• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GAYA BAHASA KIASAN DALAM NOVEL 5 cm KARYA DONNY DHIRGANTORO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS GAYA BAHASA KIASAN DALAM NOVEL 5 cm KARYA DONNY DHIRGANTORO SKRIPSI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS GAYA BAHASA KIASAN DALAM NOVEL 5 cm KARYA DONNY DHIRGANTORO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata1)

YUNI HARIKE SAPUTRI NPM 10080036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Yuni Harike Saputri (NPM: 10080036), Analisis Gaya Bahasa Kiasan dalam Novel 5 cm Karya Donny Dhirgantoro, Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2015

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa kiasan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Perumusan masalah penelitian ini adalah apa sajakah gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel 5

cm karya Donny dhirgantoro?

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis isi. Penelitian ini menggunakan teknik pengabsahan data berupa ketekunan pengamatan. Data yang diperoleh akan dideskripsikan lalu dianalisis untuk memperoleh gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Data penelitian ini dikumpulkan melalui empat tahap. Pertama membaca novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro, kedua, menandai bagian-bagian yang terkait dengan penggunaan gaya bahasa kiasan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro, ketiga, mencatat gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel tersebut, dan keempat mengelompokkan gaya bahasa kiasan yang telah ditemukan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan gaya bahasa kiasan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro sebagai berikut. Dari dua belas jenis gaya bahasa kiasan yang ada, yang ditemukan tersebut terdapat seratus lima puluh tujuh ungkapan yang mengandung gaya bahasa kiasan secara bagiannya. Pada novel 5 cm ditemukan gaya bahasa persamaan atau simile, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa alusi, gaya bahasa eponim, gaya bahasa epitet, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa antonomasia, gaya bahasa hipalase, gaya bahasa ironi, gaya bahasa satire, gaya bahasa antifrasis. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan penggunaan gaya bahasa kiasan yang paling dominan secara keseluruhan yaitu gaya bahasa personifikasi yang berjumlah lima puluh tujuh ungkapan. Gaya bahasa yang dominan yaitu gaya bahasa personifikasi sangat berpengaruh terhadap novel 5 cm. Melalui gaya bahasa personifikasi, maka Donny Dhirgantoro melukiskan perjalanan semua tokoh ke Mahameru dengan deskripsi yang baik dan membuat pembaca tertarik.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt yang

telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Gaya Bahasa Kiasan dalam Novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.”

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan, dorongan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Zulfitriyani, S.S., M.Pd. sebagai pembimbing I dan Mila Kurnia Sari, S.S., M.Pd. sebagai pembimbing II yang telah bersedia berbagi ilmu dan menuntun penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Iswadi Bahardur, S.S., M.Pd. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia beserta Dra. Indriani Nisja, M.Pd. sebagai sekretaris. 3. Drs. Wirsal Chan sebagai pembimbing akademik sesi A 2010

4. Bapak dan Ibu dosen STKIP PGRI Sumatera Barat yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pendidikan.

5. Keluarga yang telah memberi dukungan, semangat, dan doa untuk penulis. 6. Semua teman-teman yang saling memberi semangat untuk menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga bimbingan, arahan, dan masukan yang telah diberikan dapat menyempurnakan skripsi penulis.

Padang, 12 Maret 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI... i

HALAMAN PENGESAHAN LULUS UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv KATA PENGANTAR ... v DAFTAR ISI ... vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Fokus Masalah ... 4 C. Rumusan Masalah ... 4 D. Tujuan Penelitian ... 4 E. Manfaat Penelitian ... 4 F. Batasan Istilah ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 6

1. Hakikat Novel ... 6

a. Pengertian Novel ... 6

b. Unsur Intrinsik ... 7

2. Hakikat Gaya Bahasa ... 9

a. Pengertian Gaya Bahasa ... 9

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa ... 11

1) Segi Nonbahasa... 11

2) Segi Bahasa ... 12

3) Gaya Bahasa Kiasan ... 13

a) Persamaan atau simile ... 14

b) Metafora ... 14

c) Alegori, parabel, fabel ... 15

d) Personifikasi ... 16 e) Alusi ... 16 f) Eponim ... 17 g) Epitet ... 17 h) Sinekdoke ... 18 i) Metonimia ... 19 j) Antonomasia ... 19 k) Hipalase ... 20

l) Ironi, sinisme, sarkasme ... 21

m) Satire ... 23

n) Inuendo ... 23

(8)

o) Antifrasis ... 23

p) Paronomasia ... 24

A. Penelitian yang Relevan ... 24

B. Kerangka Konseptual ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 28

B. Data dan Sumber Data penelitian ... 28

C. Instrument Penelitian ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Teknik Pengujian Keabsahan Data ... 29

F. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian ... 31

1. Gaya Bahasa Persamaan atau simile ... 32

2. Gaya Bahasa Metafora ... 43

3. Gaya Bahasa Personifikasi ... 48

4. Gaya Bahasa Alusi ... 71

5. Gaya Bahasa Eponim ... 73

6. Gaya Bahasa Epitet ... 76

7. Gaya Bahasa Metonimia ... 82

8. Gaya Bahasa Antonomasia ... 82

9. Gaya Bahasa Hipalase ... 85

10. Gaya Bahasa Ironi, sinisme, sarkasme ... 89

11. Gaya Bahasa Satire ... 90

12. Gaya Bahasa Antifrasis ... 91

B. Pembahasan ... 92

C. Implikasi Terhadap Pembelajaran ... 96

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan ... 98 B. Implikasi ... 98 C. Saran ... 99 KEPUSTAKAAN ... 100 LAMPIRAN vii

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan karya seni yang bernilai. Kehadiran sebuah karya sastra dapat memberi kepuasan dan menimbulkan rasa senang bagi pembaca atau penikmatnya. Unsur-unsur keindahan yang diciptakan pengarang, selalu menjadi suatu yang menarik. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya maupun yang menuangkan imajinasinya ke dalam sebuah karangannya.

Karya sastra yang banyak diminati masyarakat pada umumnya adalah novel. Novel bukan suatu yang asing lagi didengar bagi masyarakat. Hampir semua orang tahu dengan novel, mulai remaja, hingga dewasa bahkan orang yang telah lanjut usia mereka tahu dengan novel. Novel merupakan satu jenis karya sastra yang berbentuk fiksi (rekaan) yang menceritakan sebagian pengalaman hidup pengarang pada hasil karanganya.

Novel sebagai satu bentuk karya sastra tulis imajinatif ini mendapat penilaian yang baik atau pun buruk, tergantung pada pemilihan gaya penulis dalam menyampaikan cerita kepada pembaca melalui bahasa sebagai sarannya. Semakin banyak gaya bahasa seorang pengarang, semakin baik pula penilaian pembaca kepada pengarang. Begitu juga sebaliknya, semakin buruk gaya bahasa seorang pengarang maka semakin buruk pula penilaian terhadapnya.

(10)

Setiap pengarang memiliki gaya yang berbeda-beda. Keragaman gaya bahasa pengarang tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pengarang, seperti pendidikan, daerah asal, usia dan karakter pengarang itu sendiri. Selain itu, tema yang diungkapkan serta karakter tokoh yang ditampilkan juga mempengaruhi gaya bahasa yang digunakan.

Gaya sering juga diistilahkan dengan style merupakan kecenderungan atau ciri dominan yang dimiliki seseorang dalam berbahasa. Setiap orang memiliki gaya atau style yang pastinya tidak sama antara satu dengan lainya. Gaya bahasa adalah cara seseorang atau ciri dominan dalam menggunakan bahasa untuk memberi ciri khas terhadap seseorang yang berbahasa tersebut.

Karya sastra sangat erat kaitannya dengan gaya bahasa. Karya sastra akan indah apabila dilengkapi dengan gaya bahasa. Melalui gaya bahasa tersebut maksud dari pengarang akan langsung dapat disampaikan dengan jelas kepada pembaca.

Satu pengarang yang menggunakan gaya bahasa dalam karya sastranya adalah Ayu Utami. Dalam novel Eks Parasit Lajang banyak ditemukan gaya bahasa terutama gaya bahasa kiasan. Ayu Utami bukanlah satu-satunya pengarang karya sastra terutama novel. Pengarang lain yang cukup kreatif dan imajinatif adalah Donny Dhirgantoro, merupakan seseorang yang fenomenal dalam menulis novel. Donny Dhirgantoro menciptakan karya sastranya dengan menggunakan gaya bahasa yang indah, sehingga pembaca lebih memahami apa yang dibicarakan oleh pengarang.

(11)

Donny Dhirgantoro yang juga sebagai instruktur outbound di PT Prima Kopetensi, yaitu sebuah perusahaan konsultan SDM di Jakarta. Dia Mengawali karir dalam menulis dan juga menyukai buku, suatu hari Ia bertekad untuk mengarang sebuah novel. Bermodal semangat, Ia mulai menulis dan terus menulis. Selama kurang lebih dari tiga bulan Ia menyelesaikan buku pertama yaitu 5 cm. Novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro merupakan novel yang banyak menginspirasi kalangan muda-mudi di tanah air, meskipun tergolong terbitan lama tahun 2005. Namun, kehadiran novel ini sangat menginspirasi banyak orang terutama dalam penggunaan gaya bahasa.

Novel 5 cm sangat menarik, karena novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro menggunakan gaya bahasa yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro penulis menceritakan tentang perjalanan lima orang sahabat ke puncak mahameru. Dalam perjalanan tersebut Donny Dhirgantoro lebih banyak menggunakan gaya bahasa kiasan. Oleh karena itu, maka peneliti lebih tertarik meneliti gaya bahasa kiasan.

Kisah yang terdapat dalam novel 5 cm menceritakan tentang persahabatan, perjuangan, kecintaan anak muda pada bangsa Indonesia ini. Novel 5 cm dapat memberikan makna yang sangat dalam pada pembacanya. Makna tersebut dijabarkan oleh si penulis melalui gaya bahasa yang sangat indah. Sehingga makna dan hal-hal yang mengispirasi dapat dengan cepat dipahami oleh pembaca.

Karya Donny Dhirgantoro yaitu novel 5 cm terdapat berbagai jenis penggunaan gaya bahasa kiasan. Diantaranya adalah persamaan, metafora,

(12)

alegori, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, innuendo, antifrasis, dan paronomasia. Berdasarkan uraian yang dijelaskan, penulis akan menganalisis Gaya Bahasa Kiasan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini akan di fokuskan pada gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: apa sajakah gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan: Gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi berbagai pihak, pihak-pihak yang dimaksud tersebut ialah: Pertama, Pembaca sastra, agar dapat menambah ilmu pengetahuan tentang karya sastra khususnya gaya bahasa kiasan. Kedua, bagi siswa dapat menjadikan masukan untuk pengkajian bidang kesusasteraan Indonesia khususnya gaya bahasa kiasan. Ketiga, bagi guru bidang studi bahasa Indonesia, dijadikan masukan untuk menerapkan dan mengembangkan pembelajaran kesusasteraan Indonesia khusunya gaya

(13)

bahasa kiasan. Keempat, peneliti selanjutnya dapat menjadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dalam menganalisis karya sastra khususnya gaya bahasa kiasan.

F. Batasan Istilah

Batasan istilah yang terdapat dalam penelitian ini adalah (1) analisis, (2) gaya bahasa (3) kiasan, (4) novel.

1. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

2. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

3. Kiasan adalah pertimbangan tentang suatu hal dengan perbandingan atau persamaan dengan hal yang lain.

4. Novel merupakan gambaran kehidupan dan perilaku nyata pada saat novel itu ditulis. Salah satu novel yang dipilih penulis untuk diteliti adalah novel 5 cm. Novel ini diterbitkan pada tahun 2005, penulisnya bernama Donny Dhirgantoro. Penerbit novel ini adalah P.T. Grasindo, anggota Ikapi, Jakarta.

(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

Pada bab ini akan diuraikan tentang teori yang digunakan sebagai penunjang dalam penelitian ini. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini adalah (1) hakikat novel, (2) hakikat gaya bahasa.

1. Hakikat Novel

Pada hakikat novel ini akan dijelaskan (a) pengertian novel, (b) unsur intrinsik novel.

a. Pengertian Novel

Menurut Taylor, (dalam Atmazaki, 2007:40), novel menciptakan ilusi terhadap realita aktual atau membuat dunia fiksi menjadi artifisial agar perhatian terarah pada suatu hubungan yang imajinatif antara persoalan atau tema novel dan dunia nyata yang secara aktual kita hidupi. Akan tetapi sebuah novel bukanlah cerita pendek melainkan sebuah karya sastra yang memiliki alur atau jalan cerita yang panjang dan terdapat perubahan tokohnya.

Novel hanya menata sekurangnya dua segi, yaitu tema dan pembaca. Tema yang bagus bisa memungkinkan banyaknya jumlah pembaca. Tema yang menarik akan menghasilkan karya sastra yang berkualitas. Semakin menarik tema yang dimunculkan, maka pembaca akan seakin tertarik untuk membaca karya sastra tersebut (Tambajong, 1981:23).

Novel memuat beberapa kesatuan permasalahan yang membentuk rantai permasalahan. Permasalahan dalam novel di samping diikuti faktor penyebab dan akibatnya, terjadi rangkaian dengan permasalahan berikutnya, yakni dengan

(15)

mengungkapkan kembali permasalahan atau akibat tersebut menjadi faktor menjadi faktor penyebab permasalahan lainnya (Muhardi dan Hasanuddin WS, 1992:6).

Menurut Boulton (dalam Atmazaki, 2007:39) novel termasuk jenis karya sastra berbentuk (formal) prosa fiksi naratif. Menurut Reeve (dalam Atmazaki, 2007:39), bahwa novel merupakan gambaran kehidupan dan perilaku nyata pada saat novel itu ditulis. Novel merupakan bentuk prosa naratif mengenai gambaran hidup tokoh.

Dari pernyataan di atas dapat disimpukan bahwa novel merupakan karya sastra berbentuk prosa yang berisikan tentang gambaran hidup si penulis itu sendiri. Novel juga merupakan hasil imajinasi si penulis tentang kehidupan nyata baik yang dialaminya maupun yang ada di sekitarnya. Dalam novel terdapat unsur yang membangunnya baik tokoh maupun jalan cerita yang panjang dan tema yang menarik dapat mempengaruhi pembaca. Permasalahan yang ada dalam novel menjadi faktor penyebab munculnya permasalahan lain dalam novel tersebut. b. Unsur Intrinsik Novel

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Secara garis besar unsur-unsur pembangunan sebuah novel dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu, unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Menurut semi (1988:35), unsur-unsur yang membangun sebuah novel secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua yaitu struktur luar (ekstrinsik) dan struktur dalam (intrinsik). Unsur intrinsik merupakan unsur pembangun karya

(16)

sastra yang berasal dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik novel adalah perwatakan, tema, alur atau plot, pusat pengisahan, latar, dan gaya bahasa. Sedangkan struktur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada diluar novel tersebut. Misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosial politik, faktor kebudayaan dan tata nilai.

Menurut (Nurgiyantoro, 2010:23) unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

Unsur-unsur intrinsik itu diantaranya adalah tema, plot, penokohan, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Penelitian ini dikhususkan pada unsur intrinsik dalam sebuah novel. Unsur intrinsik yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tentang gaya bahasa. Gaya bahasa erat kaitannya dengan latar, yang akan diperinci sebagai berikut.

1) Latar Tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuahkarya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas (Nurgiyantoro, 2010:227).

(17)

2) Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2010:230).

3) Latar Sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap (Nurgiyantoro, 2010:232). Pada penelitian ini latar sosial berkaitan dengan gaya bahasa, yaitu melalui dialog tokoh-tokoh.

2. Hakikat Gaya Bahasa

Pada hakikat gaya bahasa akan dibahas tentang (a) pengertian gaya bahasa, (b) jenis gaya bahasa, (c) gaya bahasa kiasan.

a. Pengertian Gaya Bahasa

Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Dari gaya bahasa yang digunakan itu kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, dan semakin buruk gaya bahasa yang digunakan, semakin buruk pula penilaian yang diberikan padanya, sedangkan Keraf (2010:113) menyatakan bahwa gaya bahasa dipandang

(18)

sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Menurut Tarigan (2009:4) gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Selanjutnya gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa yunani

rhetor yang bearti orator atau ahli pidato. Kemudian, gaya bahasa dan kosakata

mempunyai hubungan erat hubungan timbal balik, semakin kaya kosakata seseorang, semakin beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya.

Gaya terkait dengan pemakaian bahasa di dalam karya sastra yang menimbulkan kesan estetik sehingga menimbulkan kenikmatan kepada pembaca. Kesan estetik atau keindahan yang dimunculkan oleh pengarang memberikan pengaruh besar terhadap kemauan pembaca untuk membaca karya sastra. Semakin baik dan indah karya sastra tersebut maka pembaca itu akan semakin tertarik pula untuk memahami karya tersebut (Semi, 2008:24).

Gaya dikenal dengan istilah style. Kata style diturunkan dengan kata Latin

stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian

menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik beratkan pada keahliam untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf, 2010: 112).

(19)

Berdasarkan pendapat di atas maka gaya bahasa merupakan cara pengungkapan pikiran sesorang dengan menggunakan bahasa. Pengungkapan bahasa itu bisa dituangkan dalam bentuk prosa sesuai dengan keahlian seseorang dalam menggunakan bahasa yang indah. Semakin banyak kosa kata yang dimiliki seorang penulis maka semakin beragam pula gaya bahasa yang dimilikinya. Gaya bahasa juga mampu dalam mempengaruhi dan menyakinkan pembaca terhadap bahasa yang dituliskan penulis.

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kuragnya dapat dibedakan, pertama dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat dari segi bahasanya sediri. Untuk menihat gaya bahasa secara luas, maka pembagian berdasarkan masalah nonbahasa tetap diperlukan. Tetapi untuk memberi kemampuan dan keterampilan, maka uraian mengenai gaya dilihat dari aspek kebahasaan akan lebih diperlukan (Keraf, 2010:115).

1) Segi nonbahasa

Pada dasarnya style dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut:

a) Berdasarkan pengarang: gaya yang disebut sesuai dengan nama pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya (Keraf, 2010:115).

b) Berdasarkan masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu (Keraf, 2010:116).

(20)

c) Berdasarkan mediun: yang dimaksud dengan medium adalah bahasa dalam arti komunikasi. Tiap bahasa, karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri. (Keraf, 2010:116).

d) Berdasarkan subyek: subyek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula bahasa sebuah karangan (Keraf, 2010:116).

e) Berdasarkan tempat: gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi unkapan dan ekspresi bahasanya (Keraf, 2010:116).

f) Berdasarkan hadirin: seperti halnya dengan subyek, maka hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang (Keraf, 2010:116).

g) Berdasarkan tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang ingin mencurahkan gejolak emotifnya (Keraf, 2010:116).

2) Segi Bahasa

Menurut Keraf (2010:116) dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan.

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini merpersoalkan ketepatan dan

(21)

kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan (Keraf, 2010:117).

Gaya bahasa berdasarkan nada pertama-tama lahir dari sugesti yang dipancarkan oleh rangkaian kata-kata, sedangkan rangkaian kata-kata itu tunduk pada kaidah-kaidah sintaksis yang berlalu, maka nada, pilihan kata, dan struktur kalimat sebenarnya berjalan sejajar. Yang satu akan mempengaruhi yang lain. Dengan latar belakang ini, gaya bahasa dapat dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas: gaya bahasa sederhana, gaya mullia dan bertenaga, serta gaya menengah (Keraf, 2010:121).

Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatif atau sudah ada penyimpangan. Menurut Keraf (2010:129) gaya bahasa ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.

3) Gaya Bahasa Kiasan

Menurut Keraf (2010:136) gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh khususnya dalam bidang makna, gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan suatu hal lain, berarti mencoba menunujukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Gaya bahasa perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa polos atau langsung, dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan.

(22)

Gaya bahasa kiasan menurut Keraf (2010:136) dibagi menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut ini.

a) Gaya Bahasa Persamaan atau Simile

Menurut Keraf (2010:138) gaya bahasa persamaan atau simile adalah suatu perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, bagaikan, laksana, dan sebagainya.

Menurut (Tarigan, 2009:9) persamaan ialah padanan kata atau simile yang berarti seperti. Simile adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Secara eksplisit jenis gaya bahasa ini ditandai oleh pemakaian kata: seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, serupa.

Dari pernyataan di atas maka gaya bahasa simile atau persamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan dengan sengaja kita anggap sama. Simile juga merupakan suatu perbandingan yang bersifat eksplisit yang ditandai dengan kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, serupa. Contohnya angin itu seperti helaan nafas yang sangat panjang.

b) Gaya Bahasa Metafora

Menurut Keraf (2010:139) gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora tidak selalu menduduki fungsi lain seperti subyek, obyek, dan sebagainya. Dengan demikian, metafora dapat berdiri sendiri sebagai kata.

(23)

Menurut (Tarigan, 2009:14) metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit. Pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.

Dari pernyataan di atas metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara implisit dalam bentuk singkat. Metafora dapat berdiri sendiri sebagai kata. Contoh Kakakku hanyalah cermin, yang menampakkan apa yang telah terjadi dalam diriku.

c) Gaya Bahasa Alegori, Parabel, dan Fabel

Menurut Keraf (2010:140) gaya bahasa alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.

Menurut Keraf (2010:140) gaya bahasa parabel adalah suatu cerita singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk meyebut cerita-cerita fiktif di dalam kitab suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral tau kebenaran spiritual.

Menurut Keraf (2010:140) gaya bahasa fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui analogi yang transparan.

(24)

Jadi alegori, parabel dan fabel biasanya mengandung nilai moral dan sering sukar dibedakan antara satu dengan lainnya.

d) Personifikasi

Menurut Keraf (2010:140) personifikasi adalah semacam gaya kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Selain itu, personifikasi merupakan gaya bahasa yang menyamakan benda mati dengan manusia. Personifikasi merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

Menurut (Tarigan, 2009:17) personifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak. Dari pernyataan di atas personifikasi adalah menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan pada barang yang tidak bernyawa. Contoh ombak di lautan menari-nari kegirangan. e) Alusi

Menurut Keraf (2010:141) alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitodologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal.

Menurut (Tarigan, 2009:124) gaya bahasa alusi ialah menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca. Adanya kemampuan si pembaca untuk menangkap kemampuan mengkap pengacuan

(25)

tersebut. Gaya bahasa alusi juga menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal atau diketahui orang.

Dari pernyataan di atas alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa yang menunjuk secara tidak langsung. Gaya bahasa alusi juga menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal atau diketahui orang. Contoh pahlawan tanpa tanda jasa itu turut memperjuangkan persamaan haknya.

f) Eponim

Menurut Keraf (2010:141) gaya bahasa eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya dihubungkan dengan suatu hal. Nama seseorang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu. Melalui hubungan tersebut sehingga nama dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Menurut (Tarigan, 2009:127) gaya bahasa eponim ialah gaya bahasa yang menyebut nama seseorang. Nama yang sering disebutkan tersebut dihubungkan dengan sifat tertentu. Sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Dari pernyataan di atas eponim adalah menyebut nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu. Sifat tersebut dihubungkan ke dalam suatu hal yang berkaitan dengan nama seseorang tersebut. Contoh, dengan latihan yang sungguh saya yakin Anda akan menjadi Taufik Hidayat.

g) Epitet

Menurut Keraf (2010:141) epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang. Gaya bahasa epitet juga merupakan ciri khusus dari seseorang tentang suatu hal. Keterangan tersebut

(26)

adalah suatu frasa deskripstif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

Menurut (Tarigan, 2009:128) epitet ialah gaya bahasa yang berupa keterangan yang menyatakan sesuatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau suatu hal. Gaya bahasa epitet juga merupakan ciri khusus dari seseorang tentang suatu hal. Keterangan tersebut adalah suatu frasa deskripstif yang menjelaskan atau menggantikan benda atau nama seseorang.

Dari pernyataan di atas epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang akan suatu hal. Gaya bahasa epitet juga merupakan suatu frasa deskriptif. Contoh Puteri malam untuk malam

h) Sinekdoke

Menurut Keraf (2010:142) gaya bahasa sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal yang menyatakan keseluruhan. Gaya bahasa sinekdoke juga merupakan keseluruhan untuk meyatakan sebagian.

Menurut (Tarigan, 2009:123) gaya bahasa sinekdoke ialah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya. Dalam bahasa Yunani sinekdoke berarti menyediakan atau memberikan sesuatu kepada apa yang disebutkan. Dengan kata lain, sinekdoke adalah gaya bahasa yang mengatakan sebagian untuk pengganti keseluruhan.

Dari pernyataan di atas sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian sebagai nama pengganti barang sendiri. berarti menerima

(27)

bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif. Contoh Stadion utama senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3-4.

i) Metonimia

Menurut Keraf (2010:142) gaya bahasa metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Selain itu, metonimia adalah suatu bahasa kiasan yang dipergunakan untuk mengantikan benda yang dimaksud. Metonimia dengan demikian adalah suatu bentuk dari sinekdoke.

Menurut (Tarigan, 2009:121) gaya bahasa metonimia ialah sejenis gaya bahasa yang menggunakan nama suatu barang bagi sesuatu lain berkaitan erat dengannya. Dalam metonimia suatu barang disebutkan tetapi yang dimaksud dengan barang yang lain. Metonimia memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai penggantinya.

Dari pernyataan di atas gaya bahasa metonimia adalah ialah sejenis gaya bahasa yang menggunakan nama suatu barang bagi sesuatu lain berkaitan erat dengannya. Metonimia juga suatu bahasa kiasan yang dipergunakan untuk mengantikan benda, hal, orang yang dimaksud. Contoh nokia itu dipakai banyak orang.

j) Antonomasia

Menurut Keraf (2010:142) gaya bahasa antonomasia adalah sebuah bentuk khusus dari sinekdoke. Antonomasia juga merupakan sebuah epita untuk menggantikan nama diri. Antonomasia untuk mengantikan nama diri, gelar, resmi, jabatan untuk menganti nama diri.

(28)

Menurut (Tarigan, 2009:129) gaya bahasa antonomasia merupakan sebuah epita untuk menggantikan nama diri. Antonomasia untuk mengantikan nama diri, gelar, resmi, jabatan untuk menganti nama diri. Antonomasia merupakan gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.

Dari pernyataan di atas antonomasia adalah gaya bahasa untuk mengantikan nama diri, gelar, resmi, jabatan untuk menganti nama diri. Antonomasia juga merupakan sebuah epita untuk menggantikan nama diri. Contoh Yang Maha Kuasa telah memberikan hidayahnya kepada kita.

k) Hipalase

Menurut Keraf (2010:142) gaya bahasa hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah. Kebalikan alamiah itu terdiri antara dua komponen.

Menurut (Tarigan, 2009:89) gaya bahasa hipalase adalah suatu kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Cara ini juga merupakan sebuah gaya bahasa hipalse. Gaya bahasa hipalase merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan.

Dari pernyataan di atas hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata. Kata tersebut

(29)

seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain yang merupakan kebalikan suatu yang alamiah. Contoh suaranya enak rasanya.

l) Ironi, Sinisme dan Sarkasme

Menurut Keraf (2010:143) gaya bahasa ironi atau sindiran adalah penipuan atau pura-pura. Ironi merupakan suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi juga merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyapaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar.

Menurut (Tarigan, 2009:61) ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dicapai dengan mengemukakan makna yang berlawanan dari makna yang sebenarnya. Ketidaksesuaian antara suara dengan kenyataan yang mendasari dan antara harapan dengan kenyataan.

Dari pernyataan dia atas ironi adalah mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya dengan maksud berolok-olok. Ironi juga merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyapaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar.Contoh Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia yang perlu mendapat tempat kehormatan.

Menurut Keraf (2010:143) sinisme adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejakan terdapat keiklasan dan ketulusan hati. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dari ironi, namun kadang-kadang masih

(30)

sukar untuk diadakan perbedaan antara keduanya. Dengan kata lain, sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya.

Menurut (Tarigan, 2009:91) gaya bahasa sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian. Sindiran tersebut mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya, namun kadang-kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya.

Dari pernyataan di atas sinisme adalah mengandung ejekan yang berbentuk kesangsiaan. Sinisme juga merupakan ironi yang lebih kasar sifatnya. Contohnya memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.

Menurut Keraf (2010:143) gaya bahasa sarkasme adalah gaya bahasa yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Sarkasme suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Gaya bahasa ini dapat saja bersifat ironi, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah gaya bahasa ini selalu menyakiti hati.

Menurut (Tarigan, 2009:92) gaya bahasa sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakitkan hati. Ciri utamanya adalah selalu mengandung kepahitan. Sinisme juga merupakan celaan yang getir, menyakiti hati, dan kurang enak didengar.

Dari pernyataan di atas sarkasme adalah acuan yang berupa kepahitan atau celaan yang menyakitkan hati. Gaya bahasa sarkasme dapat saja bersifat ironi, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah gaya bahasa ini selalu menyakiti hati. Contoh Lihat si putih itu (maksudnya si hitam).

(31)

m) Satire

Menurut Keraf (2010:144) satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis. Contoh Engkau memang cantik, tapi hatimu tidak secantik wajahmu

n) Innuendo

Menurut Keraf (2010:144) innuendo merupakan semacam sindiran dengan megecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan segesti yang tidak langsung, dan sering tapaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu. Contoh Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.

o) Antifrasis

Menurut Keraf (2010:145) gaya bahasa antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Gaya bahasa ini bisa saja ditangkap sebagai ironi sendiri. Kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

Menurut (Tarigan, 2009:76) gaya bahasa antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Perlu diingat antifrasis dapat dipahami apabila pembaca dihadapkan pada kenyataan. Kenyataan yang dihadapkan adalah kenyataan yang bermakna kebalikan.

Dari pernyataan di atas antifrasis adalah penggunaan kata dengan makna kebalikan. Kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.Contoh Lihat sang raksasa telah tiba (maksudnya si cebol).

(32)

p) Paronomasia

Menurut Keraf (2010:145) gaya bahasa paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi. Namun, terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

Menurut (Tarigan, 2009:64) gaya bahasa paronomasia adalah penjajaran kata yang berbunyi sama. Kata yang berbunyi sama itu mempunyai maka yang berbeda. Gaya bahasa yang berisi pengajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain.

Dari pernyataan di atas paronomasia adalah kiasan yang memepergunakan kemiripan bunyi tapi bermakna lain. Gaya bahasa ini disarkan pada kemiripan bunyinya. Contoh Tanggal dua gigi saya tanggal dua.

Berdasarkan uraian di atas tentang gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, maka penulis memfokuskan penelitian ini pada gaya bahasa kiasan.

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, ditemukan beberapa penilaian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Dwi Silviani telah melakukan penelitian mengenai “Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Klop karya Putu Wijaya.” Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa gaya bahasa yang dominan digunakan adalah aliterasi, asonansi, dan asidenton. Fungsi majas dalam kumpulan cerpen Klop Karya Putu Wijaya adalah menegaskan, menghaluskan, dan mempuitiskan.

(33)

2. Ida Suryani telah melakukan penelitian mengenai “Analisis Penggunaan Gaya Bahasa dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami”. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa gaya bahasa yang palng dominan adalah gaya bahasa anafora berjumlah 89 gaya bahasa.

3. Mira Alnofrita telah melakukan penelitian mengenai “Analisis stilistika Novel

Larung Karya Ayu Utami.” Ia menyimpulkan bahwa dalam novel tersebut

terdapat penggunaan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa yang digunakan dalam novel tersebut berupa metafora, simile, personifikasi, sinekdoke, alegori, dan metonimia. Dalam kumpulan sajak tersebut gaya bahasa yang paling dominan digunakan oleh pengarang adalah gaya bahasa metafora dan simile.

Berdasarkan penelitian yang relevan di atas, maka perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada sumber penelitiannya yaitu novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro serta pembahasannya. Dalam penelitian ini meneliti gaya bahasa kiasan menurut Keraf tahun 2010.

C. Kerangka Konseptual

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra. Unsur-unsur yang membentuk karya sastra dapat dilihat dari segi intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu unsur tersebut adalah gaya bahasa. Menurut teori Keraf gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan langsung tidaknya makna, gaya bahasa terbagi atas dua, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa kiasan terbagi atas enam belas bagian yaitu: persamaan, metafora, alegori, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme,

(34)

satire, innuendo, antifrasis, dan paronomasia. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari bagan berikut

(35)

Bagan Kerangka Konseptual Novel 5 cm

Analisis Gaya Bahasa Kiasan dalam Novel “5 cm” Karya Donny Dhirgantoro

Intrinsik Ekstrinsik

Amanat

Penokohan Plot Latar Gaya Sudut Pandang Tema

Bahasa

Gaya Bahasa Kiasan Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Jenis Gaya bahasa

Persamaan atau Simile Metafora Alegori, Parabel, Fabel Personifikasi Alusi Eponim Paronomasia Antonomasia Metonimia Sinekdoke Epitet Antifrasis Hipalase Ironi, Sinisme, Sarkasme Satire Inuendo

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang nantinya akan menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan tergambar dari teks-teks tokoh novel yang diteliti. Menurut Bodgan dan Taylor (dalam Moleong, 2010:4) bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati berupa gaya bahasa kiasan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

Metode pada penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Apabila proses penafsiran dalam penelitian kualitatif memberikan perhatian pada situasi alamiah, maka dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjasi dalam peristiwa komunikasi dalam (Ratna, 2004:49).

B. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Data dalam penelitian ini adalah kutipan atau dialog yang berkaitan dengan gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

(37)

C. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan membaca novel yang akan diteliti dengan memperhatikan gaya bahasa kiasan novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini adalah sebagai berikut: (1) Membaca novel 5

cm karya Donny Dhirgantoro. (2) Menandai bagian yang berkaitan dengan gaya

bahasa kiasan yang ditemui dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro (3) Mencatat gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel tersebut (4) Mengelompokkan gaya bahasa kiasan yang telah ditemukan tersebut berdasarkan format inventarisasi data berikut.

Format 1

Inventarisasi Gaya Bahasa kiasan No Kutipan Halaman Gaya Bahasa kiasan

a b c d e f g h i j k l m n o p

Jumlah Keterangan :

Gaya bahasa kiasan terbagi menjadi enam belas, yaitu (a) persamaan atau simile

(b) metafora

(c) alegori, parabel, fabel (d) personifikasi (e) alusi (f) eponim (i) metonimia (j) antonomasia (k) hipalase

(l) ironi, sinisme, sarkasme (m)satire (n) inuendo (g) epitet, (h) sinekdoke (o) antifrasis (p) paronomasia

(38)

E. Teknik Pengabsahan Data

Teknik pengujian keabsahan data dalam penelitian ini adalah ketekunan pengamatan. Ketekunan pengamatan adalah teknik pengujian keabsahan data yang bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan dari hal-hal tersebut secara terperinci (Moleong, 2010:329).

F. Teknik Analisis Data

Data dianalisis sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan gaya bahasa kiasan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro, (2) mengklasifikasi ungkapan gaya bahasa kiasan sesuai dengan teori yang digunakan, (3) menganalisis gaya bahasa kiasan yang dominan digunakan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro untuk merumuskan simpulan, (4) menyimpulkan gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.

(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian.

Pemakaian gaya bahasa kiasan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro ditemukan dua belas jenis gaya bahasa kiasan dari enam belas jenis-jenis gaya bahasa kiasan yang ada. Dari dua belas jenis-jenis gaya bahasa kiasan yang ada, yang ditemukan tersebut terdapat seratus lima puluh tujuh ungkapan yang mengandung gaya bahasa kiasan.

Pada novel 5 cm ditemukan gaya bahasa persamaan atau simile, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa alusi, gaya bahasa eponim, gaya bahasa epitet, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa antonomasia, gaya bahasa hipalase, gaya bahasa ironi, gaya bahasa satire, gaya bahasa antifrasis. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan penggunaan gaya bahasa kiasan yang paling dominan secara keseluruhan yaitu gaya bahasa personifikasi yang berjumlah lima puluh tujuh ungkapan. Keduabelas gaya bahasa kiasan yang ditemukan dalam novel 5 cm karya Donny Dhiragantoro tersebut akan dibahas satu persatu seperti berikut. Penomoran kutipan pada analisis disesuaikan dalam penomoran pada lampiran. Keduabelas gaya bahasa kiasan yang ditemukan dalam novel 5 cm karya Donny Dhiragantoro tersebut akan dibahas satu persatu seperti berikut. Penomoran kutipan pada analisis disesuaikan dalam penomoran pada lampiran.

1. Gaya Bahasa Persamaan atau Simile

Dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro terdapat beberapa penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile. Gaya bahasa persamaan atau

(40)

simile adalah suatu perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa Ia langsung menyatakan sesuatu

sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit

menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan,

laksana, dan sebagainya. Gaya bahasa persamaan atau simile yang ditemukan

dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro akan dianalisis pada bagian berikut. “Mau...,” desis Zafran datar, lembut, statis seraya menyanggahkan dagu ke tangannya yang dikepelin persis seperti seorang pemikir dari Athena.” (5 cm, 2013, hal 18), data 8.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “menyanggahkan dagu ke tangannya yang dikepelin persis seperti seorang pemikir dari Athena.” ungkapan “menyanggahkan dagu ke tangannya yang dikepelin persis seperti seorang pemikir dari Athena” mengibaratkan seseorang yang sedang berfikir kritis. Seseorang yang duduk termenung itu diibaratkan seperti patung socrates yang duduk termenung. Pada novel ini, Zafran melakukan kegiatan berfikir seperti yang dilakukan oleh patung socrates tersebut.

“Oh Zafranku, wanita adalah ciptaan terindah yang akan selalu hadir dalam setiap embusan nafasmu, dalam setiap butir embun di pagi hari. Dan wanita... ia seperti matahari.”(5cm, 2013, hal 24), data 18.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “wanita... ia seperti matahari.” ungkapan “wanita... ia seperti matahari” tersebut mengibaratkan matahari adalah suatu hal yang sangat dibutuhkan pada kelangsungan hidup seluruh jagad raya ini. Tanpa adanya matahari, maka seluruh kehidupan di jagad raya ini pasti akan musnah. Begitu juga dengan sosok wanita yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Pada novel ini, tokoh Zafran melihat

(41)

sosok Arinda seperti matahari baginya. Dengan adanya Arinda maka kehidupan Zafran menjadi baik, dan tanpa Arinda maka Zafran merasa hidupnya tidak sempurna dan akan hancur.

“Dengan tenang Ian memasang wajah seperti Pak Haji dalam film horor Indonesia zaman dahulu.” (5 cm, 2013, hal 30), data 28.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Dengan tenang Ian memasang wajah seperti Pak Haji.” ungkapan “Dengan tenang Ian memasang wajah seperti Pak Haji” tersebut mengibaratkan sosok pak Haji yang ditemukan pada film horor. Salah satu film horor tersebut adalah film Suzana. Di film tersebut sosok pak Haji ini, pada saat hantu sedang mengganggu manusia maka sosok pak Haji ini yang dengan tenang akan membantu manusia itu untuk melawan hantu. Perlawanan yang dilakukan oleh pak Haji, dilakukannya dengan tenang dan berserah diri kepada Tuhan. Pada novel ini, sosok Ian adalah orang yang sangat tenang dalam menghadapi masalah di hidupnya. Semua masalah yang dihadapi tokoh Ian diselesaikannya dengan tenang dan hati-hati.

“Di antara keriuhan Bogor menunggu malam dengan angkotnya yang banyak dan berwarna seperti permen.” (5

cm, 2013, hal 92), data 54.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “angkotnya yang banyak dan berwarna seperti permen.” ungkapan “angkotnya yang banyak dan berwarna seperti permen” ini mengibaratkan keadaan kota Bogor yang sangat ramai. Ramainya kota Bogor dipenuhi oleh berbagai macam jenis angkutan umum. Tidak hanya dari jenisnya saja, angkutan umum tersebut memiliki berbagai warna-warni yang mencolok. Jika dilihat dari ketinggian dan

(42)

kejauhan seperti permen yang penuh warna yang sangat menggiurkan selera orang yang memadangnya. Pada novel ini, diibaratkan kota Bogor yang pernuh warna-warni. Angkutan umum yang berada di terminal Bogor ini, merupakan deretan warna yang sangat menggiurkan untuk dimakan.

“Kebun tebu yang seperti tembok hidup”(5 cm, 2013, hal 178), data 95.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Kebun tebu yang seperti tembok hidup.” ungkapan “Kebun tebu yang seperti tembok hidup” ini mengibaratkan kawasan yang dipenuhi oleh tanaman tebu yang saling berjejeran dan tersusun rapi. Susunan yang rapi tersebut mengibaratkan sesuatu yang menyerupai tembok yang sangat panjang, berwarna hijau, dan ketika terkena terpaan angin tembok tersebut akan bergerak mengikuti arah angin. Pada novel ini, megibaratkan suatu desa yang ditumbuhi oleh tanaman tebu yang cukup banyak dan sangat rapat berjejeran hingga membentuk seperti tembok yang sangat panjang. Tembok itu terlihat berwarna hijau, yang meyerupai tembok yang hidup.

“Cabang dan rangka pohon hitam yang berbelok tajam tanpa daun seperti tangan yang ingin menyentuh langit pagi” (5 cm, 2013, hal 182), data 96.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Cabang dan rangka pohon hitam yang berbelok tajam tanpa daun seperti tangan yang ingin menyentuh langit pagi.” ungkapan “Cabang dan rangka pohon hitam yang berbelok tajam tanpa daun seperti tangan yang ingin menyentuh langit pagi” ini mengibaratkan cabang pohon tersebut seperti ingin menyentuh sesuatu yang sangat jauh dari jangkauannya menyerupai seseorang yang ingin menggapai

(43)

sesuatu yang sangat tinggi berada di atasnya. Pada novel ini, mengibaratkan pohon jati yang mempunyai cabang yang cukup besar tanpa ada daun. Cabang pohon jati tersebut seperti ingin menyentuh sesuatu yang sangat tinggi.

“Rakus kayak tikus” (5 cm, 2013, hal 189), data 98.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Rakus kayak tikus.” ungkapan “Rakus kayak tikus” ini mengibaratkan perbuatan seseorang yang sama dengan seekor tikus. Tikus yang mempunyai kebiasaan rakus dan suka mengambil apa yang dimiliki oleh orang lain. Apabila seseorang memiliki sifat seperti yang dimiliki tikus, maka ia sama dengan seekor tikus. Pada novel ini, Ian mempunyai pendapat bahwa semua petinggi negara ini mempunyai sifat yang sama dengan yang dimiliki oleh seekor tikus.

“Sepilas kabut malam turun seperti kapas di antara permukaan bening menggelap di depan mereka” (5 cm, 2013, hal 217), data 107.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Sepilas kabut malam turun seperti kapas.” ungkapan “Sepilas kabut malam turun seperti kapas” ini memiliki persamaan dengan kata kapas. Kapas pada saat terbang terbawa angin akan menimbulkan partikel-partikel kecil yang berterbangan terbawa angin. Kabut pada saat malam hari akan menyerupai kapas yang berterbangan itu pula. Pada novel ini, Genta dan Riani melihat kabut yang berada di sekitar Ranu Pane yang meyerupai kapas. Kabut tersebut sangat indah di malam hari.

“Riani berteriak kecil melihat Ranu Pane membiru muda dengan kabut dingin seperti kapas di atas permukaannya” (5cm, 2013, hal 232), data 114.

(44)

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “seperti kabut dingin seperti kapas di atas permukaannya.” ungkapan “kabut dingin seperti kapas di atas permukaannya” ini memiliki persamaan dengan kapas. Kapas pada saat terbang terbawa angin akan menimbulkan partikel-partikel kecil yang berterbangan terbawa angin. Kabut dingin di sekitar danau akan menyerupai kapas yang berterbangan itu di sekitar permuakaan danau tersebut. Pada novel ini, Riani sangat senang melihat kabut dingin yang ada di Ranu Pane. Kabut dingin ini meyerupai kapas yang ada di atas permukaan danau yang ada di Ranu Pane tersebut.

“Goa-goa buatan pohon bambu bak gerbang menuju alam lain di depan mereka” (5 cm, 2013, hal 235), data 116.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan goa buatan pohon bambu bak gerbang menuju alam lain.” ungkapan “Goa-goa buatan pohon bambu bak gerbang menuju alam lain” ini mengibaratkan “Goa-goa yang terbuat dari barisan pohon bambu yang menyerupai goa. Goa tersebut diibaratkan seperti gerbang yang terbuka menuju alam lain yang jauh lebih indah dari alam yang berada sebelum goa tersebut. Pada novel ini, di dalam hutan pada saat tokoh melakukan pendakian, mereka menjumpai deretan bambu yang sangat banyak dan tersusun rapi. Susunan itu menyerupai gerbang.

“Kaki gue kayak ada barbelnya(5 cm, 2013, hal 239), data 118.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Kaki gue kayak ada barbelnya.” ungkapan “Kaki gue kayak ada barbelnya” ini mengibaratkan seseorang yang sangat jauh berjalan tanpa hentinya, sehingga

(45)

kakinya terasa sangat berat. Berat yang dirasakan kaki tersebut seperti membawa barbel yang cukup berat sekali. Pada novel ini, Ian merasa sangat letih dan kaki terasa sangat berat karena sudah melakukan perjalanan yang cukup jauh. Ian merasakan di kakinya sangat berat seperti ada barbel yang sangat berat menempel pada kakinya.

“Ini sepatu kayak ada barbelnya.” (5 cm, 2013, hal 247), data 120.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Ini sepatu kayak ada barbelnya.” ungkapan “Ini sepatu kayak ada barbelnya” ini mengibaratkan seseorang yang sangat jauh menggunakan sesuatu untuk alas kakinya berupa sepatu yang berjalan tanpa hentinya, sehingga di dalam sepatu tersebut terasa sangat berat. Berat yang dirasakan kaki tersebut seperti membawa barbel yang cukup berat sekali. Pada novel ini, tokoh Riani merasa sangat letih pada saat melakukan perjalanan mendaki Mahameru. Pada saat perjalanan, Riani merasa dalam sepatunya seperti ada barbel yang sangat berat yang berada di dalam sepatunya sehingga langkahnya menjadi semakin berat.

“Di kejauhan tampak bukit pinus dan barisan cemara layaknya permukaan pinggiran mangkok hijau raksasa yang menjaga danau dengan tenang” (5 cm, 2013, hal 253), data 125.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “bukit pinus dan barisan cemara layaknya permukaan pinggiran mangkok hijau raksasa.” ungkapan “bukit pinus dan barisan cemara layaknya permukaan pinggiran mangkok hijau raksasa” ini mengibaratkan bukit pinus dan barisan pohon cemara dilihat dari kejauhan seperti permukaan mangkok hijau raksasa.

(46)

Permukaan mangkok yang diibaratkan adalah bukit pinus yang tampak dari kejauhan, sementara warna hijau itu adalah barisan cemara yang berada beriringan dengan bukit pinus. Pada novel ini, mengibaratkan keadaan Ranu Kumbolo yang sangat indah, dengan adanya danau, pohon pinus, dan barisan cemara yang menyerupai mangkok besar yang ditengah-tengahnya itu adalah danau Ranu Kumbolo.

“Riak-riak air yang bergerak lembut, terbawa angin di permukaan danau seperti seulas senyum lembut yang menyambut kedatangan mereka” (5 cm, 2013, hal 253), data 126.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Riak-riak air yang bergerak lembut, terbawa angin di permukaan danau seperti seulas senyum lembut.” ungkapan “Riak-riak air yang bergerak lembut, terbawa angin di permukaan danau seperti seulas senyum lembut” ini mengibaratkan air yang berada di Ranu Kumbolo bergerak karena terkena angin. Gerakan air itu mengibaratkan seperti seulas senyuman yang diberikan kepada orang yang berada di sekitar Ranu Kumbolo tersebut.

“Berganti rasa tak terhingga yang ibarat kabut putih sejuk berputar-putar lembut di tubuh mereka” (5cm, 2013, hal 254), data 127.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “rasa tak terhingga yang ibarat kabut putih sejuk.” Ungkapan “rasa tak terhingga yang ibarat kabut putih sejuk” ini mengibaratkan perasaan seseorang terhadap sesuatu hal yang dilihat, dirasa, dan didengarnya. Perasaan itu diibaratkan kabut yang pada hakikatnya adalah menutupi jarak pandang berubah menjadi warna putih yang dihiasi dengan ketakjupan akan sesuatu hal. Pada novel ini, tokoh

(47)

merasakan rasa kagum, bahagia bercampur menjadi satu. Rasa itu diibaratkan seperti kabut putih yang sangat indah dan kabut itu juga dapat meyejukkan.

“Lembah yang menyerupai sebuah mangkok besar itu ibarat tembok hijau yang mengelili mereka” (5cm, 2013, hal 254), data 128.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Lembah yang menyerupai sebuah mangkok besar itu ibarat tembok hijau.” ungkapan “Lembah yang menyerupai sebuah mangkok besar itu ibarat tembok hijau” ini mengibaratkan keadaan di sekitar lembah yang sangat indah berada di sekitar Ranu Kumbolo yang dikelilingi oleh tanaman hijau yang menyerupai tembok. Tembok itu adalah tumbuhan hijau yang berbentuk dinding, apabila tokoh dalam novel melewati itu, maka mereka seolah-olah melewati tembok hijau.

“Ia melihat tenang dan datar ke handycam seperti arti sinetron yang baru ditampar selingkuhannya” (5 cm, 2013, hal 256), data 130.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Ia melihat tenang dan datar ke handycam seperti arti sinetron yang baru ditampar selingkuhannya.” ungkapan “Ia melihat tenang dan datar ke handycam seperti arti sinetron yang baru ditampar selingkuhannya” ini menyerupai seseorang yang sangat percaya diri. Pada novel ini, tokoh Zafran yang sedang direkam oleh Riani. Zafran melihat ke arah kamera seperti seseorang dengan wajah yang sangat tenang, tapi dengan ekspresi yang menegangkan.

“Malam itu Arcopodo seperti perkampungan kecil para pendaki” (5 cm, 2013, hal 307), data 139.

(48)

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Arcopodo seperti perkampungan kecil para pendaki.” ungkapan “Arcopodo seperti perkampungan kecil para pendaki” ini mengibaratkan tempat yang biasanya sunyi, sepi, dan jarang dilaui oleh orang-orang. Pada novel ini, Arcopodo merupakan tempat istirahat bagi semua para pendaki gunung Mahameru. Arcopodo merupakan tempat yang biasanya sepi dari orang-orang, tapi sekarang dengan adanya para pendaki maka tempat ini seperti perkampungan kecil.

“Puncak Mahameru seperti sebuah gundukan pasir mahabesar dengan tebaran batu karang gunung di mana-mana”

(5 cm, 2013, hal 325), data 145.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Puncak Mahameru seperti sebuah gundukan pasir mahabesar.” ungkapan “Puncak Mahameru seperti sebuah gundukan pasir mahabesar” ini mengibaratkan tempat yang begitu luas salah satunya adalah puncak sebuah gunung yang cukup besar. Di atas puncak tersebut, terdapat bukit-bukit kecil dari pasir yang cukup banyak. Pada novel ini, puncak dari Mahameru dilihat oleh para pendaki seperti gundukan atau tumpukan pasir yang sangat luas yang membuat semua para pendaki menjadi kagum melihatnya.

“Puncak pasir mahabesar itu dari bawah jalur pendakian terlihat seperti pipa panjang sekali” (5 cm, 2013, hal 329), data 147.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Puncak pasir mahabesar itu dari bawah jalur pendakian terlihat seperti pipa panjang sekali.” ungkapan “Puncak pasir mahabesar itu dari bawah jalur pendakian terlihat seperti pipa panjang sekali” ini mengibaratkan lokasi aliran

(49)

lahar ketika gunung mengeluarkan lahar dinginnya. Aliran itu mirip seperti sungai kecil yang tampak dari kejauhan sedikit memanjang yang hampir mirip seperti pipa yang sangat panjang. Pada novel ini, tokoh melihat suatu tempat di puncak gunung Mahameru yang menyerupai pipa yang besar dan sangat panjang. Sebetulnya pipa itu adalah aliran ketika gunung mengeluarkan lahar dinginnya.

“Semburat jingga mengumpul di atas langit dan gumpalan awan seperti ombak bergulung dengan rona jingga tipis mengasir pinggirannya” (5 cm, 2013, hal 333), data 149.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Semburat jingga mengumpul di atas langit dan gumpalan awan seperti ombak bergulung.” ungkapan “Semburat jingga mengumpul di atas langit dan gumpalan awan seperti ombak bergulung” ini mengibaratkan keadaan langit yang menyerupai ombak yang menggulung di tepi pantai. Gumpalan awan tersebut terlihat menawan setiap mata yang memandangnya karena gumpalan itu mirip dengan ombak. Pada novel ini, para tokoh yang melakukan pendakian melihat ke langit dan ada awan yang menggumpal. Gumpalan awan itu terlihat seperti ombak menggulung yang ada di pantai.

“Hamparan putih seperti kapas itu luas sekali seperti tak berujung” (5 cm, 2013, hal 333), data 150.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Hamparan putih seperti kapas.” ungkapan “Hamparan putih seperti kapas” ini mengibaratkan kumpulan awan yang berada di ketinggian di sekitar puncak gunung. Kumpulan awan tersebut berwarna putuih yang diperhatikan menyerupai

(50)

kumpulan kapan yang sangat banyak. Pada novel ini, langit yang berada di atas puncak mahameru seperti hamparan putih yang menyerupai kapas.

“Tiba-tiba gulungan pasir seperti air bah memenuhi jalur pendakian”(5cm, 2013, hal 334), data 151.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “gulungan pasir seperti air bah.” ungkapan “gulungan pasir seperti air bah” ini meyerupai suatu keadaan yang sangat mencekam, yaitu pada saat terjadi longsor pasir di sekitar lereng gunung. Longsoran itu sangat besar, deras, dan menyeramkan sehingga pada saat itu gulungan pasir tersebut menyerupai air bah yang biasanya terdiri dari air. Pada novel ini, ketika tokoh hampir sampai di puncak gunung Mahameru, tiba-tiba saja gulungan pasir jatuh dari puncak dan mengenai mereka yang berada di bawah. Gulungan pasir itu terlihat oleh mereka seperti longsor yang terdiri yang derasnya menyerupai air bah yang sangat besar dengan kecepatan yang sangat kencang.

“Daratan luas berpasir itu seperti sebuah papan besar menjulang indah di ketinggian menggapai langit” (5 cm, 2013, hal 342), data 153.

Penggunaan gaya bahasa persamaan atau simile terdapat pada ungkapan “Daratan luas berpasir itu seperti sebuah papan besar.” ungkapan “Daratan luas berpasir itu seperti sebuah papan besar” ini mengibaratkan keadaan atau tempat puncak suatu gunung. Daratan paling tinggi di gunung itu meyerupai hamparan pasir yang sangat luas sehingga menyerupai papan datar yang sangat luas. Pada novel ini, puncak gunung Mahameru digambarkan oleh tokoh seperti hamparan besar yang berpasir, dan sangat indah.

Gambar

Tabel Inventarisasi Gaya Bahasa kiasan dalam Novel 5 cm Karya Donny Dhirgantoro

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) unsur-unsur yang membangun novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro; (2) aspek sosial dalam novel 5 cm karya Donny

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro dalam penelitian ini adalah teknik analisis data secara dialektika yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) unsur-unsur yang membangun novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro; (2) aspek sosial dalam novel 5 cm

Adapun objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah pembentukan identitas tokoh Ian dalam novel 5 Cm karya Donny Dhirgantoro dengan tinjauan psikologi sastra.. Data

kesimpulan bahwa kepribadian tokoh Zafran dalam novel 5 Cm karya Donny Dhirgantoro, berdasarkan teori kebutuhan bertingkat Abraham Maslow adalah untuk dapat

2.5.2.5 Campur Kode Berupa Kalimat Tanya Satuan kebahasaan yang berupa kalimat tanya ditemukan dalam campur kode bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel 5 cm karya

Dipilihnya kajian aspek motivasi novel 5 Cm karya Donny Dhirgantoro dan Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi menggunakan pendekatan intertekstualitas ini karena kedua novel

Tidak hanya tokoh Riani yang memiliki soft skill berpikir kritis ini, tokoh Genta juga berpikir kritis dalam novel 5 Cm karya Donny Dhirgantoro dengan berpikir kritis