• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Sejarah Sosial, Masyarakat Transmigrasi, Sidoharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci : Sejarah Sosial, Masyarakat Transmigrasi, Sidoharjo."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Studi Sejarah Sosial Masyarakat Transmigrasi Di Desa Sidoharjo Jurusan Pendidikan Sejarah

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRAK

Humonggio, Rosita. 2014. Studi Sejarah Sosial Masyarakat Transmigrasi di Desa

Sidoharjo.Skripsi, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Gorontalo. Drs. Joni Apriyanto., M.Hum., dan Sutrisno Mohamad, S.Pd., M.Pd. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses masuknya masyarakat transmigrasi di Desa Sidoharjo, interaksi sosial masyarakat transmigrasi dengan masyarakat lokal, dan perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat transmigrasi di Desa Sidoharjo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat langkah yakni pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang banyak digunakan pada penelitian ini adalah sumber lisan karena para pelaku masih ada dan memungkinkan untuk diwawancarai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal kedatangan masyarakat transmigrasi ke Sidoharjo berlangsung sekitar tahun 1970an. Para transmigran yang datang merupakan transmigran lokal yang berasal dari Desa Sidomulyo, dan Desa Sidodadi Kecamatan Boliyohuto, dan transmigran spontan dari Banyuwangi Jawa Timur. Kedatangan transmigran dilatari oleh keinginan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dengan membuka lahan baru, berdasarkan data tahun 2013 Desa Sidoharjo terdapat 1612 jiwa. Semenjak kedatangan transmigran sampai dengan hari ini interaksi yang terjalin dengan masyarakat lokal (etnis Gorontalo) bisa dikatakan bersifat asosiatif karena banyak terjadi akulturasi budaya dan juga integrasi dalam kehidupan sosial diantara mereka. Namun ada suatu peristiwa yang sempat membuat masyarakat transmigrasi terganggu sehingga terjadi konflik antara masyarakat transmigran dengan orang Polahi di sekitar gunung. Namun konflik tersebut tidak mengarah pada persoalan etnik melainkan hanya kepentingan tertentu. Setelah menetap sampai dengan saat ini, kehidupan ekonomi, pendidikan, dan budaya masyarakat transmigran semakin meningkat walaupun tidak dalam kemewahan. Namun demikian, tujuan untuk mendapatkan kesempatan untuk berkembang dalam bidang ekonomi telah didapatkan, dan masyarakat transmigrasi di Sidoharjo telah merasa memiliki kekuatan ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya. Pada tahun 2012 tercatat bahwa masyarakat transmigran yang berprofesi sebagai Petani telah memberikan sumbangan terhadap pembangunan Desa, untuk petani tanaman Padi menyumbang sebesar Rp. 8.500.000., sementara itu petani tanaman Jagung menyumbang Rp. 3.150.000., dan petani tanaman Kelapa memberikan sumbangan sebesar Rp. 4.500.000,.

(3)

Nama : Rosita Humonggio Nim : 231 410 033

Judul : Studi Sejarah Sosial Masyarakat Transmigrasi di Desa Sidoharjo Pembimbing : 1. Drs. Joni Apriyanto, M.Hum

2. Sutrisno Mohamad, S.Pd., M.Pd

PENGANTAR

Transmigrasi merupakan salah satu program kependudukan yang telah lama dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Secara kontekstual tujuan pelaksanaan transmigrasi adalah untuk penyebaran penduduk secara merata di Indonesia, pemanfaatan sumber daya alam di daerah yang masih jarang penduduknya dengan menggunakan sumber daya yang berasal dari daerah luar. Dengan demikian maka diharapkan kesejahteraan masyarakat lokal dapat meningkat. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa program transmigrasi memiliki tujuan yang mulia bagi kemanusiaan di Indonesia secara umum.

Dilihat dalam konteks kebangsaan, sepertinya program transmigrasi yang dilaksanakan semenjak masa pemerintahan presiden Soekarno merupakan usaha dalam mempersatukan bangsa Indonesia melalui bidang sosial dan budaya. Sejak dahulu, yang menjadi objek dalam pelaksanaan program transmigrasi adalah masyarakat dari Pulau Jawa yang kebanyakan memang merupakan suku Jawa itu sendiri. Ditinjau dari keadaan pulau Jawa yang penduduknya sangat padat dibandingkan dengan pulau – pulau lain di Indonesia, maka tidak terlalu mengherankan apabila memang selama ini program transmigrasi selalu dilaksanakan dari pulau Jawa ke pulau – pulau lainnya di luar pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya.

(4)

Adanya program transmigrasi memungkinkan perubahan yang terjadi di daerah tempat tujuan transmigrasi mulai dari persoalan sosial, budaya, ekonomi, bahkan dalam aspek politik. Hal ini disebabkan karena kedatangan suku Jawa yang sebagai transmigran akan mempengaruhi kehidupan sosial seperti interaksi sosial, perubahan sosial dan sebagainya bagi penduduk lokal. Begitu pula dalam aspek budaya. Tidak sedikit terjadi akulturasi bahkan asimilasi budaya antara suku Jawa sebagai Transmigran dan suku – suku lainnya sebagai penduduk asli yang telah lama menempati daerah yang menjadi tujuan transmigrasi. Perubahan – perubahan dalam aspek ekonomi dan juga politik kemungkinan besar akan terjadi pula di daerah yang menjadi tujuan transmigrasi tersebut.

Melihat latar belakang masalah tersebut diatas, maka pada kesempatan ini penulis akan meneliti bagaimana kehidupan sosial masyarakat transmigrasi di Desa Sidoharjo dalam perspektif sejarah. Adapun yang menjadi judul dalam penelitian skripsi ini adalah Studi Sejarah Sosial Masyarakat Transmigrasi di Desa Sidoharjo. MASUKNYA MASYARAKAT TRANSMIGRASI

Sebelum kedatangan masyarakat transmigrasi dari Desa Sidomulyo ke Desa Sidoharjo, lokasi ini masih merupakan hutan belantara yang bisa dikatakan belum ada pengelolahnya ataupun orang yang menghuninya. Keadaan ini memang dijadikan peluang bagi masyarakat transmigrasi untuk mengembangkan kehidupan ekonominya. Perpindahan penduduk yang dilakukan tentu memiliki tujuan tertentu termasuk juga tujuan secara ekonomis. Kondisi ekonomi masyarakat yang tidak mendukung di daerah asal menjadi salah satu latar belakang sehingga terjadinya perpindahan penduduk.

Masyarakat transmigrasi yang ada di Desa Sidoharjo sebagian besar merupakan transmigran lokal dari Desa Sidomulyo dan Desa Sidodadi yang sekarang berada di Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Pada tahun 1970, masyarakat transmigran dari Sidomulyo melakukan perpindahan penduduk ke Sidoharjo.

(5)

Dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat yang bernama Noto Prawiro, rombongan yang berjumlah kurang lebih 40 orang melakukan perjalanan menuju Sidoharjo yang saat itu masih hutan belantara dan daerahnya belum siap untuk dikelolah langsung. Bisa dikatakan bahwa perjalanan Mbah Noto Prawiro beserta rombongan merupakan rintisan awal dari pembukaan lahan yang kemudian berkembang menjadi Desa Sidoharjo. Dalam perjalanan menuju lahan baru tersebut, rombongan ini diperhadapkan dengan kondisi jalan yang sangat sulit. Tentu saja mengingat daerah ini masih merupakan daerah yang bebas dan juga merupakan hutan belantara.

Setelah memutuskan untuk menetap di daerah tersebut, keluarga para rombongan perintis pembukaan lahan baru itu mulai berdatangan dan ikut mendiami lahan baru tersebut. Setelah mendiami tempat tersebut, maka kembali mereka melakukan musyawarah dan Noto Prawiro mengusulkan apabila tempat yang mereka buka tersebut kelak menjadi ramai, maka tempat tersebut diberi nama Sidoharjo yang dalam bahasa Jawa artinya menjadi sejahtera dan makmur. Saat pembukaan pertama, secara administrasi lahan tersebut masih merupakan wilayah dari Desa Diloniyohu Kecamatan Paguyaman Kabupaten Gorontalo. Dan kegiatan yang dilakukan oleh rombongan transmigran lokal tersebut mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat. Tempat awal yang menjadi pusat pembukaan lahan tersebut sekarang menjadi dusun yaitu dusun Purworejo.

Selain transmigran lokal dari daerah sekitar, terdapat pula masyarakat transmigran langsung dari Jawa. Transmigran spontan yang datang dari pulau Jawa banyak berasal dari daerah Jawa Timur. Kedatangan mereka karena faktor ekonomi pula, mereka datang setelah lahan baru terbuka menjadi pemukiman. Adanya ikatan keluarga antara masyarakat transmigran yang telah lebih dahulu datang ke Desa Sidoharjo menjadi salah satu faktor juga sehingga mendorong transmigran spontan dari pulau Jawa tersebut datang. Selain itu, kesulitan untuk mendapatkan tempat baik untuk ditinggali maupun tempat untuk dikelolah sebagai pendongkrak kehidupan

(6)

ekonominya turut pula menjadi faktor penentu dalam proses mobilitas sosial ke Desa Sidoharjo.

KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT TRANSMIGRASI

Keberadaan masyarakat transmigrasi hampir di seluruh wilayah Indonesia telah memberikan dampak yang signifikan baik dari bidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Bagaimana tidak, dengan terjadinya interaksi antara dua suku atau bahkan lebih akan menimbulkan berbagai macam dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Potensi terjadinya konflik sosial yang bisa mengancam integrasi bangsa sangat memungkinkan, begitu pula halnya dengan terjadinya proses integrasi sosial diantara suku – suku di berbagai pulau di Indonesia yang semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan penyebaran suku Jawa ke luar pulau Jawa telah menandakan era baru kemajemukan bangsa yang terdapat hampir di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terkait dengan masyarakat transmigrasi di Sidoharjo, proses integrasi juga akan menjadi fokus pada penelitian ini dikarenakan sepanjang periode pembukaan lahan sekitar tahun 1970 sampai dengan awal abad ke – 21 sekarang ini, terlihat bagaimana proses integrasi sosial antara suku Jawa sebagai masyarakat transmigran dengan suku Gorontalo sebagai masyarakat Lokal. Berdasarkan data tahun 2012 di Sidoharjo terdapat 1315 etnis Jawa, 285 etnis Gorontalo, dan 2 orang etnis Makasar.sangat terlihat jelas bagaimana dominasi etnis Jawa yang berkembang dari masyarakat transmigrasi di Sidoharjo. Sudah banyak unsur – unsur budaya yang dimiliki oleh tiap – tiap suku di Sidoharjo menjadi satu sehingga sudah sulit dibedakan antara suku Jawa dan Gorontalo. Sebagai contoh tarian kuda lumping yang menjadi ciri khas dan hanya dimainkan oleh orang – orang Jawa, di Desa Sidoharjo terlihat bagaimana tarian itu nampak tidak hanya dimainkan oleh orang – orang Jawa saja, sudah banyak orang – orang Gorontalo yang paham dan mampu untuk mempertunjukkan tarian kuda lumping. Kenyataan bahwa tarian kuda lumping yang

(7)

katanya hanya mampu dipahami dan dilakukan oleh orang Jawa ternyata tidak berlaku di Sidoharjo. Tarian ini sudah mampu dilakukan oleh orang – orang Gorontalo yang berada di Sidoharjo. Pemandangan seperti ini sekarang sudah biasa ditemukan pada masyarakat Desa Sidoharjo.

Integrasi yang terjadi antara masyarakat transmigran (orang Jawa) dengan masyarakat lokal (orang Gorontalo) sampai dengan hari ini tentunya memiliki faktor pendorong. Selain yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa karakteristik orang Jawa yang sopan, santun, sederhana dan sebagainya yang telah membuat mereka mudah diterima, juga terdapat faktor lain yang menjadi pendorong terjadinya integrasi sosial yakni kondisi ekonomi yang tidak mengecewakan diantara dua kelompok etnik yang paling dominan di Desa Sidoharjo ini. Orang Jawa dan orang Gorontalo merasa mereka sama – sama mendapatkan kesempatan dalam meningkatkan kehidupan ekonominya.

Faktor keagamaan juga telah memberikan pengaruh yang besar. Agama yang dianut oleh orang Jawa dan Gorontalo memiliki kesamaan yaitu Islam, sehingganya faktor kesukuan menjadi tidak terlalu menonjol karena ada beberapa ritual keagamaan yang memiliki kesamaan, seperti halnya syukuran, pernikahan, dan sebagainya. Walaupun dilaksanakan dengan tata cara yang berbeda, namun inti dari semua kegiatan tersebut sama yakni meminta rahmat dari Allah SWT. Keadaan ini telah memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa mereka adalah satu bagian dari umat Islam. Nampak bahwa sikap yang menganggap bahwa suku mereka lebih baik dibandingkan dengan suku lainnya berusaha diredam oleh masyarakat. Disatu pihak masyarakat transmigrasi sangat sadar dan memahami bahwa mereka datang dengan tujuan untuk mensejahterakan keluarga dan harus berusaha menghormati dan menghargai penduduk asli (Gorontalo), dan dilain pihak orang Gorontalo sebagai penghuni tempat disekitaran Desa Sioharjo yakni di Lakeya sangat terbuka dan menyambut kedatangan masyarakat transmigrasi tersebut.

(8)

Setiap kelompok masyarakat tentu memiliki suatu kebiasaan yang lahir baik dari keadaan yang memaksa maupun dari suatu kebiasaan yang diturunkan dari nenek moyang mereka sampai kepada anak cucunya. Suatu kebiasaan yang dilakukan sejak dulu sampai dengan sekarang ini dan masih terus dilestarikan merupakan bentuk tradisi yang ada dalam masyarakat. Terdapat ragam bentuk tradisi yang dilaksanakan dalam masyarakat, termasuk juga makna ataupun nilai yang terkandung didalamnya. Keragaman tradisi tersebut bergantung pada keadaan alam dan juga keadaan mentalitas suatu masyarakat.

Dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat transmigrasi di Desa Sidoharjo, yang secara keseluruhan adalah etnis Jawa tentu memiliki tradisi yang dibawah dan dikembangkan dari daerah asal mereka ke daerah yang baru. Masyarakat Jawa dikenal dengan kemampuan dalam melestararikan dan juga mengembangkan tradisi yang dimiliki sejak dahulu kala. Terlebih lagi secara teritorial Sidoharjo merupakan suatu daerah pedesaan yang tentu memiliki pengaruh terhadap pembentukan karakter masyarakat. Masyarakat pedesaan sangat dikenal dengan pola kehidupan yang tradisional dan masih mempertahankan eksistensi dari tradisi yang ada.

Kehidupan Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat Transmigran

Tujuan awal dari perpindahan penduduk yang dilakukan dari Desa Sidomulyo dan Sidodadi adalah untuk meningkatkan kehidupan ekonomi demi kesejahteraan anak cucunya. Inilah yang menjadi kekuatan utama sehingga para transmigran tersebut berupaya untuk membuka lahan baru di Sidoharjo sekarang walaupun rintangan yang besar dihadapi. Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa keadaan ekonomi masyarakat transmigran Sidoharjo di daerah asal sangat memprihatinkan dan tidak menjanjikan, karena lahan yang sudah sempit. Jangankan untuk lahan pertanian, untuk tempat tinggal saja sulit untuk ditemukan dan dikembangkan. Keadaan ini mempengaruhi motivasi kerja para transmigran untuk lebih giat lagi

(9)

ditanah yang baru mereka buka. Bagian ini akan menguraikan bagaimana ketercapaian tujuan yang sejak awal dicanangkan oleh masyarakat pelopor transmigrasi ke Sidoharjo.

Kehidupan ekonomi masyarakat transmigran di Sidoharjo lebih didominasi oleh sektor pertanian. Adanya tanah yang cukup luas untuk digarap menjadi lahan pertanian yang produktif menjadi faktor utamanya, serta keahlian yang dimiliki dalam bidang pertanian juga menjai faktor pendukung sehingga masyarakat transmigran di Sidoharjo bertahan dan membuka pemukiman untuk keluarga mereka. Ketekunan dan keuletan yang dimiliki oleh masyarakat transmigran telah dijadikan modal utama dalam mempertahankan dan bahkan mengembangkan ekonomi di tanah yang baru dan masih tergolong hutan belantara di awal kedatangan mereka. Motivasi untuk hidup lebih baik lagi menjadi pendorong dalam aktivitas ekonomi.

Sampai dengan hari ini, tercatat 369 orang yang bermata pencaharian sebagai petani, 304 orang buruh tani, 79 orang sebagai pengusaha kecil dan menengah, 42 orang sebagai karyawan perusahaan swasta, 21 orang pedagang keliling, 11 orang Pegawai Negeri Sipil, 2 orang peternak, 2 orang dukun kampung terlatih, 1 orang TNI, 1 orang POLRI, 1 orang pensiunan PNS, dan 1 orang buruh migran perempuan1. Sangat jelas bagaimana pertanian menjadi alternatif utama dalam menjalankan roka perekonomian masyarakat baik sebagai petani yang memiliki lahan maupun sebagai buruh tani yang menggarap tanah milik orang lain. Tidak meragukan lagi jika dikatakan bahwa Desa Sidoharjo merupakan daerah pertanian.

Simpulan Dan Saran Simpulan

Kedatangan masyarakat transmigrasi di Sidoharjo dilatar belakangi oleh keadaan sosial dan ekonomi di tempat asal mereka. Artinya bahwa kepadatan

1

Daftar Isian Profil Desa Sidoharjo, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo tahun 2012., hal 19.

(10)

penduduk yang berdampak pada kurangnya lahan yang tersedia untuk digarap sebagai lahan pertanian dan juga untuk tempat tinggal telah menjadi faktor pendorong sehingga terjadinya perpindahan penduduk tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah etnis Jawa yang berasal dari Desa Sidomulyo, Desa Sidodadi, dan juga ada yang berasal dari pulau Jawa seperti daerah Banyuwangi Jawa Timur. Proses transmigrasi yang dilakukan merupakan kategori transmigrasi spontan karena atas dasar kemauan, motivasi, dan bahkan biaya mereka sendiri. Hal ini pula yang menjadi pendorong agar berusaha keras untuk berhasil ditanah baru yang awalnya adalah hutan belantara. Pada awal masa kedatangan mereka, sudah ada masyarakat lokal yakni suku Gorontalo, namun suku Gorontalo tersebut belum membuka lahan yang sekarang berkembang menjadi Desa Sidoharjo. Mereka masih berada di sekitaran wilayah yang sekarang menjadi Desa Lakeya dan Himalaya. Kedatangan masyarakat transmigrasi di daerah Sidoharjo yang waktu itu masih hutan belantara mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat lokal (suku Gorontalo). Ini ditandai dengan adanya beberapa tokoh masyarakat Gorontalo yang memberikan dukungan pembukaan lahan tersebut. Karakter masyarakat Jawa yang sopan, santun, dan sederhana merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya interaksi yang asosiatif antara penduduk lokal dan transmigrasi. Tidak hanya itu, motivasi untuk mengembangkan kehidupan ekonomi masyarakat transmigrasi juga tidak dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat lokal yang saat itu sudah lebih dahulu ada walaupun jaraknya sedikit berjauhan.

Sampai sejauh ini, keberadaan masyarakat transmigrasi di Sidoharjo bukan tanpa rintangan dan juga ancaman. Sempat terjadi konflik di era akhir abad ke – 20 antara masyarakat transmigrasi dengan orang – orang polahi di sekitar pegunungan. Walaupun konflik tersebut tidak membawa isu etnis, namun konflik tersebut telah menjadi memori kolektif masyarakat transmigrasi sebagai bagian dari pengalaman hidup di Sidoharjo. Konflik tersebut dilatari ketidakpuasan orang – orang Polahi terhadap keberadaan masyarakat transmigran sehingga mereka mencuri hewan ternak

(11)

milik masyarakat transmigrasi. Masyarakat transmigrasi tidak menerima begitu saja perlakuan dari orang – orang Polahi sehingga mereka memutuskan untuk melawan. Konflik berakhir dengan upaya pemindahan orang – orang Polahi di daerah pegunungan yang berjauhan dengan masyarakat transmigrasi di Sidoharjo. Satu hal yang perlu dicatat dalam peristiwa tersebut yakni peristiwa itu tidak patut dianggap sebagai konflik etnis karena ada sebagian besar masyarakat Gorontalo yang mendukung dan bahkan melakukan pembelaan kepada masyarakat transmigrasi untuk tetap bertahan di Sidoharjo.

Sampai dengan saat ini, bisa dikatakan bahwa masyarakat transmigrasi berhasil mempertahankan kehidupan mereka di Sioharjo dan bahkan mengembangkannya. Banyak tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat transmigrasi yang notabenenya adalah etnis Jawa, seperti tarian Kuda Lumping, tradisi berseh deso, selamatan dan sebagainya. Bahkan tradisi tersebut tidak hanya diikuti oleh masyarakat transmigrasi melainkan penduduk lokal atau etnis Gorontalo. Banyak juga orang Jawa transmigran yang telah memahami bahasa Gorontalo dan bahkan mampu menggunakannya, begitu pula sebaliknya, ada sebagian orang Gorontalo yang telah mengerti dan bahkan menggunakan bahasa Jawa dalam interaksi sehari – hari.

Sejak periode kedatangan masyarakat transmigran sampai dengan saat ini, telah terjadi perkembangan kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat transmigrasi itu sendiri. Banyak dari mereka yang memiliki lahan untuk dikelolah sebagai lahan pertanian dan juga untuk tempat tinggal. Keahlian yang dimiliki dalam bersawah membuat mereka bertahan dan bahkan berkembang dalam kehidupannya. Kebanyakan dari mereka sudah memiliki mata pencaharian dengan berbagai profesi yang bisa meningkatkan kehidupan ekonomi. Keadaan seperti inilah yang menjadi impian masyarakat transmigran saat kedatangan pertama mereka di Sidoharjo. Sehingga mereka menganggap keputusan para pelopor pembukaan lahan untuk berpindah ke Sidoharjo sangat tepat dan tidak ada yang disesali. Kehidupan ekonomi mereka meningkat dan terus berpengaruh terhadap jangkauan pendidikan. Jika dahulu

(12)

mereka datang dengan latar pendidikan sekolah dasar dan bahkan tidak tamat, maka sekarang ini kebanyakan dari anak cucu mereka telah menikmati perkembangan pendidikan yang ada. Satu demi satu keturunan mereka menamatkan sekolah bahkan sampai pada tingkat perguruan tinggi.

A. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan diatas, maka penulis melahirkan saran yang dapat dijadikan rekomendasi ke berbagai pihak yakni :

1. Kepada Pemerintah : mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada kesejahteraan kehidupan rakyat baik sosial, ekonomi, maupun budaya, dan lebih spesifik lagi untuk masyarakat transmigrasi di Sidoharjo.

2. Kepada masyarakat : selalu menjaga keharmonisan hubungan di Sidoharjo baik antar sesama etnis maupun antara etnis yang satu dengan yang lainnya guna tercapainya persatuan dan kesatuan untuk pembangunan bangsa. DAFTAR PUSTAKA

A. Buku, Skripsi, Tesis, Disertasi

A Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Ombak Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya

Bayu Setiawan. 2011. Program Transmigrasi : Upaya Mengatasi Permasalahan

Kependudukan dan Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, dalam

Mita Noveria (Editor). Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahteraan, Jakarta : LIPI Pres

Beni Ahmad Saebani. 2012. Pengantar Antropologi, Bandung : Pustaka Setia Esti Ismawati. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta : Ombak

Harry Heriawan Saleh, dkk. 2013. Naskah Akademik Arah Kebijakan

Ketransmigrasian Tahun 2015 – 2019., Pusat Penelitian dan

Pengembangan Ketransmigrasian Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

(13)

Helman Manay. 2013. Transmigrasi Indonesia di Tengah Ancaman Disintegrasi

Nasional (Studi Kasus Transmigrasi di Gorontalo Tahun 1950 – 1960),

Tesis Program Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro : Semarang

Kuntowijoyo. 2013. Sejarah Sosial, dalam M. Nursam (Penyunting). Sejarah Sosial :

Konseptualisasi, Model dan Tantangannya, Yogyakarta : Ombak

M. Dahlan Yacub Al – Barry. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi, Surabaya : Penerbit Indah Surabaya

Mirwanto Manuwiyoto. 2004. Mengenal dan Memahami Transmigrasi, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Mona Lohanda. 2011. Membaca Sumber Menulis Sejarah, Yogyakarta : Ombak Nicholas Abercrombie, Stephen Hill, Bryan S. Turner. 2010. Kamus Sosilogi,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Novrimanto Akutali. 2014. Etnik Jawa di Tolangohula (Tahun 1973 – 2013) : Studi

Sejarah Sosial, Skripsi. Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Gorontalo

Patrice Levang. 2003. Ayo Ke Tanah Sabrang : Transmigrasi di Indonesia, Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia

Paul Thompson. 2012. Teori dan Metode Sejarah Lisan. Yogyakarta : Ombak

Paulus Wirutomo, dkk. 2012. Sistem Sosial Indonesia, Jakarta : Universitas Indonesia Press

Piotr Sztompka. 2011 (cetakan ke – 6). Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Prenada Media Group

Sartono Kartodirdjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia

________________. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

________________. 2013. Sejarah Sosial, dalam M. Nursam (Penyunting). Sejarah

(14)

Siswono Yudohusodo. 1998. Transmigrasi : Kebutuhan Negara Kepulauan

Berpenduduk Heterogen Dengan Persebaran Yang Timpang, Jakarta :

Jurnalindo Aksara Grafika

Soerjono Soekanto. 2006 (edisi baru). Sosiologi Suatu pengantar, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Sugeng Priyadi. 2011. Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Bekerja Sama Dengan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto _____________. 2012. Metode Penelitian pendidikan Sejarah, Yogyakarta : Ombak Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1972 Tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok

Transmigrasi., pasal Pasal B. Arsip Desa

Daftar Isian Profil Desa Sidoharjo, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo Tahun 2012

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Desa Sidoharjo Tahun 2013. Laporan Tingkat Perkembangan Desa Sidoharjo, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian prestasi kerja yang dilakukan dengan baik serta pemberian reward yang sesuai dengan kinerja karyawan dapat membantu meningkatkan motivasi serta loyalitas

(Iya mbak, keduanya adalah warga asli desa Alang-Alang Caruban, mereka sudah bercerai, kemudian kalau masalah menikah lagi, hal itu sudah tersebar beritanya mbak,

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, tanaman yang potensial digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada kebun kelapa sawit menghasilkan adalah Asystasia gangentica,

Berdasarkan hasil perhitungan tabel 2 di atas, diketahui besar koefisien tenaga kerja Industri Bawang Goreng Triple C sebesar 0,27 didapatkan dari pembagian

Tersebut di bawah ini merupakan orang yang tidak dikenai taklif (tuntutan) hukum dalam Islam, kecuali :.. Anak yang belum

Garap catur lakon Kalabendu sajian Manteb Soedharsono terdapat garap janturan ( janturan adegan), garap pocapan ( pocapan peristiwa), dan garap ginem ( ginem blangkon ).(3)

Target SKP guru, kepala sekolah, dan guru yang diberi tugas tambahan sebagai pejabat fungsional tertentu, adalah pelaksanaan tugas jabatan guru yang berdampak pada perolehan

Hasil penelitian ini adalah secara serempak maupun parsial tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dengan kata lain bahwa earning per share