• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

Secara geografis, Kabupaten Kudus terletak pada koordinat 110o36’ dan 110o

50’ Bujur Timur dan antara 6o51’ dan 7o16’ Lintang Selatan. Jarak terjauh dari barat

ke timur adalah16 km dan dari utara ke selatan 22 km Secara administratif Kabupaten Kudus terbagi menjadi 9 kecamatan dan 123 desa serta 9 kelurahan. Kabupaten Kudus terletak diantara 4 (empat) kabupaten yaitu :

Sebelah utara : berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati

Sebelah timur : berbatasan dengan Kabupaten Pati

Sebelah selatan : berbatasan dengan dengan Kabupaten Grobogan dan Pati

Gambar 7 Peta Administrasi Kabupaten Kudus.

4.2. Topografi

Kabupaten Kudus berketinggian rata-rata ± 55 m dpl, dengan ketinggian antara

(2)

28.863,90 ha, tanah dengan kemiringan (3 - 15)o atau landai seluas 6.665,27 ha,

tanah dengan kemiringan (16 - 40)o atau agak curam sebanyak 3.046,98 ha dan

tanah dengan kemiringan (> 40)o atau sangat curam 3.939,51 ha. Ditinjau dari

topografi, Kabupaten Kudus memiliki ketinggian terendah 5 meter di atas permukaan air laut yang berada di Kecamatan Undaan dan ketinggian tertinggi 1600 meter di atas permukaan air laut berada di Kecamatan Dawe (Kudus dalam angka).

4.3. Jenis Tanah

Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Kudus adalah aluvial coklat tua sebesar 32,12% dari luas tanah di Kabupaten Kudus. Dimana sebagian besar tanahnya memiliki kemiringan 0-2° dan kedalaman efektif lebih dari 90 cm. Sedangkan jenis tanah dan penyebarannya per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 8.

Penyebaran Jenis Tanah di Kabupaten Kudus

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 Kal iwun gu Kot a Jati Und aan Mej obo Jeku lo Bae Geb og Daw e Kecamatan Lu a s ( H a )

A luvial Co klat Tua

Flo mo sal Co klat Kelabu

A so siasi M editeran Co klat Tua dan M editeran Co klat kemerahan

A so siasi Grumuso l kelabu tua dan M editeran Co klat kemerahan A ndo so l

Lato so l Co klat

A so siasi Lato so l dan Grumuso l Kelabu Tua

Lato so l M erah

Gambar 8 Penyebaran Jenis Tanah di Kabupaten Kudus.

4.4. Iklim

Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Pertanian Kudus, Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Pebruari 2008 yaitu 22 hari dan curah hujan tertinggi juga terjadi pada bulan Pebruari yaitu 722 mm. Suhu udara rata-rata di

Kabupaten Kudus tahun 2008 berkisar antara 19,9oC sampai dengan 27,6oC.

Dibandingkan dengan tahun 2007, suhu udara di Kabupaten Kudus Hampir sama dengan tahun 2008. Sedangkan untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 71,7% sampai dengan 81,7% selama tahun 2008 ini.

(3)

Banyaknya Hari Hujan (Hari) 0 5 10 15 20 25 30 Janu ari Pebr uari Mar et April Mei Juni Juli Agus tus Sept embe r Oktob er Nope mbe r Dese mbe r Bulan H ar i H uj an 2004 2005 2006 2007 2008

Gambar 9 Banyaknya hari hujan dirinci perbulan di Kabupaten Kudus. tahun 2004-2008.

Sedangkan data curah hujan tahun 2004-2008 dapat dilihat pada grafik berikut :

Banyaknya Curah Hujan (mm)

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Janu ari Pebr uari Mar et April Mei Juni Juli Agus tus Sept embe r Okto ber Nope mbe r Dese mbe r Bulan mm 2004 2005 2006 2007 2008

Gambar 10 Banyaknya curah hujan dirinci perbulan di Kabupaten Kudus tahun 2004-2008 (mm).

4.5. Luas Penggunaan Lahan

Secara administratif Kabupaten Kudus terbagi menjadi 9 Kecamatan dan 123 Desa serta 9 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Kudus tecatat sebesar 42.516 hektar atau sekitar 1,31 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu 8.584 Ha (20,19 persen), sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota seluas 1.047 Ha (2,46 persen) dari luas Kabupaten Kudus.

Penggunaan Lahan di Kabupaten Kudus sesuai dengan hasil interpretasi citra GE 2009/2010 untuk penggunaan sawah irigasi sebesar 13.461,71 ha atau 31,66%, untuk sawah irigasi setengah teknis seluas 3.376,71 atau 7,94%, sawah tadah hujan sebesar 849.14 ha atau 2%.

(4)
(5)

Tabel 4. Prosentase Luasan Penggunaan Lahan di Kabupaten Kudus Tahun 2009/2010

No. PENGGUNAAN LAHAN LUAS (HA) PROSENTASE

1 Belukar 1202.78 2.83 2 Fasilitas Umum/Bangunan 351.83 0.83 3 Hutan 1021.51 2.40 4 Kebun Campur 3419.45 8.04 5 Lahan Terbuka 57.25 0.13 6 Permukiman 8278.99 19.47 7 Sawah Irigasi 13461.56 31.66

8 Sawah Irigasi Setengah Teknis 3376.71 7.94

9 Sawah Tadah Hujan 849.14 2.00

10 Sawah Tebu Irigasi Setengah Teknis 3436.48 8.08

11 Sawah Tebu Tadah Hujan 3160.21 7.43

12 Sungai 288.66 0.68

13 Tegalan/Ladang 3611.42 8.49

LUAS 42516.00 100.00

Untuk tanaman tebu di sawah irigasi teknis seluas 3436,48 ha atau 8,08%, dan sawah tebu tadah hujan seluas 3160,21 atau 7,43 ha. Belukar seluas 1202,78 ha atau 2,83%, dan hutan seluas 1021.51 atau 2,4%. Kebun campur seluas 3419,45 atau 8,04%. Tegalan/ladang seluas 3611.42 ha atau8.49 ha, lahan terbuka dan sungai berturut-turut 57,25 atau 0,13% dan 288,66 atau 0,68%. Sedangkan untuk pemukiman seluas 8278,99 ha atau 19,47%.

4.6. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Kudus tahun 2008 adalah 752851 jiwa dengan

kepadatan tertinggi di Kecamatan Kota yaitu 8730/km2 dan kepadatan penduduk

terendah di Kecamatan Undaan dengan kepadatan 946/km2. Jumlah dan kepadatan

penduduk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 5.

Untuk kepadatan agraris dapat dilihat pada Gambar 12, dimana kepadatan agraris berturut-turut adalah Kecamatan Kota (1,45 jiwa/ha), Jati (0,1 jiwa/ha), Undaan 0,21 jiwa/ha, Mejobo 0,2 jiwa/ha, Jekulo 0,35 jiwa/ha, Bae 0,22 jiwa/ha,

(6)

Gebog 0,17 jiwa/ha, Dawe 0,1 jiwa /Ha. Sedangkan untuk rata-rata kabupaten adalah 0,19 jiwa/ha.

Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Kepadatan penduduk, Luas Wilayah Dan Kepadatan Per Kecamatan

No. Kecamatan Jumlah

Luas wilayah Kepadatan (km2) jiwa/km2 1 Kaliwungu 88629 32.71 2710 2 Kota 91398 10.47 8730 3 Jati 94514 26.3 3594 4 Undaan 67863 71.77 946 5 Mejobo 67522 36.77 1836 6 Jekulo 96243 82.92 1161 7 Bae 60811 23.32 2608 8 Gebog 91733 55.06 1666 9 Dawe 94138 85.84 1097 JUMLAH 752851 425.16 1771

KEPADATAN AGRARIS (JIWA/HA)

0.38 1.45 0.10 0.21 0.20 0.35 0.22 0.17 0.10 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo jekulo bae Gebog Dawe

Gambar 12 Diagram Kepadatan Agraris di Kabupaten Kudus, diolah dari data Kudus dalam Angka (2008).

4.7. Pendidikan

Tingkat pendidikan di Kabupaten Kudus untuk Lulusan Perguruan Tinggi/ Akademi sebanyak 22021 orang atau 3,59%, tamatan SMTA sebesar 115.756 atau

(7)

18,87%, tamatan SMTP sejumlah 116063 atau 18,92%, tamatan SD sejumlah 211637 atau 34,5%, Tdk/Blm tamat SD 97414 atau 15,88%, dan tidak sekolah sejumlah 50609 orang atau 8,25%. Sedangkan jumlah pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Banyaknya penduduk (10 tahun keatas) menurut Pendidikan yang ditamatkan Per Kecamatan di Kabupaten Kudus, diolah dari Kudus Dalam Angka 2008.

4.8. Perekonomian

Secara umum kondisi perekonomian di kabupaten Kudus banyak didominasi sektor industri pengolahan, dengan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor ini sebesar 42,05%. Hal ini tidak lepas dari banyaknya industri pengolahan khususnya rokok yang ada di Kabupaten Kudus. Sedangkan sektor kedua adalah sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan dengan prosentase rata-rata sebesar 15,89%. Diikuti dengan sektor perdagangan (14,46%) dan sektor bangunan (9,32%) (www.kudus.go.id).

Sebagai salah satu ukuran untuk menilai keberhasilan perekonomian di suatu daerah, dapat dilihat dari nilai PDRB di daerah tersebut. PDRB merupakan salah satu indikator dalam menilik keberhasilan pembangunan. Walaupun tolak ukur ini mulai bergeser pada tolak ukur penduduk miskin, akan tetapi pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan erat dengan pemerataan pembangunan yang pada akhirnya berpengaruh pula terhadap jumlah penduduk miskin. PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Kudus pada tahun 2008 sebesar 27,14 trilyun rupiah naik sebesar

TINGKAT PENDIDIKAN 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 Kaliw ungu Kota Jati Unda an Mejob o Jeku lo Bae Gebo g Dawe KECAMATAN PE ND ID IK AN TE RA KH IR AK/PT SMTA SMTP SD Tdk/Blm Tamat SD Tidak sekolah

(8)

13,1%. Sedangkan untuk nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar 11,66 trilyun rupiah, naik sebesar 4,53% dari tahun sebelumnya. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya Sektor Industri masih menjadi kontributor utama, sebagai pemberi andil terbesar dalam PDRB tahun 2008. Kontribusi sektor Industri Pengolahan untuk PDRB tahun 2008 atas dasar harga berlaku sebesar 63,84%, diikuti oleh komoditas perdagangan, hotel dan restoran sebesar 26,31%. Sedangkan kontribusi dari sektor pertanian dan sektor yang lain masih di bawah 10%, yakni sektor pertanian sebesar 2,46%, sektor jasa 2,22%, sektor keuangan sebesar 2,04%, sektor pengangkutan dan komunikasi 1,45% dst. Dari tahun 2003 kontribusi dari sektor industri pengolahan terlihat fluktuatif stabil. Hal ini menunjukkan kemajuan dalam proses industrialisasi. Proses industrialisasi merupakan proses dimana perkembangan sektor industri pada umumnya akan diikuti berkembangnya transaksi perdagangan dan menurunnya aktivitas pertanian. Terlihat bahwa selama beberapa dekade ini sektor perdagangan selalu memberikan kontribusi terbesar. Berikut ini data PDRB selama 5 tahun terakhir. PDRB Tahun 2004-2008 0.00 5,000,000.00 10,000,000.00 15,000,000.00 20,000,000.00 25,000,000.00 30,000,000.00 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun D al am J ut aa n (R p)

Harga Berlaku ( Jutaan Rp) Harga Konstan 2000 ( Jutaan Rp).

Gambar 14 Perkembangan PDRB dari tahun 2004-2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2008.

(9)

Laju Pertumbuhan PDRB 0 5 10 15 20 25 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun P ros ent as e r harga berlaku r harga konstan

Gambar 15 Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB dari tahun 2004-2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2008.

Gambar 16 PDRB Kab Kudus Per Sektor tahun 2008, diolah dari dari Kudus Dalam Angka 2008 .

Sementara itu Rencana Anggaran Belanja Daerah dan Realisasi Belanja Daerah pada tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.

Gambar 17 Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Kudus 2008 (Juta Rp.)

PDRB KAB KUDUS HARGA BERLAKU 2008

2.46% 63.84% 0.37% 26.31% 1.45% 1.28% 0.03% 2.04% 2.22% Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bersih Bangunan Perdag, Hotel & Rest Angkutan&Komunikasi Lemb. Keuangan Jasa-jasa

PDRB KAB KUDUS 2008 ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000

0.04% 60.96% 0.34% 27.74% 1.97% 2.14% 1.50% 2.15% 3.16% Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bersih Bangunan Perdag, Hotel & Rest Angkutan&Komunikasi Lemb. Keuangan Jasa-jasa

RENCANA ANGGARAN KAB KUDUS 2008

27.24% 0.01% 0.14% 12.34% 0.04% 7.17% 2.45% 0.14% 0.00% 2.58% 0.00% 0.10% 1.10% 1.60% 1.98% 0.14% 42.98% B elanja Operasi B elanja Pegawai B elanja B arang B elanja B unga B elanja Subsidi B elanja Hibah B elanja bant uan Sosial

B elanja B agi Hasil Kpd Prop Kab/ Kot a B elanja B ant uan Keuangan Kpd prop B elanja Tak Terduga

B elanja M odal B elanja Tanah B elanja Peralat an &M esin B elanja Gedung & B angunan B elanja Jalan, irigasi dan Jaringan B elanja A set Tet ap lainnya B elanja A set Lainnya

(10)

Gambar 18 Realisasi Belanja Daerah Kabuptaen Kudus 2008 (Juta Rp). Sumber : Dinas Pendapatan Daerah, Kab Kudus Dalam Angka Tahun 2008

Adapun pelaksanaan proyek yang merupakan bagian dari Belanja Operasional Dalam APBD 2008, senilai Rp. 321.521.030.000, dengan 1328 kegiatan, sedangkan Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus menjalankan 51 kegiatan dengan nilai anggaran sebesar Rp. 11.268.200.000,- atau sebesar 3,5% dari belanja operasional APBD Kabupaten Kudus (Diolah dari Kudus dalam Angka 2008).

4.9. Gambaran Mengenai Tenaga Kerja Di Kabupaten Kudus

Gambaran umum ketenagaan kerjaan di Kabupaten Kudus dijelaskan dalam Tabel 6. Dimana sektor industri merupakan lapangan usaha utama, diikuti pertanian, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa dan bangunan.

Tabel 6. Proporsi Penduduk (10 tahun ketas) yang bekerja menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Kudus Tahun 2007 – 2008 (BPS Kab. Kudus. 2009)

No. Lapangan Usaha Utama 2007 2008

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan/Penggalian Industri

Listrik, Gas, Air Bangunan

Perdagangan, Hotel, Restoran Transportasi/Komunikasi Keuangan Jasa-jasa 60642 1150 156874 1537 35849 55231 17868 4411 41551 61081 1159 158010 1548 36109 55631 17997 4443 41852 Jumlah 375113 377830

REALISASI ANGGARAN KAB KUDUS 2008

42.97% 28.32% 0.15% 12.71% 0.02% 7.58% 0.10% 0.00% 0.10% 2.42% 0.00% 0.06% 1.18% 0.98% 1.87% 1.53% 0.01% B elanja Operasi B elanja Pegawai B elanja B arang B elanja B unga B elanja Subsidi B elanja Hibah B elanja bant uan Sosial

B elanja B agi Hasil Kpd Prop Kab/ Kot a B elanja B ant uan Keuangan Kpd prop B elanja Tak Terduga

B elanja M odal B elanja Tanah B elanja Peralat an &M esin B elanja Gedung & B angunan B elanja Jalan, irigasi dan Jaringan B elanja A set Tet ap lainnya B elanja A set Lainnya

(11)

Untuk Kecamatan Jekulo, proporsi tenaga kerja pertanian sebagaimana gambaran dibawah ini. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Jekulo adalah pedagang, petani, angkutan dan buruh industri/bangunan, dimana jumlah pedagang tertinggi ada di Desa Jekulo dan Bulungcangkring (Kecamatan Jekulo Dalam Angka, BPS Kab. Kudus, 2009).

Tenaga Kerja Kec. Jekulo 2008

-500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 Sada ng Bulu ngca ngkr ing Bulu ngku lon Sido mul yo Gon doha rum Terb an Plad en Klal ing Jeku lo Had ipol o Tanj ungr ejo Hon ggoso co Desa O ra n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha

Buruh Industri / Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

Gambar 19 Tenaga Kerja Kec. Jekulo Tahun 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Untuk Kecamatan Mejobo sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah buruh industri, diikuti oleh petani, buruh tani dan buruh bangunan dimana jumlah buruh industri tertinggi ada di Desa Gulang dan Temulus (Kec. Mejobo Dalam Angka, 2009).

Tenaga Kerja Kec. Mejobo 2008

-500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 Gul ang Jepa ng Paya man Kirig Tem ulus Kesa mbi Jojo Had iwar no Mej obo Gol ante pus Teng gele s Desa O ra n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

Gambar 20 Tenaga Kerja Kec Mejobo 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Undaan adalah petani dan buruh tani. Kemudian diikuti oleh buruh industri dan buruh bangunan. Untuk jumlah penduduk bermata pencaharian petani, tertinggi ada di Desa Kutuk dan Karangrowo.

(12)

Tenaga Kerja Kecamatan Undaan 2008 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Won osoco Lam bang an Kalire jo Med ini Sam bung Glag ahwa ru Kutu k Unda an K idul Unda an T enga h Kara ngro wo Larikr ejo Unda an L or Wat es Ngem plak Tera ngm as Beru genja ng Desa O ra n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

Gambar 21 Tenaga Kerja Kecamatan Undaan 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Untuk wilayah Kecamatan Bae, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh industri/bangunan, pengusaha, pedagang buruh tani dan PNS, dimana jumlah buruh industri/bangunan tertinggi ada di Desa Dersalam dan Bae.

Tenaga Kerja Kec. Bae 2008

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Pega njar an Panj ang Purw orej o Baci n Peda wang Dersa lam Ngem balre jo Kara ngbe ner Gon dang man is Bae Desa O ra n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha

Buruh Industri / Bangunan

Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

Gambar 22 Tenaga Kerja Kecamatan Bae 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Gebog sebagian besar adalah buruh industri diikuti petani, buruh tani, buruh bangunan dan pedagang dimana jumlah buruh industri tertinggi ada di Desa Gondosari dan Karangmalang.

Tenaga Kerja Kec. Gebog 2008

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Get asrab i Klum pit Grib ig Kara ngm alan g Padu rena n Besit o Jura ng Gon dosa ri Kedu ngsa ri Men awan Rah tawu Desa O ra n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

(13)

Di Kecamatan Dawe, sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah buruh tani dan buruh industri dan bangunan, dimana yang tertinggi masing-masing ada di Desa Lau dan Kandangmas.

Tenaga Kerja Kec Dawe 2008

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Sam irejo Cen dono Mar gore jo Rej osa ri Kan dang

Mas Lau PijiPuyo h Soco Tern adi Kaj ar Cra ngga ng Terg o Gla gah Kul on Duku h W arin gin Kuw uka n Col o Japa n Desa O ra n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri/ bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

Gambar 24 Tenaga Kerja Kecamatan Dawe 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Kaliwungu adalah buruh industri diikuti oleh petani, buruh tani, buruh bangunan dan pedagang, dimana jumlah petani tertinggi ada di Desa Kaliwungu dan Kedungdowo.

Tenaga Kerja Kec. Kaliwungu 2008

0 100 200 300 400 500 600 700 Bang et Setro kala ngan Gar ung Kidu l Kedu ngdo wo Gam ong Sido reks o Papr inga n Kaliw ungu Mije n Kara ngam pel Gar ung Lor Pram bata n Lo r Pram bata n Ki dul Baka lan Krap yak Desa O ra n g Petani Sendiri 122 Buruh Tani 87 Pengusaha -Buruh Industri 282 Buruh Bangunan 91 Pedagang 37 Angkutan 16 PNS/ABRI 17 Jasa 6 Pensiunan Lainlain

-Gambar 25 Tenaga Kerja Kecamatan Kaliwungu 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Di Kecamatan Jati, sebagian besar penduduk bermata pencaharian buruh indsutri, pedagang dan buruh bangunan, dimana buruh industri tertinggi ada di Desa Jati Wetan, sedangkan jumlah pedagang tertinggi ada di Desa Pasuruhan Lor.

(14)

Tenaga Kerja Kec. Jati 2008 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Tanj ungka rang Jetis Kapu an Lora m K ulon Jati Wet an Jati Kulo n Pasu ruan Lor Pasu ruan Kid ul Ploso Get as Pe jate n Lora m W etan Jepa ng P akis Meg awon Tum pang Kra sak Nge mba l Kul on Desa O ra n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

Gambar 26 Tenaga Kerja Kec. Jati 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Tenaga Kerja Kec. Kota 2008

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 Purw osari Dem anga n Panj unan Werg u W etan Mla ti N oro wito Nga nguk Dem aan Ka um an Ke rjasa n Kra ndon Gla nten gan Ka liput u Ren deng Desa O r a n g Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Bangunan /Industri Pedagang Angkutan PNS/ABRI Jasa Pensiunan Lain-lain

Gambar 27 Tenaga Kerja Kec. Kota 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Kota adalah buruh industri/bangunan dimana tertinggi masing-masing di Desa Purwosari dan Kramat (Kecamatan dalam Angka, BPS Kab. Kudus, 2009).

(15)

5.1. Tenaga Kerja Pertanian Tiap Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya di kabupaten diketahui sebagai berikut : Sawah irigasi 31,66%, sawah irigasi setengah teknis 7,94%, sawah tadah hujan 2%, sawah tebu irigasi setengah teknis 8,08%, sawah tebu tadah hujan 7,43%, tegalan/ladang 8,49% (Gambar 28).

PENGGUNAAN LAHAN DI KAB KUDUS 2010 ( HA )

57.25 8278.99 13461.56 1202.78 288.66 3611.42 3160.21 3436.48 849.14 3376.71 3419.45 351.83 1021.51 Belukar

Fasilitas Umum / Bangunan Hutan

Kebun Campur Lahan Terbuka Permukiman Saw ah Irigasi Saw ah Irigasi Setengah Teknis

Saw ah Tadah Hujan Saw ah Tebu Irigasi Setengah Teknis Saw ah Tebu Tadah Hujan Sungai

Tegalan / Ladang

Gambar 28 Penggunaan Lahan di Kabupaten Kudus.

Kebutuhan tenaga kerja masing-masing tipe penggunaan lahan pertanian tiap hektarnya adalah merata sepanjang tahun. Secara mikro (per hektar lahan) diketahui bahwa masa tanam tidak dilakukan bersamaan; untuk sawah irigasi, puncak pemakaian tenaga kerja diketahui bulan Januari, Maret, Juli dan Oktober; untuk kebun campur puncak pemakaian tenaga kerja bulan April dan Oktober; untuk sawah irigasi setengah teknis, puncaknya bulan Pebruari dan Oktober; untuk sawah tadah hujan puncak penggunaan tenaga kerja adalah bulan Maret dan September. Sedangkan untuk sawah tebu irigasi setengah teknis puncak penggunaan tenaga kerja adalah bulan Mei dan Agustus; untuk sawah tebu tadah hujan puncaknya terjadi pada

(16)

Januari, April, Mei, Juni, Oktober. Untuk tegalan/ladang puncaknya terjadi pada bulan Januari dan Oktober (Gambar 29).

Gambar 29 Kebutuhan Tenaga Kerja Tiap Penggunan Lahan Per Bulan Per Ha.

Untuk kebutuhan tenaga kerja tiap penggunaan lahan di Kabupaten Kudus, sangat dipengaruhi oleh luasan tiap penggunaan lahan. Untuk sawah irigasi, dengan jumlah 31,66%, pemakaian tenaga kerja terbesar terjadi pada Januari, Maret dan Oktober, sedangkan untuk luasan terkecil yaitu sawah tadah hujan, bulan Januari dan Oktober merupakan puncak pemakaian tenaga kerja (Gambar 29).

KEBUTUHAN TENAGA KERJA TIAP PENGGUNAAN LAHAN PER BULAN

KABUPATEN KUDUS 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan ju m la h te n a g a k e rj a (h o k ) Kebun Campur Saw ah Irigasi Saw ah Irigasi Setengah Teknis Saw ah Tadah Hujan

Saw ah Tebu Irigasi Setengah Teknis Saw ah Tebu Tadah Hujan

Tegalan / Ladang

Gambar 30 Kebutuhan Tenaga Kerja Tiap Penggunan Lahan Per Bulan. KEBUTUHAN TENAGA KERJA TIAP PENGGUNAAN LAHAN PER

BULAN PER HA 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN J U M LA H TE N A G A K E R J A ( H O K ) Kebun Campur Sawah Irigasi

Sawah Irigasi Setengah Teknis

Sawah Tadah Hujan Sawah Tebu Irigasi Setengah Teknis

Sawah Tebu Tadah Hujan Tegalan / Ladang

(17)

5.2. Tenaga Kerja Pertanian Per Kecamatan

Ketersediaan tenaga kerja pertanian, yang dihitung dari jumlah petani berdasarkan data Kudus Dalam Angka tahun 2008 yang dikalikan hari kerja, diketahui bahwa ketersediaan tertinggi terjadi di Kecamatan Dawe, dan terendah di Kecamatan Kota (Gambar 31).

KETERSEDIAAN TENAGA KERJA PERTANIAN PER KECAMATAN KAB. KUDUS 2008

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN J U M LA H P E TA N I (H O K ) BAE DAWE GEBOG JATI JEKULO KALIWUNGU KOTA MEJOBO UNDAAN

Gambar 31 Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian Per Kecamatan Kab. Kudus 2008.

Sedangkan kebutuhan tenaga kerja tertinggi terjadi di Kecamatan Undaan, dan terendah di Kecamatan Kota (Gambar 32).

KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERTANIAN PERKECAMATAN DI KABUPATEN KUDUS

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN J U M L A H P E T A N I (H O K ) BAE DAWE GEBOG JATI JEKULO KALIWUNGU KOTA MEJOBO UNDAAN

(18)

SELISIH KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERTANIAN PER KECAMATAN TAHUN 2008

-200000.00 -100000.00 0.00 100000.00 200000.00 300000.00 400000.00 500000.00 600000.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN JU M LA H P E TA N I (H O K ) BAE DAWE GEBOG JATI JEKULO KALIWUNGU KOTA MEJOBO UNDAAN

Gambar 33 Selisih Kebutuhan Tenaga Kerja Pertanian Per Kecamatan Kabupaten Kudus.

Selisih kebutuhan tenaga kerja tertinggi terjadi di Kecamatan Dawe dan terendah di Kecamatan Jekulo (Gambar 33). Dari sini diketahui, bahwa Kecamatan Jekulo, Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Kota terdapat kekurangan tenaga kerja pertanian pada bulan-bulan tertentu.

Kekurangan tenaga kerja pertanian pada puncak masa tanam, di bulan Pebruari dan Oktober pada Kecamatan Kaliwungu, Kota dan Jekulo, dipenuhi dari kecamatan yang lain. Kekurangan tenaga kerja pada bulan-bulan tersebut dipenuhi dari kecamatan-kecamatan disekitarnya, sehingga terjadi arus perpindahan tenaga kerja pertanian menuju tiga kecamatan tersebut. Kekurangan tenaga kerja pertanian ini juga diantisipasi dengan penggunaan traktor tangan pada saat penanaman (34,6% atau 17 dari 49 dari responden) untuk mengurangi pemakaian tenaga kerja pertanian.

Daerah-daerah dengan status tenaga kerja pertanian surplus, dapat dikatakan bahwa ada tenaga kerja yang tidak terserap pada bulan-bulan tertentu. Di bulan Desember ada delapan kecamatan dengan status surplus artinya, ada tenaga kerja yang tidak terserap di bidang pertanian. Secara sosial, tenaga kerja pertanian yang tidak terserap ini akan menimbulkan pengangguran, dan tidak adanya pendapatan dari usahatani.

Usahatani menjadi strategis karena merupakan sektor yang menyediakan makanan pokok bagi sebagian masyarakat. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam sistem usahatani padi, dimana kebutuhan selalu berfluktuasi dan seringkali

(19)

sulit dipenuhi oleh petani. Pengalaman beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa penggunaan tenaga manusia untuk mengisi kekurangan tenaga kerja pada saat puncak kegiatan usahatani mendorong bertambahnya populasi penduduk. Kondisi ini akan menghambat penerimaan teknologi baru dan menurunnya produktifitas tenaga kerja. Hal ini juga akan membatasi petani untuk memilih sumber tenaga selain harus menggunakan anggota keluarganya sebagai sumber tenaga yang murah. Untuk itu diperlukan alternatif, salah satunya adalah mekanisasi pertanian melalui teknologi alsintan (Ananto dan Alimansyah, 2009). Dari pengamatan data primer diketahui bahwa 34,6% (17 dari 49 responden) dari responden menggunakan traktor tangan yang dapat disewa untuk pengolahan tanah. Dalam hal ini, efisiensi pemakaian tenaga kerja pertanian telah dilakukan.

Dari hasil perhitungan antara kebutuhan tenaga kerja pertanian dan ketersediaan tenaga kerja pertanian di Kabupaten Kudus tahun 2008, dapat diketahui bahwa dalam satu tahun, di Kecamatan Kota dan Kecamatan Jekulo terjadi defisit tenaga kerja pertanian. Sedangkan dinamika kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja pertanian dapat dilihat bahwa pada bulan Januari sampai dengan September serta bulan Nopember. Dari data yang diperoleh bahwa Kecamatan Kota dan Jekulo mengalami defisit tenaga kerja pertanian pada waktu tersebut. Pada bulan Oktober, Kecamatan Kota, Kaliwungu dan Jekulo mengalami defisit tenaga kerja pertanian dimana pada bulan ini terjadi puncak masa tanam. Pada bulan Desember, hanya Kecamatan Kota yang mengalami defisit tenaga kerja pertanian. Gambar 32 menyajikan pola penggunaan tenaga kerja di daerah pengamatan yang sangat dipengaruhi oleh musim, karena data menunjukkan adanya kelebihan atau kekurangan tenaga kerja pada bulan tertentu.

Musim tanam di wilayah pengamatan adalah tiga kali masa tanam: dua kali masa tanam serta satu kali masa tanam untuk tanaman tahunan tebu. Dapat dikatakan bahwa tenaga kerja pertanian di wilayah pengamatan secara umum masih terpenuhi karena pada bulan-bulan tertentu dimana terjadi masa tanam serentak, masih bisa diantisipasi dengan memakai tenaga kerja dari kecamatan lain. Kecamatan lain yang

(20)

tenaga kerjanya tidak mengalami defisit juga terjadi ketidak seragaman permulaan musim tanam untuk memenuhi tenaga kerja pertanian di kecamatan tersebut.

Dari data primer juga diketahui bahwa sebagian besar responden (79%) memiliki pekerjaan selain sebagai petani. Artinya curahan waktu yang dipergunakan untuk bertani sebenarnya tidak dominan, karena diluar musim tanam dan perawatan, masih ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan sehingga memberikan nilai tambah secara ekonomi. Menurut Ananto et al. (1994), perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian merupakan hal yang wajar. Hal ini sejalan dengan preferensi generasi muda di pedesaan yang berbeda. Di Indonesia, berkembangnya sektor nonpertanian yang dibarengi dengan tingkat pendidikan telah mendorong keluarnya tenaga kerja muda di pedesaan dari pertanian ke non pertanian. Hai ini dirangsang oleh tingkat upah yang lebih baik dan keterjaminan pendapatan, dibandingkan di sektor pertanian yang bersifat musiman.

Data primer yang diperoleh menunjukkan bahwa usia responden 71% dibawah 56 tahun. Artinya tenaga kerja pertanian di Kabupaten Kudus adalah tenaga kerja dalam usia produktif. Hal ini berbeda dengan kasus di enam kecamatan di Jawa Barat yang dilakukan oleh Ananto et al. (1990). Penelitian ini menunjukkan tenaga kerja yang tinggal di desa adalah tenaga kerja yang relatif sudah tua dengan pendidikan yang rendah, karena tidak mampu bersaing di luar. Hal ini tercermin dari rendahnya mobilitas, 93% dari tenaga yang tinggal tersebut hanya bekerja di desa, 6,9% di luar desa dan 0,1% di luar kecamatan, dan hampir tidak ada yang bekerja di luar kabupaten. Dari tingkat partisipasi tenaga kerja di desa sebagian besar dalam usahatani, namun tidak diikuti oleh curahan hari kerja yang tinggi. Sebagai contoh, curahan hari kerja untuk pengolahan tanah hanya 13-15 hari per tahun, panen dan pasca panen 21 hari, sedangkan hari kerja efektif di sektor industri dan jasa berkisar antara 96-289 hari pertahun.

Kekurangan tenaga kerja untuk usahatani padi, khususnya pengolahan tanah, semula dapat dipenuhi oleh tenaga kerja musiman dari luar daerah, tetapi sekarang tenaga kerja migran makin langka karena terbukanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian dan perbaikan usahatani melalui intensifikasi dan ekstensifikasi di daerah

(21)

asal. Hal ini sejalan dengan penelitian Colter (1981) dalam Ananto (1990). Upaya mencukupi kekurangan tenaga dengan meningkatkan mobilitas mengalami kesulitan karena tingkat upah pengolahan tanah tidak menarik (Ananto et al., 1990). Keadaan ini menyebabkan petani mencari alternatif untuk menekan biaya produksi. Salah satunya adalah pemakaian traktor untuk pengolahan tanah. Dengan pemakaian traktor maka terjadi efisiensi dalam pemakaian tenaga kerja pertanian. Dan hal ini pula yang terlihat di wilayah pengamatan. Meskipun dalam kenyataannnya petani di wilayah tertentu sudah kesulitan untuk mendapatkan buruh tani, namun dari penelitian diketahui bahwa hanya Kecamatan Kota, Kaliwungu dan Jekulo yang secara akumulatif mengalami kekurangan tenaga kerja per bulannya. Bila dilihat Kecamatan Kota, dengan jumlah petani yang sedikit (121 orang yang terdiri dari 72 petani sendiri dan 49 buruh tani sesuai data dari Kudus Dalam Angka 2009), dengan luas sawah 176 ha dan lahan pertanian non sawah 46 ha, maka total kebutuhan tenaga kerja adalah 79194 HOK per tahun. Dengan asumsi rata-rata kebutuhan tenaga kerja pada sawah padi untuk dua kali masa tanam adalah 422 HOK per ha, dan kebutuhan lahan pertanian non sawah untuk budidaya ubikayu 107 HOK per tahun. Asumsi lainnya sesuai dari pengamatan data primer adalah hanya 30% dari petani sendiri yang tidak mempunyai pekerjaan lain dan bertani penuh waktu serta mencurahkan waktunya untuk pertanian dan tidak mempunyai pekerjaan selain bertani. Sehingga dapat diketahui bahwa jumlah hari kerja yang dimiliki oleh petani Kecamatan Kota dalam satu tahun (365 hari) adalah 25769 hari sehingga diperlukan 53425 HOK tambahan tenaga kerja dari luar daerah atau diperlukan alternatif pengganti dengan penggunaan alsintan. Apabila asumsi 30% petani sendiri tidak digunakan dan dianggap semua petani mencurahkan waktunya untuk pertanian, maka jumlah hari kerja selama setahun adalah 31523 hari atau terjadi akumulasi kekurangan tenaga kerja pertanian adalah sebesar 47671 HOK.

Demikian pula perhitungan yang terjadi pada kecamatan lain sehingga dinamika ketersediaan tenaga kerja selama satu tahun dari Bulan Januari sampai dengan Desember 2008 dapat dilihat pada Gambar 33.

(22)

Januari Pebruari Maret April

Mei Juni Juli Agustus

September Oktober Nopember Desember

Gambar 34 Kartogram Dinamika Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Kudus Tahun 2008.

Antisipasi kekurangan tenaga kerja dilakukan dengan permulaan masa tanam yang tidak bersamaan, sehingga tenaga kerja pertanian dapat bekerja secara bergiliran. Hal ini dapat dijumpai pada pengamatan data primer, dimana fluktuasi rata-rata kebutuhan tenaga kerja per bulannya tidak terlalu tajam.

Daerah-daerah dengan status tenaga kerja pertanian surplus, atau lebih dari kebutuhan, dapat dikatakan bahwa ada tenaga kerja yang tidak terserap pada bulan-bulan tertentu. Masalah yang terjadi adalah pada saat off-season. Pada masa

on-season penganggur ini dibutuhkan lagi sehingga mereka tidak perlu meninggalkan

(23)

migrasi musiman ke daerah lain, namun tindakan seperti ini mahal bila ditinjau dari biaya sosial. Salah satu alternatifnya adalah mengembangkan jenis-jenis kegiatan

off-farm atau non-off-farm di daerah pedesaan, yang disesuaikan dengan irama musiman.

Menurut Sumarsono (2003), keuntungan dari kegiatan ini dapat mengikat mereka untuk tetap tinggal di desa sehingga kemajuan dan keberhasilan mereka juga akan membawa dampak positif bagi pengembangan desa.

Dari data primer diketahui bahwa 79% petani memiliki pekerjaan selain sebagai petani. Artinya curahan waktu yang dipergunakan untuk bertani sebenarnya tidak dominan, karena diluar musim tanam dan perawatan, masih ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan sehingga memberikan nilai tambah secara ekonomi. Secara sosial ini akan menjadi permasalahan bagi 21% dari petani yang hanya menggantungkan kehidupannya dari bertani, karena tidak adanya kegiatan usahatani, dan berimplikasi pada tidak adanya tambahan pendapatan yang menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Untuk itu pengembangan usaha kecil menengah yang berbasis komoditas, untuk memberi nilai tambah perlu mendapat perhatian khusus agar sektor pertanian dapat seiring sejalan dengan perkembangan sektor lainnya, tanpa harus meninggalkan daerahnya.

Bila dilihat dari produktivitasnya, maka pemakaian alat mesin pertanian akan meningkatkan efisiensi serta menambah produktivitas petani dalam berusahatani. Produktivitas sendiri didefinisikan sebagai perbandingan antara hasil yang didapat dengan dengan keseluruhan sumberdaya yang dipergunakan persatuan waktu (Simanjuntak, 1997). Pemakaian alat mesin pertanian dapat mempersingkat waktu pengerjaan kegiatan usahatani sehingga dapat meningkatkan efisiensi usahatani.

Selisih kebutuhan tenaga kerja di Kabupaten Kudus tanpa memperhitungkan batas kecamatan, dapat dilihat pada Gambar 35. Ketersediaan tenaga kerja ini ternyata masih surplus bila dilihat dalam satu kabupaten. Masalah tenaga kerja pertanian, apabila dilihat dalam ruang yang lebih luas (kabupaten) maka tampak seperti tidak bermasalah. Namun bila diamati pada wilayah kecamatan, maka defisit tenaga kerja pertanian dapat teramati.

(24)

SELISIH KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TIAP BULAN

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN J U M LA H P E TA N I (H O K )

Gambar 35 Selisih Kebutuhan Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Kudus per Bulan.

Dinamika pergerakan tenaga kerja pertanian ini dapat dilihat pada ruang dan waktu yang lebih kecil lagi, misalnya wilayah desa, dengan pengamatan penggunaan tenaga kerja secara mingguan, dan hal ini disarankan untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai dinamika tenaga kerja pertanian.

Permasalahan umum yang terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang dari dari corak agraris ke ekonomi industri juga makin memperburuk pilihan bagi petani yang berpendidikan rendah. Disatu pihak akan terjadi pengangguran tenaga di sektor pertanian karena adanya penggunaan alat mesin pertanian, dan dilain pihak terjadi permintaan kebutuhan tenaga kerja industri, tetapi tenaga yang berlebih di sektor pertanian tersebut tidak bisa diserap oleh sektor industri karena memerlukan tenaga dengan keterampilan tertentu. Menurut Sumarsono (2009), keadaan ini menyebabkan terjadinya pengangguran pekerja akibat penggunaan alat dan teknologi maju. Sehingga kebijakan mekanisasi dan penggunaan alat dan mesin pertanian di suatu wilayah juga harus mempertimbangkan status ketersediaan tenaga kerja pertanian. Penggunaan alat mesin pertanian yang tepat dapat meningkatkan produktivitas dan bukannya menciptakan pengangguran.

(25)

5.3. Hubungan antara Tingkat Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian dengan Pendapatan Usahatani di Kabupaten Kudus

Untuk melihat hubungan antara ketersediaan tenaga kerja pertanian dengan pendapatan usahatani, dipergunakan Analisis Kuantifikasi Hayasi I. Ketersediaan tenaga kerja pertanian diamati dari asal tenaga kerja, apakah dari desa setempat ataukah dari luar desa/kecamatan. Disamping ketersediaan tenaga kerja pertanian juga diamati faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendapatan usahatani. Dengan analisis ini dapat diketahui nyata atau tidaknya setiap variabel yang diamati terhadap pendapatan usahatani di Kabupaten Kudus. Nyata atau tidaknya pengaruh suatu variabel terhadap pendapatan usaha tani diketahui dengan cara menetapkan batas r

kritis yang dihitung berdasarkan nilai t pada tabel Sebaran t dengan selang

kepercayaan 95%. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 7.

Dari hasil perhitungan tersebut diketahui nilai r kritis adalah 0,24. Variabel pengamatan dinyatakan berpengaruh nyata apabila memiliki korelasi parsial yang nilainya lebih tinggi dari batas r kritis yang telah ditetapkan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pola irigasi, keuntungan, serta pola tanam yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani. Sedangkan asal tenaga kerja dari desa setempat atau dari luar wilayah tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha tani. Selama tenaga kerja terpenuhi pada saat diperlukan, hal ini tidak berpengaruh terhadap pendapatan usahatani pada wilayah pengamatan.

Pola irigasi menentukan ketersediaan air yang juga mempengaruhi pola tanam dalam berusaha tani. Dengan curah hujan yang relatif sama karena wilayah berada dalam satu wilayah iklim, sehingga ketersediaan air disebabkan oleh perbedaan infrastruktur pengairan yaitu irigasi teknis, setengah teknis maupun tadah hujan yang mempengaruhi pendapatan usahatani di wilayah pengamatan.

Pola tanam dengan pemilihan tanaman tahunan atau tanaman padi juga mempengaruhi pendapatan usahatani. Hal ini dikarenakan harga komoditas dari masing-masing tanaman yang diusahakan berbeda.

(26)

Tabel 7 Hasil Analisis Hayasi I Hubungan Antara Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian Dan Variabel Lainnya Dalam Mempengaruhi Pendapatan Usahatani

Variabel Kategori Skor Kategori Rentang Korelasi Parsial Usia 1 >56 -1490778 2148474 0.062237 2 <56 657696 Tanggungan Keluarga 1 >2 -193664.5 9489562 0.100086 2 <2 9295897

Pekerjaan Lain 1 Tanpa pekerjaan lain 1172722 1512195 0.042609 2 Dengan pekerjaan lain -339472.3

Luas Lahan 1 <1 Ha -3758552 6577466 0.223533 2 > 2 Ha 2818914

Status Kepemilikan 1 Sewa 4054791 5066367 0.138363

2 Bengkok 2000518

3 Milik sendiri -1011576

Pola irigasi 1 Tadah Hujan -10986480 15273288 0.415114

2 Setengah teknis 4286810

3 Teknis 2227254

Keuntungan 1 Tidak menguntungkan -15745800 30861760 0.753647

2 menguntungkan 15115960

Pola Tanam 1 Padi – tan lain -2459999 33259876 0.720166

2

Padi - tan lain – tan

lain -12416590

3 Padi - padi -11224130 4 Padi – padi – tan lain 7275405 5 Padi – padi - padi -9620120

6 Tebu 20843280

Asal tenaga kerja 1 Dari luar desa/kab 3579057 5845794 0.205077 2 Desa setempat -2266736

Konstanta 3.822

R2 0.765

Dari skor kategorikal dapat diketahui bahwa tanaman tebu menghasilkan skor kategorikal tertinggi karena harga panen tebu per hektarnya menghasilkan

(27)

keuntungan lebih tinggi dalam satu tahun dibanding tanaman lainnya. Disamping itu perawatannya relatif mudah dan tidak banyak memerlukan tenaga kerja sehingga pendapatan untuk usahataninya juga lebih baik. Variabel keuntungan juga memberikan hasil yang berbeda nyata. Perhitungan keuntungan disini adalah pendapatan usahatani dikurangi kebutuhan hidup.

Untuk meringkas ulasan yang terkait dengan dinamika tenaga kerja pertanian, yang selanjutnya akan dikaitkan dengan daya dukung lahan pada bab selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kabupaten Kudus mengalami

defisit tertinggi pada bulan Pebruari dan Oktober, dimana pada bulan ini terjadi

puncak masa tanam. Sedangkan pada bulan Desember, terjadi surplus tenaga kerja pertanian tertinggi. Keadaan defisit dan surplus tenaga kerja pertanian ini membawa permasalahan baik dalam usahatani maupun dari sisi sosial. Kegiatan off-season pada saat terjadi surplus tenaga kerja pertanian serta pemakaian alat mesin pertanian pada saat terjadi defisit tenaga kerja pertanian dapat dipertimbangkan selama penggunaan alat mesin pertanian dapat meningkatkan produktivitas usahatani. Secara mikro, ketersediaan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani, selama pada waktu yang diperlukan tenaga kerja yang diperlukan dapat dipenuhi apakah dari desa setempat atau dari luar wilayah.

(28)

6. 1. Daya Dukung Lahan

Ditinjau dari sisi ketenagakerjaannya maka suatu wilayah akan terancam keberlanjutan usahataninya bila tenaga kerja yang bekerja di wilayah tersebut, relatif sudah tua dan tidak berpendidikan. Semakin lama semakin sulit memperoleh tenaga kerja (buruh pertanian). Ditambah lagi daya tarik kota, serta ibukota yang sangat tinggi dalam menarik tenaga kerja dari pedesaan. Dalam dua atau tiga generasi ke depan, maka hal ini akan menjadi sesuatu yang sangat serius, bila ditinjau dari aspek daya dukung lahan di suatu wilayah.

Daya dukung lahan dihitung dari total nilai produksi biohayati aktual yang ada pada lahan di wilayah tertentu, dibandingkan dengan kebutuhan lahan per hektar yang diperlukan oleh sejumlah penduduk yang tinggal di suatu wilayah tersebut yang diasumsikan setara dengan luas lahan untuk menghasilkan satu ton setara beras per tahun.

Menurunnya tenaga kerja di suatu wilayah, akan menurunkan produktifitas aktual di suatu wilayah. Lebih ekstrim lagi apabila tidak ada yang mau menggarap lahan pertanian, sehingga suatu wilayah tidak mempunyai produksi biohayati aktual. Dapat dipastikan semua kebutuhan akan kebutuhan pangan harus diimpor dari daerah lain.

Meskipun secara alami terkadang ada perbedaan sumberdaya alam yang membuat suatu wilayah tidak dapat memproduksi suatu komoditas biohayati tertentu, namun apabila pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah tidak mempertimbangkan kemampuan sumberdaya alam lokal dan bijaksana pada akhirnya keberlanjutan dari pembangunan itu sendiri akan terancam.

Apabila hal ini terjadi di wilayah yang lebih luas, misalnya negara, maka dapat dihitung berapa rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, serta berdampak pada kedaulatan pangan di suatu wilayah. Disinilah peran penilaian daya dukung lahan dalam suatu wilayah sangat menentukan. Tenaga kerja

(29)

pertanian adalah aspek strategis yang harus dijaga keberadaannya di sekitar lahan pertanian, agar produktifitas dan produksi pertanian dapat terus terjaga.

3,910.58 15,224.24 6,419.98 16,049.28 6,268.71 16,232.99 6,968.56 11,402.26 3,727.01 11,917.35 3,237.49 10,274.66 2,440.31 10,875.42 6,239.33 16,093.64 70,684.03 17,892.23 -10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 HA

Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe

KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN LAHAN

STATUS DAYA DUKUNG LAHAN

Gambar 36 Status Daya Dukung Lahan.

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa daya dukung lahan di Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus mengalami surplus, sedangkan delapan kecamatan lainnya terjadi defisit daya dukung lahan (Gambar 36). Artinya total produksi aktual di delapan kecamatan tersebut yang kemudian disetarakan dengan ketersediaan lahan lebih kecil dibandingkan kebutuhan lahan yang diasumsikan setara luas lahan untuk menghasilkan satu ton setara beras per tahun dari jumlah populasi di delapan kecamatan tersebut. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Kaliwungu, Kota, Jati, Undaan, Mejobo, Jekulo, Bae, dan Gebog. Status daya dukung lahan total untuk Kabupaten Kudus adalah defisit.

Kecamatan Undaan yang merupakan sentra pengembangan komoditas padi juga termasuk dalam kategori defisit karena keragaman produksi biohayatinya rendah. Sehingga meskipun mempunyai produksi dan produktifitas padi yang tinggi namun Daya Dukung Lahan terhadap penduduk yang tinggal di Kecamatan Undaan adalah Defisit.

Hanya satu kecamatan yaitu Kecamatan Dawe yang mempunyai Daya Dukung Lahan Surplus terhadap penduduk yang tinggal di Kecamatan Dawe. Hal ini disebabkan keragaman produksi biohayati di kecamatan ini relatif tinggi, tanaman

(30)

disini selain padi dan tebu, beraneka hortikultura juga diusahakan antara lain mangga, jeruk pamelo, kopi dan tanaman lain yang berproduksi pada ketinggian tertentu,. Kemungkinan penyebabnya terkait dengan potensi fisik wilayah, karena kecamatan ini terdapat ketinggian di atas 700 mdpl, sedangkan yang lain lebih rendah.

Secara umum, Kabupaten Kudus mempunyai Daya Dukung Lahan Defisit terhadap penduduk yang tinggal di Kabupaten Kudus ini. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan akan lahan di Kabupaten Kudus lebih besar dari Ketersediaan Lahan di Kabupaten Kudus. Luas wilayah kecamatan juga mempengaruhi status daya dukung lahan di Kabupaten Kudus.

Gambar 37 Peta Daya Dukung Lahan Kabupaten Kudus 2008.

Dari penelitian ini diketahui bahwa semakin beragam komoditas di unit pengamatan (kecamatan Dawe) maka daya dukung lahan juga surplus. Sedangkan untuk kecamatan Undaan yang merupakan penghasil beras, daya dukung lahannya ternyata defisit. Kecamatan Undaan memiliki 30 jenis komoditas, sedangkan kecamatan Dawe memiliki 47 jenis komoditas. Jenis komoditas di Kecamatan Undaan yang lebih sedikit berpengaruh terhadap daya dukung lahan yang dihitung berdasarkan produksi biohayati di suatu wilayah. Untuk itulah konsep

(31)

‘Bioecoregional Plan’ yang mendukung penganekaragaman hayati juga akan meningkatkan daya dukung lahan di suatu wilayah.

Menurut Sugandhy dan Hakim (2009), konsep pengembangan bioekoregional memandang lahan pertanian sebagai salah satu bagian dari kawasan yang lebih luas, yang terpadu dengan daerah tangkapan air, dan daerah yang berbatasan dengan lautan, yang masing-masing mempunyai tata guna lahan yang bertujuan melindungi kawasan dalam jangka panjang, sehingga lahan pertanian dikelola untuk mengoptimalkan produktivitas jangka panjang dan ikut melestarikan keanekaragaman hayati dengan mengurangi bahan kimiawi sintesis dan pengendalian hama penyakit, memanfaatkan sebesar mungkin jenis-jenis unggulan lokal untuk pembatas lahan, perindang jalan dan hutan masyarakat dalam membentuk lansekap kawasan pertanian. Sehingga untuk Kabupaten Kudus, peningkatan daya dukung lahan dapat dilakukan dengan menambah jenis komoditas melalui diversifikasi vertikal, rotasi, tumpangsari, dan penggunaan tanaman sela untuk meningkatkan keaneragaman tanaman serta meningkatkan produksi tanaman untuk meningkatkan daya dukung lahan. Disamping itu pemilihan komoditas dengan harga tinggi juga akan meningkatkan daya dukung lahan.

Dari hasil perhitungan daya dukung dengan menggunakan konsep perhitungan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009, dengan mengasumsikan kebutuhan lahan dengan 1 ha lahan yang dipergunakan untuk menghasilkan 1 ton beras per tahun, untuk hidup layak per penduduk, Kabupaten Kudus mempunyai status daya dukung lahan yang Defisit. Harus disadari bahwa pola konsumsi, minat konsumsi, tidak selamanya sesuai dengan asumsi dasar yang dipergunakan oleh konsep ini. Status daya dukung lahan ini tidak dapat dibaca secara mentah namun perlu dilihat juga data mengenai kebutuhan dan ketersediaan pangan pokok (beras) untuk melihat kemandirian pemenuhan pangan di wilayah pengamatan agar tidak terjadi kekeliruan dalam melihat permasalahan daya dukung lahan di wilayah pengamatan.

Data dari Kantor Ketahanan Pangan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2008 mengenai kebutuhan serta ketersediaan pangan utama ditampilkan pada Tabel 8.

(32)

Tabel 8 Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan di Kabupaten Kudus Tahun 2008 SUMBER PANGAN KEBUTUHAN /KAPITA/ TAHUN*) TOTAL KEBUTUHAN PENDUDUK**) SAT UAN KETERSEDIAAN (TON) PADI 92.87 69,643,863.09 Kg 85,033.70 JAGUNG 16.51 12,380,964.57 Kg 5,327.00 KEDELE 10.60 7,949,014.20 Kg 57.00 KC. TANAH 3.36 2,519,687.52 Kg 1132 KC. HIJAU 1.10 824,897.70 Kg 4749 UBI KAYU 56.30 42,219,764.10 Kg 31825 UBI JALAR 6.40 4,799,404.80 Kg 1368 DAGING 6.03 4,521,939.21 Kg 2,309.00 SUSU 3.60 2,699,665.20 Lt 61,1262 TELUR 3.19 2,392,203.33 Kg 1,046.00 IKAN 10.18 7,634,053.26 Kg 357.73 GULA PASIR 5.80 4,349,460.60 Kg 15,395.635 CABE MERAH 4.00 2,999,628.00 Kg 8174 BAWANG MERAH 4.60 3,449,572.20 Kg -

Keterangan : *) Berdasarkan Susenas

**) Jumlah penduduk 749.907 jiwa.

Dari data sekunder ini dapat diketahui bahwa sebenarnya, untuk kebutuhan tanaman pangan pokok (padi dan gula pasir) Kabupaten Kudus sudah dapat memenuhi kebutuhan akan pangan pokok dari wilayah Kabupaten Kudus. Sedangkan kebutuhan akan jagung, kedelai, daging, susu, telur masih harus dipenuhi dari kabupaten lain. Komoditas-komoditas inilah yang menyebabkan rendahnya perhitungan daya dukung lahan di Kabupaten Kudus.

Rustiadi el al. (2010) juga menyebutkan bahwa konsep perhitungan daya dukung lahan yang digunakan ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah asumsi bahwa suatu wilayah memenuhi kebutuhannya sendiri, dan tidak berinteraksi dengan wilayah lain dalam memenuhi kebutuhan pangan. Belum adanya pemilahan kebutuhan akan biohayati pokok maupun yang bisa disubstitusikan, serta pola konsumsi yang berbeda di tiap kelompok masyarakat menyebabkan konsep perhitungan daya dukung lahan berdasarkan neraca bioproduk harus disesuaikan dengan masing-masing tipologi wilayahnya.

(33)

Untuk itu dalam menjelaskan daya dukung lahan dengan konsep perhitungan ini diperlukan data pendukung lainnya untuk melihat apakah kebutuhan pokok pangan sudah dapat disediakan oleh wilayah tersebut, dan komoditas mana yang belum dapat dipenuhi oleh wilayah tersebut agar tidak salah dalam memahami konsep daya dukung lahan ini.

6.2. Status Daya Dukung Lahan dan Status Tenaga Kerja Pertanian

Secara umum, daya dukung lahan kabupaten Kudus adalah defisit, dengan kebutuhan lahan seluas 96.385,70 ha dan ketersediaan lahan seluas 129.047,22 ha, atau defisit 32.661,52 ha lahan. Sedangkan selama tahun 2008, status tenaga kerja pertanian di Kabupaten adalah surplus 13.937.557 HOK. Namun bila dilihat berdasarkan ruang yang lebih kecil yaitu per wilayah kecamatan per bulannya, dapat diketahui defisit tenaga kerja pertanian pada bulan Pebruari dan Oktober terjadi di Kecamatan Kaliwungu, Kota dan Jekulo, sedangkan pada bulan Desember terjadi

surplus tenaga kerja pertanian di 8 Kecamatan (Mejobo, Jekulo, Kaliwungu, Undaan,

Gebog, Dawe, Jati, Kaliwungu) kecuali Kecamatan Kota dengan status tenaga kerja

defisit.

Dari Gambar 37 dan 38, dapat kita perhatikan pola ketersediaan tenaga kerja pertanian dengan pola status daya dukung lahan, dimana pada kecamatan dengan

surplus daya dukung lahan, mempunyai ketersediaan tenaga kerja pertanian yang

paling tinggi. Dapat dikatakan bahwa di wilayah dengan jumlah tenaga kerja yang

surplus, maka usahatani pertanian dapat dimaksimalkan dan dilaksanakan secara

intensif.

Perhitungan daya dukung lahan yang dilakukan per wilayah kecamatan, dapat digunakan untuk melihat gambaran tidak langsung kondisi fisik lahan, dimana di kecamatan yang surplus daya dukung lahannya, terdapat keragaman kondisi topografi dan keragaman komoditas yang hidup diatasnya. Sedangkan untuk daerah dengan kondisi fisik yang homogen dengan komoditas yang tidak terlalu bervariasi daya dukung lahannya defisit.

(34)

Gambar 38 Peta Status Daya Dukung Lahan Berdasarkan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan Tahun 2008.

Gambar 39 Peta Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian dan Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Kabupaten Kudus Tahun 2008.

(35)

STATUS DAYA DUKUNG LAHAN (15,000) (10,000) (5,000) -5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 55,000 60,000 BAE DA WE GE BO G JATI JEK ULO KAL IWU NG U KO TA ME JOB O UN DA AN KECAMATAN K E TE R S E D IA A N LA H A N ( H A )

Gambar 40 Grafik Status Daya Dukung Lahan Per Kecamatan. STATUS TENAGA KERJA PERTANIAN

(1,000,000) -1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 BAE DAW E GE BO G JATI JEK ULO KAL IWU NG U KO TA ME JOB O UN DA AN KECAMATAN J U M LA H TE N A G A K E R J A P E R TA N IA N ( H O K )

Gambar 41 Status Tenaga Kerja Pertanian Per Kecamatan.

Dari dua grafik yang ditampilkan di Gambar 40 dan 41 dapat terlihat dengan jelas bahwa pola status dukung lahan dan pola ketersediaan tenaga kerja pertanian dapat dikatakan mirip. Untuk kecamatan Dawe status daya dukung lahan yang

surplus 50000 ha, status tenaga kerja pertanian juga surplus 5.500.000 HOK. Pola

tersebut tidak ditemui disemua kecamatan. Di beberapa kecatamatan, untuk tenaga kerja surplus, daya dukung lahan justru defisit. Konsep perhitungan daya dukung lahan yang berbasis produktivitas ini selain dipengaruhi tenaga kerja pertanian, juga dipengaruhi faktor-faktor lain, diantaranya penggunaan bibit, pemakaian pupuk,

(36)

penggunaan pestisida serta sarana produksi yang lain. Hal inilah yang menyebabkan tidak selamanya tenaga kerja yang surplus, menunjukkan daya dukung lahan yang

surplus pula. Ada faktor-faktor selain tenaga kerja pertanian yang berperan.

Dari hasil analisis regresi sederhana yang dilakukan, tingkat ketersedediaan

tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap daya dukung lahan, R2 yang diperoleh

adalah 0,16 dengan selang kepercayaan 95%, artinya keterkaitan antara variabel daya dukung lahan dan ketersediaan tenaga kerja pertaanian , adalah sebesar 16% sedangkan 84% disebabkan variabel diluar variabel yang diamatai tersebut.

Untuk daya dukung lahan defisit antara 5000-10000 Ha Kecamatan Gebog mempunyai tingkat ketersediaan tenaga kerja pertanian 600.000 HOK. Kecamatan Mejobo surplus 1000.000 HOK, Kecamatan Bae surplus 500.000 HOK, Kecamatan Jati surplus 2.000.000 HOK. Untuk Kecamatan Kota, tenaga kerja pertanian defisit 50.000 HOK. Sedangkan pada kecamatan Jekulo, status tenaga kerja pertanian pada Kecamatan Jekulo yang defisit 600.000 HOK.

Untuk kecamatan Kaliwungu dengan status daya dukung lahannya defisit lebih dari 10000 ha, status tenaga kerja defisit pada musim tanam. Sehingga asumsi status ketersediaan tenaga kerja pertanian yang defisit akan mempengaruhi daya dukung lahan dapat dilihat pada kecamatan ini.

Untuk Kecamatan Undaan, dengan status daya dukung lahan defisit kurang dari 5000 ha, status tenaga kerja pertanian adalah surplus 3.500.000 HOK.

Secara umum dapat dikatakan bahwa Daya dukung lahan yang defisit, juga menyebabkan ketersediaan tenaga kerja yang yang defisit, atau sebaliknya defisit tenaga kerja pertanian akan menyebabkan berkurangnya produksi biohayati sehingga daya dukung lahan meskipun tidak secara linier.

Daya dukung lahan pada kecamatan dengan status daya dukung lahan yang

defisit tetapi dengan ketersediaan tenaga kerja pertanian yang surplus masih dapat

ditingkatkan dengan meningkatkan curahan tenaga kerja pertanian, instensifikasi pertanian, diversifikasi pertanian secara horisontal dengan rotasi tanaman, tanaman tumpangsari serta penggunaan tanaman sela.

(37)

Bila dilihat pada daerah tengah (Kecamatan Gebog, Jekulo, Mejobo, Bae, Kota, dan Jati) dengan topografi menengah pada wilayah ini, umumnya mempunyai pola irigasi tadah hujan serta setengah teknis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas, sehingga dapat dikatakan daya dukung lahan sudah maksimal pada wilayah tersebut dan tidak dapat ditingkatkan dengan penambahan input tenaga kerja pertanian. Pada kondisi demikian, pemilihan komoditas tebu banyak dilakukan mengingat kebutuhan akan air tidak terlalu tinggi serta kebutuhan akan tenaga kerja pertanian juga tidak terlalu banyak, sehingga lahan tetap dapat diusahakan. Artinya ketersediaan tenaga kerja pertanian memang tidak terserap oleh lahan.

Berbeda dengan daerah Utara (Kecamatan Dawe), dengan kondisi topografi yang beragam, dan komoditas yang beragam pula, maka ketersediaan tenaga kerja akan meningkatkan daya dukung lahan di wilayah tersebut.

Untuk daerah utara (Kecamatan Undaan), dengan pola irigasi teknis, dan jenis tanah aluvial yangs sesuai untuk tanaman padi, ketersediaan tenaga kerja, ternyata tidak mempengaruhi status daya dukung lahan. Komoditas tanaman yang diusahakan relatif sedikit dibandingkan kecamatan lain, sehingga daya dukung lahan defisit.

Dari ulasan sebelumnya dapat disimpulkan hubungan antara daya dukung lahan dengan tenaga kerja pertanian, dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung ketersediaan tenaga kerja pertanian meningkatkan daya dukung lahan. Dari hasil penelitian hubungan ini tidak linier, artinya ada kemungkinan variabel pengamatan lain yang belum diamati dalam penelitian yang berperan dalam menjelaskan hubungan antara status daya dukung lahan dan tenaga kerja pertanian. Hal ini menjadi bahan penelitian yang menarik untuk melihat fakror-faktor yang mempengaruhi daya dukung lahan selain tenaga kerja pada penelitian-penelitian selanjutnya mengenai daya dukung lahan berdasarkan produksi biohayati.

6.3. Basis Ekonomi

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis dipergunakan metode LQ (Location Quetional). Konsep basis ekonomi teruatama dipengaruhi oleh pemilikan masa depan terhadap pembangunan daerah. Teori basis ekonomi beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya

(38)

dapat meningkat melalui permintaan terhadap output yang diproduksi oleh sektor basis (ekspor) dan sektor non basis (lokal). Permintaan terhadap produksi sektor lokal hanya dapat meningkat bila pendapatan lokal meningkat. Tetapi peningkatan pendapatan ini hanya terjadi bila sektor basis (ekspor) meningkat. Oleh karena itu menurut teori basis ekonomi, ekspor daerah merupakan faktor penentu dalam pembangunan ekonomi.

Locational Quetional dihitung berdasarkan PDRB sektor di kecamatan dan

dibandingkan dengan PDRB sektor tersebut di tingkat kabupaten. Apabila nilai LQ > 1, maka dapat dikatakan sektor tersebut merupakan sektor basis di kecamatan tersebut.

Dari hasil perhitungan LQ dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Kudus tahun 2008 di 9 sektor, dapat diketahui bahwa Kecamatan Undaan, Mejobo, Jekulo, Gebog dan Dawe merupakan wilayah basis pertanian. Dimana nilai LQ >1. Selengkapnya dapat dilihat di Lampiran. Gambar 34 memperlihatkan sektor-sektor basis masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus secara ruang. Pada daerah pengamatan, sektor basis pertanian terdapat didaerah Utara (Kecamatan Gebog, Dawe), daerah tengah (Kecamatan Jekulo, Mejobo) serta daerah selatan (Kecamatan Undaan). Bila diamati kondisi topografi di Kabupaten Kudus, dapat dibagi menjadi 3 daerah utara dengan ketinggian diatas 150 m dpl, daerah tengah dengan ketinggian diatas 100 m dpl dan daerah selatan dibawah ketinggian 50 m dpl (Kudus Dalam Angka, 2009). Pusat pelayanan di Kecamatan Kota (daerah tengah) menarik wilayah-wilayah sekitarnya untuk menjadi wilayah-wilayah pusat-pusat pelayanan pula, sektor industri pengolahan lebih mudah berkembang di kecamatan sekitar Kecamatan Kota. Seperti Kecamatan Jati, Bae, serta Kecamatan Kaliwungu. Pengembangan kecamatan kota sebagai pusat pelayanan dan permukiman, akan mengambil wilayah di sekitar kecamatan kota. Dari Tabel 11 di lampiran 1 dapat diketahui bahwa kecamatan dengan sektor basis industri pengolahan adalah Kecamatan Kota, Kaliwungu, Jekulo, Bae dan Gebog. Hanya Kecamatan Gebog yang terletak di kudus bagian utara, sedangkan kecamatan lainnya terdapat di Kudus bagian tengah. Daerah basis pertanian berkembang karena kondisi topografi yang sesuai, dan secara ekonomi

(39)

berperan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Daerah pertanian yang berbatasan langsung dengan pusat industri dan pemukiman mempunyai beberapa konsekuensi. Konsekuensi pertama adalah meningkatnya nilai lahan menyebabkan alihfungsi lahan terus terjadi, sehingga dikhawatirkan lahan untuk pertanian terus menurun. Konsekuensi kedua adalah meningkatnya ekonomi di wilayah tersebut juga akan meningkatkan daya beli masyarakat serta meningkatkan harga komoditas pertanian, dan akan meningkatkan pendapatan sektor pertanian di wilayah tersebut. Pengembangan wilayah yang baik akan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi tersebut sehingga dapat meminimalkan pengaruh dari berkurangnya lahan pertanian dengan meningkatkan nilai tambah bagi sektor pertanian, sehingga secara umum dapat meningkatkan pendapatan wilayah.

Daerah utara, secara topografis, memang sesuai untuk daerah pertanian lahan kering, sehingga Kecamatan Dawe dan Gebog merupakan daerah basis tanaman lahan kering termasuk tanaman tebu. Sementara itu daerah tengah, (Kecamatan Kaliwungu, Mejobo dan Jekulo) merupakan daerah dengan irigasi setengah teknis, dan banyak diusahakan untuk tanaman padi pada saat ketersediaan air memenuhi, serta tanaman tebu. Sementara itu Kecamatan Undaan (daerah selatan) dengan kondisi topografi landai, dan berpengairan teknis, merupakan daerah pertanian dengan komoditas utama beras.

Kelima kecamatan tersebut merupakan basis sektor pertanian yang mampu mengekspor hasil sumberdaya pertanian ke kecamatan lainnya. Bila dilihat dari kelima kecamatan tersebut, yang terjadi adalah Kecamatan Jekulo, dengan pertanian sebagai sektor basis tetapi tenaga kerja pertanian di kecamatan ini dalam tahun 2008 secara akumulatif mengalami defisit. Dilihat dari sektor basis lainnya di Kecamatan Jekulo terlihat bahwa sektor penggalian, industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air bersih juga merupakan sektor basis di kecamatan ini. Sektor industri pengolahan yang memberikan kepastian pendapatan, dengan jumlah jam kerja pertahun yang jelas, berhasil menarik tenaga kerja yang mempunyai pendidikan lebih baik, untuk masuk di sektor Industri Pengolahan. Sehingga meskipun lahan pertanian

(40)

relatif tersedia, tetapi tenaga kerja pertanian secara akumulatif mengalami kekurangan/defisit.

Gambar 42 Peta Locational Quotien dan Shift Share Analisys Kabupaten Kudus Tahun 2008.

Kecamatan Kota, karena lahan pertanian memang kecil dan di kecamatan ini pertanian merupakan sektor non basis maka wajar jika kekurangan tenaga kerja pertanian secara akumulatif selama setahun terjadi. Pilihan pekerjaan yang lebih banyak, serta minat masyarakat yang rendah di sektor ini menyebabkan tenaga kerja pertanian harus didatangkan dari kecamatan lain. Pemakaian traktor tangan, mesin perontok serta operatornya memang didatangkan dari kecamatan lainnya.

6.4. SSA (Shift Share Analysis)

SSA merupakan teknik untuk menganalisis perubahan dalam struktur ekonomi dalam dua titik waktu. SSA dapat melihat sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan tumbuh lebih cepat dari rata-rata wilayah. Dari hasil perhitungan data PDRB per sektor tahun 2004 dan tahun 2008, dapat diketahui bahwa sektor pertanian mengalami pertumbuhan secara aktual di Kecamatan Mejobo. Hal ini dapat dilihat

(41)

dari nilai differential shift nya yang positif. Nilai differential shift yaitu nilai yang menggambarkan perbedaan antara pertumbuhan sektor pertanian di Kecamatan Mejobo, dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pertanian Kabupaten Kudus. Dari nilai LQ diketahui bahwa sektor basis pertanian berada di Kecamatan Jekulo, Mejobo, Dawe, Gebog dan Undaan, tetapi ternyata dalam rentang tahun antara 2004 dan 2008, yang menunjukkan keunggulan kompetitif hanya di Kecamatan Mejobo. Meskipun 4 kecamatan lain juga menunjukkan pertumbuhan yang positif dari PDRB sektor pertanian, namun nilai differential shiftnya negatif sehingga petumbuhan tidak disebabkan oleh kondisi internal di kecamatan tersebut tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRB kabupaten sektor pertanian. Perhitungan SSA di masing-masing kecamatan dapat dilihat selengkapnya di tabel 12 lampiran 2.

6.5. Tingkat Perkembangan Wilayah

Untuk melihat tingkat perkembangan wilayah dipergunakan skalogram. Dari data podes Kabupaten Kudus 2008 dihitung Indeks Pembangunan Desa yang menggambarkan jumlah dan jenis fasilitas umum dan industri. Semakin tinggi nilai IPD maka desa tersebut berhierarki lebih tinggi. Wilayah dengan hierarki lebih tinggi

(42)

Gambar 44 Hierarki Wilayah Desa Kabupaten Kudus Tahun 2008.

dapat dikatakan merupakan wilayah yang lebih maju, lebih berkembang infrastruktur serta sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut di banding wilayah lainnya. Disamping Indeks pembangunan Desa, juga dihitung Indeks Pembangunan Kecamatan. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa wilayah dengan Hierarki I adalah Kecamatan Kota. Hierarki II adalah Kecamatan Bae dan Jati, sedangkan kecamatan dengan Hierarki III adalah Dawe, Gebog, Jekulo, Kaliwungu, Mejobo dan Undaan.

Dari Gambar 35 dan 36 dapat diketahui, Kecamatan Kota yang merupakan Kecamatan dengan Hierarki I. Dalam teori lokasi hierarki yang lebih tinggi merupakan lokasi pusat dalam melayani wilayah yang berhierarki lebih rendah. Sarana dan prasarana yang ada di hierarki I ini lebih baik dan merupakan pusat dalam aktifitas ekonomi di wilayah pengamatanUntuk mencapai tingkat perkembangan yang tinggi seringkali suatu wilayah memacu pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana dengan tujuan meningkatkan perekonomian dan meningkatkan PDRB serta

(43)

pendapatan daerah. Seringkali pembangunan ini tidak mempertimbangkan daya dukung wilayah tersebut, dan pada akhirnya pembangunan menjadi tidak berkelanjutan.

Hubungan mengenai tingkat perkembangan wilayah dengan status ketersediaan tenaga kerja pertanian dan status daya dukung lahan terhadap pendapatan sektor pertanian serta pengembangan wilayah akan dibahas pada bab selanjutnya.

Gambar

Gambar  10  Banyaknya curah hujan dirinci perbulan di Kabupaten Kudus  tahun 2004-2008 (mm)
Gambar 11 Penggunaan Lahan Kabupaten  Kudus tahun 2009/2010.
Gambar 15 Perkembangan Laju Pertumbuhan  PDRB dari tahun 2004-2008, diolah dari   Kudus Dalam Angka 2008
Gambar 19 Tenaga Kerja Kec. Jekulo Tahun 2008, diolah dari Kudus Dalam Angka 2009.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Rega :Pengoptimalan kegiatan kepanduan ini bikin pihak – pihak yang terkait dalam proses keluar masuknya kapal di area dock PT Janata Marina Indah jadi

Penulisan karya akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknologi Informasi pada Program Studi Magister Teknologi

Berdasarkan nilai variabel amplitudo, frekuensi sudut, pergeseran horizontal dan pergeseran vertikal yang diperoleh maka hasil ekeperimen dengan Cassy-E 524000 bermassa

(4) Dalam hal rancangan APBDesa tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah ditetapkan, Sisa Dana Desa tersebut dapat digunakan mendahului penetapan

Khusus untuk Form Gudang Bawah, apakah filter sudah sesuai dengan kebutuhan dan jika dimasukkan input, apakah data dapat ditampilkan sesuai dengan kondisi yang telah

Isolasi dilakukan dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etanol yang dilanjutkan dengan ekstraksi secara partisi dengan berbagai tingkat kepolaran pelarut

Sterilisasi secara mekanik ( filtrasi) dikerjakan dalam suhu ruangan dan menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) sehingga mikroba

penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan