian seni dapat dimungkinkan tidak hanya diperlukan satu disiplin ilmu saja untuk memecahkan beberapa permasalahan yang dikemukakan akan tetapi juga dapat bersifat multi-disiplin.1 Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan sistem analisis melalui pendekatan musikologis.

Selain melalui pendekatan musikologis juga akan dilakukan pendekatan historis, karena dalam penelitian ini akan dibahas tentang sejarah pada musik keroncong itu sendiri, meski tidak terlalu terperinci.

Selanjutnya akan dibahas hubungan tentang segmen kelompok umur dan selera musikal masyarakat. Untuk itu akan dilakukan pendekatan secara sosiologis.

F. Metode Penelitian

Dalam upaya untuk memperoleh suatu hasil yang akurat dari objek penelitian, maka akan diterapkan metode deskriptif analisis yang berdasarkan

1

R.M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001), 16

(12)

pada penelitian kualitatif. Bentuk penelitian adalah penelitian multi-disiplin yang disertai dengan penelitian kepustakaan dan pengamatan terhadap objek atau fenomena yang terjadi. Penelitian tentang eksistensi keroncong dalam musik industri di Indonesia berangkat dari keterlibatan penulis dalam dunia seni pertunjukan, khususnya seni musik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis berusaha untuk membahas seni musik, terutama pada musik keroncong.

Adapun langkah awal dalam penelitian ini adalah dimulai dengan studi perpustakaan (library research) tentang musik industri atau industri musik dan musik keroncong baik yang sudah diterbitkan maupun yang belum diterbitkan. Sumber-sumber pustaka sebagai data tertulis ini berupa buku-buku, laporan penelitian, dokumen dan arsip yang menyebutkan tentang musik industri dan musik keroncong.

Selain itu terdapat pertimbangan perlunya menghadirkan berbagai pustaka elektronik, situs internet serta rekaman-rekaman yang mencatat dan menyebutkan keterangan mengenai musik industri dan musik keroncong. Untuk memperoleh data yang berupa sumber lisan, misalnya dari seorang pemusik/penyanyi keroncong, pakar atau pengamat musik diperlukan juga metode observasi, ditambah dengan wawancara. Adanya data-data berupa notasi balok juga digunakan dalam penelitian ini.

Untuk memperkuat dan agar dapat memberikan tafsir yang dapat terlacak, selain melalui sumber-sumber pustaka, metode wawancara juga dilakukan terhadap beberapa narasumber. Dalam hal ini penulis dibantu oleh

(13)

seorang pengamat musik dan pengajar vokal, Harmunah yang paham tentang vokal dan musik keroncong. Ada pula beberapa kontributor data juga bersedia sebagai narasumber, diantaranya Victor Ganap, Singgih Sanjaya, penyanyi keroncong Waljinah, pencipta lagu keroncong Gesang, pengamat musik Bens Leo, musisi dan penyanyi Mus Mujiono, dan praktisi musik keroncong Liliek Eljasqee. Selain itu ada beberapa produser musik, antara lain produser musik Chandra dari Pusaka Record Semarang, Utiek dari Lokananta Surakarta, dan Andika dari Mix-Pro Jogjakarta. Mengenai dilakukannya studi perpustakaan (Library Research) dimaksudkan untuk memperoleh suatu keabsahan bagi suatu penelitian. Pendokumentasian ditujukan untuk memperoleh data sebagai pelengkap, baik dilakukan secara audio melalui proses wawancara dengan recorder maupun secara visual menggunakan kamera. Analisis kualitatif ditujukan untuk membuat pendeskripsian secara sistematis, faktual serta akurat tentang fakta-fakta yang diperoleh.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibagi ke dalam empat bab, yaitu:

Bab I berisi:

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka

(14)

F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan

Bab II akan menjelaskan:

A. Sejarah, Pengertian dan Perkembangan Musik Keroncong B. Industri Musik di Indonesia

C. Sejarah Industri Rekaman

D. Perkembangan Industri Rekaman di Indonesia

Bab III akan membahas:

A. Faktor-faktor Pendukung Eksistensi Musik Keroncong B. Bagaimana Mempertahankan Eksistensi Keroncong C. Eksistensi Keroncong dalam Musik Industri

Bab IV berupa kesimpulan yang diperoleh dan yang memuat ringkasan penjelasan atau permasalahan yang diajukan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa ekstrak kasar daun dan batang bangun-bangun serta daun dan buah belimbing wuluh bahwa kedua tanaman

Krisis yang melanda Indonesia tahun 1997 berdampak pula pada krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, tetapi sebaliknya yang terjadi pada bank yang

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KOMUNIKASI MATEMATIS D AN SELF- ESTEEM SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBINGC. Universitas Pendidikan Indonesia |

Beranjak dari fenomena ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai nilai estetis ornamen piring keramik porselin yang dipakai hiasan pada bangunan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa presentase jumlah mahasiswa Program Studi BK UNIPA Surabaya yang termasuk prokastinator cukup

Thus, the foreign workers influx in a country labor market does not cause the negative side to wage rate and employment for local workers, since job categories possessed

Pada pembuatan tintur dan ekstrak cair , jumlah cairan penyyari yang tesedia lebih besar dibandingkan dengan cairan penyari yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan

Judul Skripsi :Penerapan Cooperative Learning “Model Examples Non Examples” Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Pelaksanaan Operasi Penanganan