• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) var. SILUGONGGO PADA BERBAGAI TEKNIK BUDIDAYA DAN APLIKASI KOMPOS

BOKASHI PUPUK KANDANG SAPI 1)

GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa L.) cv. SILUGONGGO UNDER VARIOUS CULTIVATION TECHNIQUES AND APPLICATION OF EM-4 FERMENTED COMPOST

OF CATTLE MANURE

W. Wangiyana *, V.F.A. Budianto, N. Farida dan N.W.D. Dulur Fakultas Pertanian, Universitas Mataram

* Email: wy.wyana@Gmail.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh aplikasi kompos Bokashi pupuk kandang sapi antara teknik budidaya konvensional, SRI (System of Rice Intensification) tanpa inokulasi fungi mikoriza arbuskular (FMA) dan SRI dengan inokulasi FMA di pesemaian terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi di tanah vertisol Lombok Tengah bagian Selatan. Percobaan dilakukan mulai Agustus – Nopember 2010 di dua lokasi, yaitu di lahan sawah milik petani di desa Mujur (Lombok Tengah) dan di rumah kaca dengan melakukan penanaman di pot menggunakan contoh tanah yang diambil dari lahan percobaan di desa Mujur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perlakuan budidaya padi teknik SRI yang disertai inokulasi FMA di pesemaian (perlakuan B3) dapat meningkatkan hasil padi, terutama pada percobaan lapangan (dengan hasil gabah kering rata-rata setara 6,8 ton.ha-1), dan derajat kolonisasi FMA pada percobaan

rumah kaca, jika dibandingkan dengan teknik budidaya padi secara konvensional (dengan hasil gabah kering rata-rata setara 5,6 ton.ha-1); (2) Pemupukan padi dengan pupuk organik berupa kompos bokashi

pupuk kandang sapi meningkatkan jumlah malai per rumpun, berat 100 gabah berisi dan indeks panen, terutama pada percobaan di lahan sawah, dan hasil gabah kering, baik pada percobaan lapangan maupun di rumah kaca; (3) Teknik budidaya padi berpengaruh nyata terhadap derajat kolonisasi FMA dan hasil gabah. Teknik SRI, walaupun tidak disertai inokulasi FMA di pembibitan, juga tampak memberikan kondisi yang lebih kondusif bagi perkembangan mikoriza dibandingkan dengan teknik budidaya konvensional.

ABSTRACT

This research aimed to evaluate the effects of application of EM-4 fermented compost of cattle manure between conventional technique, SRI (System of Rice Intensification) without and with arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) inoculation in the nursery on growth and yield of rice on southern Lombok vertisols. The experiments were conducted from August to November 2010, in two locations, i.e. on farmer’s rice-field in Mujur village (southern Central Lombok) and in glasshouse (pot experiment) using soil sample taken from the field experiment in Mujur village.

Results indicated that (1) SRI technique of growing rice, with AMF inoculation in nursery (B3 treatment) increased rice yield, especially in the field experiment (with dry grain yield of equivalent to 6.8 ton.ha-1), and AMF colonization in the glasshouse experiment, when compared with conventional technique (with dry grain yield of equivalent to 5.6 ton.ha-1); (2) Fertilization of rice with EM-4 fermented compost of cattle manure increased panicle number per clump, weight of 100 dry filled grains, and harvest index, especially in the field experiment, and dry grain yield, both in the field and glasshouse experiments; (3) Rice cultivation techniques had significant effects on AMF colonization and grain yield; SRI technique, although with no AMF inoculation in the nursery, also likely provided more conducive condition for AMF development compared with conventional technique of growing rice.

_______________________________

Kata kunci: padi, mikoriza arbuskular, pupuk kandang sapi, teknik budidaya padi Keywords : rice, arbuscular mycorrhiza, cattle manure, rice growing technique

1) Bagian dari penelitian Strategis Nasional yang dibiayai DIPA DIKTI 2010 dengan Surat Perjanjian

(2)

PENDAHULUAN

Tanaman padi, pada umumnya ditanam dengan sistem penggenangan. Petani malah pada umumnya membiarkan air pengairan mengalir masuk ke petak sawahnya, dan terus mengalir dari petak satu ke petak lainnya, dan bahkan mengalir ke tempat pembuangan, seperti kali atau parit. Teknik budidaya tanaman padi seperti ini, yang disebut sebagai padi sawah, telah dipraktekkan dari jaman dahulu. Dengan munculnya teknik budidaya baru, maka teknik budidaya padi sawah dengan sistem tergenang disebut sebagai teknik budidaya padi sawah “konvensional”. Kalau dibandingkan dengan penanaman padi secara kering, yaitu padi gogo, padi sawah memberikan hasil yang jauh lebih tinggi (Partohardjono et al., 1983).

Dengan dikembangkannya teknik budidaya padi yang lebih baru, yang semula dikembang-kan di Madagaskar, yang akhirnya dikenal dengan teknik SRI (System of Rice Intensi-fication), maka ada harapan baru untuk meningkatkan produksi padi. Dalam skala percobaan lapangan, teknik SRI ini merupakan teknik budidaya yang hemat air tetapi membe-rikan hasil gabah yang jauh lebih tinggi daripada teknik konvensional, bahkan sampai berlipat ganda, walaupun hanya dengan melakukan pengaturan air yang membuat zone perakaran lebih bersifat aerobik daripada tergenang.

Di Madagaskar, pada lahan yang relatif kurang subur tetapi telah dipraktekkan teknik SRI secara murni dan organik selama 8 tahun, seorang petani mencapai hasil 2,74 ton pada sawah seluas 13 are, yang berarti 21 ton.ha-1,

sementara dari teknik budidaya padi secara konvensional pada lokasi yang sama, yaitu pada petak-petak lahan yang berdekatan, diperoleh hasil rata-rata hanya 2,6 ton.ha-1 (Uphoff,

2002a). Di Indonesia, dari hasil percobaan lapangan di berbagai lokasi, termasuk di wilayah NTB, Gani et al. (2002) melaporkan bahwa terdapat hanya sedikit peningkatan hasil dengan teknik SRI dibandingkan teknik penanaman padi yang biasa dilakukan oleh petani. Namun belakangan ini, dari percobaan-percobaan yang dilakukan oleh staff DISIMP (Decentralized Irrigation System Improvement Project) di NTB, terutama dari percobaan-percobaan yang berlokasi di wilayah pulau Sumbawa, dilaporkan adanya peningkatan hasil padi yang rata-rata lebih tinggi dengan teknik SRI dibanding teknik padi sawah konvensional, di mana di Tiu Kulit (Sumbawa) diperoleh hasil 9 ton.ha-1 dengan

teknik SRI padahal dengan teknik padi sawah konvensional di tempat yang sama, hanya diperoleh hasil 4,49 ton.ha-1 (Sato, 2006).

Perbedaan yang jelas antara teknik SRI dengan teknik konvensional adalah terutama dalam hal umur bibit, pengaturan air, pemupukan, jarak tanam dan cara penanaman bibit (Uphoff et al., 2002). Menurut panduan mereka, bibit harus dipindahkan ke pertanaman pada umur muda (8-12 hari atau tidak lebih dari 15 hari setelah semai) dengan cara yang cepat dan hati-hati, dengan menanam bibit tunggal dan jarak tanam yang lebar (25-30 cm) terutama untuk memudahkan penyiangan. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah pemberian dilakukan secara “intermittent” sehingga tanah lebih banyak bersifat aerobik dibandingkan dengan tergenang. Pemupukan lebih dianjurkan dengan pupuk organik (terutama kompos), tetapi menurut Uphoff (2002b), penggunaan pupuk organik tidak merupakan keharusan, bahkan tanpa pemupukanpun biasanya dapat dicapai kenaikan hasil, hanya saja belum diketahui sampai berapa lama kondisi tersebut dapat dilestarikan. Yang paling penting dalam teknik pengairannya adalah mempertahankan lahan berdrainase baik selama fase vegetatif tanaman, bukan tergenang terus-menerus. Untuk mencapai kondisi yang lebih banyak aerobik ini, Uphoff et al. (2002) menyarankan pemberian sedikit air setiap hari atau melakukan penggenangan dan pengeringan secara bergantian (intermittent) dengan periode 3-6 hari per siklus, diulangi terus menerus sepanjang fase vegetatif tanaman.

Kondisi aerobik pada cara bertanam padi menggunakan teknik SRI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kegiatan mikrobia tanah (Uphoff, 2003). Mikrobia, seperti penambat N dari udara, pelarut fosfat, dan jenis-jenis mikrobia lain yang tergolong ke dalam kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR), lebih menghendaki kondisi aerobik ketimbang anaerobik atau tergenang, yang pada akhirnya mengakibatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi menjadi jauh lebih baik dengan teknik SRI dibanding dengan teknik konvensional yang didominasi oleh kondisi tergenang (Randriamiharisoa, 2002; Uphoff, 2003). Infeksi dan derajat kolonisasi FMA pada akar tanaman padi juga lebih tinggi pada kondisi aerobik (Wangiyana, 2004). Jadi, teknik SRI merupakan cara bertanam padi yang dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil sekaligus menghemat penggunaan air, dibandingkan dengan bertanam padi sawah secara konvensional.

Tanaman kacang-kacangan tergolong tanaman yang membutuhkan P relatif tinggi terutama untuk pembentukan ATP yang banyak dibutuhkan dalam penambatan N udara. Oleh karena itu, asosiasi dengan FMA akan sangat

(3)

membantu tanaman terutama untuk akuisisi P, yang tergolong unsur hara yang tidak bersifat mobile di dalam tanah, dan untuk menyerap cukup air dari tanah yang kondisinya kering pada musim kemarau (Parman et al., 1997; Arihara dan Karasawa, 2001; Miyasaka dan Habte, 2001; Smith dan Read, 2008). Menge (1983) bahkan menyatakan bahwa tanpa mikoriza, tanaman tampaknya tidak mampu menyerap cukup unsur hara walaupun pada tanah yang relatif subur, yang mengindikasikan betapa pentingnya tanaman berasosiasi dengan FMA, terutama pada lahan dengan kondisi kering, seperti tanah vertisol di musim kemarau dan tanpa irigasi dan hujan. Tanaman kacang hijau saja, yang biasanya dinyatakan sebagai tanaman yang toleran kekeringan, tetapi jika tidak berasosiasi dengan FMA, ternyata menjadi tidak toleran terhadap stres air (Wangiyana et al., 2007). Oleh karena itu, perlu ada jalan ke luar bagaimana meningkatkan populasi dan infektivitas FMA pada lahan yang sangat kering seperti tanah di Lombok Tengah bagian Selatan, yang didominasi oleh tanah vertisol.

Penelitian ini telah dilakukan dengan tujuan utama untuk mengevaluasi pengaruh aplikasi kompos bokashi pupuk kandang sapi pada berbagai teknik budidaya padi terhadap pertumbuhan dan hasil padi, serta kolonisasi mikoriza arbuskular, dengan melaksanakan percobaan di dua lokasi. Percobaan pertama adalah percobaan lapangan, yang dilaksanakan di lahan sawah vertisol di desa Mujur (Lombok Tengah) dan percobaan kedua bertempat di rumah kaca, dengan melakukan penanaman di pot menggunakan contoh tanah yang diambil dari lokasi percobaan lapangan di desa Mujur.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimental, dengan melaksanakan dua buah percobaan, yaitu percobaan lapangan di desa Mujur (Lombok Tengah bagian selatan) dan di rumah kaca, pada periode waktu yang sama (Agustus – Nopember 2010), dengan jadwal tanam yang bersamaan.

Rancangan percobaan

Percobaan lapangan ditata menurut Rancangan Acak Kelompok dengan tiga blok, sedangkan percobaan di rumah kaca ditata menurut Rancangan Acak Lengkap. Kedua percobaan menguji perlakuan yang sama, yaitu dua faktor perlakuan: Teknik budidaya padi (B) dan Aplikasi pupuk organik berupa kompos

bokashi pupuk kandang sapi, yang masing-masingnya terdiri atas tiga taraf perlakuan, sbb: 1. Teknik budidaya padi (B) terdiri atas 3 taraf

perlakuan, yaitu:

B1 : Teknik budidaya konvensional, yaitu dengan sistem irigasi tergenang dan pindah tanam bibit pada umur 25 hari, seperti yang biasa dilakukan petani, tanpa inokulasi FMA di pesemaian. B2 : Teknik SRI dengan bibit umur 9 hari,

tanpa diinokulasi dengan FMA. B3 : Teknik SRI dengan bibit umur 9 hari,

tetapi tanah pesemaian diinokulasi dengan FMA.

2. Aplikasi pupuk organik/kompos (O) juga terdiri atas 3 taraf perlakuan, yaitu:

O1 : Tanpa aplikasi pupuk organik, dan tanaman hanya diberi pupuk anorganik (Urea, SP36 dan KCl) sesuai dengan dosis anjuran.

O2 : Tanaman diberi pupuk organik sebagai pupuk dasar, ditambah pupuk anorganik sesuai dosis anjuran.

O3 : Tanaman diberi pupuk organik sebagai pupuk dasar, ditambah pupuk anorganik hanya setengah (50%) dosis anjuran.

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan tanam, pemupukan dan penanaman.-- Persiapan meliputi persiapan benih, yaitu benih padi varietas Silugonggo, pesemaian (kering untuk SRI dan tergenang untuk konvensional), pengolahan tanah dan pembuatan petak-petak perlakuan. Untuk penanaman di lahan sawah, setelah selesai pengolahan tanah (tanah telah diratakan) maka dibiarkan seminggu supaya agak kering untuk pembuatan blok-blok dan petak perlakuan, terutama karena harus membuat pematang keliling untuk petak utama sistem konvensional karena akan tergenang terus. Anak petak dibuat berukuran 4 x 6 m, sehingga luas total petak perlakuan menjadi 3 blok x 3 B x 3 O x 24 m2.

Sebelum pindah tanam, tanah dibiarkan dalam kondisi macak-macak. Sehari sebelum tanam dilakukan pemberian pupuk dasar (Urea, SP-36 dan KCl) sesuai dengan perlakuan, dan kompos Bokashi pupuk kandang sapi (10 ton.ha-1) untuk

yang perlakuan kompos. Untuk penanaman di pot di dalam rumah kaca, tiap pot diisi dengan tanah kering angin sebanyak 12 kg. Persiapan tanah sebelum tanam meliputi pemberian air

(4)

sampai macak-macak, kemudian dilakukan pemberian pupuk dasar dan kompos bokashi pupuk kandang sapi sebanyak 62,5 kg.pot-1

(setara dengan 10 ton.ha-1). Pindah tanam (jarak

tanam 25 x 25 cm untuk di lapangan) dilakukan pada hari yang sama dengan menanam 3 bibit per lubang tanam untuk teknik konvensional (bibit berumur 21 hari) dan 1 bibit per lubang tanam untuk teknik SRI (bibit berumur 9 hari).

Pemeliharaan tanaman.-- Pemupukan N susulan dilakukan pada umur 21 dan 42 hari setelah pindah tanam (HST), dengan dosis sesuai dengan perlakuan. Pemberian air untuk teknik konvensional dilakukan dengan sistem tergenang dengan mempertahankan tinggi genangan 5-7 cm sedangkan teknik SRI secara intermittent antara macak-macak sampai kering pecah-pecah selama fase vegetatif, tetapi tanaman tidak menunjukkan gejala stress air pada siang hari. Mulai fase bunting semua tanaman digenangi seperti pada teknik konvensional. Penyiangan gulma di lapangan dilakukan pada umur 21 dan 42 HST menjelang pemupukan N susulan.

Penen.-- Panen dilakukan pada saat bulir menunjukkan tanda-tanda masak panen, yang dicapai pada umur 92 HST.

Variabel pengamatan dan analisis data

Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan anakan, serta laju pertumbuhan rata-ratanya (LPR), jumlah malai per rumpun, panjang malai, berat 100 gabah

berisi, berat gabah berisi kering per rumpun dan berat jerami kering per rumpun, serta indeks panen. Untuk percobaan di rumah kaca, ada tambahan variabel pengamatan, yaitu berat kering tanaman fase berbunga dan derajat kolonisasi akar padi oleh FMA. Derajat kolonisasi ini diukur mengguna-kan metode Gridline intersect (Giovannetti dan Mosse, 1980), setelah melakukan pembeningan (clearing) potongan-potongan akar dengan KOH 10% (w/v) dan HCl 2% yang dilanjutkan dengan pengecatan menggunakan trypan blue 0,05% (w/v) dalam larutan lacto-glycerol. Data dianalisis dengan analisis keragaman (ANOVA) dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%, menggunakan program CoStat for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan hasil padi di lahan vertisol

Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor perlakuan, yaitu teknik budidaya padi (B) dan pupuk organik (O), hanya signifikan terhadap laju pertumbuhan rata-rata jumlah daun dan rata-rata panjang malai, sedangkan terhadap variabel pengamatan lainnya tidak signifikan. Namun, di antara kedua faktor perlakuan, faktor aplikasi pupuk organik yang lebih banyak memberikan pengaruh nyata terutama terhadap komponen hasil tanaman padi (Tabel 1).

Tabel 1. Ringkasan hasil analisis varians (ANOVA) terhadap data pertumbuhan dan komponen hasil tanaman padi di sawah vertisol desa Mujur

Sumber Keragaman Variabel pengamatan

Blok Budidaya (B) Organik (O) B x O

LPR tinggi tanaman ns ns ns ns LPR jumlah daun ns ns ** * LPR jumlah anakan ns ns ns ns Tinggi tanaman 70 hst ns ns * ns Jumlah daun 70 hst ns ns ns ns Jumlah anakan 70 hst ns ns * ns Panjang malai (cm) ns ns ns *

Jumlah malai per rumpun ns ns * ns

Berat jerami kering (g/rumpun) ns ns * ns

Berat 100 biji kering (g) ns * * ns

Berat gabah berisi kering (g/rumpun) ns * * ns

Indeks panen (%) ns * * ns

Keterangan: ns = non-signifikan; * = signifikan (p<0,05); ** = sangat signifikan (p<0,001); *** = sangat signifikan (p<0,0001)

(5)

Ditinjau dari segi rata-rata hasil gabah kering per rumpun, dari Gambar 1 tampak bahwa hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan teknik budidaya SRI dengan inokulasi mikoriza (FMA) di pembibitan (perlakuan B3). Ini diduga yang menyebabkan adanya pengaruh nyata teknik budidaya terhadap hasil gabah kering, dengan hasil gabah kering (gabah berisi) tertinggi pada perlakuan budidaya padi B3 (rata-rata 42,5 gram per rumpun atau setara dengan 6,8 ton.ha-1); disusul perlakuan B2 (rata-rata

38,5 gram per rumpun atau setara dengan 6,16 ton.ha-1), dan terendah pada perlakuan B1, yaitu

teknik budidaya padi secara konvensional (dengan rata-rata 35 gram per rumpun atau

setara dengan 5,6 ton.ha-1), dan hasil pada perlakuan B3 berbeda nyata dengan B1.

Aplikasi pupuk organik berupa bokashi pupuk kandang sapi juga menunjukkan peningkatan hasil gabah kering (Gambar 1), terutama aplikasi pupuk organik dengan pupuk NPK dosis penuh (perlakuan O2) dibandingkan dengan hanya pupuk NPK tanpa pupuk organik (perlakuan O1). Bila dilihat pada masing-masing teknik budidaya, maka tampak bahwa respon hasil gabah terhadap penambahan pupuk organik adalah paling besar pada teknik budidaya konvensional, yaitu dari selisih rata-rata hasil dari O2 terhadap O1 (Gambar 2).

20 25 30 35 40 45 B1 B2 B3 O1 O2 O3

Teknik budidaya padi Aplikasi pupuk organik

H asi l gaba h ke ri ng (g /r pn)

Gambar 1. Rata-rata (±SE) hasil gabah kering (gram per rumpun) untuk setiap perlakuan teknik budidaya padi dan aplikasi pupuk organik pada percobaan penanaman di sawah vertisol di desa Mujur (Lombok Tengah)

10 15 20 25 30 35 40 45 50 O1 O2 O3 O1 O2 O3 O1 O2 O3

Konvensional (B1) SRI tanpa FMA (B2) SRI dgn FMA (B3)

H asi l g abah ker in g ( g /r p n )

Gambar 2. Rata-rata (±SE) hasil gabah kering (gram per rumpun) untuk setiap kombinasi perlakuan teknik budidaya padi dan aplikasi pupuk organik pada percobaan penanaman di sawah vertisol di desa Mujur (Lombok Tengah)

(6)

Bila dilihat rata-rata hasil gabah kering pada setiap kombinasi teknik budidaya padi dan perlakuan aplikasi pupuk organik, dari Gambar 2 tampak bahwa pada masing-masing teknik budidaya padi, pemberian pupuk organik cenderung meningkatkan hasil gabah kering dibandingkan tanpa pupuk organik, dan perbedaan terutama signifikan pada teknik budidaya padi secara konvensional (perlakuan B1). Dibandingkan pada teknik budidaya SRI (B2 dan B3), pengurangan pupuk NPK dari dosis penuh pada perlakuan O2 menjadi setengah dosis pada perlakuan O3 memberikan beda hasil gabah kering paling besar juga pada teknik budidaya konvensional (Gambar 2). Hal ini mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa proses evolusi dari sistem anorganik ke organik akan lebih lambat pada teknik budidaya konvensional dibandingkan dengan teknik SRI. Pertumbuhan dan hasil padi di rumah kaca

Tidak seperti pada percobaan penanaman di lahan sawah (percobaan lapangan), hasil analisis keragaman (ANOVA) terhadap data pengamatan percobaan penanaman padi di pot dalam rumah kaca, yang tabel ANOVA-nya dirangkumkan pada Tabel 2, menunjukkan bahwa ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan, yaitu teknik budidaya padi (B) dan aplikasi pupuk

organik (O) terhadap beberapa variabel pertumbuhan maupun komponen hasil tanaman yang diukur, serta terhadap derajat kolonisasi mikoriza (FMA) pada akar tanaman padi. Perlakuan teknik budidaya padi dan aplikasi pupuk organik (bokashi pupuk kandang sapi) juga memberikan pengaruh nyata pada banyak variabel pertumbuhan dan komponen hasil tanaman padi (Tabel 2).

Adanya perbedaan pengaruh ini (walaupun perlakuan dan jenis tanah sama pada varietas padi yang sama) diduga karena adanya perbeda-an kondisi lingkungperbeda-an percobaperbeda-an, di mperbeda-ana pada musim tanaman padi Silugonggo tersebut sedang tumbuh, di lokasi percobaan di desa Mujur banyak terjadi hujan sehingga tidak memung-kinkan untuk melakukan proses pengeringan. Dengan demikian, perlakuan teknik budidaya SRI menjadi kurang sempurna pada percobaan di lapangan pada saat itu dibandingkan dengan pada percobaan di rumah kaca. Namun demikian, hasil gabah kering lebih rendah pada percobaan di rumah kaca dibandingkan dengan pada percobaan di lahan sawah di desa Mujur, yang diduga karena adanya serangan hama walang sangit yang cukup berat di rumah kaca, sehingga persentase jumlah gabah hampa menjadi tinggi, yaitu rata-rata antara 31 sampai 41%.

Tabel 2. Ringkasan hasil analisis varians (ANOVA) terhadap data pertumbuhan dan komponen hasil tanaman padi di rumah kaca

Sumber Keragaman Variabel pengamatan

Budidaya (B) Organik (O) B x O

Tinggi tanaman 56 hst * *** *

Jumlah daun 56 hst *** *** ns

Jumlah anakan 56 hst *** *** ns

Berat kering tanaman mulai berbunga *** *** ns

Derajat kolonisasi FMA (%) *** ns *

Tinggi tanaman 84 hst ns *** **

Jumlah daun 84 hst *** *** *

Jumlah anakan 84 hst *** *** *

Panjang malai (cm) ns ns ns

Hasil gabah kering (g/rumpun) *** *** *

Jumlah malai per rumpun *** *** ***

Berat 100 gabah kering (g) ns ns ns

Persentase gabah hampa (%) * * *

Indeks panen (%) ** * ns

Keterangan: ns = non-signifikan; * = signifikan (p<0,05); ** = sangat signifikan (p<0,001); *** = sangat signifikan (p<0,0001)

(7)

Selain itu, dari segi besarnya kuantitas hasil gabah kering, juga terdapat perbedaan, yang diduga karena ada perbedaan kondisi lingkungan, terutama kondisi tanah. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa hasil gabah kering tertinggi pada percobaan di rumah kaca justru pada teknik budidaya padi secara konvensional, terutama yang mendapat aplikasi pupuk anorganik dan organik. Ini diduga karena kondisi rumah kaca yang sehari-harinya dengan suhu udara yang tinggi, sehingga perlakuan budidaya yang dengan penggenangan diduga lebih memberikan kondisi yang lebih kondusif dibandingkan dengan teknik SRI, yang diduga pada saat tanah dalam fase pengeringan, menyebabkan suhu tanah menjadi tinggi.

Juga dapat dilihat dari Gambar 2 dan Gambar 3, bahwa kuantitas hasil gabah kering pada penanaman di lapangan lebih tinggi daripada penanaman di rumah kaca, terutama pada perlakuan teknik budidaya SRI. Namun demikian terlihat bahwa perkembangan mikoriza

pada akar tanaman padi lebih kondusif pada tanaman padi yang dibudidayakan dengan teknik SRI dibandingkan dengan teknik budidaya konvensional, walaupun sama-sama tanpa ada inokulasi FMA pada pembibitan padi (Gambar 4). Diduga pula bahwa kolonisasi FMA yang rata-rata lebih tinggi pada teknik budidaya B3 dibandingkan dengan B2 atau B1 juga menyebabkan lebih tingginya hasil gabah pada teknik budidaya SRI (B3) dibandingkan dengan B2 atau B1 pada percobaan di lapangan, yang tidak mengalami serangan walang sangit (Gambar 2). Hal ini karena kontribusi FMA dalam membantu tanaman padi menyerap lebih banyak unsur hara, terutama P dari dalam tanah (Arihara dan Karasawa, 2001; Miyasaka dan Habte, 2001; Smith dan Read, 2008), seperti juga dilaporkan oleh Solaiman dan Hirata (1995, 1997a,b), karena padi juga merupakan inang FMA. Lebih tingginya hasil padi pada teknik SRI dibandingkan teknik konvensional juga dilaporkan oleh Wangiyana et al. (2006).

10 15 20 25 30 35 O1 O2 O3 O1 O2 O3 O1 O2 O3

Konvensional (B1) SRI tanpa FMA (B2) SRI dgn FMA (B3)

H as il ga bah k er ing ( g /p o t)

Gambar 3. Rata-rata (±SE) hasil gabah kering (gram per rumpun) untuk setiap kombinasi perlakuan teknik budidaya padi dan aplikasi pupuk organik pada percobaan di rumah kaca

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 O1 O2 O3 O1 O2 O3 O1 O2 O3

Konvensional (B1) SRI tanpa FMA (B2) SRI dgn FMA (B3)

K ol on isasi F M A ( % )

Gambar 4. Rata-rata (±SE) derajat kolonisasi FMA (%) pada akar tanaman padi untuk setiap kombinasi perlakuan teknik budidaya padi dan aplikasi pupuk organik pada percobaan penanaman padi di rumah kaca

(8)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pemba-hasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, sbb: 1. Perlakuan budidaya padi teknik SRI yang

disertai inokulasi mikoriza (FMA) di pesemaian (perlakuan B3) dapat mening-katkan hasil padi, terutama pada percobaan di lahan sawah (dengan hasil gabah kering rata-rata setara 6,8 ton.ha-1), dan derajat kolonisasi

FMA pada akar padi pada percobaan rumah kaca, jika dibandingkan dengan teknik budidaya konvensional (dengan hasil gabah kering rata-rata setara 5,6 ton.ha-1).

2. Pemupukan padi dengan pupuk organik berupa kompos bokashi pupuk kandang sapi meningkatkan jumlah malai per rumpun, berat 100 gabah berisi dan indeks panen, terutama pada percobaan di lahan sawah, dan hasil gabah kering baik pada percobaan lapangan maupun di rumah kaca.

3. Teknik budidaya padi berpengaruh nyata terhadap derajat kolonisasi FMA dan hasil gabah. Teknik SRI, walaupun tidak disertai inokulasi FMA di pembibitan, juga tampak memberikan kondisi yang lebih kondusif bagi perkembangan mikoriza dibandingkan teknik budidaya konvensional.

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui artikel ini, yang datanya merupakan bagian dari Penelitian Strategis Nasional tahun 2010, penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, atas bantuan dana Hibah Penelitian Strategis Nasional, dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian, Nomor: 520/SP2H/PP/DP2M/ VII/2010, tanggal 24 Juli 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Arihara, J. and T. Karasawa, 2001. Phosphorus nutrition in cropping systems through arbuscular mycorrhizal management. p.319-337. In: N. Ae, J. Arihara, K. Okada and A. Srinivasan (Eds), Plant Nutrient Acqui-sition: New Perspectives. Tokyo, Japan: Springer-Verlag.

Gani, A., T.S. Kadir, A. Jatiharti, I.P- Wardhana, and I. Las, 2002. The system of rice intensification in Indonesia. In: The Assessment of the System of Rice Intensification (SRI), Proceedings of an

International Conference, Sanya, China, April 1-4,2002.

Giovannetti, M. and B. Mosse, 1980. An evaluation of techniques for measuring vesicular arbuscular mycorrhizal infection in roots. New Phytologist, 84:489-500.

Menge, J.A., 1983. Utilization of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi in agriculture. Canadian Journal of Botany, 61:1015-1024. Miyasaka, S.C. and M. Habte, 2001. Plant

mechanisms and mycorrhizal symbioses to increase phosphorus uptake efficiency. Commun. Soil Sci. Plant Anal., 32: 1101-1147.

Parman, W. Astiko, W. Wangiyana and I.R. Sastrahidayat, 1997. Studies on compa-tibility of various inoculum formulations of vesicular-arbuscular mycorrhiza with several post-”Gora” crops on Southern Lombok vertisols. Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang, 27-29 Oktober 1997

Partohardjono, S., H. Taslim, R. Damanhuri dan B.S. Soepardi, 1983. Budidaya peningkatan produksi padi sawah, gogorancah dan gogo. p.383-405. Dalam: M, Ismunadji dkk (Eds), Peranun hasil Rendition Padi dan Palawija da/am Pembangunan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Randriamiharisoa, R.P., 2002 Research results on biological nitrogen fixation with the System of Rice Intensification. In: The Assessment of the System of Rice Intensification (SRI), Proceedings of an International Conference, Sanya, China, April 1-4, 2002.

Sato, S., 2006. An evaluation of the System of Rice Intensification (SRI) in Eastern Indonesia for its potential to save water while increasing productivity and provitability. Paper for International Dialogue on Rice and Water: Exploring Options for Food Security and Sustainable Environments, held at IRRI, Los Banos, Philippines, March 7-8, 2006.

Smith, S.E. and D.J. Read, 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third Edition. Amsterdam: Academic Press, Elsevier Ltd. 787 pp.

Solaiman, M.Z. and H. Hirata, 1995. Effects of indigenous arbuscular mycorrhizal fungi in paddy fields on rice growth and N, P, K

(9)

nutrition under different water regimes. Soil Science and Plant Nutrition, 41: 505-514. Solaiman, M.Z. and H. Hirata, 1997a. Effect of

arbuscular mycorrhizal fungi inoculation of rice seedlings at the nursery stage upon performance in the paddy field and greenhouse. Plant and Soil, 191: 1-12.

Solaiman, M.Z. and H. Hirata, 1997b. Responses of directly seeded wetland rice to arbuscular mycorrhizal fungi inoculation. J. Plant Nutrition, 20: 1479-1487.

Uphoff, N., 2003. Higher yields with fewer external inputs? The system of rice intensification and potential contributions to agricultural sustainability. International J. of Agricultural Sustainability, 1: 38-50.

Uphoff, N., 2002a. Question and answer about the System of Rice Intensification (SRI) for raising the productivity of land, labor and water. CIIFAD (Comell International Institute for Food, Agriculture and Develop-ment) Paper, available at SRI webpage (http://ciifad.comell.edu/sri/sripapers.html). Uphoff, N., 2002b. Changes and evolution in

SRI methods. In: The Assessment of the System of Rice Intensification (SRI), Proceedings of an InternationalConference, Sanya, China, April 1-4, 2002.

Uphoff, N., S. Rafaralaby, and J. Rabenandrasana, 2002. What is the system of rice intensification. In: The Assessment of the System of Rice Intensification (SRI), Proceedings of an International Conference, Sanya, China, April 1-4, 2002.

Wangiyana, W., 2004. Farming systems management of arbuscular mycorrhizal fungi for sustainable crop production in rice-based cropping systems. Ph.D. Thesis, University of Western Sydney, Australia. Wangiyana, W., I. Hidayat, Z. Aripin, 1. Basa,

H.T. Barus dan S. Sato, 2006. Efisiensi Penggunaan Air dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) antara Teknik Irigasi Konvensional dan Berbagai Modifikasi Teknik SR.I (System of Rice Intensification). Dalam: Presiding Seminar Nasiona/ Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), Yogyakarta 5 Agustus 2006. Hlm. 275-284. Wangiyana, W., Riana O. Damanik dan I.G.

Ekaputra Gunartha, 2007. Respon Tanaman Kacang Hijau terhadap Defisit Air Sangat Ditentukan oleh Adanya Propagul Infektif Fungi Mikoriza Arbuskular. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres Asosiasi Mikoriza Indonesia ke-2, Bogor, 17-21 Juli 2007.

Gambar

Tabel 1.  Ringkasan hasil analisis varians (ANOVA) terhadap data pertumbuhan dan komponen hasil  tanaman padi di sawah vertisol desa Mujur
Gambar 1. Rata-rata (±SE) hasil gabah kering (gram per rumpun) untuk setiap perlakuan teknik  budidaya padi dan aplikasi pupuk organik pada percobaan penanaman di sawah vertisol di  desa Mujur (Lombok Tengah)
Tabel 2. Ringkasan hasil analisis varians (ANOVA) terhadap data pertumbuhan dan komponen hasil  tanaman padi di rumah kaca
Gambar 3.  Rata-rata (±SE) hasil gabah kering (gram per rumpun) untuk setiap kombinasi perlakuan  teknik budidaya padi dan aplikasi pupuk organik pada percobaan di rumah kaca

Referensi

Dokumen terkait

Na- ime, 1980-ih godina razvile su se tehnike koje koriste eliptiˇcke krivulje u faktorizaciji i dokazivanju prostosti, a uoˇcila se i teˇzina problema diskretnog logaritma u

Terdapat 5 subjek yang mengalami peningkatan dan 11 subjek yang mengalami penurunan kadar kolesterol LDL pada kelompok kontrol.Kepatuhan subjek pada kelompok perlakuan

Tujuan mengidentifikasi pola transformasi adalah mendapatkan gambaran pola transformasi struktural dalam sebuah perekonomian, khususnya gambaran kaitan perubahan antar

Pemilik UMKM IMEL, menyepakti keinginan kepala desa, antara lain untuk menjadikan UMKM IMEL: (a) seperti Inomaret/alfamart, baik sistem pengelolaanya maupun sarana dan

Menyediakan berbagai macam sayuran segar yang berasal langsung dari petani sehingga harga sayur tetap terjangkau dan melayani pengiriman kemana saja. Email

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh jenis usaha, ukuran perusahaan, rasio profitabilitas perusahaan, rasio leverage operasi perusahaan, net

pengumpan terobosan kepada orang ke dua. Banjar kedua sebagai orang kedua, yaitu sebagai penerima bola dari orang pertama dan sebagai pencetak angka. Sedangkan banjar

Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi ini didukung dengan pagu anggaran sebesar Rp38.089.333.390 pada akhir tahun 2015 terealisasi sebesar