STUDI EKSPERIMEN VARIASI PERLAKUAN PEMANASAN
BAHAN DAN JENIS ANYAMAN BAMBU TERHADAP
KUAT BENDING MEJA PAPAN
Joko Yunianto Prihatin1, Slamet Pambudi2, Agung Supriyanto3
1,3 Program Studi Teknik Mesin, Akademi Teknologi Warga Surakarta, Surakarta, Indonesia
2 Program Studi Teknik Elektro, Akademi Teknologi Warga Surakarta, Surakarta, Indonesia
E-mail: [email protected]; [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Indonesia sebagai salah satu negara tropis penghasil tanaman bambu yang cukup potensial. Bambu umumnya dijadikan sebagai bahan konstruksi bangunan. Pada bidang pertanian, sekam padi adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan pengolahan hasil pertanian. Limbah tersebut selama ini hanya sebagai bahan pembantu dalam aktifitas produksi, sehingga nilai ekonomis dari sekam padi sangat rendah selain padi. Penelitian ini menggunakan tanaman bambu dan limbah sekam padi sebagai bahan pembuat komposit serat alam. Anyaman bambu dibuat dengan ukuran 24 x 150 mm. Kanji dan air digunakan sebagai bahan perekat limbah sekam padi dengan anyaman bambu. Proses pemanasan komposit dilakukan pada suhu 105°C selama 30, 45, dan 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposit anyaman bambu dengan campuran limbah sekam padi (anyaman kaper) menghasilkan rata-rata tekanan maksimal dan kuat bending lebih tinggi dibandingkan komposit anyaman polos. Komposit jenis anyaman bambu kaper memiliki nilai rata-rata tekanan maksimal lebih besar yaitu 231,31 N dibandingkan anyaman polos 218,16 N. Sedangkan komposit jenis anyaman bambu kaper memiliki nilai rata-rata kekuatan bending lebih besar yaitu 45,6 MPa dibandingkan anyaman polos 43 MPa. Kuat bending maksimal dari komposit anyaman bambu kaper diperoleh pada waktu pemanasan 45 menit yaitu sebesar 60,05 MPa.
Kata kunci: Komposit, anyaman bambu, uji tekuk, uji tekan
ABSTRACT
Indonesia is tropic country has bamboo potensial production. The Bamboo usually used in building construcyion material. In agriculture industries, rice hust are wastes from agriculture production. All this time the waste used in support material in production, so economic value from rice husk beside rice. This riset was using bambbo tree and rice husk waste to making natural absorber composite. Woven Bamboo was made to size 24x150mm. Kanji and water made be Adhesive of rice husk waste with woven bamboo. Heating composite process at temperature 105oC in 30,45 and 60 minute. The result of riset to show that composite woven bamboo with a mixture of rice husk waste that produce maximum pressure and higher bending strength than composite woven plain. Natural absorber composite has maximum pressure more 231,31 N than composite woven plain 218,16N. Natural absorber composite has bending strength more 45,6Mpa than composite woven plain43 Mpa. Maximum Bending Strength of Natural absorber composite was obtained in heating time 45minute at value 60,05Mpa.
1. PENDAHULUAN
Kayu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan mebel yang berasal dari alam. Jenis-jenis kayu yang umum digunakan untuk pembuatan mebel antara lain kayu Jati, kayu Mahoni, kayu Sengon, kayu Kalimantan, dan lain-lain. Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu telah terjadi penyusutan hutan dunia hingga mencapai 80% (Sobri, 2018). Hal ini berdampak terhadap kebutuhan oksigen yang menurun akibat tidak seimbangnya eksplorasi kayu dengan upaya reboisasi.
Indonesia sebagai negara agraris merupakan negara penghasil padi dengan jumlah yang besar. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan hasil penggilingan padi adalah sekam padi. Pemanfaatan limbah ini umumnya masih cukup rendah di kalangan masyarakat sekitar. Limbah sekam padi biasanya dibakar untuk menghasilkan abu sekam padi yang nantinya digunakan sebagai bahan abu gosok. Minimnya pengetahuan masyarakat dalam mengolah limbah sekam padi berdampak terhadap nilai ekonomis yang rendah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara lain memanfaatkan limbah sekam padi sebagai bahan pembuatan briket, komposit, bahan kimia. Hal ini berdampak terhadap peningkatan nilai ekonomis dari limbah sekam padi.
Selain padi, Indonesia juga sebagai salah satu negara tropis penghasil tanaman bambu yang cukup potensial. Tanaman bambu dapat dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit dengan lereng curam sampai landai (Sastrapradja et al. 1977). Semua jenis tanah umumnya dapat ditanami bambu kecuali tanah di daerah pantai. Menurut Widjaja dan Kartikasari (2001) tanaman bambu di Indonesia terdiri atas 143 jenis. Hampir semua wilayah di Indonesia dapat dijumpai tanaman bambu. Bambu umumnya dijadikan sebagai bahan konstruksi bangunan. Selain itu bambu muda banyak dimanfaatkan untuk bahan konsumsi oleh masyarakat sekitar.
Komposit merupakan suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu dengan lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya. Komposit terdiri dari material sintetis, kombinasi antara material sintetis dengan serat alam atau kombinasi antara serat alam. Serat alam merupakan kelompok serat yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan, binatang dan mineral. Penggunaan serat alam di industri tekstil dan kertas secara luas tersedia dalam bentuk sutera, kapas (cotton), kapuk, rami kasar (flax), goni (jute), rami halus (hemp) dan sisal. Serat alam mempunyai keuntungan antara lain kekuatan spesifik dan modulusnya yang tinggi, densitas rendah, harga rendah, melimpah di banyak negara, emisi polusi yang lebih rendah dan dapat di daur ulang (4, 5, 6). Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat serat serat tersebut yang disebut matrik. Menurut Jones (2014), secara garis besar, komposit diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: Komposit partikel (Particulate Composites), Komposit lapis (Laminates) dan Komposit serat (Fibrous
Composites). Penelitian mengenai komposit dengan menggunakan bahan alami telah
dilakukan sejak tahun 1981 oleh peneliti sebelumnya yaitu Lakkad dan Patel (1981). Penelitian komposit dengan menggunakan sekam padi sebagai bahan serat alam telah dilakukan oleh Budiman dan Sugiman (2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kekuatan bending cenderung meningkat dengan meningkatnya fraksi volume sekam padi sampai 20%. Sedangkan fraksi volume sekam padi tidak berpengaruh singifikan pada kekuatan modulus bending. Kusuma et al. (2011) melakukan penelitian tentang komposit bambu. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai keteguhan tekan searah tebal papan komposit dengan strip log core pada masing-masing pelapis yaitu papan dengan pelapis finir
papan dengan pelapis bambu betung sebesar 429,85 kgf/cm2, dan papan dengan pelapis
bambu andong sebesar 444,23 kgf/cm2. Sari et al. (2013) membahas bahwa karakteristik
kekuatan bending kayu komposit polyester diperkuat serat pandan wangi dengan filler serbuk gergaji kayu terjadinya kecenderungan peningkatan kekuatan bending pada variasi panjang serat 15 mm, 20 mm, 25 mm, dan 50 mm dengan rata-rata kekuatan bending secara berurutan masing-masing sebesar 56,7 Mpa, 67 Mpa, 90 Mpa dan 93.33 Mpa.
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis berupaya meningkatkan efisiensi mebel tersebut dengan pembuatan komposit. Material serat alam anyaman bambu dan sekam padi tersebut dijadikan inti dalam komposit dengan menggunakan pengikat berupa resin dan katalis. Dalam penelitian ini ditentukan perumusan variasi jenis anyaman bambu dan perlakuan panas pada komposit diharapkan mampu meningkatkan kemampuan kuat bending mebel tersebut. Dengan demikian komposit anyaman bambu dan sekam padi tersebut diharapkan mampu menggantikan kayu dalam industri permebelan tanpa menurunkan kualitas. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada kajian ini lebih dititik beratkan pada analisa penggunaan variasi panas perlakuan bahan dan penggunaan jenis anyaman bambu terhadap nilai kuat bending yang maksimal pada komposit papan mebel tersebut.
2. BAHAN DAN METODE
2.1. Lokasi Penelitian dan Pengujian
Proses pengerjaan dan pengujian dilakukan di Laboratorium Fluida Akademi Teknologi Warga Surakarta dengan menggunakan alat ukur serta alat pendukung yang berada di tempat. Sedangkan pengujian bending dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin UNS Surakarta.
2.2. Alat dan Bahan
Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian komposit papan ini antara lain meliputi
a) Bahan penelitian
Obyek penelitian ini menggunakan anyaman bambu polos dan kaper, sedangkan sekam padi yang digunakan adalah katul dengan mess 0,35 mm seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
b) Cetakan komposit
Peralatan untuk membuat sampel komposit pada penilitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.
c) Komponen Pendukung
Kunci inggris, kunci ring-pas 10 mm, obeng plus dan minus 8 mm, lem fox, gergaji tangan, sunflag, pensil, spidol dan bolpen, kertas hvs A4, cutter kertas, malampet, penggaris baja, oven dilengkapi waktu dan temperatur, stop watch.
d) Alat ukur
Gelas ukur 800 ml, timbangan 200 gram ketelitian 0,01gram, dongkrak kapasitas 3 ton seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
(a)
(b)
Gambar 1. Komponen utama anyaman: (a). anyaman bambu polos, (b). anyaman bambu kaper yang
telah diberi sekam padi
Gambar 2. Resin 108 poliester, katalis, gelas ukur, dan cetakan dari kayu dengan tutup
Gambar 3. Alat ukur gelas ukur 800 ml, timbangan 200 gram ketelitian 0,01gram, dan dongkrak
kapasitas 3 ton
2.3. Identifikasi Variabel Penelitian dan Pengujian
Variabel Terikat (Dependent Variable) yaitu variabel yang berpengaruh terhadap tekanan bending maksimal. Variabel Bebas (Independent Variable) yaitu jenis anyaman bambu dan temperatur perlakuan panas pada komposit tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a) Membuat anyaman bambu polos dan kaper sesuai dengan dimensi cetakan yaitu 24 x 150 mm dan diperkuat dengan lem fox.
b) Mengolesi permukaan anyaman tersebut dengan sekam padi, kanji dan air yang sudah diaduk terlebih dahulu.
c) Memanasi anyaman campuran sekam padi ke dalam oven pada suhu 105°C selama 30,
45, 60 menit sesuai komposisinya.
d) Membuat cetakan dan tutup dari kayu dengan volume dalam 153 x 25,5 x 20 mm. e) Menyiapkan resin dan katalis dengan perbandingan 100:1 kemudian dituangkan ke
cetakan sampai ketinggian 1,4 mm. Selanjutnya memasukkan anyaman yang terdapat sekam padi ke dalam cetakan dan dilanjutkan menuang kembali komposisi resin dan katalis ke dalam cetakan hingga ketinggian 6,2 mm kemudian ditutup.
f) Menekan cetakan dengan dongkrak hidrolik kapasitas 3 ton hingga mencapai 50 kg/cm2 selama 30 menit kemudian dilepaskan.
g) Setelah 24 jam dilakukan pembongkaran cetakan dan diberikan penomoran. h) Melakukan pengujian tekan dengan menggunakan mesin uji bending.
i) Menganalisa grafik hasil uji bending komposit tersebut dan dibandingkan dengan standarisasi papan atau plywood.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengumpulan Data Hasil Pengujian
Uji lengkung/bending (bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji bending digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan. Kekuatan bending komposit dapat dilakukan dengan melakukan pengujian bending terhadap material komposit tersebut. Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi atau kegagalan. Besar kekuatan bending tergantung pada jenis material dan pembebanan. Kekuatan bending sesuai ASTM D790 dapat dirumuskan sebagai berikut (Gibson, 2011):
[1]
Keterangan:
S adalah tegangan bending (MPa) d adalah tebal (mm)
P adalah beban (N)
L adalah panjang span (mm) b adalah lebar (mm)
Hasil pengujian bending yang telah dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin UNS Surakarta diolah sehingga didapatkan data seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tekanan maksimal dan modulus bending hasil pengujian Exp. No. Jenis Anyaman Bambu Waktu Perlakuan Panas 105oC Tekanan Maksimal, P (N) Modulus Bending, MOR (MPa) 1 Polos 1 30 menit 274,09 54,03 2 Polos 2 45 menit 189,48 37,35 3 Polos 3 60 menit 190,90 37,63 4 Kaper 1 30 menit 125,49 24,74 5 Kaper 2 45 menit 304,66 60,05 6 Kaper 3 60 menit 263,78 52,00
3.2 Analisa Data Hasil Pengujian
Gambar 4 menunjukkan pengaruh waktu perlakuan panas 105°C terhadap nilai tekanan
maksimum dari material komposit anyaman polos dan kaper. Tekanan maksimal anyaman polos sebesar 274,09 N lebih tinggi dibandingkan dengan anyaman kaper 125,49 N pada durasi waktu pemanasan 30 menit. Akan tetapi waktu pemanasan 45 menit, nilai tekanan maksimal pada anyaman kaper yaitu 304,66 N lebih tinggi dibandingkan anyaman polos 189,48 N. Sedangkan waktu pemanasan 60 menit, nilai tekanan maksimal dari anyaman polos cenderung mengalami penurunan yaitu 263,78 N. Berbeda halnya dengan anyaman kaper pada waktu pemanasan 60 menit cenderung menghasilkan nilai tekanan yang tidak jauh berbeda dengan durasi pemanasan 45 menit yaitu 190,90 N dan 189,48 N .
Gambar 4. Perbedaan waktu pemanasan terhadap tekanan maksimal komposit
Gambar 5. Perbedaan waktu pemanasan terhadap momen bending komposit
anyaman polos dan kaper
Gambar 5 menunjukkan pengaruh waktu perlakuan panas 105°C terhadap nilai modulus
bending dari material komposit anyaman polos dan kaper. Gambar 5 menunjukkan trend line grafik yang sama dengan Gambar 4 dikarenakan nilai modulus bending berbanding lurus dengan tekanan maksimal (lihat persamaan 1). Foto spesimen hasil pengujian kekuatan bending ditunjukkan pada Gambar 6.
4.
Gambar 6. Foto sampel spesimen 1-6 hasil uji kekuatan bending
Berdasarkan analisis grafik Fmak (lihat Gambar 4 dan Tabel 1) diperoleh nilai rata-rata anyaman polos sampel 1, 2 dan 3 sebesar 218,16N. Rata-rata dari jenis anyaman kaper sampel 4, 5 dan 6 sebesar 231,31 N. Hal ini menunjukkan bahwa jenis anyaman kaper
mampu menghasilkan rata-rata tekanan maksimal 3 sampel yang lebih besar dibandingkan anyaman polos. Berdasarkan analisa grafik MOR modulus bending (lihat Gambar 5 dan Tabel 1) diperoleh 2 rata-rata yang menunjukkan bahwa dengan komposisi jenis anyaman kaper sampel 4, 5 dan 6 sebesar 45,6MPa lebih besar dibandingkan anyaman polos sampel 1, 2 dan 3 sebesar 43 Mpa.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pada kajian komposit anyaman bambu dan sekam padi ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Komposit jenis anyaman bambu kaper memiliki nilai rata-rata tekanan maksimal 231,31 N yang lebih besar dibandingkan anyaman polos yaitu 218,16 N.
2. Komposit jenis anyaman bambu kaper memiliki nilai rata-rata kekuatan bending 45,6 MPa yang lebih besar dibandingkan anyaman polos yaitu 43 MPa.
3. Kuat bending maksimal dari komposit anyaman bambu kaper diperoleh pada waktu pemanasan 45 menit yaitu sebesar 60,05 MPa.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sobri, H. 2018. Walhi Sumsel prihatin kerusakan hutan masih berlanjut. Antara News, 4 April 2018, [Online]. Tersedia: https://www.antaranews.com/berita/698415/walhi-sumsel-prihatin-kerusakan-hutan-masih-berlanjut.
[2] Sastrapradja, S., Widjaja, E.A., Prawiroatmodjo, S dan Soenarko, S. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lembaga Biologi Nasional.
[3] Widjaja, E.A dan Kartikasari, S.N. 2001. Identik Jenis-Jenis Bambu Di Jawa," Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI. Cibinong. hlm, vol. 96.
[4] Joshi, S.V., Drzal, L., Mohanty, A and Arora, S. 2004. Are Natural Fiber Composites
Environmentally Superior To Glass Fiber Reinforced Composites. Composites Part A:
Applied science and manufacturing, vol. 35, pp. 371-376.
[5] Li, Y., Hu, Y.P., Hu, C.J and Yu, Y.H. 2008. Microstructures And Mechanical
Properties Of Natural Fibers. in Advanced Materials Research, pp. 553-558.
[6] Mukhopadhyay, S., Fangueiro, R and Shivankar, V. 2009. Variability of Tensile Properties of Fibers From Pseudostem of Banana Plant. Textile Research Journal, vol. 79, pp. 387-393.
[7] Jones, R. M. 2014. Mechanics Of Composite Materials. CRC press.
[8] Lakkad, S. C and Patel, J. M. 1981. Mechanical properties of bamboo, a natural
composite. Fibre Science and Technology, vol. 14, pp. 319-322.
[9] Budiman, A dan Sugiman, S. 2016. Karakteristik Sifat Mekanik Komposit Serat Bambu Resin Polyester Tak Jenuh dengan Filler Partikel Sekam. Dinamika Teknik Mesin: Jurnal Keilmuan dan Terapan Teknik Mesin, Vol 6(1).
[10] Kusuma, S. S., Subiyanto, B and Massijaya, M. Y. 2011. Optimizing Of Composite
Board Production Made From Wood Waste And Bamboo. Widyariset, Vol 14(2), pp.
415-422.
[11] Sari, Herlina, N dan Yudhyadi, I. G. N. K. 2013. Karakteristik Kekuatan Bending Kayu Komposit Polyester Diperkuat Serat Pandan Wangi dengan Filler Serbuk Gergaji Kayu. Jurnal Energi dan Manufaktur vol 6(2).