• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 20. Interval pendapatan keluarga pada keluarga ibu beke rja dan keluarga ibu tidak bekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 20. Interval pendapatan keluarga pada keluarga ibu beke rja dan keluarga ibu tidak bekerja"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

VIII. KESEJAHTERAAN

KELUARGA

8.1. Pendapatan Keluarga (Income)

Pendapatan keluarga merupakan total peildapatan (income) KK, ibu dan anggota keluarga lainnya yang diperoleh dari pekejaan pokok, peke qaan tarnbahan ataupun pendapatan dari sumber lainnya (non income) dalam 1 bulan. Rata-rata pendapatan seluruh keluarga responden adalah Rp 619.008 perbulan (Lampiran 15). Jumlah ini rata-rata tersebut lebih kecil dibandingkan rata-rata pendapatan keluarga ibu bekerja yaitu Rp 724.967 sedangkan rata-rata pendapatan keluarga ibu tidak bekerja dibawah rata-rata pendapatan seluruh responden (Rp 513.050).

1

mtidak bekerja

1

150 OW.l-250.000 11,90% o%

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Jumlah (Keluarga)

Gambar 20. Interval pendapatan keluarga pada keluarga ibu beke rja dan keluarga ibu tidak bekerja

Dari rata-rata pendapatan dan distribusi pendapatan pada Gambar 20 dapat dilihat keadaan ekonomi keluarga ibu bekeja lebih tinggi dari keluarga ibu tidak

(2)

b'ekerja. Keluarga ibu tidak bekerja yang memiliki p e n d a p a t ~ lebih kecil atau sama dengan Rp 500.000 jumlahnya mencapai dua kali lipat dibanding pada keluarga ibu bekerja. Hasil statistik (Lampitan 11) rnenunjukkan bahwa pendapatan keluarga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan faktor ibu bekeja atau ibu tidak bekerja (x2=20$17; p=0,001). Faktor tersebut memiliki korelasi yang sangat kuat (r = 0,335; p= 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa peran ibu dalam memberikan kontribusi ekonorni memiliki dampak yang positif terdapat pendapatan keluarga.

Jumlah anggota keluarga m e ~ p a k a f l salah satu motivasi keluarga untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Hasil uji chi-square menunjukan jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang sangat signifikan terhadap pendapatan keluarga (xZ = 15,214; p=0,009). Semakin besar jumlah suatu keluarga maka makin besar pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarganya (Lampiran 5).

Ditemukan 3 keluarga ibu tidak bekerja dan 4 keluarga ibu bekerja yang anggota keluarganya selain KK dan ibu ikut memberikan penghasilan kepada keluarga, yaitu mertua dan anak. Narnun penghasilan yang mereka berikan sangat kecil (Rp 10.000 - 30.000 per bulan) dan sebagaian yang lain bekerja membantu orang tua sehingga tidak mendapatkan upah moneter (uang).

Pendapatan kepala keluarga (KK) rnerupakan total pendapataan suami dari pekerjaan pokok, pekerjaan tambahan dan sumber pendapatan lainnya (Lampiran 15). Rata-rata pendapatan seluruh KK adalah Rp 480.099. Selisih pendapatan KK minimum dan maksimum rnenujukkan jumlah yang sangatan ekstrim. Hal ini menujukkan kesenjangan yang cukup besar antara KK yang satu dengan yang lainnya. Pendapatan KK yang terkecil adalah Rp 30.000 dan pendapatan terbesar Rp 1.500.000.

(3)

Gambar 21. Pendapatan Kepala Keluarga (KK)

Lebih dari 60% pendapatan KK berkisar antara Rp 250.000 - Rp 750.000. Pendapatan yang kurang dari Rp 150.000 hanya dimiliki oleh 5,06% keluarga saja (Gambar 21). Dilihat dari interval pendapatan KK pada Gambar 14 tidak terdapat perbedaan yang menyolok antara pendapatan KK pada keluarga ibu bekeja dengan keluarga ibu tidak bekerja,

Hasil analisa terhadap 79 keluarga ibu bekerja, rata-rata ratio pendapatan ibu terhadap total pendapatan keluarga adalah 0,33 dengan ratio minimal 0,03 dan ratio maksimal 0,90. Gambar 22 memperlihatkan jumlah pendapatan ibu yang masih sangat rendah. Separuh dari ibu mmah tangga bekeja (persenti1 50) dapat memberi kontribusi sebesar 27% hingga 90% dalam pendapatan keluarga. Rata-rata pendapatan ibu mmah tangga adalah Rp 257.61 1. Persentase ibu ~ m a h tangga yang memiliki pendapatan dibawah rata-rata adalah 60,76% keluarga.

(4)

10.000-100.000 41 -77%

0 5 10 15 20 25 30 35

Jumlah (% Keluarga)

Gambar 22. Interval pendapatan ibu bekerja

Untuk mengelola dan menyimpan penghasilan sebagian besar ibu melakukannya sendiri. Ibu yang langsung mengelolaan pendapatannya sendiri adalah 87,18% orang, selebihnya KK terlibat dengan lebih dominan 10,26% dan mengelolanya secara bersama-sama 2,56%. Dalam menyirnpan hasil pendapatannya ibu lebih banyak rnelakukannya sendiri dibanding dalam ha1 pengelolaan, yaitu 94,87%. Hanya sebagian kecil KK yang terlibat dalam rnenyimpan penghasilan ibu 2,56% (Gambar 23).

(5)

Jwnlah Keluarga

Gambar 23. Pengelola dan penyimpan penghasilan ibu rumah tangga Pendapatan ibu menjadi pemasukkan rutin bagi 82,28% keluarga ibu bekeja setiap bulannya. Hanya 6,33% keluarga yang kontribusi pendapatan ibu bersifat musiman dan 11,39% keluarga bersifat kadang-kadang. Sifat kontribusi ibu yang dominan rutin menunjukkan bahwa pendapatan ibu bekerja dapat menjadi salah satu pegangan untuk memenuhi pengeluaran bulanan keluarga. Hal ini juga tampak pada pengalokasian penggunaan pendapatan ibu yang lebih banyak untuk keperluan keluarga dari pada untuk kepentingarr dirinya sendiri.

Tabel 38. Sifat kontribusi pendapatan ibu bekerja per bulan

Urutan alokasi penggunaan pendapatan ibu bekerja untuk kepentingan keluarga disajikan pada Tabel 38. Hampir seluruh ibu bekerja (93,67%) menggunakan pendapatannya sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,

Persentase (%) 82.28 6.33 11.39 . No. 1. 2. 3.

Sifat kontribusi pendapatan Rutin Musiman Kadang-Kadang Jumlah (Keluarga) 65 5 9

(6)

'

seperti untuk membeli bahan makanan, sabun, gula-kopi-feh, dan lainnya. Selain itu

pendapatan ibu digunakan untuk berobat atau membeli obat bebas jika ada anggota keluarga mereka yang sakit (65,82%), membiayai kebutuhan sekolah dan uang saku anak baik anak yang sudah masuk sekolah maupun yang belum usia sekolah (56,96 %)),- keluarga yang menggunakan kembali penghasilan ibu untuk modal dalam mengembangkan usaha ibu (7,59%), membeli perhiasan emas (2,53%) dan membeli kosmestik (34,18%).

Penggunaan pendapatan untuk pembelian kosmestik pada umumnya dilakukan oleh keluarga yang memiliki anak usia remaja atau gadis agar mereka dapat berpenampilan menarik. Ibu rumah tangga tidak terlalu merawat kecantikan dirinya lagi dengan alasan sudah menikzh sehingga tidak perlu berdandan untuk menarik perhatian lawan jenis.

Tabel 39. Alokasi penggunaan pendapatan ibu bekeja

8.2. Pengeluaran Keluarga (Expenditure)

Biaya yang dikeluarkan rata-rata keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah Rp 522.451. Jumlah pengeluaran terkecil adalah Rp142.500 dan pengeluran terbesar adalah Rp 1.377.166. Biaya-biaya ini digunakan oleh setiap

(7)

keluaiga' untuk memenuhi kebutuhan makan, kesehatan, kebersihan dasar tubuh (sabun cuci, sabun mandi dan pasta gigi), transportasi, pakaian, anak sekolah dan kebutuhan lainnya. Pengeluaran untuk kebutuhan lainnya meliputi pengeluaran yang tidak selalu dimiliki oleh setiap keluarga, seperti pengeluaran untuk membayar kredit, arisan, kontrakan rumah dan pengeluaran untuk membeli kosmestik.

1.

ibu bekerja

1

Jumlah keluarga (%)

Gambar 24. Jumlah pengeluaran bulanan

Jumlah pengeluaran pada kedua kelompok keluarga sangat berbeda nyata. Rata- rata pengeluaran keluarga ibu bekeja lebih besar dibandingkan keluarga ibu tidak bekerja. Rata-rata pengeluaran bulanan keluarga ibu bekeja adalah Rp 601.334 sedangkan pengeluaran keluarga ibu tidak bekerja hanya Rp 443.568. Pada Gambar 24 tampak bahwa keluarga dengan pengeluaran di bawah Rp 250.000 pada keluarga ibu tidak t 2 i e j a lebih banyak (6,33%) dibanding keluarga ibu bekerja (1,90%). Keluarga yang memiliki pengeluaran antara Rp 250.001- 500.000 pada keluarga ibu tidak bekeja adalah 24,68% sedangkan pada keluarga ibu tidak bekeja hanya

(8)

12,66%. Pada Keluarga ibu tidak bekerja ditemukan jumlah keluarga dengan pengeluaran lebih dari Rp 500.000 sebanyak 18,99% sedangkan pada keluarga ibu bekerja mencapai 35,44%.

Dari uji chi square yang dilakukan (Lampiran 4) keberadaan ibu bekerja . memiliki hubungan dengan jumlah pengeluaran keluarga dengan sangat nyata (x2=20,417; p=0,001). Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan tampak bahwa ibu bekejdtidak bekeja memiliki bubungan yang sangat kuat dengan jumlah pengeluaran bulanan setiap keluarga ( ~ 0 , 3 5 9 ; p= 0,001).

8.2.1. Pengeluaran untuk Makan

Jumlah biaya makan yaqg dikeluarkan oleh keluarga rata-rata setiap bulan adalah Rp 301.075 perbulan dengan pengeluaran minimal Rp 100.000 dan pengeluaran maksimal Rp 600.000. Dari Tabel 40 tampak bahwa biaya makan yang dikeluarkan oleh keluarga ibu bekerja lebih besar dibandingkan biaya makan yang dikeluarkan oleh keluarga ibu tidak bekerja. Lebih dari 50 % keluarga ibu tidak bekerja yang pengeluaran untuk biaya makan di bawah rata-rata.

Tabel 40. Pengeluaran mmah tangga untuk biaya makan

Besamya rata-rata ratio pengeluaran keluarga untuk makan terhadap jumlah pengeluaran setiap bulan mencapai 0,63 (Lampiran 15). Rata-rata ratio pengeluaran

(9)

'untuk makan terhadap pengeluaran bulanan pada keluarga ibu bekerja lebih kecil (0,61) dibanding keluarga ibu tidak bekerja (0,61). Semakin besar ratio pengeluaran untuk makanan (pangan) maka semakin kecil alokasi penegeluaran keluarga untuk kebutuhan non pangan. Kmdisi ini menunjukkan semakin rendahnya kemempuan perekonomian keluarga.

Hasil uji korelasi (Lampiran 4) juga menujukkan bahwa biaya makan secara nyata berhubungan positif dengan konbibusi pendapatan ibu dalam rumah tangga (r=0.314**) dan tingkat pendapatan keluarga (1-.846**). Hal ini menujukkan biaya m semakin besar pendapatan keluarga semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk makan. Selain itu secara nyata biaya makan per kapita juga berhubungan positif dengan pendapatan keluarga (14.701

**).

Dengan demikian dapat dikatakan kualitas dan kuantitas makan yang dikonsumsi oleh keluarga ibu bekerja lebih baik dari makanan yang dikonsumsi oleh keluarga ibu tidak bekeja.

8.2.2. Pengeluaran Kesehatan dan Pemeliharaan Kebersihan Dasar Tubuh Masyarakat kita tidak memiliki alokasi khusus dalam menganggarkan biaya kesehatan. Biaya kesehatan umumnya dipemntukkan untuk pengobatan (bukan untuk upaya pencegahan dari penyakit). Pengeluaran biaya kesehatan masih sangat rendah. Lebih dari 65% keluarga mengeluarkan biaya kesehatan i Rp 5000 (Tabel 41). Besamya pengeluaran bulanan keluarga untuk kesehatan tidak berhubungan dengan variabel kontribusi ibu dalam ekonomi mmah tangga (ibu bekerja atau tidak bekeja) mengalami perbedaan yang sangat nyata (xZ : 18.404**). Kontribusi ibu dalam ekonomi ~ m a h tangga secara nyata memiliki korelasi yang positif dengan jumlah pengeluaran biaya kesehatan per bulan (&.341**).

Rata-rata ratio pengeluaran keluarga untuk biaya kesehatan pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja sangat kecil (0,Ol). Jumlah pengeluaran kesehatan paling besar pada keluarga ibu bekeja hanya 0,06 sedangkan pada keluarga ibu tidak

(10)

bekerja hanya 0,05. Ditemukan adanya keluirga yang tidak memiliki alokasi pengeluaran dan penggunaan biaya kesehatan. Hal ini tidak menujukkan tingkat kesehatan keluarga yang sangat sehatltidak sakit, tetapi karena adanya program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang digalakkan pemerintah. JPKM memberikan pelayanan kesehatan dasar secara gratis dan d m sebagain yang lain dikenakan biaya Rp 2.000. Untuk pelayanan kelahiran JF'KM membebaskan biaya persalinan di bidan. Keluarga ibu bekeja memiliki kemampuan lebih besar untuk mengeluarkan biaya kesehatan di antara Rp 10.000

-

20.000 dan Rp 20.000

-

30.000, yaitu sebanyak 5,06% dan 8,23%. Keluarga ibu bekeja mampu mengeluarkan biaya kesehatan diatas Rp 10.000 setiap bulannya hanya 1,26%.

Tabel 41. Persentase keiuarga ibu tidak bekerja dan ibu bekeja yang tinggal dekat PKM dan jauh dari PKM berdasarkan jumlah pengeluaran biaya kesehatan per-bulan

Berdasarkan hasil pengamatan jarak rumah terhadap lokasi PKM tidak menunjukkan adanya hubungan yang positif dan tidak saling berhubungan (x2 : 2.140 dan r: -0.030). Sebaliknya biaya kesehatan memiliki hubungan positif dengan tingkat pendidikan KK d m pendapatan keluarga. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan

KK

maka semakin besar pengeluaran yang dialokasikan untuk kesehatan (~0,174*). Pendapatan keluarga memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap biaya kesehatan yang dike1uarh.m oleh keluarga( x2: 20.441*), akan tetapi keduanya niemiliki korelasi yang sangat kuat (r: 0,201**).

(11)

Besar pengeluaran kesehatan tidak menunjukkan bahwa keluarga tersebut dalam tingkat kesehatan yang rendah. Hal ini menunjukkan kepedulian keluarga terhadap kesehatan lebih tinggi. Saat mereka medapatkan gangguan kesehatan mereka tidak membiarkan penyakit tersebut, tetapi melakukan pengobatan dengan pengobatan sendiri terlebih dahulu dan melanjutkan dengan melakukan pengobatan medis (1=0,222**) di PKh4 atau Polindes jika dalam 4-6 hari tidak sembuh. Tingginya kemampuan keluarga dalam pengobatan medis di PKM, PKh4 Pembantu atau Polindes karena murahnya biaya pengobatan. Biaya pengobatan di pusat kesehatan bagi sebagian pemegang kartu Jaminan Pengaman Sosial (JPKh4).

Tabel 42. Interval pengeluamn bulanan untuk sabun, pasta gigi dan sampo

Jika kita lihat dari interval pengeluaran bulanan yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk biaya membeli sabun, pasta gigi dan sampo tampak perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok ~ m a h tangga tersebut. Kemampuan keluarga untuk menyediakan sabun, pasta gigi dan sampo memiliki hubungan dengan faktor ibu bekejaltidak bekeja (x2= 11,385; p=0,010 dan ). Kedua faktor tersebut memiliki korelasi yang sangat h a t (I= 0,260; p=O,OOl)

Pada Tabel 42 tampak kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sabun, pasta gigi dan sampo. Pada keluarga ibu tidak bekeja persentase keluarga yang mengeluarkan biaya kurang dari sepuluh ribu rupiah adalah 21,52%, Rp 10.000

-

19.999,9 adalah 11,30%, Rp 20.000-29.999,9 adalah 14,56% dan pengeluaran lebih dari Rp 30.000 adalah 2,53%. Pada keluarga bekeja jumlah pengeluaran lebih besar

Jumlah 27.85 29.1 1 32.28 10.76 Interval biaya sabun

<lO.OOO

10.000 - 19.999,9 20.000 - 29.999.9 >=30.000

Keluarga Ibu Tidak Bekerja

21.52 11.39 14.56 2.53 Ibu Bekerja 6.33 17.72 17.72 8.23

(12)

dari ibu tidak bekerja. Pengeluaran ibu bekerja di'bawah Rp 10.000 hanya 6,33%. Keluarga yang pengeluaran kebersihannya Rp 10.000-19.999,9 dan Rp 20.000 -

29.999,9 adalah masing-masing 17,72%. 83. Index Gini

Pada lampiran 15 daoat dilihat Rata-rata selisih pendapatan dan pengeluaran keluarga bernilai positf (plus), yaitu Rp 96,557. Selisih terendah adalah -Rp 287.833 dan selisih tertinggi mencapai Rp 655.000. Rata-rata selisih pendapatan dan pengeluaran pada keluarga ibu bekeja (Rp 123.633) lebih tinggi dibandingkan keluarga ibu tidak bekerja (Rp 69.482). Secara keselumhan kondisi finansial keluarga ibu tidak bekeja dan keluarga ibu tidak signifikan (x2=3.808; p=0.149).

Mayoritas masyarakat dipedesaan memiliki jumlah pengeluaran yang sesuai dengan tingkat pendapatannya, akan tetapi jumlah keluarga yang memiliki kondisi keuangan (negatif) minus cukup besar yaitu 27, 85%. Selisih negatif pendapatan dan pengeluaran pada kedua kelompok keluarga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan walaupun jumlah selisih minus pada keluarga ibu bekerja lebih kecil (keluarga ibu tidak bekeja 14,56% dan ibu bekeja 13,29%). Perimbangan ini mempakan salah satu upaya mereka dalam mengatur keuangan mereka. Selisih pendapatan dan pengelurn ini tidak dapat mencerminkan tingkat kemampuan ekonomi mereka lebih baik mereka karena banyak dari kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi secara kualitas dan kuantitas.

Distribusi pendapatan dan pengeluaran dilakukan untuk menganalisa kesejahteraan keluarga. Ukuran kesejahteraan dalam penelitian ini me~pakan sebuah proksi atau penvakilan perkiraan kemampuan ekonomi keluarga. Pengukuran kesejahteraan dilakukan dengan melihat kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhannya pokok dan kondisi kesehatan keluarga. Kebutuhan pokok meliputi kebutuhan pangan dan no3 pangan berdasarkan pendapatan yang mereka peroleh

(13)

'(selisih pendapatan dan pengeluaran) termasuk didalamnya biaya kesehatan dan pendidikan.

I

1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76

Responden (%)

I

Gambar 25. Kurva Lorenz keluarga ibu yang memiliki pendapatan (bekerja)

i

t% Kumulatif Pengelusran t% Kumulatif Responden

1

Gambar 26. Kurva Sorenz keluarga ibu yang tidak memiliki

(14)

Distribusi pemerataan pengeluaran keluarga inendekati merata dengan index gini (G,,,,I,JGp) sebesar 0,27. Walaupun demikian G , keluarga ibu bekerja (0,26)

lebih kecil dibanding G, keluarga ibu tidak bekerja (0,28). Tingkat pemerataantkesejahteraan pada sample keluarga bekerja lebih baik dibanding psda

- - keluarga tidak bekerja. Kondisi tingkat pemerataan ini tidak dapat dikatakan sebagai cerminan tingkat distribusi pengeluaran masyarakat di wilayah Lombok Barat maupun dilokasi penelitian. Ketidaktemakilan ini akibat pembatasan yang dilakukan dalam pemilihan responden @embatasan pendapatan dibawah Rp 1.500.000) untuk mendapatkan responden yang homogen.

Pada Gambar 25 dan 26 (kurva Lorenz) tampak sebaran distribusi pengeluaran keluarga yang melengkung kekanan bawah atau dari garis keseimbangan ideal. Artinya tingkat pemerataan pendapatan masyarakat tidak merata atau mengalami kesenjangan. Hal ini menunjukkan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah belum berdampak secara merata.

8.4. Keluarga menabung

Pada keluarga ibu bekerja dan keluarga ibu bekeja terdapat kegiatan menabung. Tabungan ini dimanfaatkan saat mereka kekurangan uang mtuk inakan sehari-hari, biaya anak sekolah, ada anggota keluarga yang sakit, memperbaiki rumah, membeli barang elektronik (TV, tape, VCD, Majic jar), atau kebutuhan mendesak l a i ~ y a . Dengan keterbatasan sumber dan jumlah keuangan yang dimiliki maka tabungan yang yang dimiliki oleh keluarga cepat terpakai dan jarang terkumpul hingga jumlah yang besar. Pada keluarga ibu bekerja kegiatan menabung lebih banyak dilakukan dari pada keluarga ibu tidak bekerja.

Kegiatan menabung pada keluarga ibu bekeja dilakukan oleh 51 keluarga (32,28%) dan pada keluarga jbu tidak beke j a dilakukan oleh 28 keluarga (17,72%). Hubungan yang sangat erat mtara keberadaan kontribusi pendapatan ibu dengan

(15)

kegiatan menabung dalarn keluarga ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang ; cukup kuat (0,208**).

Tabel 43. Keluarga Menabung Kontribusi pendapatan ibu ~ u m a h Tangga (Ibu Bekerjal Ibu Tidak Bekerja)

o i

suami ibu anak

Anggota Keluarga

Gambar 27. Anggota Keluarga yang Melakukan Kegiatan Menabung Menabung

Tidak Ya Jumlah

Anggota keluarga yang paling banyak menabung adalah anak-anak, ini ditemui pada 57,96% keluarga (Gambar 27). Temtama pada keluarga yang memiliki anak usia sekolah SD, karena adanya program gemar menabung yang digalakkan oleh pemerintah setempat. Anggota keluarga lain yang banyak melakukan kegiatan menabung adalah ibu mmah tangga sebanyak 42,05% keluarga dan jumlah keluarga ibu bekerja yang menabung dua kali lipat jumlah keluarga ibu tidak bekerja yang

- Ibu beke j a ' Ibu tidak bekerja

(KK) 28 51 79 (KK) 42 37 79 (%) 3594 64,56 100 (%) 53,17 46,83 100

(16)

menabung. Kontribusi pendapatan ibu memiliki hubungan yang erat dengan koefisien korelasi (r :0,194*). Besamya hubungan antar variabel ini juga diperlihatkan oleh hasil chi-square yang berbedanyata

(x2:

5,964) Anggota keluarga yang paling sedikit melakukan kegiatan menabung dalam keluarga ibu bekerja dan ibu tidak bekerja adalah KK.

8.5. Kebiasaan Makan

Kemampuan makan 3 kali sehari dimiliki oleh mayoritas keluarga (81,01%). Keluarga ibu bekerja yang memiliki kemampuan makan 3 kali sehari sedikit lebih banyak dibanding keluarga ibu tidak bekerja (Tabel 44). Keberadaan ibu bekeqa dan tidak beke j a dalam keluarga tidak memberikan hubungan yang signifikan terhadap jumlah frekwensi makan keluarga Terdapat 2,53% keluarga yang h k w e n s i makannya mencapai 4 kali sehari dan 16,46% keluarga memiliki ftekwensi makan hanya 2 kali. Frekwensi makan dalam setiap keluarga sangat tergantung pada faktor kebiasaan. Pada umumnya alokasi waktu makan bagi keluarga yang frekwensi makannya 3 kali sehari adalah makan pagi (sarapan), makan siang dan makan malam sedangkan bagi keluarga yang frekwensi makannya 2 kali sehari adalah makan siang dan makan malam saja karena mereka tidak terbiasa sarapan.

Masyarakat Lombok Barat memiliki pola makan dengan jumlah porsi karbohidrat yang cukup besar. Sumber karbohidrat utama yang mereka konsumsi adalah dalam nasi. Proporsi nasi terhadap lauk pauk dan sayuran mencapai 90-95%. Anggota keluarga dengan usia 12 tahun - dewasaltua mengkonsumsi nasi antara 0,s -

1 piring penuh nasi setiap kali makan. Penggunaan biaya makan paling besar adalah untuk membeli beras. Mereka lebih mementingkan besamya asupan nasi yang mereka makan dari pada kualitas beras yang mereka masak.

Pada Tabel 45 terdapat frekwensi keluarga dalam mengkonsumsi sayuran, daging, ikan dan tahu-tempe. Pada kedua kelompok keluarga hampir setiap hari

(17)

(sering) mereka mengkonsumsi sayuran (87,97%) dan tahu-tempe (84,00%). Kedua jenis bahan makanan ini sering mereka konsumsi karena harganya murah dan terjangkau. Frekwensi keluarga mengkonsumsi ikan dan daging lebih kecil dibanding frekwensi mengkonsumsi sayur &an tahu-tempe. Persentase keluarga yang sering mengkonsumsi ikan sebanyak 62,00% sedangkan keluarga yang sering mengkonsurnsi daging hanya 17,00%. Kemampuan keluarga membeli daging lebih rendah dibanding kemampuan membeli ikan. Lebih tingginya kemampuan keluarga membeli ikan karena beragamnya jenis ikan yang dijual dipasaran dengan variasi harga yang beragam.

Tabel 44. Frekwensi makan dan makanan yang dikonsumsi (%)

Jumlah makan dalam sehari

Data diatas hanya menyajikan informasi seberapa sering mereka memakannya tanpa meneliti lebih lanjut seberapa banyak sayuran dan jenis-jenis apa saja yang mereka makan. Berdasarkan obsewasi lapangan yang kami lakukan para ibu di Lombok Barat memiliki kebiasaan memasak sayur dengan jumlah air yang cukup

(18)

besar. Nanti air inilah yang mereka siramkan pada nasi mereka. Jika mereka tidak punya uang untuk membeli sayuran mereka biasa menggunakan air putih (matang) sebagai kuah sayur. Nasi ini dikenal dengan istilah "nasi rendem".

Jumlah lauk dan sayur yang dikonsumsi keluarga sangat kecil. Untuk meningkatkan selera makan mereka mengkonsumsi lauk dan sayur yang pedas bahkan hampir setiap kali makan mereka mengkonsumsi samba1 yang pedas. Masyarakat juga mengkonsumsi buah-buah lokal untuk memenuhi kebutuhan vitamin. Kebutuhan protein keluarga diperoleh dari konsumsi telur karena harga m u d dan mudah untuk mendapatkannya. Dengan melihat pola makan dan kuantitas makanan yang dikonsumsi keluarga responden secara umum keseimbangan nutrisi belum dapat terpenuhi dengan baik.

8.6. Ringkasan

1. Pendapatan ibu rumah tangga memberikan hubungan positif dan memiliki korelasi yang signifikan terhadap pendapatan keluarga

(xZ

: 18,476** dan r : 0,338**). Pendapatan keluarga ibu bekerja lebih baik dibanding pendapatan keluarga ibu tidak bekerja. Kontribusi ibu dalam pendapatan keluarga cukup besar, dengan rata-rata kontribusi sebesar 33,38% dari kontribusi terbesar mencapai 90% dari pendapatan keluarga.

2. Walaupun ibu yang bekerja menyimpan dan mengelola sendiri penghasilannya, namun mereka tetap menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya (93, 67%), biaya kesehatan keluarga (65,82%) dan biaya sekolah an* (56,96%). Kegiatan menabung yang dilakukan oleh Ibu dan anak lebih banyak dilakukan oleh keluarga ibu bekerja dibanding keluarga ibu tidak bekerja.

3. Untuk mengatasi persoalan finansial keluarga melakukan perimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran. Mereka rnenekan p e n g e l u r n terhadap

(19)

kebutuhan keluarga sesuai kemampuan mereka. Secara keseluruhan kondisi finansial keluarga ibu tidak bekerja dan keluarga ibu tidak signifikan (x2=3.808; p=0.149).

4. Jumlah rata-rata pengeluaran bulanan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah Rp 522.451. Rata-rata pengeluaran keluarga ibu bekerja lebih besar dari rata-rata pengeluaran kedua kelompok responden, yaitu Rp 601.334 sedangkan pengeluaran rata-rata keluarga ibu tidak bekerja hanya Rp 443.568. Jumlah pengeluaran pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan (x2=20,417; p=0,001). Alokasi pengeluaran terbesar adalah untuk kebutuhan makanan. Rata-rata pengeluaran untuk makanan pada kedua kelompok mencapai 57,63% dari rata-rata pengeluaran. Pada keluarga ibu tidak bekerja rata- rata pengeluaran untuk makan 60,37% dari pengeluaran keluarga sedangkan pada keluarga ibu tidak bekerja rata-rata pengeluaran untuk makan 55,60.% dari pengeluaran keluarga

5. Kemampuan keluarga ibu bekerja untuk biaya kesehatan lebih tinggi dibanding keluarga ibu tidak bekerja (r=0,341**) walaupun alokasi dana kesehatan secara keseluruhan masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian keluarga ibu bekerja lebih besar dibanding keluarga ibu tidak bekerja. Kepedulian akan kesehatan diikuti oleh kepedulian mereka terhadap kebersihan tubuh keluarga. Kemarnpuan dalam mengalokasi pengeluaran keluarga ibu bekerja untuk membeli sabun, sampo dan pasta gigi lebih besar dibanding keluarga ibu tidak bekerja.

6. Mayoritas keluarga memiliki kemampuan makan 3 kali sehari (81,01%). Masyarakat Lombok Barat memiliki pola makan dengan jumlah porsi karbohidrat 90-95%. Frekwensi ketuarga dalam mengkonsumsi sayuran, tahu-tempe dan telur karena harganya murah dan tejangkau. Walapun lokasi penelitian didaerah agraris keluarga yang mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein tidak sedikit

(20)

(62,00%). Kemampuan keluarga dalam membeli daging sangat rendah (17%) karena harganya mahal dan tidak terjangkau. Keluarga makan daging dalam porsi yang besar jika ada pesta atau hajatan. Keseimbangan nutrisi keluarga di Lombok Barat belum dapat terpenuhi dengan baik dengan melihat pola makan dan kuantitas makanan.

Gambar

Gambar  20.  Interval pendapatan keluarga pada keluarga ibu beke rja  dan keluarga ibu tidak bekerja
Gambar 21. Pendapatan Kepala Keluarga (KK)
Gambar  22. Interval pendapatan ibu bekerja
Gambar 23. Pengelola dan penyimpan penghasilan ibu rumah tangga
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Rabu Tanggal Dua Puluh Sembilan Bulan Maret Tahun Dua Ribu Tujuh Belas , dengan mengambil tempat di Ruang Kementerian Agama Kota Jakarta Timur, kami selaku

Berdasarkan hasil penelitian dari data angket yang disebarkan kepada nasabah BSGPS sebagai responden, ditemukan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa

Penulisan Ilmiah ini berisikan sebuah program sederhana mengenai komputerisasi Persediaan Barang, yaitu dengan menggunakan penginputan barang melalui proses penjualan, yang

Penghematan biaya tunai yang diperoleh (biaya diferensial tunai) dengan adanya penggantian aktiva tetap tersebut dikurangi atau ditambah dengan dampak pajakpenghasilan

Berdasarkan hasil perhitungan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan terkait dengan kepuasan penumpang travel (shuttle service)

Berdasarkan sistem pembobotan dan baku mutu kondisi lingkungan ekosistem lamun di Pulau Lembeh yang menghadap daratan Bitung dalam kondisi rusak dan kurang sehat, sedangkan

Bila Paslon petahan Arief R Wismansyah ± Sachrudin terpilih kembali pada hasil Pilkada 2018, perlu meningkatkan kinerja pembangunannya yang benar-benar dirasakan masyarakat,

Pencatatan perkawinan tersebut bertentangan dengan PMA Nomor 19 Tahun 2018 Pasal 6 mengenai Tertib Administrasi Pencatatan Perkawinan, bahwasannya pencatatan dalam