• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. aturan-aturan main di dalam suatu kelompok sosial, dan sangat dipengaruhi oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. aturan-aturan main di dalam suatu kelompok sosial, dan sangat dipengaruhi oleh"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelayanan masyarakat di era otonomi daerah, pemerintah daerah berhadapan langsung dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka peranan kelembagaan begitu dibutuhkan di era otonomi daerah sebagai institusi yang bisa memberikan kepastian hukum dan aturan-aturan main di dalam suatu kelompok sosial, dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Kelembagaan sebagai variabel yang mendorong pertumbuhan ekonomi sebuah negara, yang hidup dan berjalan di atas realitas sosial masyarakat.

Undang-undang No. 28 Tahun 2009 menjabarkan bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memungut retribusi daerah dalam rangka menutupi pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Pengelolaan retribusi daerah harus dilakukan secara cermat, tepat dan hati-hati dan perlu dilakukan penyederhanaan prosedur administrasi yang bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat pembayar retribusi daerah.

Ketidakjelasan aturan kepemilikan kewenangan (institutional environment) dan ketidakjelasan tata kelola (institutional governance) seperti ketidakjelasan kontrak-kontrak hubungan kewenangan dan ketidakjelasan hubungan principal-agent, berakibat menurunnya kinerja institusi pemerintah daerah dalam pelayanan masyarakat, sehingga berdampak terhadap penerimaan pendapatan asli daerah. Kelembagaan yang baik, bisa mengurangi ketidakjelasan aturan kepemilikan

(2)

kewenangan dan ketidakjelasan tata kelola pemerintahan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Permasalahan principal-agent dapat diatasi atau dikurangi dengan institusi yang menetapkan pengawasan efektif atau mekanisme feedback yang mana dapat membuat kinerja dan hasil yang dicapai lebih transparan dan terukur. Idealnya, mekanisme pengawasan harus diiringi dengan mekanisme penegakan yang efektif memberikan hukuman (punishment) bila bersikap oportunistik dan memberikan

imbalan atau penghargaan (reward) bila memiliki kinerja yang baik (Jaya, 2006: 4).

Penggunaan ekonomi kelembagaan masih sedikit digunakan sebagai alat analisis pembuatan peraturan yang menyangkut penerimaan retribusi daerah, sehingga peraturan yang dibuat tidak mengakomodir hubungan transparansi antara agent dengan principal. Ekonomi kelembagaan sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan pasar dan memberikan kepastian hukum.

Ketidakjelasan aturan kepemilikan kewenangan (institutional environment) dan ketidakjelasan tata kelola (institusional governance) berimplikasi terhadap kinerja pelayanan masyarakat. Belum adanya Peraturan Bupati mengenai IMB, ketidak jelasan tupoksi antara Dinas Pekerjaan Umum dengan Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak terkait pelayanan IMB, dan ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian perizinan, dapat di lihat pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1

(3)

Tabel 1.1

Jumlah Pemohonan IMB yang di Proses di KPMPT Tahun 2013

Bulan Permohonan masuk Permohonan selesai

Januari 6 6 Februari 7 7 Maret 21 19 April 25 22 Mei 53 52 Juni 0 0 Juli 22 21 Agustus 24 24 September 57 57 Oktober 48 48 Nopember 100 91 Desember 11 0 Total 374 347

Sumber: Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak (2014)

Sumber: Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak (diolah)

Gambar 1.1

Jumlah Permohonan IMB yang di Proses di KPMPT Tahun 2013 0 20 40 60 80 100 120 Berkas masuk Berkas selesai

(4)

Pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 dapat dijelaskan bahwa antara jumlah izin yang masuk dengan jumlah izin yang dikeluarkan tidak sama, artinya ada sistem pelayanan perizinan terhadap masyarakat yang tidak optimal oleh pemerintah daerah. Ini membuktikan terdapat ketidakjelasan aturan kepemilikan kewenangan (institutional environment) dan ketidakjelasan tata kelola (institusional governance) dari pemerintah daerah.

Sesuai dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, diharapkan transparansi dalam pelayanan dan informasi termasuk perhitungan/penetapan besarnya retribusi IMB yang dilakukan secara objektif, proporsional dan terbuka. Dalam Permen tersebut terdapat kata kunci (keyword) yaitu transparasi dan informasi, di mana transparasi dan informasi merupakan bagian terpenting dalam prinsip principal–agent. Ketidaksempurnaan informasi terjadi bila salah satu atau lebih dari pihak yang berinteraksi memiliki informasi lebih tentang kualitas input, output, maupun tentang aspek-aspek ekonomi lain yang mana pihak lawan kesulitan untuk mengetahui informasi tersebut. Ketika informasi yang ada terlalu sering berubah, maka akan muncul kecenderungan terjadinya ketidaksempurnaan informasi (asymmetric information). Ketidaksempurnaan informasi inilah dimanfaatkan agent untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, sehingga cenderung bersifat oportunistik. Ilmu kelembagaan adalah aspek aturan terdiri dari aturan formal seperti Undang Undang Dasar 1945, Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Bupati dan sejenisnya dan aturan informal seperti norma perilaku, etika dan sebagainya. Masalah principal-agent muncul ketika agent yang didefinisikan sebagai pihak yang menyelenggarakan pelayanan publik sebagai pelaksana yang diberikan oleh principal. Perilaku manajemen dan pemegang sumber daya merupakan suatu

(5)

hubungan atau kontrak antara principal selaku pemilik dan agent selaku manager. Principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat, sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan-pemenuhan ekonomi dan psikologisnya. Terdapat informasi asimetris antara principal dan agent sehingga dimanfaatkan oleh agent yang memiliki kepentingan untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dari kewenangan yang diberikan oleh principal. Pemberian wewenang secara formal pengelolaan penerimaan pendapatan retribusi oleh pemerintah daerah kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak (KPMPT), dapat memungkinkan perilaku oportunistik bagi pihak Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak. Pemda sebagai pemilik sumber daya dan masyarakat sebagai penerima layanan merasa dirugikan akibat perilaku tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian seberapa jauh teori principal–agent mampu menjelaskan hubungan yang terjadi dalam proses pelayanan perizinan IMB.

Dalam penelitian ini, penulis membahas eksistensi dan pengaruh karakteristik principal–agent terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak. Variabel principal–agent yang digunakan pada penelitian ini adalah jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik.

Penelitian dilakukan dengan alat analisis kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan dengan metoda observasi melalui kuesioner, tes tertulis dan wawancara kepada pegawai yang melaksanakan tugas pengelolaan perizinan IMB.

(6)

1.2 Keaslian Penelitian

Bukti empiris peran institusi bagi peningkatan pelayanan publik, sejumlah penelitian terkait dengan peran institusi bagi peningkatan pelayanan publik disajikan dalam Tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2

Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Teori Principal-Agent

No Studi Oleh

Variabel yang diamati

Metoda Temuan /Hasil

1. Amagoh (2009) Strategi dan informasi asimetris yang melekat dalam proses hasil kontrak. Analisis statisktik deskriptif. Asymmetric information bagian penting dari hubungan kerja sama antara pemerintah (principal) dan vendor (agent). Karena vendor tidak mungkin untuk mengungkapkan semua informasi yang relevan kepada pemerintah selama berbagai tahap kontrak. Maka untuk mengurangi asymmetric information diperlukan monitoring dan pengawasan. 2. Cohen (2009) Menerapkan pricipal-agent teory pada reformasi sektor keamanan (polisi). Analisis statistik deskriptif. Pemetaan kelembagaan yang kuat diperlukan di SSR (Security Sector Reform). 3. Gailmard (2010) Public Service Motivation (PSM) yang membantu untuk mengurangi masalah principal-agent. Analisis statistik deskriptif. Public Service Motivation (PSM) merupakan faktor endogen di organisasi birokrasi dalam proses kebijakan dan respon politik. Secara umum adalah alat memecahkan masalah agen.

(7)

No Studi Oleh

Variabel yang diamati

Metoda Temuan /Hasil

4. Levacic (2009) Menggunakan Teori Principal– Agent untuk menganalisis kelembagaan yang mengatur pekerjaan guru. Analisis statistik deskriptif. Meningkatkan insentif bagi kinerja guru merupakan komponen penting dari reformasi untuk meningkatkan mutu pendidikan. 5. Halim dan Abdullah (2009) Hubungan eksekutif dan legislatif terkait masalah anggaran dan akuntansi. Analisis statistik deskriptif. Konsep perwakilan (representativeness) dalam penganggaran tidak sepenuhnya berjalan ketika adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif. Di sisi lain, eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget

maximizer karena berperilaku oportunistik (adverse selecation dan moral hazard sekaligus). 6. Permana (2009) Variabel transparansi dan informasi, variabel pemantauan dan penegakan aturan, variabel lobi-lobi kepada pengambilan keputusan dan variabel insentif terkait efisiensi pemerintah. Analisis statistik deskriptif berdasarkan data hasil survei.

Pemda tidak dapat mengetahui seluruh informasi keuangan yang dimiliki oleh RSUD, belum memiliki alat untuk mengukur tingkat pelayanan dan pengelolaan keuangan dan belum memiliki aturan main terhadap penilaian kinerja pegawai secara detail.

Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah masalah pokok yang diteliti yaitu permasalahan principal-agent. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pertama lokasi penelitian di Pemerintah Kabupaten

(8)

Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, kedua perbedaan ini terletak pada hasil penelitian diduga bahwa variabel jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik berpengaruh terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. masalah utama principal-agent adalah eksistensi asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik dalam pelayanan IMB di KPMPT Kabupaten Pontianak;

2. diduga variabel jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik berpengaruh terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan.

1.4 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah eksistensi asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik memang ada di KPMPT Kabupaten Pontianak;

2. Apakah variabel jumlah pemohon IMB Tahun 2009-2013, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik diduga dapat berpengaruh terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan.

(9)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. menganalisis eksistensi asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik antara Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak sebagai agent dengan masyarakat sebagai principal;

2. menganalisis pengaruh jumlah pemohon IMB, asymmetric information, bounded rationality dan perilaku oportunistik terhadap nilai retribusi izin mendirikan bangunan tahun 2009-2013.

1.5.2 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. memberikan sumbangan pemikiran kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak dalam usaha meningkatkan pelayanan publik;

2. memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak dalam pengambilan kebijakan terkait pola hubungan Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak dengan masyarakat sebagai penerima layanan publik.

1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab. Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang penelitian, keaslian penelitian,

(10)

perumusan masalah, pertanyaan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjau Pustaka dan Alat Analisis memuat tentang penelitian terdahulu, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metoda dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III Analisis Data dan Pembahasan berisi uraian cara penelitian, jenis dan sumber data, metoda pengumpulan data, variabel penelitian, hasil analisis dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran, memuat kesimpulan dari hasil analisis, saran dan batasan yang dapat dijadikan masukan bagi pihak yang berkepentingan khususnya bagi Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Pontianak.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis distribusi frekuensi masing-masing jawaban responden mengenai kualitas komunikasi bawahan ke atasan yaitu mayoritas responden menyatakan setuju terhadap

Percobaan dilakukan di rumah kassa Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Barat Jl. Percobaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh introduksi jamur Trichoderma spp.

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk

T selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang, serta selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmunya sehingga tugas akhir ini

a) Untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dengan perolehan SHU yang diterima koperasi, maka dana tersebut memungkinkan untuk menanggulangi akan kebutuhan finansial yang terjadi

Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum menikahi mantan suami/istri kakak/adik ipar tersebut boleh karena mereka tergolong mahram sementara

[r]

Dengan demikian, penderitaan yang dialami korban dalam kejahatan politik merujuk pada satu segi kehidupan manusia bersama dengan masyarakat setelah pelaku berhasil