• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA NELAYAN: KASUS NELAYAN KECIL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA NELAYAN: KASUS NELAYAN KECIL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA"

Copied!
285
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA NELAYAN:

KASUS NELAYAN KECIL DI PANGKALAN PENDARATAN

IKAN MUARA ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA

WILDANI PINGKAN SURIPURNA HAMZENS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

PENGEMBANGAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA NELAYAN: KASUS NELAYAN KECIL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN

MUARA ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juni 2007

Wildani Pingkan Suripurna Hamzens NRP 061020111

(3)

ABSTRACT

Wildani Pingkan Suripurna Hamzens, 2007: FISHERMAN RESOURCE QUALITY ENHANCEMENT: CASE SMALL FISHERMAN AT MUARA ANGKE FISHERY PORT PROVINCE DKI JAKARTA. (Under a Team of Advisors with Sumardjo as Chairman; Margono Slamet, Prabowo Tjitropranoto, as members).

From generation to generation fisherman has been making a live for himself and family mainly by fishing from the sea. However, development has yet been able to make a significant change in their life. Fisherman resource quality is still low, which is reflected on low generated income of fishing from the sea. As the consequences, they ability to suffice their own and family needs also low.

The objectives of this research are: (1) to analyze several fisherman characteristic and environmental factors; to see how is it related with competence, as well as to find out which factors that determine fisherman competence formation; (2) to explain and analyze, condition of fisherman resources based on competence, ability to fulfill consumer’s need, income, and ability to suffice their own and their family need and (3) to formulized effective fisherman resource quality enhancement strategy.

Research finding has shown that: (1) feature of fisherman is characterized by: (a) individual characteristic(low education, new comer fisherman, low intrinsic motivation toward development, even though they appreciate their own profession); (b) effort characteristic that are: client-patron pattern (owner-worker-investor serve as main customer as weell), various capture equipment, various sharing return, most of them has more than 10 years experience as fisherman, and the main reason to become a fisherman is coming from fisherman family; Low environmental support toward formation of fisherman competence; Internal related factor towards competence formation are: (a) age; (b) number of dependant; (c) monthly expense and (d) experience as a fisherman. Experience is the most influential factor on fisherman competence formation. External factor that related to fisherman competence formation is fisherman institution; (2) Low qualiy of fisherman resource, reflected on: low competence, low ability to fulfill needs, low income, low ability to suffice their own and their family needs for living; (3) Fisherman resource quality enhancement strategy divided on: (a) internal strategy, by applying social inovation through continuous non formal education (extension) and (b) external strategy by increasing environment supports for fisherman effort according to their need.

Key words: Fisherman Resource Quality Enhancement, Competence, Social Inovation, Continuous non Formal Education (extension).

(4)

RINGKASAN

Wildani Pingkan Suripurna Hamzens, 2007. PENGEMBANGAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA NELAYAN: KASUS NELAYAN KECIL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA. Komisi Pembimbing: Sumardjo (Ketua), Margono Slamet dan Prabowo Tjitropranoto (Anggota).

Pembangunan belum mampu mengubah secara nyata kehidupan nelayan yang secara turun temurun telah menjadikan usaha menangkap ikan di laut sebagai mata pencaharian utama untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Mutu sumber daya manusia nelayan masih rendah, ini dapat dilihat dari masih rendahnya penghasilan yang diperoleh dari hasil usaha menangkap ikan di laut, sehingga rendah juga kemampuan nelayan memenuhi berbagai kebutuhan hidup, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis karakteristik individu nelayan dan faktor-faktor lingkungan, untuk melihat bagaimana hubungannya dengan kompetensi, serta untuk mengetahui faktor-faktor mana yang paling menentukan dalam membentuk kompetensi nelayan; (2) menguraikan dan menganalisis bagaimana kondisi mutu SDM nelayan berdasarkan: kompetensi, kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen, penghasilan, dan kemampuan memenuhi kebutuhan diri dan keluarga (kebutuhan hidup) dan (3) merumuskan strategi pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan yang efektif.

Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik nelayan dicirikan dengan: (a) karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik untuk maju rendah, namun demikian, nelayan menghargai profesinya; (b) karakteristik usaha, yaitu: pola patron-klien (pemilik-pekerja-pemodal merangkap konsumen utama), alat tangkap bervariasi, pola bagi hasil bervariasi, sebagian besar berpengalaman sebagai nelayan > 10 tahun, dan alasan utama menjadi nelayan karena berasal dari keluarga nelayan; Dukungan lingkungan terhadap terbentuknya kompetensi nelayan rendah; Faktor-faktor internal yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi adalah: (a) usia; (b) jumlah tanggungan; (c) pegeluaran setiap bulan dan (d) pengalaman sebagai nelayan, dan yang paling mempengaruhi terbentuknya kompetensi nelayan adalah pengalaman. Faktor eksternal yang berhubungan dengan terbentuknya kompetensi nelayan adalah kelembagaan nelayan; (2) mutu sumber daya manusia nelayan masih rendah, diperlihatkan dengan: rendahnya kompetensi, rendahnya kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen, rendahnya penghasilan, dan rendahnya kemampuan memenuhi kebutuhan diri dan keluarga (kebutuhan hidup) dan (3) strategi pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan dibagi atas: (a) strategi internal, dilakukan dengan cara penerapan inovasi sosial melalui kegiatan pendidikan non formal (penyuluhan) secara berkelanjutan dan (b) strategi eksternal dengan cara meningkatkan berbagai dukungan lingkungan pada usaha nelayan, sesuai kebutuhan.

Kata kunci: Pengembangan Mutu SDM Nelayan, Kompetensi, Inovasi Sosial, Penyuluhan yang Berkelanjutan.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, dan mikrofilm, dan sebagainya

(6)

PENGEMBANGAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA NELAYAN:

KASUS NELAYAN KECIL DI PANGKALAN PENDARATAN

IKAN MUARA ANGKE PROVINSI DKI JAKARTA

WILDANI PINGKAN S. HAMZENS

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(7)

Judul Disertasi : Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia Nelayan:

Kasus Nelayan Kecil di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Provinsi DKI Jakarta

Nama : Wildani Pingkan Suripurna Hamzens NRP : P 061020111

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sumardjo, M.S Ketua

Prof. Dr. H. R. Margono Slamet, M.Sc Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Amri Jahi M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian: 22 Mei 2007 Tanggal Lulus: 27 Juni 2007 vi

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Siti Amanah

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Pang S. Asngari, M.Ed 2. Dr. Sudirman Saad, SH.M.Hum

(9)

PRAKATA

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, Tuhan Seru Sekalian Alam, karena hanya dengan ijinNya penelitian ini dapat selesai sesuai waktu yang direncanakan. Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat, Komisi Pembimbing Disertasi: (1) Dr. Ir. Sumardjo, M.S, sebagai Ketua Komisi Pembimbing Disertasi dan Anggota Komisi Akademik, yang telah dengan tekun, teliti serta penuh kesabaran membimbing penelitian ini; (2) Prof. Dr. H. R. Margono Slamet, M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing Disertasi juga sebagai Ketua Komisi Akademik yang telah membimbing penulis sejak awal studi, dan (3) Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc, sebagai anggota Komisi Pembimbing Disertasi dan Anggota Komisi Pembimbing Akademik, yang telah membimbing minat penelitian sejak awal perkuliahan.

Terima kasih kepada Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc sebagai ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (P.S Ilmu PPN) dan juga anggota Komisi Pembimbing Akademik, atas bimbingan selama studi, juga atas saran yang diberikan pada Ujian Tetutup. Kepada Dr. Ir. Siti Amanah sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, dan Dr. Ir. Titik Sumarti M.C. M.S, Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia, penulis mengucapkan terima kasih atas saran-saran pada saat Ujian Tertutup.

Kepada Prof. Dr. Pang S.Asngari, penulis menyampaikan terima kasih atas bimbingan selama menjadi anggota Komisi Pembimbing Akademik, juga terima kasih atas masukan saat menjadi Penguji Luar Komisi di Ujian Terbuka. Kepada Dr. Sudirman Saad, SH. M.Hum, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, yang bertindak sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, penulis menyampaikan terima kasih atas kesediaan menguji juga atas saran-saran yang diberikan. Terima kasih kepada Rektor IPB dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, juga kepada Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Prof. Dr. Ir. Hardinsyah atas saran pada Ujian Terbuka. Kepada seluruh staf administrasi Sekolah Pascasarjana IPB, terima kasih atas berbagai dukungan sehingga seluruh kegiatan administrasi akademik di Sekolah Pascasarjana IPB dapat berjalan dengan baik. Kepada seluruh staf pengajar di P.S Ilmu PPN Sekolah Pascasarjana IPB terima kasih atas ilmu yang telah diberikan. Kepada

(10)

Rekan-rekan selama belajar di P.S Ilmu PPN, terima kasih atas kebersamaannya. Semoga perjuangan membentuk dan merubah pola perilaku manusia Indonesia menjadi manusia yang lebih berkualitas dapat kita wujudkan bersama-sama. Kepada staf administrasi P.S Ilmu PPN terima kasih atas berbagai dukungan sehingga kegiatan administrasi akademik di P.S Ilmu PPN berjalan dengan baik.

Kepada Rektor Universitas Tadulako, Sahabudin Mustafa, S.E, Msi; Dekan F.T Universitas Tadulako Ir. Muh. Ghalib Ishak, M.S; Ir. T.A.M. Tilaar, M.S, sebagai mantan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Tadulako, saat ini Pembantu Rektor IV Universitas Tadulako; Rekan-rekan di Universitas Tadulako, dan Staf Administasi Universitas Tadulako, terima kasih atas semua dukungan yang telah diberikan. Kepada Ir. Maulidin Labalo, S.Sos, Msi sebagai Kepala Balitbangda Provinsi Sulawesi Tengah; Pemda Provinsi DKI Jakarta; Rekan-rekan di Konsultan Perencanaan dan Desain serta Pusat Penelitian dan Perencanaan Pembangunan Labdawara, penulis menyampaikan terima kasih atas kerjasama, serta kesempatan dan kebebasan untuk mengembangkan diri. Kepada Ayah, A. Fikri Hamzens, dan Ibu Elvire Sylvia, penulis menyampaikan terima kasih atas motivasi, kepercayaan, dan berbagai dukungan yang telah diberikan dengan sangat tulus. Terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada Ibu Hendro dan Keluarga di Bogor, serta adik-adikku dan keluarganya masing-masing.

Kepada saudara-saudara Nelayan di Muara Angke, dan Nelayan di berbagai tempat yang pernah dikunjungi, penulis menyampaikan terima kasih, karena tanpa bantuan dan penerimaan yang baik, penelitian ini tidak pernah ada. Kepada seluruh hadirin yang telah meluangkan waktunya mengikuti Ujian Terbuka, penulis juga menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan perhatian selama berlangsungnya ujian.

Terakhir, kepada semua yang telah mendukung penelitian ini namun belum disebutkan satu persatu, penulis menyampaikan banyak terima kasih.

Harapan penulis, semoga Allah SWT memberikan kemudahan mencapai kemajuan bagi nelayan Indonesia khususnya, dan bagi seluruh Bangsa Indonesia. Amiin. Saran dan masukan sangat diharapkan guna perbaikan, dan untuk semua saran yang diberikan, penulis menyampaikan terima kasih.

Bogor, Juni 2007

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara keluarga Bapak A. Fikri Hamzens dan Ibu Elvire Sylvia, lahir di Manado 19 Oktober 1967.

Riwayat pendidikan: TK di Manado, SD Negeri 3 Palu, SMP Negeri 1 Palu, dan SMA Negeri 3 Semarang. Penulis menempuh dan menyelesaikan S1 di Jurusan Arsitektur

Universitas Diponegoro Semarang, lulus sebagai Arsitek tahun 1993. S2 Magister

Perencanaan Kota dan Daerah, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus sebagai Perencana Kota dan Daerah tahun 1999. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan di Sekolah Pascasarjana IPB, pada September 2002 dan mulai mengikuti kuliah sebagai mahasiswa PS Ilmu PPN IPB mulai Februari tahun 2003.

Selama pendidikan formal penulis mengikuti kegiatan kesiswaan yaitu OSIS, dan kegiatan kemahasiswaan seperti: Keluarga Mahasiswa, Senat Mahasiswa, dan Badan

Perwakilan Mahasiswa. Setelah menyelesaikan S1, penulis mendirikan Konsultan

Perencanaan dan Desain, yang menangani perencanaan gedung, lansekap, tata ruang, kawasan khusus, dan perencanaan pembangunan. Dilanjutkan dengan mendirikan Lembaga Riset, dan Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM), yang menangani penelitian dalam bidang pembangunan, melayani kebutuhan informasi rencana pembangunan, serta memberikan advokasi dan pelatihan SDM. Menjadi staf pengajar di Fakultas Teknik Universitas Tadulako sejak tahun 1994. Menyadari pentingnya meningkatkan mutu SDM di tanah air, mengantarkan penulis menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Sekolah Pascasarjana IPB.

Bogor, Juni 2007

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ……….……….…i

ABSTRACT ………..….ii

RINGKASAN ...………..iii

HALAMAN HAK CIPTA ...iv

HALAMAN JUDUL ... v

HALAMAN PENGESAHAN ...vi

PRAKATA ...………...……….. .vii

RIWAYAT HIDUP ………...ix

DAFTAR TABEL ………..…..xiv

DAFTAR GAMBAR ………...………xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

PENDAHULUAN ...1 Latar Belakang ...1 Masalah Penelitian ... 4 Tujuan Penelitian ... 4 Kegunaan Penelitian ... 4 Definisi Istilah ... 6 TINJAUAN PUSTAKA ... 14 Nelayan ... 14

Nelayan dan Peluang yang Ada ... 14

Karakteristik Nelayan ... 14

Penggolongan Nelayan ... 14

Kemiskinan Nelayan ... 17

Akar Permasalahan Kemiskinan Nelayan ...19

Pengentasan Kemiskinan Nelayan melalui Pembangunan Perikanan ... 19

Posisi Nelayan dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Beberapa Negara ... 21

Posisi Nelayan Jepang dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ... 21

Posisi Nelayan Kanada dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ... 23

Posisi Nelayan Norwegia dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ... 25

Posisi Nelayan Filipina dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ... 26

Posisi Nelayan Belanda dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ... 27

Posisi Nelayan Amerika Serikat dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ... 28

Posisi Nelayan Indonesia dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ... 29

(13)

Konsep Mutu ... 31

Sejarah ... 31

Definisi Mutu ... 32

Membangun Sistem Mutu ... 32

Manajemen Mutu Terpadu (MMT)... 33

Manfaat Data dalam MMT ... 42

Sumber Daya Manusia Nelayan ……… 43

Pandangan tentang Sumber Daya Manusia ………..………. .. 45

Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 45

Pengembangan Sumber Daya Manusia Nelayan ... 45

Peranan Ilmu Penyuluhan Pembangunan dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia Nelayan ... 47

Ilmu Penyuluhan Pembangunan dan Perubahan Perilaku ... 47

Mengubah Perilaku dan Membangun Kompetensi Nelayan ... 48

Motivasi ... 49

Sikap ... 52

Wirausaha ... 54

Tujuan Pendidikan ... 54

Pengalaman Belajar ... 55

Mutu dalam Penyuluhan Pembangunan ... 56

Jasa Penyuluhan Pembangunan ... 57

Sifat-sifat Pokok Mutu Jasa Penyuluhan Pembangunan ... 57

Ciri-ciri Mutu Pelayanan ... 57

Proses Penyuluhan... 58

Tantangan Pelaksanaan MMT di Lembaga Penyuluhan Pembangunan ... 58

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 59

Kerangka Berpikir ... 59

Mengubah Pola Perilaku Nelayan ... 59

Area Kerja Pengembangan Mutu SDM Nelayan ... 59

Pelanggan-pelanggan Nelayan dan Kebutuhannya ... 60

Paradigma Pola Perilaku Nelayan Bermutu ... 63

Kualitas Perilaku Ideal Nelayan Berdasarkan Jenis Pelanggannya ... 67

Hubungan Sebab Akibat Rendahnya Mutu SDM Nelayan ... 73

Alur Pikir Proses Penelitian, dan Hubungan antar Variabel ... 76

Hipotesis ... 80 Hipotesis 1 ... 80 Hipotesis 2 ... 80 Hipotesis 3 ... 81 Hipotesis 4 ... 81 xi

(14)

Hipotesis 5 ... 81

Hipotesis 6 ... 82

Hipotesis 7 ... 82

Hipotesis 8 ... 82

METODE PENELITIAN ...83

Populasi dan Sampel ... 83

Populasi ... 83

Sampel ... 83

Rancangan Penelitian ... 84

Data dan Instrumentasi ... 85

Peubah dan Pengukuran... 88

Pengumpulan Data ... 96

Analisis Data ... 96

HASIL DAN PEMBAHASAN ………...98

Hasil ...98

Orientasi Wilayah Penelitian ... 98

Nelayan Kecil di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, Provinsi DKI Jakarta ... 98

Karakteristik Nelayan ... 100 Karakteristik Individu ...100 Karakteristik Usaha ...108 Kekondusifan Lingkungan ... 118 Kelembagaan Nelayan ... 118 Kesempatan ...127 Ketersediaan Informasi ...122 Penyuluhan ...123 Sarana Prasarana ...124

Mutu Sumber Daya Manusia Nelayan ... 124

Kompetensi Nelayan ... 124

Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen... 132

Penghasilan Nelayan ... 138

Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Hidup ... 142

Strategi Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia Nelayan ... 150

Variabel-variabel yang Mempengaruhi Mutu SDM Nelayan …... 150

Strategi Internal: Inovasi Sosial untuk Pengembangan Mutu SDM Nelayan...153

Strategi Eksternal: Memberikan Dukungan Lingkungan yang Kondusif untuk Mencapai Kesejahteraan Nelayan ...172

Menciptakan Dukungan Lingkungan yang Kondusif untuk Mencapai Kesejahteraan Nelayan ...191

(15)

Perpaduan Strategi Internal dan Strategi Eksternal:

Satu Strategi Internal + Dua Belas Strategi Eksternal = Strategi Inovasi

Sosial Pengembangan SDM Nelayan Secara Komprehensif ... 203

Pembahasan ... 206 Kondisi Umum... 206 Karakteristik Nelayan... 207 Karakteristik Individu ...207 Karakteristik Usaha ...210 Kekondusifan Lingkungan ... 213 Kelembagaan Nelayan ... 213 Kesempatan ...213 Ketersediaan Informasi ...214 Penyuluhan ...215 Sarana Prasarana ...216

Mutu Sumber Daya Manusia Nelayan ... 216

Kompetensi Nelayan ... 216

Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen... 222

Penghasilan Nelayan ... 228

Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Hidup ... 232

Strategi Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia Nelayan ... 236

Variabel-variabel yang Mempengaruhi Mutu SDM Nelayan …... 237

Pemilihan Pola Dasar Intervensi Penyuluhan untuk Pengembangan Mutu SDM Nelayan ... 239

KESIMPULAN DAN SARAN ... 241

Kesimpulan ... 241 Saran ... 245 DAFTAR PUSTAKA ...247 LAMPIRAN ... 253 xiii

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sifat-sifat Pokok Mutu Jasa ... 35

2. Ukuran Mutu ...36

3. Pelanggan Internal Nelayan dan Kebutuhannya ... 61

4. Pelanggan Eksternal Nelayan dan Kebutuhannya ... 62

5. Arah Pergeseran Paradigma Menuju Nelayan Bermutu ... 64

6. Kualitas Perilaku Ideal Nelayan Berdasarkan Jenis Pelanggannya ... 67

7. Kisaran P Value Hasil Uji Korelasi antara Variabel Utama Penelitian ... 87

8. Karakteristik Individu Nelayan ...101

9. Sikap terhadap Profesi ... 107

10. Motivasi Intrinsik untuk Menjadi Nelayan Maju ... 108

11. Jenis Alat Tangkap dan Hasil Tangkapan ...109

12. Jenis Alat Tangkap dan Variasi Berat Tangkapan (Kg) ... 111

13. Jenis Alat Tangkap dan Pola Pembagian Hasil ... 114

14. Pengalaman Nelayan (Tahun) ...115

15. Alasan Menjadi Nelayan ...117

16. Kondisi Kekondusifan Lingkungan ...118

17. Kesempatan Pengembangan Usaha yang Diperoleh Nelayan ... 120

18. Dukungan Informasi Usaha yang Diperoleh Nelayan ... 122

19. Dukungan Penyuluhan bagi Nelayan ... 123

20. Dukungan Sarana Prasarana yang Diperoleh Nelayan ... 124

21. Kompetensi Nelayan ... 125

22. Hubungan Kompetensi Nelayan dengan Sub-sub Variabelnya ...131

23. Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen ...133

24. Nilai Hubungan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen dengan Sub-sub Variabelnya ...134

25. Pola Bagi hasil, Jumlah Personil Melaut dan Penghasilan Rata-rata Perbulan ...136

(17)

26. Penghasilan Nelayan Perbulan (Rp) ...138

27. Pengeluaran Nelayan Perbulan (Rp) ...139

28. Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Hidup ...143

29. Pola Kebiasaan Makan Nelayan Setiap Hari ... 144

30. Pola Pemenuhan Kebutuhan Pakaian (Tahun) ...144

31. Kondisi Kesehatan Nelayan ... 145

32. Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Pendidikan Formal ... 146

33 Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Listrik (Bulan) ... 146

34. Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Air Bersih (Bulan) ………..…………147

35. Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Rekreasi (Tahun) ………148

36. Tingkat Perasaan Dihargai ………148

37. Nilai Hubungan Variabel Penghasilan Nelayan dan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Hidup ...149

38. Nilai Hubungan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Diri dan Keluarga (Kebutuhan Hidup) dengan Sub-Variabelnya ...150

39. Pola Penyelenggaraan Penyuluhan Bidang Perikanan dan Kelautan Untuk Nelayan ...169

40. Jenis Jasa yang Diberikan oleh Lembaga Penyuluhan Bidang Perikanan dan kelautan bagi Nelayan ...171

41. Rangkuman Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Pengembangan Kompetensi Nelayan ...192

42. Rangkuman Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen ...196

43. Rangkuman Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan Penghasilan Nelayan dan untuk Peningkatan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Hidup ... 200

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Proses Pemecahan Masalah ... 41

2. Tujuan Pendidikan pada Tiga Kawasan ... 55

3. Konsep Inovasi Sosial ...60

4. Hypothetical Model Diagram Ishikawa (Diagram Sebab- Akibat) Rendahnya Mutu SDM Nelayan ...74

5.Alur Pikir dan Proses Penelitian Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia Nelayan ... 77

6. Pola Hubungan antar Variabel dalam Penelitian Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia Nelayan ...78

7. Model Hubungan pada Hipotesis 1 ... 80

8. Model Hubungan pada Hipotesis 2 ... 80

9. Model Hubungan pada Hipotesis 5 ... 81

10. Model Hubungan pada Hipotesis 7 ... 82

11. Pola Hubungan Karakteristik Nelayan dan Kekondusifan Lingkungan (Kelembagaan Nelayan) dengan Kompetensi Nelayan ...132

12. Pola Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen ...137

13. Pola Hubungan Kekondusifan Lingkungan dengan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen ...138

14. Pola Hubungan Kompetensi dengan dengan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen ...138

15. Pola Hubungan Karakteristik Nelayan dan Kekondusifan Lingkungan dengan Penghasilan Nelayan ...140

16. Pola Hubungan Kompetensi dengan Penghasilan Nelayan ...141

17. Pola Hubungan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen dengan Penghasilan Nelayan ...142

18. Hasil Analisis Jalur Faktor-faktor yang saling Mempengaruhi Mutu SDM Nelayan (Gabungan NPm-NPk) ...151

19. Hasil Analisis Jalur Faktor-faktor yang saling Mempengaruhi Mutu SDM pada Nelayan Pemilik (NPm) ...152

(19)

20. Hasil Analisis Jalur Faktor-faktor yang saling Mempengaruhi

Mutu SDM pada Nelayan Pekerja (NPk) ...153 21. Lingkaran Inovasi Sosial Strategi Pengembangan

Mutu SDM Nelayan ...154 22. Diagram Sebab-Akibat Rendahnya Kompetensi Nelayan ...156 23. Lingkaran Sheward: Proses Pemecahan Masalah Rendahnya

Kompetensi Nelayan ...165 24. Diagram Sebab Akibat Rendahnya Kemampuan Nelayan

Memenuhi Kebutuhan Hidup ...173 25. Diagram Hubungan Sebab-Akibat Rendahnya Mutu SDM

(Analisis Manusia) ... 175 26. Diagram Hubungan Sebab-Akibat Rendahnya Mutu SDM

(Analisis Materi) ...179 27. Diagram Hubungan Sebab-Akibat Rendahnya Mutu SDM

(Analisis Metode) ...182 28. Diagram Hubungan Sebab-Akibat Rendahnya Mutu SDM

(Analisis Perlengkapan ) ... 185 29. Diagram Hubungan Sebab-Akibat Rendahnya Mutu SDM

(Analisis Lingkungan) ... 188 30. Strategi Inovasi Sosial Pengembangan SDM Nelayan secara Komprehensif ...204

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan dan Pengembangan

Kompetensi Nelayan ...254 2. Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan Kemampuan Nelayan

Memenuhi Kebutuhan Konsumen ...255 3. Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan Penghasilan Nelayan

dan untuk Peningkatan Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Hidup ...256 4. Pelaksanaan Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan dan

Pengembangan Kompetensi Nelayan...257 5. Pelaksanaan Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan

Kemampuan Nelayan Memenuhi Kebutuhan Konsumen ...258 6. Pelaksanaan Strategi Dukungan Lingkungan Eksternal untuk Peningkatan

Penghasilan Nelayan dan untuk Peningkatan Kemampuan Nelayan Memenuhi

Kebutuhan Hidup ...259 7. Contoh Industri Tradisional yang ada di Asia Tenggara ...260 8. Negara Penghasil Terbesar pada Penangapan Perikanan Laut

dan Perikanan Darat ...261 9. Penyerapan Kredit Perbankan pada Usaha Perikanan Tahun 2005 ...261 10. Realisasi Pinjaman Tahun 2001-2004 Unit Simpan Pinjam

Swamitra Mina I ...262 11. Laporan Bulanan Per 30 September 2003 Kelompok Tani Nelayan

Rampus Jaya ...262 12. Realisasi Retribusi Lelang Ikan 2001-2004 Koperasi Perikanan Mina Jaya ...263 13. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Komoditas Perikanan

1997-2002 ...263 14. Pertumbuhan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2004 ...264 15. Potensi Perikanan Tangkap di Perairan Laut Indonesia ...265

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penelitian tentang pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan sangat penting dilakukan. Penyelenggaraan pembangunan belum mampu mengubah secara nyata kehidupan nelayan yang secara turun temurun telah menjadikan usaha menangkap ikan di laut sebagai mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mutu sumber daya manusia nelayan masih rendah. Hal ini diperkirakan dapat dilihat dari rendahnya: (1) kompetensi; (2) kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen; (3) penghasilan dan (4) kemampuan memenuhi kebutuhan hidup.

Nelayan yang secara turun temurun telah menjadikan kegiatan menangkap ikan di laut sebagai mata pencaharian utama, masih sulit mengembangkan diri untuk menjadi nelayan yang lebih maju. Nelayan berpendidikan rendah, bahkan putus sekolah. Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah diperkirakan masih kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan usaha nelayan untuk berkembang menjadi nelayan yang lebih maju. Waktu yang lebih banyak dihabiskan di laut, menyebabkan nelayan mengalami kesulitan belajar secara normal seperti warga masyarakat lainnya yang bekerja di darat. Akibatnya nelayan kehilangan banyak waktu untuk memikirkan dan melakukan berbagai hal untuk meningkatkan mutu kehidupannya dan mutu kehidupan keluarganya.

Indonesia adalah negeri maritim yang dikaruniai lautan yang luasnya kira-kira dua per tiga wilayah Indonesia. Diibandingkan dengan potensi maritim Indonesia yang besar, nelayan masih belum mampu secara optimal mengelola sumber daya laut Indonesia dengan baik dan bertanggung jawab. Padahal, nelayan yang sudah secara turun temurun menggantungkan hidupnya pada usaha menangkap ikan, selayaknya merupakan stakeholder pertama yang memiliki peluang besar untuk meningkatkan dirinya menjadi nelayan yang maju. Mereka berhak untuk hidup lebih sejahtera secara berkelanjutan melalui mata pencaharian di sektor perikanan dan kelautan.

(22)

2 Untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi nelayan, dan agar nelayan dapat bangkit menjadi nelayan yang lebih maju, nelayan perlu meningkatkan mutu sumber daya manusianya.

Ditinjau dari konsep mutu, semakin tinggi mutu sumber daya manusia yang dimiliki nelayan, maka akan semakin besar kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan pelanggan-pelanggannya. Misalnya saja, untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan internal nelayan, yaitu dirinya sendiri dan keluarganya, nelayan membutuhkan penghasilan yang memadai.

Persaingan usaha di bidang perikanan tangkap di laut, menuntut nelayan kecil harus mampu mengembangkan dirinya menjadi nelayan yang lebih mampu menyesuaikan diri sesuai dengan tuntutan usahanya saat ini. Namun, melihat mutu sumber daya manusia nelayan yang belum sepenuhnya adaptif dengan perubahan lingkungan yang cepat, maka perubahan kondisi nelayan tradisional, atau nelayan kecil menjadi nelayan yang lebih maju membutuhkan proses perubahan yang terencana dengan baik.

Kebutuhan konsumen akan hasil-hasil perikanan kini tidak murni bergantung pada nelayan tradisional atan nelayan kecil. Pengusaha-pengusaha perikanan telah menjadi pesaing utama nelayan kecil dalam mengisi pasar hasil-hasil perikanan dan kelautan. Dengan peralatan tangkap yang canggih, para pengusaha perikanan dapat melaut hingga laut lepas, dan mencari area yang potensial sumber daya perikanannya tanpa terlalu tergantung pada musim. Harga jual hasil tangkapan para pengusaha perikanan juga tidak tergantung pada tengkulak ataupun perantara. Mereka dapat menentukan harga pasar.

Pelanggan nelayan dibagi atas pelanggan internal, yaitu nelayan dan keluarganya dan pelanggan eksternal, terutama konsumen yang membeli produk-produk hasil tangkapan. Nelayan yang bermutu akan selalu berusaha memberikan produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan atau harapan para pelanggannya. Nelayan mendapat imbalan yang dapat digunakan untuk dipertukarkan membeli berbagai kebutuhan hidupnya dari konsumen. Karenanya, kesejahteraan nelayan secara

(23)

3 individu dan kesejahteraan keluarganya akan sangat tergantung dari kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan atau harapan konsumennya.

Terdapat kondisi yang telah berubah pada nelayan tradisional, nelayan kecil, atau nelayan yang sejak turun temurun telah menjadikan kegiatan melaut sebagai mata pencaharian utama. Saat ini pekerjaan melaut tidak lagi dilakukan sekedar berorientasi memenuhi kebutuhan keluarga. Nelayan telah makin menyadari nilai ekonomis yang tinggi dari sumber daya laut, khususnya sumber daya perikanan. Namun, masih banyak hambatan yang dihadapi nelayan untuk maju dan memanfaatkan peluang pasar perikanan, baik pada skala lokal maupun ekspor.

Nelayan tradisional perlu membenahi sistem usahanya, dan memiliki kompetensi yang sesuai untuk dapat memanfaatkan peluang usaha yang terbuka. Nelayan tradisional harus menjadi nelayan yang maju dalam menjalankan usahanya, sehingga dapat memainkan peran aktif dan ikut menentukan dalam pasar perikanan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan sistem usaha yang tepat dan kesempatan yang terbuka luas serta kompetensi yang memadai, diharapkan nelayan dapat menjalankan usahanya dengan baik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumennya.

Kompetensi nelayan yang selalu ditingkatkan dan dikembangkan diharapkan dapat berakibat makin meningkatnya mutu sumber daya manusia nelayan. Namun, meningkatnya kompetensi nelayan perlu didukung dengan kesempatan berusaha, dan sistem usaha yang tepat bagi nelayan. Kondisi yang saling mendukung, akan mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan. Selanjutnya, nelayan dapat lebih baik lagi memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan keluarganya, dan akhirnya nelayan dapat menjalankan kewajibannya yang lebih luas lagi sebagai warga negara Indonesia, yaitu mampu membayar pajak penghasilan dengan baik pada negara. Mengingat kondisi kehidupan nelayan tradisional atau nelayan kecil masih jauh tertinggal dibanding peluang usaha perikanan yang terbuka luas, maka perlu dilakukan berbagai perubahan yang bertujuan meningkatkan mutu sumber daya manusia nelayan. Untuk alasan inilah penelitian ini dilakukan.

(24)

4

Masalah Penelitian

Beberapa masalah penelitian yang perlu dijawab dalam penelitian ini, yaitu: (1) Bagaimana karakteristik nelayan, faktor-faktor lingkungan, dan faktor mana

yang determinan dalam pembentukan kompetensi nelayan?

(2) Bagaimana mutu sumber daya nelayan, dilihat dari: kompetensi, kemampuan memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal (konsumen), penghasilan, dan kemampuan memenuhi kebutuhan pelanggan internal (diri dan keluarga)? (3) Bagaimana strategi pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan yang efektif?

Tujuan Penelitian

Masyarakat nelayan kecil adalah suatu sistem sosial yang perlu mendapat perhatian agar makin meningkat mutu kehidupannya. Untuk mencapai mutu kehidupan yang baik, nelayan perlu memiliki kompetensi yang berorientasi pada keberhasilan usahanya, sehingga dapat mendukung peningkatan penghasilan dan peningkatan kesejahteraannya.

Berdasarkan pertimbangan di atas dan terkait dengan masalah-masalah yang perlu di jawab, maka tujuan penelitian ini adalah:

(1) Menganalisis karakteristik individu nelayan dan faktor-faktor lingkungan, serta melihat faktor determinan dalam pembentukan kompetensi nelayan. (2) Menguraikan dan menganalisis kondisi mutu sumber daya manusia, dilihat

dari: kompetensi, kemampuan memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal (konsumen), penghasilan, dan kemampuan memenuhi kebutuhan pelanggan internalnya, dirinya dan keluarga (kebutuhan hidup).

(3) Merumuskan strategi pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan yang efektif.

Kegunaan Penelitian

Nelayan kecil diperkirakan belum memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Mereka belum mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan

(25)

5 pelanggan-pelanggannya, juga belum mampu secara cepat beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang cepat. Ketidakmampuan beradaptasi ini memperlihatkan bahwa nelayan memiliki berbagai keterbatasan untuk menjadi nelayan yang maju dalam usahanya, sehingga nelayan belum mampu hidup sejahtera sesuai jamannya. Seperti dirumuskan dalam permasalahan dan tujuan, penelitian ini berusaha mengungkap kondisi mutu sumber daya manusia nelayan, yaitu dengan cara membuktikan apakah keterbatasan dalam hal: (a) kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen; (b) penghasilan dan (c) pemenuhan kebutuhan hidup, dipengaruhi oleh karakteristik individu, karakteristik lingkungan, dan kompetensi.

Pola pikir ini mengantarkan penulis pada pemahaman perlunya penelitian pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan dilakukan. Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan, baik dalam area teoritis maupun praktis, yaitu:

(1) Dalam area teoritis

(a) Pengidentifikasian karakteristik nelayan dan faktor-faktor lingkungan yang dipilih. Hal ini akan memungkinkan hadirnya penjelasan yang memadai tentang keterkaitan karakteristik individu dan faktor-faktor lingkungan, dengan kompetensi nelayan. Hasil penelitian dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya, terkait dengan pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan kecil, agar selalu memiliki kompetensi yang diperlukan. (b) Penelitian ini tidak sekedar mengarahkan nelayan kecil pada satu kompetensi

khusus yang diperlukan secara situasional. Namun berupaya menghadirkan strategi pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan yang efektif dan dapat berlaku dalam jangka waktu yang lama.

(2) Dalam area praktis

(a) Bagi nelayan kecil di Indonesia.

Dalam rangka upaya penyadaran, yaitu: agar nelayan mengetahui mutu sumber daya manusia yang dimilikinya, aggar nelayan memiliki keinginan dan kemampuan untuk meningkatkan dan mengelola sumber dayanya, dan agar nelayan memiliki kompetensi yang sesuai sehingga dapat memenuhi

(26)

6 kebutuhan konsumennya, memperoleh penghasilan yang layak, dan dapat mencapai peningkatan kesejahteraan hidup.

(b) Bagi pemerintah

Sebagai panduan dalam menentukan program pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan.

(c) Bagi wakil rakyat.

Sebagai rekomendasi dalam penentuan kebijakan dan pengawasan penyelenggaraan pembangunan perikanan, khususnya dalam pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan.

(d) Bagi lembaga penyuluhan.

Strategi yang ada dapat digunakan sebagai panduaan penyelenggaraan kegiatan penyuluhan yang bertujuan memberikan penyadaran pada nelayan akan pentingnya mutu, yaitu: agar nelayan mau mengubah perilakunya, mengetahui, mau dan mampu memenuhi kebutuhan konsumennya secara mandiri, dan agar nelayan selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya agar usahanya dapat berkembang dengan baik.

(e) Bagi swasta

Agar dapat berpartisipasi dengan tepat sasaran, dan mampu menyesuaikan program-program kemitraan yang sesuai kebutuhan nelayan kecil untuk maju, dengan prinsip kerja sama yang benar-benar adil dan berkelanjutan.

Definisi Istilah

Untuk keperluan penelitian ini, digunakan beberapa istilah yang penting diketahui maknanya. Dengan adanya definisi istilah yang jelas, diharapkan dapat memperoleh data dan informasi yang tepat, sesuai kebutuhan penelitian.

(1) Nelayan menunjuk pada individu, yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan di laut.

(2) Nelayan tradisional adalah nelayan yang secara turun temurun menjadikan kegiatan menangkap ikan sebagai mata pencaharian utama, dan pada saat ini

(27)

7 masih menggunakan armada, dan pola kebiasaan berusaha yang diwariskan dari keluarga.

(3) Nelayan kecil menunjuk pada usaha nelayan tradisional.

(4) Nelayan pemilik (NPm), menunjuk pada individu, pemilik kapal tradisional/ perahu dan pemilik peralatan penangkapan ikan.

(5) Nelayan pekerja (NPk), menunjuk pada individu, yang bekerja pada nelayan pemilik kapal/ perahu (NPm).

(6) Pemodal, menunjuk pada seseorang yang memberikan modal pada nelayan untuk keperluan menangkap ikan.

(7) Perikanan tangkap adalah kegiatan yang berhubungan dengan penangkapan ikan di laut.

(8) Karakteristik nelayan adalah faktor-faktor internal dan spesifik yang dimiliki nelayan, terdiri dari: (a) karakteristik individu dan (b) karakteristik usaha. (9) Kekondusifan lingkungan adalah faktor-faktor lingkungan yang spesifik di luar

diri nelayan.

(10) Mutu adalah paduan sifat-sifat barang dan jasa atau kombinasi keduanya yang dihasilkan nelayan, yang menunjukkan kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan pelanggan-pelanggannya (pelanggan yang memberikan imbalan/ konsumen), baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat.

(11) Mutu sumber daya manusia nelayan adalah kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan para pelanggannya, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.

(12) Nelayan bermutu adalah nelayan yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan-pelanggannya, menyamai atau bahkan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan-pelanggannya.

(13) Pelanggan nelayan adalah orang-orang atau pihak-pihak yang harus dipenuhi kebutuhannya oleh nelayan.

(14) Pelanggan internal nelayan adalah nelayan dan keluarganya.

(15) Pelanggan eksternal nelayan adalah orang-orang atau pihak-pihak di luar diri nelayan dan keluarganya yang harus dipenuhi kebutuhannya oleh nelayan.

(28)

8 (16) Pelanggan eksternal primer nelayan adalah pihak-pihak yang harus dipenuhi

kebutuhannya oleh nelayan, dalam bentuk produk hasil tangkapan (ikan dan sejenisnya), jasa yang terkait, atau kombinasi dari keduanya. Pelanggan eksternal primer ini memberi bayaran pada nelayan sebagai imbalan dipenuhi kebutuhan ikannya oleh nelayan.

(18) Pada penelitian ini, pelanggan eksternal primer disebut pelanggan eksternal saja atau konsumen.

(19) Pelanggan eksternal sekunder dari nelayan adalah pemerintah, merupakan pihak yang mengharapkan dapat dipenuhi kebutuhannya oleh nelayan dalam bentuk setoran pajak pendapatan sebagai dukungan terhadap penyelenggaraan pembangunan daerah dan pembangunan nasional.

(20) Pelanggan eksternal tersier dari nelayan adalah negara, merupakan pihak yang mengharapkan dipenuhi kebutuhannya oleh nelayan dalam bentuk: terwujudnya kesejahteraan nelayan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, pendapatan negara yang berasal dari pajak pendapatan nelayan, dukungan terhadap kesehatan masyarakat Indonesia dengan cara memenuhi kebutuhan gizi masyarakat

Indonesia yang berasal dari hasil laut Indonesia.

(21) Kebutuhan pelanggan adalah barang atau jasa yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang harus dipenuhi kebutuhannya oleh nelayan.

(22) Kompetensi adalah kecakapan yang memadai yang harus dimiliki nelayan, yang dibutuhkan nelayan untuk dapat bertindak melakukan tugas-tugasnya dengan baik sesuai zamannya.

(23) Nelayan yang kompeten adalah nelayan yang memiliki kecakapan yang

dibutuhkan dengan tingkat yang memadai untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik.

(24) Mutu sumber daya manusia nelayan adalah kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan-pelanggannya.

(25) Pengembangan mutu sumber daya manusia nelayan adalah upaya meningkatkan kapasitas individu nelayan agar selalu adaptif sehingga dapat melakukan

(29)

9 (26) Kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal memperlihatkan

kecakapan nelayan dalam hal: (a) ketanggapan menyediakan produk; (b)

ketanggapan melayani konsumen; (c) produktivitas dan (d) keberlanjutan usaha. (27) Penghasilan nelayan adalah besarnya uang yang diperoleh nelayan dalam menjual

hasil tangkap (dalam rupiah) selama satu bulan.

(28) Kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan pelanggan internal adalah tingkat terpenuhinya kebutuhan hidup nelayan dan keluarganya, bagi nelayan yang telah menikah, dan tingkat terpenuhinya kebutuhan dirinya sendiri, bagi yang belum menikah.

Secara rinci definisi istilah masing-masing sub peubah dari keenam peubah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Karakteristik nelayan (X1) Karakteristik individu:

- Pendidikan (X1.1)

Adalah pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh nelayan hingga saat penelitian.

- Usia (X1.2)

Adalah umur nelayan yang dihitung dari saat lahir sampai saat dilakukannya penelitian, dan dibulatkan dalam jumlah tahun terdekat apabila terdapat selisih bulan.

- Status diri (X1.3)

Adalah kedudukan individu nelayan di masyarakat, terkait dengan ikatan pernikahan, yaitu: (a) Menikah dan (b) Tidak Menikah.

- Daerah asal (X1.4)

Adalah lokasi asal nelayan sebelum berusaha di Provinsi DKI Jakarta. - Jumlah tanggungan (X1.5)

Adalah banyaknya orang yang kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh nelayan.

(30)

10 - Status tempat tinggal (X1.6)

Adalah status kepemilikan hunian yang ditempati nelayan. - Pengeluaran setiap bulan (X1.6)

Adalah jumlah dana dalam rupiah yang dibelanjakan nelayan setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang lain yang menjadi tanggungannya.

- Sikap terhadap profesi (X1.8)

Adalah respon nelayan terhadap pernyataan-pernyataan terkait dengan pekerjaannya sebagai nelayan.

- Motivasi intrisik untuk maju (X1.9)

Adalah besarnya dorongan dari dalam diri nelayan untuk maju melalui pekerjaannya sebagai nelayan.

Karakteristik usaha: - Status nelayan (X1.10)

Adalah kedudukan nelayan dalam sistem usahanya pada saat penelitian yang terkait dengan kepemilikan kapal dan alat tangkap, terdiri dari: (a) Nelayan Pemilik (NPm) dan (b) Nelayan Pekerja (NPk).

- Jenis peralatan tangkap yang digunakan (X1.11)

Menunjuk pada macam alat tangkap/ teknologi yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan di laut.

- Pola pembagian hasil (X1.12)

Adalah sistem bagi hasil usaha antara pemilik dan pekerja. - Pengalaman sebagai nelayan (X1.13)

Menunjuk pada lamanya responden menjadi nelayan (dalam tahun), dihitung sejak pertama kali melaut hingga saat penelitian dilakukan. - Alasan menjadi nelayan (X1.14)

Adalah sebab yang menjadi dasar responden memilih pekerjaan sebagai nelayan.

(31)

11 (2) Kekondusifan lingkungan (X2)

- Kelembagaan nelayan (X2.1)

Adalah besarnya dukungan kelompok nelayan dan koperasi nelayan untuk kemajuan usaha nelayan.

- Kesempatan (X2.2)

Adalah peluang yang diberikan oleh pihak luar bagi nelayan untuk berkembang menjadi nelayan yang memiliki usaha yang maju dan untuk memperoleh hidup yang sejahtera.

- Ketersediaan informasi (X2.3)

Adalah tingkat kesiapan data yang dibutuhkan nelayan dalam berusaha. - Penyuluhan (X2.4)

Adalah pendidikan non formal yang pernah diperoleh nelayan, yang

bertujuan merubah perilaku nelayan dalam berusaha, untuk dapat mengubah dirinya dari nelayan tradisional menjadi nelayan maju.

- Sarana prasarana (X2.5)

Adalah besarnya dukungan faktor-faktor penentu terselenggaranya usaha nelayan, seperti: (a) ketersediaan bahan bakar untuk melaut; (b) kemudahan mendapatkan bahan bakar; (c) keterjangkauan harga bahan bakar dan (d) dukungan pasar .

(3) Kompetensi nelayan (X3)

- Kemampuan merencanakan usaha (X3.1)

Adalah kehandalan nelayan dalam menyiapkan kegiatan usahanya. - Kemampuan menyediakan modal (X3.2)

Adalah kehandalan nelayan mendapatkan dana yang diperlukan bagi pengembangan usahanya.

- Kemampuan menangkap ikan (X3.3)

Adalah kehandalan nelayan mendapatkan ikan pada periode sekali melaut. - Kemampuan menangani hasil tangkapan (X3.4)

Adalah kehandalan nelayan memperlakukan hasil tangkapan agar tetap segar ataupun tetap hidup sampai pada pembeli.

(32)

12 - Kemampuan memasarkan hasil tangkapan (X3.5)

Adalah kehandalan nelayan menjual hasil tangkapnya. - Kemampuan daya tawar harga jual ikan (X3.6)

Adalah kehandalan nelayan dalam menentukan harga jual hasil tangkapan, dan kelayakan harga jual dengan pengeluaran.

- Kemampuan memecahkan masalah usaha (X3.7)

Adalah kehandalan nelayan keluar dari berbagai masalah usaha. - Kemampuan memanfaatkan penghasilan (X3.8)

Adalah kehandalan nelayan dalam memanfaatkan penghasilan. (4) Kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan konsumen (X4)

- Ketanggapan menyediakan produk bermutu (Y1.1)

Adalah kesangupan nelayan menyediakan produk ikan yang sesuai dengan harapan konsumen.

- Ketanggapan melayani pelanggan (Y1.2),

Adalah kesanggupan nelayan memberikan jasa sesuai kebutuhan konsumen.

- Produktivitas

Adalah kesanggupan nelayan menyiapkan produk, dihitung dalam kilogram (kg) pada periode satu kali melaut.

- Tingkat keberlanjutan usaha (Y1.4),

Adalah kesanggupan nelayan untuk mempertahankan usahanya dalam kurun waktu tertentu.

(5) Penghasilan nelayan (Y2),

Adalah besarnya penghasilan nelayan yang diperoleh nelayan setiap bulan yang dihitung dalam mata uang rupiah.

(6) Kemampuan nelayan memenuhi kebutuhan hidup (diri dan keluarga) (Y3) - Pemenuhan kebutuhan makan sehari-hari(Y3.1)

(33)

13 - Pemenuhan kebutuhan pakaian (Y3.2)

Adalah kesanggupan nelayan memenuhi kebutuhan pakaian untuk dirinya dan keluarganya dalam hitungan tahun.

- Pemenuhan kebutuhan kesehatan (Y3.3)

Adalah kesanggupan nelayan dalam menjaga dan mempertahankan

kondisi fisiknya dan keluarganya, serta kesanggupan berobat apabila sakit. - Pemenuhan kebutuhan pendidikan (Y3.4)

Adalah kesanggupan nelayan membiayai pendidikan formal. - Pemenuhan kebutuhan listrik (Y3.5)

Adalah kesanggupan nelayan memenuhi kebutuhan listrik setiap bulan yang dilihat dari ketepatan waktu membayar tagihan listrik.

- Pemenuhan kebutuhan air (Y3.6)

Adalah kesanggupan nelayan memenuhi kebutuhan air bersih setiap bulan. - Pemenuhan kebutuhan rekreasi (Y3.7)

Adalah kesanggupan nelayan memanfaatkan waktu luang untuk bersantai, dalam satu tahun.

- Pemenuhan kebutuhan dihargai (Y3.8)

Adalah kepuasan nelayan atas perlakuan keluarga dan lingkungannya terhadap dirinya, dilihat dari: tingkat rasa dihargai nelayan oleh keluarga dan lingkungan.

(34)

14

TINJAUAN PUSTAKA

Nelayan

Nelayan dan Peluang yang Ada

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), nelayan didefinisikan sebagai

orang yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan di laut.

Menurut Rokhmin Dahuri (2004), potensi kelautan dan perikanan di Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Dari perikanan tangkap saja dapat diperoleh 15,1 miliar dolar AS pertahun. Berdasarkan gambaran potensi ekonomi ini, maka nelayan atau orang yang secara turun temurun telah menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidupnya melalui usaha menangkap ikan di laut, memiliki peluang besar untuk mengelola ikan dan potensi sumber daya laut lainnya yang dapat dikonsumsi manusia. Pintu kesejahteraan bagi nelayan Indonesia sebenarnya terbuka luas.

Karakteristik Nelayan

Menurut Arif Satria dkk (2002), masyarakat nelayan pesisir menghadapi sumber daya yang hingga kini masih bersifat open access yang menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal. Dengan demikian, elemen resiko menjadi sangat tinggi. Kondisi sumber daya yang beresiko tersebut menyebabkan nelayan memiliki karakter: (1) keras, (2) tegas dan (3) terbuka.

Penggolongan Nelayan

Nelayan dibedakan dalam dua kelompok yaitu: (1) large scale (nelayan besar); dan (2) small fishermen (nelayan kecil). Perbedaan keduanya dijelaskan oleh Pollnac dalam Arif Satria dkk (2002). Ciri-ciri perikanan skala besar adalah: (1) diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agroindustri di negara-negara maju; (2) relatif lebih padat modal; (3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada perikanan sederhana bagi pemilik maupun awak perahu dan (4) menghasilkan produk ikan kaleng dan ikan beku berorientasi ekspor.

(35)

15 Nelayan skala besar dicirikan dengan besarnya kapasitas teknologi maupun jumlah armada. Berorientasi pada keuntungan dan melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal dengan organisasi kerja yang kompleks.

Menurut Pollnac dalam Arif Satria dkk (2002), perikanan skala kecil beroperasi di daerah yang tumpang tindih dengan kegiatan budidaya dan bersifat padat karya. Nelayan kecil juga dapat dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun budaya yang keduanya sangat terkait satu sama lain. Seorang nelayan yang belum menggunakan alat tangkap maju biasanya lebih berorientasi pada subsistensi atau pemenuhan kebutuhan sendiri sehingga sering disebut sebagai peasant-fisher. Alokasi hasil tangkapan yang dijual lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (khususnya pangan) dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha.

Menurut Firth dalam Arif Satria dkk (2002), ciri-ciri komunitas masyarakat nelayan pesisir yaitu: (1) sifat usahanya berskala kecil; (2) peralatan sederhana; dan (3) organisasi pasar yang sederhana. Eksploitasi yang mereka lakukan sering berkaitan dengan masalah kerjasama. Sebagian besar menyandarkan diri pada produksi yang bersifat subsistensi. Komunitas nelayan sangat rentan secara ekonomi terhadap timbulnya ketidakpastian yang berkaitan dengan musim-musim produksi. Arif Satria dkk (2002) mengemukakan berkembangnya motorisasi perikanan menjadikan nelayan berubah dari peasant-fisher menjadi post peasant-fisher yang dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Pengguasaan sarana perahu motor tersebut semakin membuka peluang bagi nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan lebih jauh, bahkan hingga laut lepas dan memungkinkan mereka memperoleh surplus dari hasil tangkapan itu karena mempunyai daya tangkap yang lebih besar.

Arif Satria dalam Arif Satria dkk (2002) mengatakan bahwa meskipun terjadi perubahan armada yang selanjutnya mengubah status nelayan menjadi post-peasant, secara sosial nelayan masih memiliki karakter yang relatif sama. Karakteristik itu dilihat antara lain: sistem pengetahuan, sistem kepercayaan, struktur sosial, dan posisi nelayan.

(36)

16 Karakter sistem pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya didapatkan dari warisan orang tua atau pendahulu mereka berdasarkan pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan lokal menjamin kelangsungan hidup mereka sebagai nelayan. Pengetahuan lokal merupakan kekayaan intelektual mereka yang hingga kini terus dipertahankan.

Pada karakter sistem kepercayaan, memperlihatkan nelayan masih percaya bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga diperlukan pelakuan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dengan meningkatnya tingkat pendidikan atau intensitas pendalaman terhadap nilai-nilai agama, upacara-upacara tersebut bagi sebagian kelompok nelayan hanyalah sebuah ritualisme. Sebagai tradisi yang dilangsungkan hanya sebagai satu instrumen stabilitas sosial dalam komunitas nelayan.

Karakter struktur sosial memperlihatkan kuatnya ikatan patron-klien sebagai institusi jaminan sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena hingga saat ini nelayan belum menemukan alternatif institusi yang mampu menjamin kepentingan sosial ekonomi mereka.

Karakter struktur sosial memperlihatkan kebanyakan nelayan memiliki status yang relatif rendah. Sebagai contoh, nelayan di India seperti yang dikemukakan oleh Pollnack dalam Arif Satria dkk (2002) pada umumnya nelayan berkasta rendah. Di Jepang, menurut Arif Satria dalam Arif Satria dkk (2002) saat ini posisi nelayan mengalami degradasi status, sehingga Jepang mengalami problem regenerasi nelayan karena sedikitnya kalangan muda yang mau menjadi nelayan meskipun dijanjikan akan memperoleh berbagai fasilitas subsidi dari pemerintah. Menurunnya jumlah nelayan di Jepang diindikasikan juga oleh menurunnya minat wanita Jepang untuk mendapat suami seorang nelayan.

Salah satu ciri nelayan kecil lainnya adalah ketidakmampuan nelayan memberi pengaruh pada kebijakan publik karena nelayan ada dalam posisi dependen dan marjinal. Dengan demikian, wujud ketertinggalan nelayan, tidak lain sebagai konskuensi karakteristik sosial tersebut.

(37)

17

Kemiskinan Nelayan

Isu-isu tentang kemiskinan nelayan di Indonesia membuktikan bahwa peluang sumber daya laut yang dimiliki tidak diimbangi dengan kemampuan sumber daya manusia nelayan yang memadai. Mutu sumber daya manusia nelayan masih sangat lemah. Menurut Kusnadi (2004), jika diamati secara seksama kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan ke dalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan sumber daya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka, meliputi: (1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia; (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan; (3) hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan; (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan; (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut dan (6) gaya hidup yang kurang berorientasi ke masa depan.

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan, meliputi: (1) masalah kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, parsial dan tidak memihak nelayan tradisional; (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara; (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat; (4) praktek penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir; (5) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan; (6) terbatasnya pengolahan teknologi pengolahan hasil tangkapan pasca tangkap; (7) terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor non perikanan yang tersedia di desa-desa nelayan; (8) kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal, dan manusia.

Menurut Rencana Strategis Departemen Kelautan dan Perikanan 2005-2009, jumlah nelayan Indonesia pada tahun 2004 sebanyak 3.400.000 orang. Sedangkan masyarakat pesisir yang kehidupannya bersumber dari sumber daya kelautan dan

(38)

18 perikanan berjumlah 16.420.000 jiwa yang hidup di 8.090 desa pesisir, dan sebagian masih tergolong miskin. Kodisi ini tergambar dalam Poverty Headcount Index SMERU 2002, sebesar 32 %, Renstra 2005-2009 Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan (2006).

Menurut Raymond Firth dalam Sutawi dan David Hermawan (2004), kemiskinan nelayan paling tidak dicirikan oleh lima karakteristik, yaitu: (1) pendapatan nelayan bersifat harian dan jumlahnya sulit ditentukan, selain itu pendapatannya sangat tergantung pada musim dan status nelayan, sebagai juragan pemilik alat produksi atau nelayan buruh; (2) tingkat pendidikan nelayan atau anak-anak nelayan pada umumnya rendah. Kondisi demikian mempersulit mereka dalam memilih atau memperoleh pekerjaan lain, selain meneruskan pekerjaan orang tuanya sebagai nelayan, sedangkan anak-anak nelayan yang berhasil mencapai pendidikan tinggi, maupun sarjana perikanan, enggan berprofesi sebagai nelayan, karena menganggap profesi nelayan sebagai lambang ketidakmapanan; (3) sifat produk yang mudah rusak dan harus segera dimusnahkan, menimbulkan ketergantungan yang besar dari nelayan kepada pedagang. Hal ini menyebabkan harga ikan dari nelayan dikuasai pedagang; (4) bidang perikanan membutuhkan investasi cukup besar dan cenderung mengandung resiko yang besar dibandingkan sektor usaha lainnya. Karena itu nelayan cenderung menggunakan peralatan tangkap yang sederhana, ataupun hanya menjadi anak buah kapal dan (5) kehidupan nelayan yang miskin diliputi kerentanan, ditunjukkan oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung dapat ikut dalam kegiatan produksi dan ketergantungan nelayan yang sangat besar pada satu mata rantai pencaharian, yaitu menangkap ikan.

Kelima faktor di atas merupakan faktor internal, selanjutnya dari sumber yang sama disebutkan bahwa kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti: (1) makin terbatasnya potensi sumber daya laut yang bisa dimanfaatkan nelayan; (2) persaingan yang semakin intensif; (3) irama musim; (4) mekanisme pasar; (5) keadaan infrastrukur pelabuhan dan (6) kebijakan pengentasan kemiskinan nelayan yang kurang tepat.

(39)

19

Akar Permasalahan Kemiskinan Nelayan

Menurut Akhmad Fauzi (2005), sejak lama para ahli menduga penyebab utama kemiskinan nelayan adalah karena sifat sumber daya perikanan yang dimiliki bersama yang kemudian diperburuk dengan rezim yang bersifat akses terbuka. Namun lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam derajat tertentu permasalahan kemiskinan nelayan lebih disebabkan karena kurang tepatnya kebijakan yang diarahkan pada peningkatan pendapatan yang merupakan turunan dari kurangnya pemahaman masalah kemiskinan nelayan itu sendiri. Selain itu kemiskinan nelayan juga dipengaruhi oleh masalah finansial, misalnya kurangnya modal serta sulitnya akses untuk masuk ke lembaga keuangan.

Pengentasan Kemiskinan Nelayan melalui Pembangunan Perikanan

Menurut Edy Susilo (2004), dalam kurun waktu 1975 sampai saat ini, pemerintah telah menggunakan tujuh pendekatan pembangunan perikanan di Indonesia, yaitu: (1) pendekatan orientasi produksi, yang ditandai dengan adanya modernisasi dan motorisasi pada bidang penangkapan ikan; (2) pendekatan pemasaran rantai dingin, yang berusaha menghadirkan ikan segar ke konsumen; (3) pengembangan kelembagaan, dengan mengembangkan Koperasi Unit Desa Mina (KUD Mina) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk mendongkrak masalah permodalan dan pemasaran; (4) pendekatan Intensifikasi Tambak (INTAM); (5) pendekatan agribisnis, dengan memperbaiki model yang parsial menjadi lebih holistik (dari hulu sampai dengan hilir); (6) Program Peningkatan Ekspor Hasil Perikanan (Protekan) yang bertumpu pada kegiatan budidaya perikanan dan (7) pendekatan holistik empat dimensi, yang berusaha mengintegrasikan unsur ekologi, ekonomi, sosial-politik dan hukum, serta kelembagaan.

Selanjutnya disampaikan bahwa pembangunan telah mampu meningkatkan produksi, devisa, dan tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Akan tetapi pembangunan perikanan nasional masih belum berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan, terutama nelayan tradisional dan buruh nelayan.

(40)

20 Menurut Kusnadi (2004), Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) telah merintis upaya penguatan keberadaan lembaga keuangan mikro. Untuk pemberdayaan masyarakat pesisir, dilakukan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Penyaluran dana PEMP disampaikan langsung pada masyarakat dengan fokus pada peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, berbasis pada sumber daya lokal, berorientasi pada masa depan dan berkelanjutan, bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia, dan penguatan kelembagaan lokal yang bersifat partisipatif. Program PEMP tahun 2003 didanai melalui Program Kompensasi Pengurangan Subsisi BBM dan dilaksanakan di 126 kabupaten/kota.

Menurut Bagong Suyanto (2004), tak terhitung lagi berapa banyak program pemberdayaan ekonomi rakyat yang telah digulirkan, tetapi hasilnya hingga kini belum seperti yang diharapkan, atau bahkan gagal meningkatkan kesejahteran masyarakat. Program PEMP juga dibayangi kekhawatiran akan bernasib sama dengan program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat lainnya.

Nikijuluw (2002) mengatakan pembangunan perikanan di Indonesia didasari atas desentralisasi pembangunan ekonomi, bukan diakibatkan tuntutan masyarakat nelayan (tuntutan internal), namun karena tuntutan nasional mendesentralisasikan sebagian besar fungsi dan tugas pemerintahan, telah menempatkan masyarakat (nelayan) pada posisi yang lemah karena tidak memiliki kemampuan, tanggung jawab, serta wewenang dalam mengelola atau mengatur pemanfaatan sumber daya yang ada. Wewenang dan tanggung jawab masyarakat telah beralih ke pemerintah atau pengusaha, terutama sejak berkembangnya investasi asing di Indonesia serta adanya tuntutan eksploitasi sumber daya alam secara cepat guna membiayai pembangunan sektor atau bidang lain.

(41)

21

Posisi Nelayan dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Beberapa Negara Posisi Nelayan Jepang dalam Pengelolaan

Sumber Daya Perikanan

Arif Satria dkk (2002) menjelaskan posisi nelayan Jepang dalam pengelolaan sumber daya perikanan di Jepang sebagai berikut:

(a) Pola pengelolaan sumber daya perikanan

Dimulai sejak pemerintahan Edo, dengan mekanisme user rights dan fishing

rights. Hadirnya paket kebijakan yang dinamakan Urahou yang mengatur

masyarakat nelayan dalam melakukan kegiatan perikanan. Dua konsep dasar penerapannya: (1) daerah penangkapan di wilayah pesisir seharusnya digunakan hanya oleh komunitas yang tinggal di wilayah tersebut dan (2) daerah penangkapan laut lepas bersifat terbuka bagi nelayan manapun (Hirasawa et al. 1991).

Kebijakan ini memperlihatkan pemerintah memberikan rights (hak-hak) kepada nelayan lokal yang merujuk pada soyu atau communal ownership dari masyarakat desa nelayan berdasarkan hukum adat (Matsuda, 1991). Dengan

fishing rights masyarakat desa dan nelayan memiliki hak mengelola dan

menangkap ikan di wilayahnya, dan masyarakat dari luar wilayah tersebut tidak diizinkan. Di wilayah pesisir terjadi pengkaplingan dan menjurus pada property

rights terhadap wilayah perairan.

Setelah Restorasi Meiji tahun 1868, terjadi perubahan kebijakan kelautan. Hak-hak semacam soyu, pada tahun 1874 dihilangkan dan semuanya dikembalikan pada pemerintah pusat baru. Namun di tingkat nelayan, kebijakan baru tersebut justru memunculkan konflik-konflik nelayan yang dulu pernah muncul sebelum dikeluarkan Urahou. Akibatnya nelayan kembali mendesak Pemerintah Meiji untuk mengembalikan fishing rights kepada nelayan.

Pada tahun 1875 Meiji memenuhi permintaan nelayan dan nelayanpun kembali memiliki communal ownership/fishing rights tersebut. Meski demikian ada beberapa catatan penting yang dikeluarkan Meiji, khususnya yang berkaitan

(42)

22 dengan penghapusan sisa-sisa feodalisme yang dibangun pemerintahan Edo, melalui pembentukan fisheries union/association, merupakan cikal bakal koperasi perikanan di Jepang. Asosiasi ini mengatur pengelolaan fishing rights yang pada masa pemerintahan Edo yang dilakukan raja-raja lokal sebagai kaki tangan rezim Edo. Semua yang dibangun Meiji merupakan landasan bagi dimantapkannya Undang-undang Perikanan atau Fisheries Law tahun 1949. Undang-undang itu memuat: (1) fishing rights hanya diberikan pada nelayan yang aktif; (2) pelarangan jual beli atau praktik leasing arrangement dan (3) administratur yang menangani fishing rights adalah koperasi perikanan atau Fisheries Cooperative

Association (FCA).

Undang-undang tersebut mengalami perkembangan dan fishing rights pun berkembang. Berdasarkan undang-undang perikanan yang telah direvisi tahun 1994, fishing rights di Jepang dikategorikan dalam tiga tipe: (1) hak yang diberikan kepada nelayan melalui koperasi perikanan untuk melakukan kegiatan perikanan di wilayah pesisir atau coastal dengan batas wilayah pengelolaan kira-kira 2-3 mil dari garis pantai; (2) hak penangkapan ikan dengan menggunakan jaring tancap atau set net pada kedalaman lebih dari 27 meter dengan wilayah tertentu sesuai hak, umumnya untuk menangkap ikan yang bermigrasi dan (3) hak untuk melakukan kegiatan budidaya ikan laut atau marine culture di perairan pesisir yang seringkali berbentuk jaring apung.

Hanya nelayan anggota koperasi perikanan yang berhak atas fishery rights tersebut. Untuk memperoleh hak, nelayan wajib membayar fee kepada koperasi pada awal investasi dan beberapa tipe diwajibkan membayar rutin setiap tahun yang dibayarkan sekian persen dari keuntungan. Fishing rights dikeluarkan pemerintah propinsi kepada koperasi perikanan yang umumnya dimiliki setiap daerah. Di dalam koperasi perikanan terdapat komisi pengelola fishing rights yang mengatur administrasi dan manajemen fishing rights. Komisi ini berhubungan intensif dengan komisi koordinasi perikanan regional yang terdiri dari 15 anggota, yaitu: 9 wakil nelayan; 4 wakil ahli perikanan yang mengetahui dan berpengalaman dalam pengelolaan perikanan regional yang ditunjuk

(43)

23 pemerintah; dan 2 orang wakil dari kepentingan publik lainnya. Komisi berfungsi mengembangkan perencanaan, pemanfaatan sumber daya perikanan, memberi masukan kepada gubernur tentang peraturan perikanan wilayah, serta memberi sanksi kepada nelayan yang melanggar peraturan, sekaligus menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi pada wilayah berlakunya fishing rights.

(b) Posisi nelayan

Berdasarkan uraian di atas terlihat posisi nelayan Jepang dalam desentralisasi pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan sangat kuat. Praktik teritorial user rights di Jepang menghasilkan pengkaplingan laut sampai sekarang masih berlaku, dan membawa beberapa dampak positif: (1) konflik-konflik antar nelayan di perairan menjadi semakin berkurang seiring dengan jelasnya batas-batas yuridiksi usaha perikanan; (2) pendapatan nelayan meningkat karena memperoleh jaminan wilayah usaha dan dapat menikmati kekayaan alam di wilayahnya sendiri dan (3) dengan adanya fishing rights, nelayan bertanggung jawab terhadap masa depan wilayah perairannya sehingga mereka tidak akan sembarang memakai alat tangkap yang merusak lingkungan. Semua ini terjadi karena pengelolaan sumber daya perikanan berbasis pada kepentingan masyarakat, dan nelayan lokal benar-benar sebagai subyek dalam perencanaan, implementasi, dan pengawasan pengelolaan sumber daya perikanan.

Posisi Nelayan Kanada dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

Nikijuluw (2002) menjelaskan posisi nelayan Kanada dalam pengelolaan sumber daya perikanan di Kanada sebagai berikut:

(a) Pola pengelolaan sumber daya perikanan

Perikanan pantai di perairan Atlantik, Kanada, mengikuti sistim delegasi. Sebelum tahun 1976, proses pengambilan keputusan tentang pengelolaan perikanan pantai telah melibatkan nelayan. Namun, setelah tahun 1976 kedudukan nelayan dalam pengambilan keputusan diganti suatu dewan. Dewan bekerja mengumpulkan pendapat dan gagasan nelayan dan kemudian diajukan sebagai bahan kebijakan. Meskipun demikian, dewan tidak terlibat dalam

Gambar

Gambar 1. Proses Pemecahan Masalah (Lingkaran Sheward)
Gambar 2 memperlihatkan Tujuan Pendidikan pada Tiga Kawasan
Gambar 3. Konsep Inovasi Sosial
Gambar 4. Hypothetical Model Diagram Ishikawa (Diagram Sebab - Akibat)                                               Rendahnya Mutu SDM Nelayan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pengalaman saya, seringkali saya tidak cocok ( ciong ), berselisih, merasa tidak nyaman dalam relasi saya dengan individu lain yang biasanya memiliki

Selama kunjungan tersebut, dilakukan pendekatan secara kekeluargaan, yaitu dengan melakukan diskusi ringan kepada Keluarga Nenek Ni Nengah Saring mengenai program KKN

Permasasalahan: Masalah dana; Sering berganti kurikulum; Kekurangan tenaga pengajar; Bangunan sekolah. Menurut kepala sekolah permasalahan yang dihadapi diantaranya: Honor

Pembangunan hukum merupakan bagian yang terintegrasi dalam proses pembangunan kesehatan yang memerlukan kebijakan yang harus dipayungi oleh hukum agar dapat berjalan

Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang

Proses pengelasan pada exhaust manifold yang dibentuk menjadi dua spesimen dilakukan dengan parameter pengelasan yang sama seperti yang tertera pada BAB 3,

kinerja perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan, baik secara keuangan maupun nonkeuangan dengan menggunakan empat perspektif yaitu, perspektif

keberadaan Harian Tribun Timur di tengah arus perkembangan media online setelah beberapa tahun terakhir menjadi koran nomor satu di kota Makassar, berdasarkan hasil