• Tidak ada hasil yang ditemukan

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM DAERAH AGRARIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM DAERAH AGRARIA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

WALIKOTA BATU

PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN WALIKOTA BATU

NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PROGRAM DAERAH AGRARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU,

Menimbang : a. bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria (PRONA), perlu diselenggarakan Program Nasional Agraria yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah dengan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

b. bahwa dalam upaya legalisasi aset pertanahan serta untuk menunjang kelancaran kegiatan Program Daerah Agraria agar tertib administrasi, tertib keuangan, dan optimal dalam pencapaiannya, perlu membentuk Petunjuk Teknis Program Daerah Agraria; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota Batu tentang Petunjuk Teknis Program Daerah Agraria;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

2. Undang-Undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin yang Berhak atau Kuasanya;

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang

Pembentukan Kota Batu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4118); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 86);

(2)

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

13. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

(3)

Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5100);

17. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

18. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Bidang Pertanahan; 19. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang

Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan;

20. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

23. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah;

24. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria (PRONA);

25. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;

26. Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM DAERAH AGRARIA.

Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Batu.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Batu. 3. Walikota adalah Walikota Batu.

4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(4)

5. Program Daerah Agraria yang selanjutnya disingkat PRODA adalah rangkaian kegiatan pensertifikatan tanah secara massal, yang memperoleh dukungan dana atau subsidi dari Pemerintah Daerah melalui APBD bekerja sama dengan Kantor Pertanahan.

Pasal 2

Petunjuk Teknis PRODA sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini dan dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan PRODA.

Pasal 3

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Batu.

BERITA DAERAH KOTA BATU TAHUN 2016 NOMOR 8/E Salinan sesuai dengan Aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KOTA BATU,

MUJI DWI LEKSONO, S.H.,MM Pembina Tingkat I

NIP. 19641010 198503 1 017

Ditetapkan di Batu

pada tanggal 2 Februari 2016 WALIKOTA BATU,

ttd

EDDY RUMPOKO Diundangkan di Batu

pada tanggal 2 Februari 2016

SEKRETARIS DAERAH KOTA BATU ttd

WIDODO

(5)

PETUNJUK TEKNIS PROGRAM DAERAH AGRARIA I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bumi, air dan ruang angkasa, serta segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah merupakan karunia yang diberikan Tuhan kepada umat manusia. Oleh karena itu, manusia berkewajiban untuk mempergunakan dan memeliharanya guna mencapai kemakmuran seluruh hidupnya.

Hubungan antara manusia dengan bumi sangat erat kaitannya dengan hak dan kewajiban manusia dalam memanfatkan penguasaannya. Hubungan itu tercermin dalam penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah.

Untuk mengatasi hal tersebut, Negara mengatur mengenai penertiban status dan penggunaan hak-hak atas tanah, sebagai upaya meningkatkan kepastian hukum dengan cara pemberian sertifikat kepemilikan hak-hak atas tanah.

Secara konstitusional, Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) telah memberikan landasan bahwa bumi dan air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sebagai penjabaran atas ketentuan tersebut di atas, selanjutnya pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dengan tujuan untuk memberikan dasar hukum yang jelas bagi kepemilikan hak-hak atas tanah, dimana Negara sebagai kekuasaan tertinggi atas rakyat, berkewajiban untuk:

a. mengatur dan menyelesaikan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang menyangkut penguasaan bumi, air, dan ruang angkasa;

dalam rangka mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Di wilayah negara Indonesia, sebagian besar tanah yang dimiliki oleh masyarakat, belum bersertifikat, dan umumnya terdapat di desa-desa dimana masyarakatnya belum mengenal hukum pertanahan. Pada umumnya tanah-tanah yang ada masih berupa letter C atau pethuk saja.

Untuk itu, pemerintah melakukan upaya hukum guna menjamin kepastian hukum dengan mewajibkan setiap pemilik tanah untuk mendaftarkan tanahnya, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sebagai berikut:

Lampiran Peraturan Walikota Batu

Nomor : 8 Tahun 2016 Tanggal : 2 Februari 2016

(6)

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia menurut ketentuan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah”.

Pelaksanaannya di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah hendaknya memperhatikan prinsip bahwa tanah secara nyata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berperan secara jelas untuk terciptanya tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan, menjamin keberlanjutan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara untuk meminimalkan perkara, sengketa dan konflik pertanahan.

Kekuasaan negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah kekuasaan mengatur pengelolaan fungsi bumi, air, dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kekuasaan mengatur tersebut meliputi baik tanah-tanah yang telah menjadi hak seseorang atau badan hukum maupun termasuk tanah-tanah yang belum ada haknya.

Selanjutnya dalam melaksanakan proses penyelenggaraan tertib hukum pertanahan, dilaksanakan oleh organisasi pelaksana pemerintah, dalam hal ini lembaga pemerintahan non departemen yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Pembentukan BPN dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan, penguasaan, dan penggunaan tanah pada umumnya termasuk kepentingan pembangunan yang dirasakan semakin tinggi sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan peningkatan permasalahan yang timbul di bidang pertanahan.

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI), sekarang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di bawah Koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 121/P/2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pembentukan Kabinet Kerja, ditugaskan untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya, pemerintah telah membuat suatu kebijaksanaan untuk meningkatkan pelayanan bidang pertanahan yaitu pemberian sertipikat secara massal melalui PRONA.

PRONA dimulai sejak tahun 1981 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria dan sampai sekarang masih berjalan sebagai salah satu Program Prioritas Nasional legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dalam rangka penerbitan sertifikat hak atas tanah terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sampai menengah.

(7)

Dalam rangka mempercepat penyelesaian persetifikatan tanah melalui PRONA, saat ini telah diterbitkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria (PRONA). Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 17 April 2015 dan mencabut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria (kecuali ketentuan Pasal 15 terkait pencabutan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria).

Pensertipikatan tanah melalui PRONA memberikan banyak keuntungan dibanding dengan pensertipikatan yang dilakukan atas keinginan sendiri. Keuntungan tersebut, antara lain, adanya subsidi dari pemerintah, sehingga pemohon sertipikat mendapatkan keringanan biaya dan cepatnya proses penerbitan sertipikat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Dengan diadakannya program pendaftaran tanah oleh pemerintah ini, dimaksudkan agar pemerintah dengan mudah dapat melakukan pengawasan terhadap pendaftaran tanah. Dengan pendaftaran tanah diharapkan tidak ada lagi, atau berkurangnya sengketa-sengketa tanah, misalnya sengketa status dan sengketa perbatasan.

Peserta kegiatan PRONA diutamakan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sampai menengah sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah sampai menengah.

Dalam ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria (PRONA), disebutkan bahwa: “Selain pembiayaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), PRONA dapat juga dibiayai oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota dengan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD).”

Dengan adanya keterbatasan alokasi anggaran APBN, menyebabkan jumlah target sertipikasi melalui PRONA masih sangat terbatas, sehingga masih banyak bidang‐bidang tanah masyarakat yang belum bersertipikat. Untuk membantu percepatan pelaksanaan kegiatan sertipikasi tanah secara massal, Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan program seperti PRONA yang dikenal dengan Program Daerah Agraria (PRODA).

PRODA merupakan program bantuan pemerintah daerah untuk warga di wilayahnya yang memiliki tanah (lahan) tetapi belum memiliki sertipikat. Secara umum, prinsip‐prinsip dan ketentuan pelaksanaan PRODA hampir sama dengan PRONA, namun berbeda pada sumber pembiayaan yakni berasal dari pemerintah daerah (APBD). Bantuan ini menggunakan alokasi anggaran dari APBD yang diperuntukan bagi mereka yang kurang mampu atau berpenghasilan rendah.

Secara umum, PRODA berupa kegiatan sertifikasi lahan usaha pertanian/non pertanian sebagai bagian dari upaya Pemerintah Daerah dalam rangka untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah/lahan, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, mengurangi sengketa dan konflik pertanahan/lahan,

(8)

dan diharapkan dapat mengoptimalisasi pemanfaatan tanah/lahan yang tadinya belum memiliki hak atas tanah.

Pensertifikatan tanah melalui PRODA memberikan banyak keuntungan dibanding dengan pensertifikatan yang dilakukan atas keinginan/swadaya sendiri. Keuntungan tersebut antara lain, adanya subsidi dari pemerintah, sehingga pemohon sertifikat mendapatkan keringanan biaya dan cepatnya proses penerbitan sertifikat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Proses penerbitan sertifikat melalui PRODA pada dasarnya sama dengan penerbitan sertifikat atas kehendak/swadaya sendiri. Perbedaannya, jika permohonan sertifikat melalui PRODA, pemohon datang ke kantor Kepala Desa yang mengkoordinir untuk menyerahkan data-data atau bukti kepemilikan/penguasaan tanahnya sehingga tidak harus datang ke Kantor Pertanahan. Sedangkan permohonan sertifikat atas kehendak sendiri, selain harus datang langsung ke Kantor Pertanahan, pemohon juga harus membayar biaya sesuai ketentuan perundang-undangan.

Dengan diberikan tanda bukti hak (sertifikat) atas bidang tanah yang dimiliki/dikuasai, akan memberikan rasa ketenangan dan ketentraman dalam menjalankan kegiatan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan. Sertifikat hak atas tanah memberikan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah yang dimilikinya, meminimalisir terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan, meningkatkan nilai asetnya, serta dapat dijadikan jaminan pinjaman ke bank untuk menambah modal kegiatan usaha.

Untuk dapat memenuhi target penyelesaian tepat waktu dan tepat sasaran, serta untuk mencapai hasil yang optimal kinerja dan keuangan di dalam kegiatan PRODA, diperlukan Petunjuk Teknis yang diharapkan agar tidak menimbulkan berbagai ragam penafsiran dalam pelaksanaan.

Selanjutnya apabila dalam pelaksanaan kegiatan PRODA masih ditemui permasalahan-permasalahan yang belum diatur dalam petunjuk ini, akan diberikan petunjuk tersendiri sesuai dengan permasalahannya, yang akan dijadikan bahan perbaikan dan perubahan-perubahan Petunjuk Teknis selanjutnya.

B. Tujuan PRODA

Tujuan PRODA adalah sebagai berikut:

1. memberikan motivasi dan bantuan subsidi kepada masyarakat khususnya pemegang hak atas tanah yang kurang mampu, untuk bersedia membuatkan sertifikat atas hak yang dimilikinya tersebut;

2. menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan;

3. membantu pemerintah daerah dalam hal menciptakan suatu suasana kehidupan masyarakat yang aman dan tenteram;

4. menumbuhkan partisipasi masyarakat, khususnya pemilik tanah dalam menciptakan stabilitas politik serta pembangunan di bidang ekonomi;

5. menumbuhkan rasa kebersamaan dalam menyelesaikan sengketa pertanahan;

(9)

6. memberikan kepastian hukum pada pemegang hak atas tanah; dan

7. membiasakan masyarakat pemegang hak atas tanah untuk memiliki alat bukti yang otentik atas haknya tersebut.

C. Sasaran PRODA

1. Sasaran PRODA adalah bidang tanah yang belum bersertipikat, yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh perorangan.

2. Subyek PRODA adalah perorangan. D. Lingkup PRODA

Kegiatan PRODA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dalam rangka penerbitan sertifikat hak atas tanah. Adapun lingkup kegiatan PRODA meliputi:

1. penetapan lokasi; 2. penyuluhan;

3. pengumpulan data (alat bukti/alas hak); 4. pengukuran bidang tanah;

5. pemeriksaan tanah; 6. pengumuman;

7. penertiban SK Hak/pengesahan data, fisik, dan data yuridis; 8. penerbitan sertipikat;

9. penyerahan serpifikat; dan 10. supervisi dan laporan. E. Pengertian PRODA

Pada dasarnya, PRODA merupakan proyek pensertipikatan tanah secara massal yang memperoleh dukungan dana atau subsidi dari Pemerintah Daerah melalui APBD. Secara umum, prinsip‐prinsip dan ketentuan pelaksanaan PRODA hampir sama dengan PRONA, namun berbeda pada sumber pembiayaan yakni berasal dari pemerintah daerah (APBD). Bantuan ini menggunakan alokasi anggaran dari APBD yang diperuntukan bagi mereka yang kurang mampu atau berpenghasilan rendah

Pelaksanaan PRODA merupakan usaha dari Pemerintah Daerah untuk memberikan motivasi dan partisipasi kepada pemegang hak atas tanah agar mau melakukan sertipikasi atas tanahnya, serta berusaha membantu menyelesaikan sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis dengan jalan memberikan kepada masyarakat tersebut fasilitasi dan kemudahan, serta pemberdayaan organisasi dan SDM.

PRODA adalah kebijakan daerah di bidang pertanahan yang bermaksud untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam rangka meningkatkan maupun menunjang pelaksanaan landreform dan menyelesaikan sengketa-sengketa secara tuntas dengan biaya ditanggung Pemerintah Daerah.

Untuk mempercepat legalisasi aset strategis, Kepala Kantor Pertanahan diharapkan dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk dapat memprogramkan PRODA dengan pendanaan dari APBD.

(10)

F. Sumber dan Sistem Pembiayaaan Kegiatan PRODA

1. Anggaran dalam rangka kegiatan PRODA ini bersumber dari APBD Kota Batu serta pendapatan lainnya yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Sistem pembiayaan kegiatan PRODA mengikuti mekanisme sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional.

II. POKOK-POKOK KEBIJAKAN KEGIATAN PRODA A. Dasar Hukum

Dasar hukum yang melandasi pelaksanaan kegiatan yang meliputi kegiatan fisik, keuangan, dan administrasi antara lain sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional;

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

e. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria (PRONA); dan

f. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

B. Penetapan Lokasi

Di dalam penetapan lokasi, perlu memperhatikan kondisi wilayah dan infrastruktur pertanahan yang tersedia.

1. Kondisi Wilayah

Untuk ditetapkan sebagai lokasi kegiatan PRODA, diarahkan pada desa dan kelurahan di wilayah Kota Batu.

2. Infrastruktur Pertanahan

Penetapan lokasi wilayah desa/kelurahan dengan memperhatikan infrastruktur pertanahan yang tersedia, antara lain:

a. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah;

b. Inventarisasi Pengaturan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T);

c. Peta Penatagunaan Tanah;

d. Peta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah (Fotogrametis); e. Infrastruktur Titik Dasar Teknik dan Peta Dasar Pendaftaran; f. Sarana dan prasarana.

(11)

3. Kewenangan Penetapan Lokasi

Kewenangan penetapan dan penunjukan lokasi kecamatan dan desa/kelurahan ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota dengan memperhatikan usulan masyarakat secara kolektif yang diajukan oleh Kepala Desa/Lurah.

C. Peserta

1. Peserta kegiatan PRODA adalah masyarakat khususnya pemegang hak atas tanah yang kurang mampu, dengan persyaratan peserta sebagai berikut:

a. Perorangan Warga Negara Indonesia;

b. Memiliki lahan/tanah yang belum bersertifikat;

c. Calon peserta terpilih telah diidentifikasi dan diseleksi oleh desa/kelurahan serta telah diverifikasi oleh kecamatan, dan dilaporkan kepada Bagian Administrasi Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Batu;

d. Bersedia melengkapi persyaratan administrasi kegiatan sertifikasi lahan pertanian;

e. Memiliki bukti kepemilikan tanah;

f. Memberikan keterangan tertulis di atas materai tentang riwayat perolehan tanah;

g. Bersedia menunjukkan batas-batas tanah yang akan disertifikatkan pada waktu pengukuran berlangsung oleh Kantor Pertanahan Kota Batu;

h. Tidak dalam sengketa; dan

i. Bersedia menanggung Surat Setoran Pajak (SSP). 2. Kewenangan Penetapan Peserta

Kewenangan penetapan peserta sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota dengan memperhatikan usulan dari Kepala Desa/Lurah dan Camat.

D. Luas dan Jumlah Bidang Tanah

Bidang tanah yang dapat ditetapkan menjadi obyek kegiatan PRODA yaitu seluruh atau sebagian bidang tanah dalam satu desa/kelurahan, yakni:

1. Untuk tanah non pertanian, dengan ketentuan luas tanah paling luas 500 m² (lima ratus meter persegi);

2. Tanah pertanian dengan ketentuan paling luas 2000 m² (dua ribu meter persegi);

3. 1 (satu) Kepala Keluarga paling banyak 1 (satu) bidang. E. Rincian Biaya

Kegiatan PRODA yang dibiayai Pemerintah Daerah melalui APBD Kota Batu adalah sebagai berikut:

1. Biaya di tingkat desa/kelurahan, sebesar Rp556.000,00 (Lima Ratus Lima Puluh Enam Ribu Rupiah) per bidang tanah, dengan rincian sebagai berikut:

(12)

No. Rincian Biaya (Rp)

1. Pembelian warkah 20.000,00

2. Pembelian 6 buah materai @ Rp6000,00

36.000,00 3. Pembelian 4 patok

@ Rp20.000,00

80.000,00 4. Honorarium saksi per bidang:

a. Kepala Desa b. Sekretaris Desa

c. 2(dua) orang Perangkat Desa/Kelurahan

@ Rp30.000,00

100.000,00 50.000,00 60.000,00

5. Bantuan Transportasi Panitia Pemeriksa per bidang (4 orang x Rp30.000)

120.000,00 6. Bantuan Transportasi Juru Ukur dan 2

orang Pembantu Ukur (3 orang x Rp30.000,00)

90.000,00

JUMLAH 556.000,00 2. Biaya sertifikasi sebesar Rp1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) per

bidang tanah, meliputi biaya pendaftaran, pengukuran, dan Panitia A ditanggung oleh Pemerintah Kota Batu dan dibayarkan kepada Kantor Pertanahan Kota Batu.

Biaya ini dapat bertambah atau berkurang tergantung luas bidang tanah.

3. Biaya BPHTB bagi peserta PRODA dengan sasaran masyarakat kurang mampu dibebaskan.

4. Dalam hal terjadi penambahan biaya dalam rangka pelaksanaan kegiatan PRODA, ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Walikota.

F. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Untuk dapat memenuhi target penyelesaian yang tepat waktu, perlu disusun perencanaan jadwal pelaksanaan kegiatan PRODA dan sub kegiatan yang terinci, meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Penetapan Lokasi;

2. Penyuluhan;

3. Pengumpulan Data (Alat Bukti/Alas Hak); 4. Pengukuran Bidang Tanah;

5. Pemeriksaan Tanah; 6. Pengumuman;

7. Penertiban SK Hak/Pengesahan Data, Fisik, dan Data Yuridis; 8. Penertiban Sertifikat;

9. Penyerahan Sertifikat; dan 10. Supervisi dan Laporan.

(13)

III. TATA CARA PELAKSANAAN TEKNIS A. Pelaksana Kegiatan

Kelembagaan yang menangani pertanahan dalam perjalanannya mengalami beberapa kali perubahan. Semula, urusan pertanahan (agraria) termasuk wewenang Kementerian Dalam Negeri. Dengan Keputusan Presiden tanggal 29 Maret 1955, dibentuk Kementerian Agraria, namun pelaksanaan di daerah dilaksanakan oleh aparatur dan pegawai Kementerian Dalam Negeri. Kemudian dengan Keputusan Presiden Nomor 170 Tahun 1966, Departemen Agraria ditiadakan dan urusan agraria kembali ke Departemen Dalam Negeri.

Dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988, dibentuk Badan Pertanahan Nasional dan dengan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dengan pelaksanaan di daerah oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di tingkat propinsi dan Kantor Pertanahan di tingkat Kabupaten/Kota.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional saat ini berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 121/P/2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pembentukan Kabinet Kerja. Namun, pelaksana di daerah hingga saat ini belum ditetapkan nomenklatur baru.

Pelaksana kegiatan PRODA di Kota Batu adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Kota Batu

2. Kantor Pertanahan Kota Batu. B. Pendaftaran Tanah

Pengertian Pendaftaran Tanah dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun.

Dari pengertian pendaftaran tanah tersebut di atas, dapat diuraikan unsur-unsurnya sebagai berikut:

- Adanya serangkaian kegiatan;

- Dilakukan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah; - Secara terus menerus, berkesinambungan;

- Secara teratur;

- Bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun; - Pemberian surat tanda bukti hak; dan

- Hak-hak tertentu yang membebaninya

Sebagai peraturan pelaksana, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

(14)

Asas-Asas Pendaftaran Tanah

Asas merupakan fundamen yang mendasari terjadinya sesuatu dan merupakan dasar dari suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran tanah. Oleh karena itu dalam pendaftaran tanah, terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar.

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas:

1. Asas Sederhana

Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2. Asas Aman

Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

3. Asas Terjangkau

Asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.

4. Asas Mutakhir

Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya.

5. Asas Terbuka

Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di kantor pertanahan Kabupaten/Kota. Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan pendaftaran tanah dimuat dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yakni:

3. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersasngkutan. Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah, meliputi :

a. kepastian status hak yang didaftar; b. kepastian subjek hak; dan

c. kepastian objek hak;

4. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; dan

(15)

Kegiatan Pendaftaran Tanah

1. Kegiatan dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pertama Kali (initial

registration)

Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui

pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran secara sporadik.

Pendaftaran secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.

Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematis, pendaftarannya dilaksanakan secara sporadik. Pendaftaran sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan.

Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar daripada melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Tetapi kerena prakarsanya datang dari pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga, peralatan yang diperlukan. Maka pelaksanaanya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi jangka waktu yang agak panjang, dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji kelayakan agar berjalan lancar.

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: a. Pengumpulan dan Pengelolaan Data Fisik;

b. Pengumpulan dan Pengelolaan Data Yuridis Serta Pembukuan Haknya;

c. Penerbitan Sertifikat;

d. Penyajian data Fisik dan Data Yuridis; dan e. Penyimpanan Daftar Umum dan Dokumen. Ad.a. Pengumpulan dan Pengelolaaan Data Fisik

Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik, perlu dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan, yang meliputi:

- Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran.

Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematis di suatu wilayah yang ditunjuk dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran. Peta dasar pendaftaran tersebut menjadi dasar untuk pembuatan peta pendaftaran, selain digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran.

Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, peta dasar pendaftaran juga digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sebelumnya sudah didaftar. Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan, agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat di rekontruksi di lapangan setiap saat.

(16)

Dengan maksud diperlukan adanya titik-titik dasar teknik

nasional.

- Penetapan Batas-Batas Bidang Tanah.

Mengenai penetapan dan pemasangan tanda-tanda batas bidang tanah diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan mendapat pengaturan lebih lanjut dan rinci dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 23 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

- Pengukuran dan Pemetaan Bidang-Bidang Tanah dan Pembuatan Peta-Peta Pendaftaran.

Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran. Untuk bidang tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara membuat peta tersendiri, dengan menggunakan peta yang diambil dari peta dasar pendaftaran dan hasil ukuran batas tanah yang akan dipetakan.

- Pembuatan Daftar Tanah.

Bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibukukan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran. Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaannya diatur dalam Pasal 146 sampai dengan Pasal 155 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Daftar tanah yang dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai nomor bidang, lokasi dan penunjukan ke nomor surat ukur bidang-bidang tanah yang ada di wilayah pendaftaran, baik sebagai hasil pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya kemudian.

- Pembuatan Surat Ukur.

Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang-bidang tanah yang sudah diukur dan dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur. Surat ukur memuat data fisik yang diambil dari peta pendaftaran untuk skala yang bisa berbeda.

Ad.b. Pengumpulan dan Pengelolaan Data Yuridis Serta Pembukuan Haknya

HAK-HAK BARU

Dalam kegiatan pengumpulan data yuridis, diadakan perbedaan antara pembuktian hak-hak baru dan hak lama. Hak-hak baru adalah hak-hak yang baru diberikan atau diciptakan sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sedang hak-hak lama yaitu hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak yang ada pada waktu mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria dan

(17)

hak-hak yang belum didaftar menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditentukan bahwa untuk keperluan pendaftaran:

a) Hak atas tanah baru, data yuridisnya dibuktikan dengan: 1) Penetapan pemberian hak dari pejabat yang

berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku.

2) Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan.

Apabila mengenai Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

b) Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang, sebagai yang dimaksud dalam uraian 124G;

c) Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf yang disebut dalam uraian 135E;

d) Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan, yang dibicarakan dalam uraian 139B angka 2;

e) Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan, yang dibicarakan dalam uraian 184A.

HAK-HAK LAMA

Untuk pembuktian hak-hak atas tanah yang sudah ada dan berasal dari konversi hak-hak lama, data yuridisnya dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti tertulis, keterangan saksi, dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi/Kepala Kantor Pertanahan dianggap

cukup sebagai dasar mendaftar hak, pemegang hak, dan

hak-hak pihak lain yang membebaninya.

Dalam pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, alat-alat bukti tersebut adalah bukti-bukti pemilikan.

Lebih lanjut dalam Pasal 24 ayat (2) ditentukan dalam hal tidak atau tidak ada lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian yang tertulis, pembuktian haknya dapat dilakukan tidak berdasarkan pada bukti pemilikan melainkan pada penguasaan fisik tanahnya oleh pemohon pendaftaran dan pendahulunya selama 20 tahun atau lebih berturut-turut. Dalam penjelasan ayat tersebut dirinci syarat-syarat yang harus dipenuhi yakni:

- Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan dengan itikad baik, secara nyata dan terbuka selama waktu tersebut;

- Bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karenanya dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan;

(18)

- Bahwa penguasaan dan penggunaan diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

- Bahwa telah diadakan penelitian mengenai kebenaran hal-hal tersebut;

- Telah diberi kesempatan kepada pihak-pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman; dan

- Kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang hak dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak. Ad.c. Penerbitan sertifikat

Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Memperoleh sertifikat adalah hak pemegang hak atas tanah, yang dijamin undang-undang.

Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasai olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain

Ad.d. Penyajian data fisik dan data yuridis

Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, terutama untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan mudah dan memperoleh keterangan yang diperlukan, Kepala Kantor Pertahanan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah berupa daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar

tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama.

Kecuali daftar nama, daftar-daftar lain terbuka untuk umum dan dapat diberikan kepada pihak yang berkepentingan secara visual atau tertulis dalam bentuk SKPT, sedangkan daftar nama hanya dapat diberikan kepada instansi pemerintah yang memerlukan untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, seperti instansi kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Ad.e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen

Mengenai penyimpanan data dan dokumen itu terdapat ketentuan pelengkapnya dalam Pasal 184 sampai dengan Pasal 186 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Daftar.

1. Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran, diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor Pertanahan atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar umum.

(19)

2. Selain dalam hal yang disebut di atas, dengan izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen yang bersangkutan kepada instansi lain yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya.

Secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan elektronik dan mikrofilm. Penyimpanan dengan menggunakan peralatan elektronik dalam bentuk film akan menghemat tempat dan mempercepat akses pada data yang diperlukan. Tetapi penyelenggaraannya memerlukan persiapan peralatan dan tenaga serta dana yang besar. Maka pelaksanaannya dilaksanakan secara bertahap.

2. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah (maintenance)

Yang dimaksud dengan pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian (Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). Perubahan itu misalnya terjadi sebagai akibat beralihnya, dibebaninya atau berubahnya nama pemegang hak yang telah didaftar, hapusnya atau diperpanjangnya jangka waktu hak yang sudah berakhir, pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah yang haknya sudah didaftar. Agar data yang tersedia di Kantor Pertahanan selalu sesuai dengan keadaan yang mutakhir, dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditentukan bahwa para pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan-perubahan yang dimaksudkan kepada Kantor Pertahanan.

C. Penerbitan Sertifikat

1. Pengertian Sertifikat Hak atas Tanah

Hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah memerlukan jaminan kepastian hukum akan haknya, yaitu perlindungan hukum terhadap hubungan hukumnya serta perlindungan hukum terhadap pelaksanaan kewenangan haknya.

Pendaftaran tanah di Indonesia mempunyai arti penting karena setiap orang berhak memperoleh perlindungan hukum dan guna memberikan perlindungan diperlukan adanya kepastian hukum, sebab kepastian hukum bagi pemegnag hak atas tanah mempunyai implikasii yang luas terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat dan Negara.

Sistem Pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak dengan menganut stelsel negatif yang mengandung unsur positif, artinya Negara tidak menjamin secara mutlak terhadap suatu hak atas tanah, jaminan kepastian hukum diberikan kepada pemilik tanah sebenarnya. Meskipun demikian sebagai bukti hak yang kuat, diterbitkan sertifikat hak tanahnya, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya sertifikat hak atas tanah mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

(20)

Jaminan kepastian hukum hak atas tanah diberikan sepanjang data yuridis, data fisik, dan data administrasi yang tercantum dalam dokumen pendaftaran tanah sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dilapangan.

Data yuridis adalah data yang menyatakan adanya hubungan yuridis antara pihak yang memohon dengan tanah yang dimohon hak tersebut. Data fisik adalah data mengenai obyek hak (tanah) yang menerangkan mengenai letak, batas-batas, dan luas tanah serta penguasaannya. Data administratif adalahh data yang berupa surat-surat yang membuktikan kebenaran data fisik dan yuridis tersebut. Ketiga jenis data ini harus ada untuk keperluan penetapan haknya.

Pengertian sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan, sedangkan menurut pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu dokumen sampul.

2. Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan

Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan adanya tuntutan pelayanan masyarakat dibidang pertanahan, perlu ditetapkan Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, semula diatur dalam Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2005 jo. Peraturan Kepala BPN RI Nomor 6 Tahun 2008 dan terakhir Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan di lingkungan BPN RI dengan tujuan untuk mewujudkan kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas pelayanan publik.

Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010, meliputi:

a. Kelompok dan jenis pelayanan; b. Persyaratan;

c. Biaya; d. Waktu;

e. Prosedur; dan f. Pelaporan.

- Kelompok dan jenis Pelayanan, terdiri dari pelayanan: a. Pendaftaran Tanah Pertama kali;

b. Pemeliharaan data Pendaftaran Tanah; c. Pencatatan dan informasi Pertanahan; d. Pengukuran bidang tanah;

e. Pengaturan dan Penataan Pertanahan; dan f. Pengelolaan Pengaduan.

(21)

- Persyaratan adalah dokumen pertanahan dan dokumen yang berkaitan dengan pertanahan, yang harus dipenuhi oleh pemohon agar permohonannya dapat diproses lebih lanjut, apabila persyaratan tidak lengkap maka Kantor Pertanahan menolak berkas permohonan.

- Biaya adalah biaya pelayanan yang diwajibkan kepada pemohon sesuai peraturan perundang-undangan. Saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional.

- Waktu adalah jangka waktu penyelesaian pelayanan pertanahan terhitung sejak penerimaan berkas lengkap dan telah lunas pembayaran biaya yang ditetapkan. Waktu dihitung berdasarkan hari kerja dan jangka waktu tidak berlaku bagi permohonan yang di dalam prosesnya diketahui terdapat sengketa, konflik, perkara, atau masalah hukum lainnya dan berkasnya dapat dikembalikan kepada pemohon.

- Prosedur adalah tahapan proses pelayanan masing-masing jenis kegiatan.

- Kepala Kantor Pertanahan setiap bulan melaporkan hasil pelaksanaan pelayanan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN dan lanjut kepada Kepala BPN.

Pendaftaran Tanah Pertama Kali

Pembuktian Hak Baru, untuk keperluan pendaftaran hak: a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan:

1) penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan;

2) asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik;

b. hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang;

c. tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;

d. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;

e. pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.

Pembuktian Hak Lama

(1) untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

(22)

(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian maka, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:

a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Persyaratan Permohonan Hak atas tanah:

 Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya diatas materai cukup;

 Surat kuasa apabila dikuasakan;

 Fc identitas (KTP, KK) pemohon dan Kuasa yang telah dicocokkan dengan aslinya;

 Asli bukti perolehan tanah/alas hak;

 Asli surat-surat bukti pelepasan hak dan pellunasan tanah dan rumah (yang dibeli dari pemerintah);

 Surat pernyataan pemohon tanah-tanah yang telah dipunyai;

 Fc SPPT PBB tahun berjalan, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (saat pendaftaran hak);

 Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan;

 Fc tanda Daftar Perusahaan, Akta Pendirian, dan Pengesahan BH;

 Izin lokasi/surat izin Penunjukkan Penggunaan Tanah, Proposal/Rencana Pengusahaan Tanah.

Setelah semua persyaratan dipenuhi, selanjutnya diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten setempat. Kegiatan selanjutnya dilakukan oleh seksi pendaftaran tanah meliputi pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran haknya.

Pada tahap ini semua hak-hak atas tanah yang telah dibukukan dibuatkan salinan dari buku tanah yang bersangkutan. Salinan buku tanah dan surat ukurnya atau gambar situasi, kemudian dijahit menjadi satu dengan diberi kertas sampul yang bentuknya telah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri cq. Dirjen Agraria yang sekarang ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan nama Badan Pertanahan Nasional (Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988).

IV. PENANGANAN MASALAH PERTANAHAN A. Umum

Sengketa pertanahan yang terdapat dalam kegiatan PRODA antara lain adanya keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak lain terhadap pensertifikatan tanah atlas nama peserta Kegiatan PRODA. Ruang lingkup keberatan tersebut dapat meliputi:

(23)

1. Keberatan atas batas bidang tanah, prioritas untuk memperoleh hak atas tanah objek Kegiatan PRODA atau kepemilikan tanah; 2. Sengketa pertanahan yang sedang dalam penyelidikan oleh pihak

yang berwajib;

3. Perkara pertanahan yang dalam proses penyelesaian di pengadilan. Terkait dengan kondisi tersebut, telah ditetapkann ketentuan mengenai pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan sebagaimana Peraturann Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan yang ruang lingkupnya meliputi:

1. Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan; 2. Pengkajian Kasus Pertanahan;

3. Penanganan Kasus Pertanahan; 4. Penyelesaian Kasus Pertanahan;

5. Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum. B. Penanganan Sengketa

Sengketa pertanahan dalam lokasi pelaksanaan Kegiatan PRODA dapat terjadi setiap saat selama proses kegiatan PRODA sampai dengan penerbitan sertifikat tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, penanganan masalah/sengketa dapat dilakukan di luar pengadilan. Adapun proses penanganannya sebagai berikut:

1. Penerimaan Keberatan atau pengaduan

Keberatan atau pengaduan dapat diajukan secara tertulis atau lisan. Namun demikian untuk pertanggungjawaban administrasi dan sebagai bahan pembuktian, pengaduan yang diajukan secara lisan harus ditulis oleh petugas untuk diminta tanda tangan oleh pengadu.

2. Mencatat keberatan atau pengaduan;

3. Meneliti dan mengkaji pokok permasalahan untuk menentukan: a. Keberatan/pengaduan tidak beralasan

Keberatan/pengaduan dianggap tidak beralasan apabila:

1) Pengadu tidak mempunyai hubungan hukum atau tidak mempunyai kepentingan dengan tanah yang diadukannya; 2) Pengadu tidak mempunyai kompetensi atau kewenangannya. b. Keberatan/pengaduan beralasan

Sebaliknya suatu keberatan/pengaduan dianggap beralasan apabila :

1) Pengaduan mempunyai hubungan hukum atau mempunyai kepentingan dengan tanah yang diadukannya:

2) Pengaduan mempunyai kompetensi atau kewenangan untuk mengajukan keberatan dimaksud.

4. Penanganan keberatan yang tidak beralasan apabila :

1) Apabila dianggap tidak beralasan maka keberatan/pengaduan yang diajukan oleh pengadu tersebut dinyatakan “tidak diterima”. Untuk itu kepala pengadu diberitahukan secara tertulis mengenai tidak diterimanya keberatan yang bersangkutan;

(24)

2) Sebagai konsekuensi dari tidak diterimanya keberatan tersebut, proses Kegiatan PRODA atas bidang tanah dimaksud dilanjutkan.

5. Penanganan keberatan yang beralasan

Yang dimaksud dengan keberatan/pengaduan yang dianggap beralasan bukan merupakan suatu kebenaran atas adanya hubungan hukum yang sah antara pengadu dengan tanahnya. Penentuan kebenaran hubungan hukum tersebut harus dikaji melalui pembuktian keperdataan, berupa bukti surat, saksi, pengakuan, petunjuk, maupun sumpah, serta kenyataan fisik tanah dan hubungan fisik dengan tanahnya. Hal ini berarti bahwa keberatan/pengaduan yang dianggap beralasan tersebut belum tentu menyebabkan diterimanya pengaduan yang bersangkutan, bahkan apabila tidak dapat dibuktikan secara sah keberatan yang bersangkutan dapat ditolak.

Untuk menentukan diterima atau ditolaknya

keberatan/pengaduan tersebut maka mekanisme penanganannya adalah sebagai berikut:

a. Para pihak (pihak pengadu dan oihak yang diadukan) dipanggil untuk diselesaikan permasalahannya;

b. Para pihak dipersilahkan negosiasi sendiri untuk melakukan penyelesaian secara damai dengan memberikan batasan waktu; c. Apabila diperlukan Kepala Kantor Pertanahan dapat

mengupayakan penyelesaian masalah tersebut yang dapat diterima kedua belah pihak;

d. Untuk dapat ditindaklanjuti, hasil penyelesaian tersebut harus dapat diterima secara sukarela oleh kedua belah pihak. Untuk itu hasil penyelesaian harus dituangkan dalam bentuk surat kesepakatan yang ditanda tangani kedua belah pihak;

e. Apabila penyelesaian secara damai maka waktu yang ditentukan tidak dapat diterima maka kedua belah pihak disarankan untuk mengajukan peyelesaian melalui pengadilan; f. Hasil penyelesaian tersebut di atas dicatat dalam registrasi yang

disediakan.

C. Tindak Lanjut Penyelesaian Sengketa

Setelah sengketa yang diajukan ditangani secara komprehensif maka hasil penyelesaiannya ditindaklanjuti:

1. Terhadap sengketa yang diselesaikan di pengadilan atau disarankan untuk diselesaikan melalui pengadilan, maka proses kegiatan PRODA atas bidang tanah tersebut ditunda sampai terdapat putusan, pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsed);

2. Apabila telah terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka tindak lanjut proses kegiatan PRODA atas bidang tanah yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan putusan dimaksud;

3. Apabila berdasarkan kputusan peyelesaian secara damai tidak menyebabkan perubahan data fisik dan data yuridis sesuai dengan kesepakatan dimaksud dan kemudian diumumkan.

(25)

Semua keberatan/pengaduan yang diajukan, perkara di pengadilan, dan keputusan penyelesaiannya dicatat dalam registrasi yang disediakan.

D. Pemantauan dan Evaluasi Penyelesaian Pengaduan

Tim koordinasi kegiatan PRODA melakukan pemantauan dan dan evaluasi terdapat penyelesaian pengaduan masyarakat terkait dengan Kegiatan PRODA dengan tugas, meliputi:

1. Pengadministrasian dan penatausahaan seluruh dokumen yang terkait dengan peneriman, penanganan, dan penyelesaian pengaduan;

2. Penyusunan laporan internal yang sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai jenis pengaduan, pemasalahan, dan analisa penyebab terjadinya pengaduan serta menyampaikannya kepada Pimpinan BPN-RI secara priodik;

3. Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan;

4. Pelaporan proses dan hasil dan penyelesaian pengaduan disampaikan secara hirarkis mulai dari Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan BPN-RI;

5. Penyampaian hasil penyelesaian pengaduan kepada yang mengadukan;

6. Dokumentasi penyelesaian pengaduan. V. PENUTUP

1. Petunjuk Teknis kegiatan PRODA ini merupakan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan PRODA oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

2. Penyelenggaraan kegiatan PRODA bertujuan memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat, dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah di wilayah Kota Batu.

3. Dalam memproses penetapan hak atas tanah hendaknya dilakukan dengan cermat dan teliti berdasarkan peratuan perundang-undangan serta berdasarkan atas bikti alas hak dan kelengkapan yang memenuhi persyaratan administrasi, formal, teknis dan yuridis, sehingga tidak menimbulkan sengketa atau cacat hukum di kemudian hari serta menimbulkan keresahan masyarakat.

4. Terhadap peserta kegiatan PRODA yang mengajukan permohonan sertifikat melalui proses kegiatan pemberian hak atas tanah Negara atau melalui penegasan konversi/pengakuan hak, dibebaskan dari biaya pelayanan kegiatan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Peraturan Nasional, karena biaya dalam rangka kegiatan PRODA telah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(26)

5. Peserta kegiatan PRODA bertanggungjawab secara pribadi atas segala akibat hukum baik secara perdata maupun pidana mengenai kebenaran formal dan material atas alat bukti/alas hak dan penunjukkan batas-batas bidang tanah dalam pendaftaran hak atas tanahnya.

6. Apabila terjadi masalah atau sengketa di bidang pertanahan sedapat mungkin diselesaikan di daerah berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, serta agar dilaporkan kepada Tim Teknis Kegiatan PRODA Kantor Pertanahan Kota Batu.

7. Pelaksanaan kegiatan PRODA agar secara tertib membuat laporan bulanan, triwulan dan akhir tahun dan melaporkan secara berjenjang dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota pada Kantor Wilayah BPN Provinsi.

WALIKOTA BATU, ttd

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kriteria di atas, maka untuk memeperjelas unsur sampel yang dijadikan informan pangkal dan informan pokok dalam penelitian ini dapat dirinci

Bentuk perlindungan terhadap pengetahuan tradisional yang merupakan milik masyarakat bersama yang menyangkut tentang budaya perlu juga mendapatkan perlindungan yang

Semakin tinggi konsentrasi perendaman dengan larutan NaOH dan KOH maka kadar abu akan semakin menurun, hal ini diduga karena semakin tingginya konsentrasi perendaman dengan larutan

Pada Gambar 3 terlihat bahwa semakin lama waktu penyinaran maka efektivitas fotoreduksi ion Hg(II) semakin tinggi, hal ini dikarenakan pada proses penyinaran

75 Tabel 4.39 Desain mapping data untuk incremental update dari sumber data tunggal ke staging area

Jarigan syaraf biologis pada otak manusia terdiri dari sel-sel syaraf yang disebut neuron yang saling berhubungan satu dengan yang lain, pada suatu penghubung yang

Penulis laporan dengan judul Pengadaaan Koleksi Bahan Pustaka di Perpustakan SMP Negeri 1 Galur disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program D3

Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat mengenai bentuk morfologi koloni bakteri, ke-13 jenis koloni tersebut diinokulasi kembali pada media Tryptic Soy