• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOUWES DEKKER: DARI PSIKIS KE PSIKOSOMATIS (BIOLOGI UNTUK BUDI PEKERTI) Sugiyono Guru SMK Negeri 1 Cangkringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DOUWES DEKKER: DARI PSIKIS KE PSIKOSOMATIS (BIOLOGI UNTUK BUDI PEKERTI) Sugiyono Guru SMK Negeri 1 Cangkringan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

200

DOUWES DEKKER: DARI PSIKIS KE PSIKOSOMATIS (BIOLOGI UNTUK BUDI PEKERTI)

Sugiyono

Guru SMK Negeri 1 Cangkringan sugiyono_nano@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menyosialisasikan prinsip-prinsip pendekatan psikosomatis dalam pembentukan karakter, dan (2) meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyakit yang dialami manusia pada saat ini adalah penyakit psikosomatis. Penyakit ini berkembang dari karakter yang tidak baik atau perilaku yang tidak baik. Karakter yang baik menjaga kesehatan seseorang dan menghindarkannya dari penyakit. Oleh sebab itu, anak-anak perlu dididik dengan pendekatan psikosomatis agar mereka terhindar dari berbagai penyakit.

Kata Kunci: Sifat buruk, pembentukan karakter, pendekatan psikosomatis PENDAHULUAN

Sebagian besar penyakit yang diderita oleh umat manusia sekarang ini adalah bersumber dari konflik batin (psikis), akibat dari adanya ketidakharmonisan antara cita-cita (keinginan), nilai-nilai yang ada di masyarakat, dengan pencapaian, keadaan atau perilaku. Setiap perilaku penyebab ketidakharmonisan akan selalu disertai dengan emosi negatif. Emosi negatif inilah penyebab berbagai penyakit yang disebut dengan penyakit psikosomatis. Sekarang ini hampir semua penyakit terjadi dengan cara seperti ini. Memang dalam konteks kesehatan, sering sakit fisik disebabkan oleh sugesti negatif (Gunawan, 2013).

Tanpa memperhatikan aspek psikis yang menyebabkan konflik batin si penderita, penyakit psikosomatis tidak bisa disembuhkan dengan baik walaupun menggunakan obat modern apapun, bahkan banyak diantaranya yang sama sekali tidak bisa disembuhkan. Namun dengan memahami bagaimana cara timbulnya penyakit psikosomatis ini, maka dapat dicegah munculnya atau kambuhnya penyakit dan dapat dilakukan penyembuhan dengan sempurna (Gunawan, 2013)

Pasti tidak seorangpun yang ingin sakit, dan tidak seorangpun yang ingin tetap dalam kesakitannya. Maka, tidak seorangpun yang tidak perlu memahami ilmu kesehatan psikosomatis ini. Hal paling utama dalam prinsip kesehatan ini adalah bahwa watak, budi pekerti atau sifat seseorang menentukan keadaan kesehatan fisik dan psikis orang tersebut.

Faktanya adalah bahwa pembinaan dan pendidikan budi pekerti dengan pendekatan normatif dan dogmatis terbukti kurang efektif, maka pedidikan menggunakan pendekatan lain yang lebih baik adalah suatu keharusan. Pendekatan psikosomatis ini bagi banyak pihak, termasuk bagi guru bahkan para dokter, masih merupakan hal baru, dan layak dikembangkan. Masalahnya adalah Bagaimana memasyarakatkan prinsip kesehatan psikosomatis ini untuk menjadi pedoman tingkah laku, agar tercapai generasi yang berbudi, sehat jiwa dan raga.

(2)

201

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode historiografi, kajian pustaka dari buku pelajaran biologi sekolah dan kitab suci. Historiografi dilakukan terhadap kehidupan Dr. Douwes Dekkes. Pelajaran Biologi sekolah yaitu konsep tentang pertumbuhan dan perkembangan, dan petunjuk tentang psikosomatis dari kitab suci yaitu kisah tentang Nabi Ya’kub as. Ide pokok artikel ini berangkat dari sintesis ketiga sumber tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dr. Douwes Dekker lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 8 Oktober 1879. Dari Ibu (Pekalongan, Jawa Tengah) dan ayah (yang lahir di Amsterdam, Belanda). Sejak masa kanak-kanak Douwes Dekker sudah dikucilkan oleh teman-teman sebayanya karena ayahnya yang seorang Belanda. Pada usia 18 tahun Douwes Dekker dipecat sebagai karyawan pabrik karena membela para petani dalam mempertahankan air untuk pertanian, menghadapi pihak pabrik gula tempat dia bekerja. Dua tahun kemudian ibunya wafat. Lalu dia menjadi sukarelawan perang di Afrika Selatan, membela petani Transvaal melawan tentara Inggris (MK Media, 2017). Sejak itu Douwes Dekker kehilangan statusnya sebagai warga negara Belanda. Kemudian dia

ditawan Tentara Inggris dan dipenjarakan di Petroria, di Sailan dan akhirnya di

penjara Colombo.

Setelah kembali ke Indonesia, Douwes Dekker berjuang melawan Belanda (melalui media masa) hingga akhirnya ditangkap dan diasingkan di negeri Belanda (18 Agustus 1913). Selama di Belanda, Douwes Dekker menetap di Zürich bersama keluarganya, dan memanfaatkannya untuk pendidikannya. Di sini dia berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu ekonomi dan politik dari Universitas Zürich. Dalam perjalanannya kembali ke Indonesia (lewat India) Douwes Dekker ditangkap di

Hongkong kemudian dipenjarakan berrturut-turut di Bandung, kemudian

dipindahkan di Semarang, lalu dipindahkan lagi di Jakarta hingga dibebaskan tahun 1920. Tetapi kemudian Gubernur Jendral (Van Limburg Stirum) memutuskan bahwa bagi orang yang menderita tekanan psikis seperti Douwes Dekker, akan lebih baik bila diberi kesempatan untuk memperoleh penghidupan secara legal, daripada menghasut rakyat. Kemudian Douwes Dekker bergabung dengan lembaga pendidikan Ksatrian Institut di Bandung (Putra, Dedi K.S., 2019).

Dengan alasan keamanan, pada 1941 Douwes Dekker ditangkap dan

diasingkan di kamp pengasingan di Ngawi. Kemudian dengan alasan kesehatan dia

dipindahkan ke bagian khusus di rumah sakit di Magelang. Setelah itu Douwes Dekker diangkut ke Jakarta, kemudian diserahkan lagi ke kamp pembangkang di

Ngawi. Di sinilah Douwes Dekker kehilangan penglihatannya sehingga menjadi buta selama 5 tahun.

Kemudian tahun 1942, dalam keadaan buta, Douwes Dekker diangkut ke Surabaya dengan gerbong kereta api yang tertutup. Dia dikapalkan di dalam palka di bawah dek dengan plat-plat penutup yang disoldir rapat, bersama 45 orang lainnya

dengan tujuan yang tidak diketahui. Setelah empat hari tanpa cahaya dan udara,

dengan makanan yang buruk, Douwes Dekker dipindahkan ke penjara orang-orang

(3)

202

Yahudi (Tim Buku Tempo, 2013). Pada 19 Juli 1946 Dr. Douwes Dekker bersama

dengan orang-orang yang diasingkan lainnya diangkut ke negeri Belanda, dengan

kebutaan yang hampir menyeluruh yang dialaminya sejak 6 Maret 1941 di Ngawi. Ini

adalah kedua kalinya Dr. Douwes Dekker diasingkan di negeri Belanda, dan ketika itu diberitahukan bahwa untuk selamanya dia tidak boleh kembali lagi ke Indonesia.

Sewaktu menerima pemberitahuan bahwa dia tidak diijinkan pulang kembali ke Indonesia, Douwes Dekker merasa sebagai anak kecil yang tidak berdaya, yang

menghadapi pintu tertutup. Tanpa uang, disamping buta menyeluruh dan baru sembuh dari radang paru-paru, Douwes Dekker memeras otaknya, bagaimana

caranya agar dapat secara sembunyi-sembunyi ikut dengan kapal yang akan mengangkut kelompok pengasingan yang pertama. Persiapan untuk angkutan sudah dimulai beberapa minggu sebelumnya. Gedung perkumpulan dari Perhimpunan Indonesia, tempat Douwes Dekker tinggal, akan segera ditutup. Walaupun seorang temannya, Abidin Soejono yang bekerja di Nederlanse-Bank menjanjikan pondokan cuma-cuma, namun hal itu tidak diterimanya, karena jauh dari keinginannya yaitu

untuk pulang ke Indonesia.

Pada 5 Desember 1946, anggota kawalan pengasingan Indonesia menyiapkan barang-barang mereka untuk dimuat di Rotterdam. Tanggal 6 Desember pagi, truk akan segera menjemput muatan dan mengangkutnya ke kapal, yang berlabuh di dermaga di Rotterdam. Pada malam itu banyak teman datang mengucapkan selamat tinggal pada Douwes Dekker, sedangkan Douwes Dekker sendiri harus menerima

kenyataan bahwa ia harus tetap tinggal di Amsterdam. Malam itu datang Ir. Joopie

Radjiman yang juga akan ikut dengan kawalan itu. Koper beserta surat-surat jalannya sudah terlebih dulu dikirim ke Rotterdam. Pada saat-saat terakhir, Ir. Joopie Radjiman tidak jadi ikut pergi, disebabkan kesehatannya. Seketika Douwes Dekker mempergunakan kesempatan itu dan dia meminta pada Joopie Radjiman untuk menyerahkan surat-surat jalannya pada Douwes Dekker yang ternyata disetujui. Tetapi kesulitannya adalah surat-surat itu berada di koper-kopernya yang sudah dikirim ke Rotterdam. Kepada pimpinan kawalan, yaitu tuan Rakhmat Kusumobroto dari Amsterdam, dikirim telegram untuk menyisihkan koper Joopie Radjiman. Douwes Dekker akan datang dengan taksi dari Amsterdam untuk mengambil koper itu dengan Abidin Soedjono.

Peristiwa yang dialami Dr. Douwes Dekker kemudian, menurut Djojohadikusumo (1984), berlalu seperti film yang cepat. Terutama keajaiban maha besar itu, yang terjadi pada kehidupan Douwes Dekker, Blokade psykhis yang menyebabkan ia buta selama 5 tahun dalam sekejap mata hilang, sama seperti pada tanggal 14 Maret 1991, saat kebutaan itu timbul seketika. Kepada temannya, tuan Abidin Soedjono, ia berkata, “Ya Allah, Abidin, saya dapat melihat kembali!”. sambil

merangkulnya, Douwes Dekker membiarkan air matanya meleleh karena girangnya.

Ahli-ahli mata yang pernah merawatnya (Dr. Ouwe Jan di Magelang, Dr. Naar di Suriname dan Dr. Soewarno teman lama Douwes Dekker dari tahun-tahun sekolah Dr. Jawa yang kemudian tinggal di Laan van Meerdervoort, Den Hag) berpendapat bahwa kebutaan itu timbul karena keadaan psykhis maka juga hanya dapat diobati

(4)

203

Demikianlah, kemungkinan untuk pulang ke Indonesia dengan surat-surat Joopie Radjiman bersama kawalan pengasingan telah memberikannya kejutan

kegirangan, yang memulihkan penglihatannya (Djojohadikusumo, 1984).

Hasil Survei Pustaka terhadap Kasus-kasus Psikosomatis

Berikut ini beberapa contoh kasus yang menunjukkan hubungan antara sifat yang dominan pada seseorang, jenis konflik yang dialami dan penyakit yang menyertainya. a. Penyakit Tekanan Darah Tinggi

Sifat -sifat Penderita:

Takut akan tanggung jawab, biasanya kurang mendapat pendidikan agama di masa kecil, pekerja keras, ambisius, pintar di atas rata-rata, agresifitas dan vitalitas tinggi, ingin memuaskan setiap orang, setiap tindakan disertai kemarahan (walaupun tidak disadari).

Konflik yang dialami:

Ayah sangat kritis, harus patuh tetapi hati ingin memberontak. Takut terhadap suami yang keras, sembari harus tetap bersikap manis. Berusaha menyembunyikan penyakit dari istri atau suami.

Pengobatan: berkompromi dan mengurangi ketegangan (berubah sikap). b. TBC (Tuberculose) Paru-paru

Sifat -sifat Penderita:

Kegagalan cinta, takut kewajiban memberi nafkah, emosi tertimbun.

Mendambakan barang mewah (tetapi tidak kesampaian), merasa ibunya kolot, pertentangan dengan semua laki-laki (bagi perempuan) sehingga merasa unggul dari mereka (dari ayah, suami dan anak laki-lakinya), masa kecil bahagia tetapi tiba-tiba menjadi yatim piatu.

Konflik yang dialami:

bahagia dengan suami kedua, tetapi pikiran tetap melayang pada suami pertama. Hasil penelitian dokter Day (Inggris), baksil TBC menjadi sangat ganas bila jasmani dan rohani orang tersebut menerimanya. Akibatnya adalah segala macam obat tidak berguna, baksil menjadi resisten (kebal).

Pengobatan: Pasien harus mengubah pikiran, dan merasa bahagia. c. Radang Lambung (Ulcus Ventriculi)

Sifat -sifat Penderita:

Kesulitan dengan masalah pencernaan (pada masa kecil), sangat dekat dengan sang ibu (merasa sangat menikmati ketika menyusu), sangat bertanggung jawab dalam pekerjaan, perfeksionis.

Konflik:

Dilema harus memilih untuk memperhatikan ibu atau istri.

Ibu sangat tergantung kepadanya secara ekonomi, sedangkan dia sangat tergantung pada ibunya secara emosi.

Walaupun bangga dengan sang ayah, tetapi selalu tidak cocok dengannya karena sang ayah tidak mampu mengatasi sang ibu yang royal dan boros.

Sangat sayang pada ibunya, tapi kecewa ibu lebih suka berbincang dengan kakaknya, yang belum menikah sehingga menurutnya kakaknya tidak (belum) pantas diajak berdiskusi.

(5)

204

Sayang sekali kepada sang istri (yang jujur dan polos), namun dia tidak habis mengerti mengapa sang istri lebih bangga akan kedudukannya, bukan bangga karena dirinya.

Pengobatan: konsultasi dengan dokter yang ramah, perlahan akan sembuh

Kasus lain: Mencintai suami sahabatnya (merasa berkhianat) dan merasa bersalah. Menikah berbeda agama (konflik memilih untuk mengorbankan kebahagiaan rumah tangganya ataukah harus merelakan keluarga besarnya).

Pembahasan

Hasil historiografi tentang Dr. Douwes Dekker menunjukan bahwa keadaan psikis beliaulah yang mengakibatkan kebutaannya. Ini ditegaskan oleh para dokter ahli yang menanganinya. Walaupun para dokter sudah memastikan penyebab penyakitnya (kebutaannya) adalah psikis, tetapi mereka tidak bisa menyembuhkannya. Kesembuhan itu datang dengan sendirinya, ketika tekanan psikis yang dialaminya itu lenyap. Keajaiban ini seperti yang terjadi pada Nabi Ya’kub as. Tekanan yang bertubi-tubi, yang dialami sejak masa kanak-kanak, menyebabkan

Douwes Dekker mengalami tekanan psikis yang berat. Perpisahan dengan istrinya di

Ngawi, dan pemberitahuan bahwa dia tidak diijinkan kembali lagi ke Indonesia untuk selamanya, baru saja sembuh dari radang paru-paru, merasa seperti anak kecil yang tidak berdaya, merupakan tekanan yang sangat berat sehingga membuatnya buta. Dari kenyataan ini, dapat diketahui adanya hubungan yang erat antara perasaan psikis, cita-cita, jenis konflik batin yang dialami dengan jenis penyakit yang ditimbulkan.

Dengan pertolongan dokter, tekanan psikis yang dialami penderita bisa diangkat dan dihilangkan berdasar cara-cara yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Yaitu dengan terapi psikis (psikoterapi). Artinya, tetap ada cara yang bisa dilakukan, tidak harus menunggu datangnya keajaiban. Karena keajaiban seperti yang dialami Dr. Douwes Dekker (dan Nabi Ya’kub as) tidak setiap waktu terjadi. Kasus Douwes Dekker menegaskan hubungan antara kesedihan dan tekanan hidup yang bertubi-tubi, neurosis dan gangguan psikosomatis.

Konflik batin disebabkan oleh adanya dua keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku dan sikap. Suatu kondisi

yang sama, dapat merupakan sumber konflik bagi seseorang, tetapi tidak bagi orang lain. Jadi, konflik batin ini muncul lebih diakibatkan oleh keinginan dan sikap seseorang dalam menghadapi keadaan tersebut. Bukan disebabkan oleh keadaannya

itu sendiri. Artinya, suatu keadaan bisa merupakan sumber koflik atau bukan,

tergantung bagaimana orang tersebut mensikapinya.

Perlu dipahami bahwa perjalanan hidup dua tokoh luar biasa ini, yaitu Nabi Yakub as dan Dr. Douwes Dekker, diambil pelajaran dan hikmahnya dalam pembahasan ini, bukan berarti ada masalah budi pekerti pada pribadi beliau berdua. Sama sekali tidak. Kedua tokoh ini adalah bukti nyata bahwa memang fenomena penyakit psikosomatis ini memang benar adanya. Kisah nabi Yakub as memberi bukti kebenaran yang tidak bisa disangkal kebenarannya oleh kita yang percaya dengan kitab suci. Sedangkan Douwes Dekker adalah bukti sejarah yang nyata di depan kita. Penyakit psikosomatis yang dialami kedua tokoh luar biasa ini berkaitan dengan sikap

(6)

205

“terlalu mencintai”. Sikap mencintai anak yang dikasihi atau negeri tempat kelahirannya.

Peran Orang Tua dan Guru

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sebanyak 25% masyarakat Indonesia sudah mengalami gangguan kesehatan jiwa neurosis. Pada tingkat ini, gangguan kesehatan sebatas pada gangguan sistem syaraf atau hal-hal

yang masih berhubungan langsung dengan saraf. Gangguan tersebut antara lain

mudah marah, mudah tersinggung, gelisah, cemas, murung, menarik diri dari pergaulan, mudah curiga dan lain-lain. Walupun belum sampai merusak organ tubuh atau raga, hal tersebut sangat mengganggu fungsi sehari-hari penderita dalam masyarakat. Hal ini merupakan tantangan besar dan kewajiban kita semua, terutama pendidik (guru dan orang tua) dan para dokter, untuk segera mengadakan usaha-usaha preventif terhadap penyebaran gangguan tersebut. Karena neurosis ini disebabkan oleh tekanan psikis (konflik batin) maka langkah yang harus ditempuh adalah

membentengi masyarakat dengan prinsip-prinsip psikosomatis ini. Prinsip utamanya

adalah bahwa segala sifat, perilaku, sikap dan keinginan yang bertentangan dengan norma sosial dan norma masyarakat pasti akan menimbulkan konflik batin, dan akhirnya menimbulkan neurosis.

Secara kejiwaan, manusia sebenarnya adalah makluk yang mengalami metamorfosis. Bahkan bisa mengalam metamorfosis sempurna. Di sinilah peran orang tua dan guru (pendidik), untuk membantu anak-anak bermetamorfosis, dari pribadi yang tunduk kepada insting pokok (nafsu mementingkan diri sendiri, nafsu berkuasa, dan cinta) menjadi pribadi yang mampu mengarahkan ketiga insting tersebut di bawah kendali keinginan yang mulia. Ketiga insting tersebut akan sangat berguna dan mulia, bila dikendalikan oleh insting religius, insting yang membedakan manusia dengan makluk lainnya.

Dengan pendekatan psikosomatis ini kita dapat mengubah perilaku, sikap, perbuatan tanpa harus menimbulkan penghambatan impuls (tidak memaksakan kehendak) sehingga tidak menyebabkan penyakit. Hal ini sangat berbeda bila perubahan tersebut dipaksakan secara dogmatis dan indoktrinasi, baik oleh orang tua maupun guru. Memberikan penerangan psikosomatis kepada masyarakat merupakan kewajiban bersama dan perlu melibatkan berbagai pihak. Terutama adalah elemen pendidikan termasuk di dalamnya para guru, elemen kesehatan termasuk para dokternya, para agamawan dan institusi lain yang peduli terhadap pendidikan masyarakat.

Masalahnya adalah bagaimana konsep kesehatan psikosomatis ini bisa diterima oleh masyarakat, untuk selanjutkan dijadikan acuan dalam pembinaan watak anak dan masyarakat, menjadi dasar yang logis dalam usaha pengendalian tingkah laku. Dengan memahami ilmu kesehatan psikosomatis ini, setiap individu diharapkan sadar bahwa siapapun yang menginginkan kesehatan jiwa dan raga, harus menjadikan moralitas sebagai “main power” dalam dirinya.

Di sisi lain, penyakit non-menular atau degeneratif, yang merupakan dampak perubahan perilaku gaya hidup dan pola makan, mempengaruhi terjadinya transisi epidemiologi dari penyakit menular ke non-menular. Misalnya penyakit jantung,

(7)

206

diabetes mellitus, kanker, gangguan jiwa dan hipertensi. Penyakit-penyakit tersebut akan cukup mengancam masyarakat, bila tidak membiasakan diri dengan pola hidup sehat, yang merupakan sebagian dari karakter atau budi pekerti yang baik.

KESIMPULAN

1. Berbagai penyakit bersifat psikosomatis, siapapun yang tidak menginginkan dirinya sakit perlu mengerti prinsip-prinsip kesehatan psikosomatis, untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit tersebut.

2. Penyakit psikosomatis disebabkan oleh tekanan psikis yang kronis sejak masa

kanak-kanak. Perlu ada perubahan cara pengasuhan anak dalam keluarga sejak

usia dini. Dalam hal ini orangtua dan guru paling besar tanggung jawabnya. 3. Perlu kerjasama harmonis dari berbagai komponen masyarakat, terutama para

guru, dokter, ulama, instansi pendidikan, pemerintah untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang peranan budi pekerti dalam mewujudkan kesehatan masyarakat lahir dan batin.

Saran

1. Bagi orang tua dan guru: Sebaiknya budi pekerti anak-anak dibina sejak dini

secara benar. Misal, hindari membantu menyelesaikan pekerjaan anak tanpa

memberi penjelasan mengenai cara penyelesaian persoalan tersebut. Karena tindakan ini akan proses berpikir yang sedang berlangsung di dalam kulit otak si anak berhenti secara mendadak. Ini akan menimbulkan frustasi, kekacauan dan keteregantungan pada otak si anak, bukan saja secara psikis, tetapi juga secara

fisiologis.

2. Bagi penderita: Penyakit psikosomatis bisa disembuhkan dengan menghentikan perilaku pencetus konflik psikis. Selalu ada kesempatan untuk berubah. Beberapa penyakit bahkan bisa sembuh total tanpa obat, bila blokade psikis penyebab sakit tersebut bisa dihilangkan.

3. Bagi Pemerintah: untuk pembelajaran bagi masyarakat perlu dibangun sebuah Monumen Psikosomatis,. Selain bernilai sejarah (tentang Dr. Douwes Dekker), edukatif, tetapi juga sangat religius. Belum banyak bangsa yang memilikinya. DAFTAR PUSTAKA

Djojohadikusumo, Margono. (1984), Dr. E.F.E Douwes Dekker (Dr. Danoedirja

Setiabudi). Jakarta. PT Bulan Bintang.

Gunawan, Adi W. (2013), The Miracle of Mainbody Medicine: How to Use Your

Mind for Better Health. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

MK Media. 2017. Majalah Konstitusi Februari 2017: Kriminalisasi Pejabat Publik (Douwes Dekker Pejuang Kemerdekaan Lintas Ras). Jakarta. Penerbit Media

Mahkamah Konstitusi.

Putra, Dedi K. S. (2019). Political social responsibility: Dinamika komunikasi politik

dialogis. Jakarta. Prenada Medika. hal 32-37.

Setiadi, Purwanto, dkk. (2012), Ernest Douwes Dekker: A Nation Inspired.Jakarta. Tempo Special Edition.

(8)

207

Suryadipura, R. Paryana. (1994), Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat

dan Sakit: Antropobiologi Berdasarkan Atomfisika. Edisi kedua. Jakarta.

Bumi Aksara.

Tim Buku Tempo (2013), Douwes Dekker: Sang Inspirator Revolusi. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat MQ/ saat ini persediaan katong darah yang ada di PMI Sleman Yogyakarta hanya sebanyak 29 Labu/ dengan rincian/ untuk golongan A sejumlah 3 labu, B 7 labu

[r]

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif,

Flyer ini digunakan untuk memberikan informasi secara sekilas mengenai macam pelayanan yang ditawarkan oleh Maestro berikut disertai sekilas informasi

(1) Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Repablik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata

[r]

to demonstrate your ability to assess and evaluate your fitness level, set appropriate personal fitness goals, and design a personal fitness program to meet those goals over the

Dengan prosedur audit awal, pengujian analitik, pemeriksaan bukti pendukung, konfirmasi piutang usaha, penilaian terhadap kecukupan akun Cadangan Kerugian