• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya, sistem hukum itu ada hubungannya timbal balik dengan lingkungannya, sehingga bersifat terbuka, berubah dan mudah diserang, tetapi karena struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan.1

Pada awalnya, Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yakni Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Psal 56 berikut segala perubahaannya, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, kemudian diikuti dengan keluarnya Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahannya terakhir dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007, maka segala ketentuan yang mengenai ketentuan mengenai Perseroan Terbatas dalam KUHD, UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana disebutkan di atas dinyatakan tidak berlaku lagi dan telah dicabut, sebagaimana yang disebutkan dalam Ketentuan Penutup Pasal 160 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.

       

1

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 2001), hal. 22.

(2)

Pengertian Perseroan Terbatas (naamloze vennootschap), menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah:

“badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Badan Hukum adalah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian.2

Perseroan Terbatas sebagai himpunan modal (capital asssosiaties) memerlukan peratuRan yang lengkap dan sangat kompleks, maka dengan memiliki hukum perseroan yang memadai dapat menjawab tantangan itu.3 Perseroan Terbatas lahir dari suatu proses hukum secara mutlak, perseroan harus berdasarkan Keputusan Pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak dan Hak asasi Manusia, sehingga perseroan yang didirikan mendapatkan pengesahan dari Menteri sebagai status badan hukum yang sah. Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan :

       

2

Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-sendi Hukum Perdata, (Jakarta : Rajawali, 1953), hal. 51.

3

H. Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan (Dilengkapi dengan Undang-Undang

Perseroan Terbatas dan Penjelasannya), (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

(3)

“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.”

Kedudukannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasar Akta pendirian yang dibuat dengan akta otentik dihadapan Notaris yang didalamnya terdapat anggaran dasar (AD) Perseroan, bila anggaran dasar (AD) tersebut telah mendapat pengesahan oleh Menteri maka Perseroan yang didirikan menjadi subjek hukum korporasi.

Dengan status Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau Direksi, terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah “separate legal personality” yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri.4

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

“Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan Dewan Komisaris.”

Direksi merupakan satu-satunya organ dalam perseroan yang melaksanakan fungsi perseroan.5 Direksi merupakan organ yang bertindak untuk melakukan pengurusan dan pengawasan suatu perseroan yang berkewajiban untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu perseroan termasuk pengurusan sehari-hari, sehingga Direksi

       

4

I. G. Rai Widjaja, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha

Hukum Perusahaan, (Bekasi: Megapoin, 2006), hal. 131.

5

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 21.

(4)

harus diberikan kewenangan-kewenangan yang mendukung untuk tercapainya hasil yang ingin dicapai dalam Perseroan, dan juga diembankan tanggung jawab selaku wakil dan salah satu pengurus Perseroan.

Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.6 Tugas dan fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan “pengurusan’ Perseroan. Jadi, Perseroan diurus, dikelola dan dimanage oleh Direksi.7

Direksi ini bertindak untuk dan atas nama Perseroan, sehingga bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan sebagai wakil dari Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar (AD).

Berdasarkan Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi sebagai pengurus perseroan bukan hanya sekedar pelaksana dari peseroan sebagaimana yang dimuat dalam RUPS, namun juga mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh terhadap perseroan.

Sebagai salah satu organ perseroan seperti layaknya manusia yang mempunyai kedudukan, kewenangan dan kapasitas yang telah ditentukan dalam anggaran dasar (AD) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam menjalankan tugas sebagai perwakilan Perseroan dan tugas        

6

Munir Fuady (Munir Fuady I), Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 52.

7

(5)

pengurusan, Direksi Perseroan harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan cara-cara yang baik, layak dan beritikad baik dan penuh tanggung jawab.

Manusia yang pada hakekatnya merupakan subjek dan objek pembangunan guna terwujudnya cita-cita masyarakat adil dan makmur tentu saja mempunyai tugas, peran dan tanggung jawab yang besar guna perwujudan cita-cita termaksud. Karena pada akhirnya, manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, orang lain dan akhirnya pada lingkungannya demi kebaikan dan kepentingan bersama.8

Walau tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan Direksi dalam suatu perseroan, yang jelas, Direksi merupakan badan perseroan yang paling tinggi, karena Direksi berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk dan atas nama perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan) dan bertanggung jawab atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan.9

Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku, sejauh merupakan hukum memaksa (madatary law, dwingend recht) wajib dilakukan oleh Direksi. Dalam hal ini, pihak Direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut:

1. Tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan. 2. Melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan.

       

8

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Semarang : Mandar Maju, 2000), hal. 101.

9

(6)

3. Melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan oleh perundang-undangan.10

Ketika kesalahan atau kelalaian itu datang, maka resiko harus dapat dipertanggungjawabkan. Setiap orang yang hidup pasti akan mengalami dan akan menghadapi risiko atas hidupnya sendiri, hal ini diakibatkan ketidaktahuannya mengenai peristiwa yang akan ia alami secara pasti. Sehingga, manusia itu harus dapat mempertanggungjawabkan dan mencari jalan keluar atas kejadian yang mengakibatkan resiko yang terjadi atas hidupnya sendiri atau atas perbuatan yang telah dilakukan.

Menurut L. Athearn, risiko merupakan aspek utama dari kehidupan pada umumnya dan merupakan faktor utama yang penting dalam asuransi. Sebab risiko itu merupakan kemunginan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan, yakni ketidakpastian suatu peristiwa yang tidak diinginkan.11

Tanggung jawab pribadi Direksi adalah keadaan dimana Direksi tidak melakukan fiduciary duty dalam kepemimpinannya sehingga merugikan perseroan dan pemegang saham, dan dalam hal ini ukuran saham tidak lagi menjadi patokan batasan nilai tanggung jawab tersebut, sehingga harta-harta milik pribadi Direksi dapat juga terikut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.12 Dipandang

       

10

Munir Fuady (Munir Fuady II), Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 60.

11

Sri Rejeki Hartono (1), Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika, 1997), hal. 60.

12

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 143.

(7)

secara sekilas hukum perseroan mengisyaratkan bahwa Direksi harus mengelola perseroan dengan kehati-hatian (care) yang semestinya sebagaimana halnya para pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian.13

Keberadaan Direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya tidak mungkin ada Direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan Direksi bagi perseroan terbatas sangat penting.14

Berkenaan dengan masalah penerapan kewajiban berhati-hati (duty of care) dalam pelaksanaan pengurusan Perseroan, perlu dikemukakan prinsip yang berlaku umum, yang disebut dengan “risiko pertimbangan bisnis” (business judgement

risk).15 Maksudnya, bila Direksi benar-benar jujur dan memiliki itikad baik dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan Perseroan, dan dapat membuktikannya maka Direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan tersebut. Hal ini berhubungan dengan prinsip Corporate Opportunity dalam Hukum Perseroan Terbatas yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) yang menyatakan:

“Pengurusan sebagimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.”

Dan Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

       

13

Bismar Nasution, “Pertanggungjawaban Direksi,” http://bismar.wordpress.com/2009/12/23, diakses tanggal 20 Pebruari 2011.

14

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004), hal. 131. 

15

(8)

“Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:

a. terjadi perkara di Pengadilan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan

dengan Perseroan.”

Direksi dapat digugat secara pribadi ke pengadilan negeri jika perseroan mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannnya, misalnya dalam hal terjadinya suatu kepailitan perseroan yang diakibatkan oleh kesalahan dan kelalaian Direksi, pertanggungjawaban Direksi terjadi secara tanggung renteng atas kerugian dan kepailitan perseroan bila harta kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut.

Corporate Opportunity merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa

seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan

(opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh

mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya.16

Transaksi kesempatan perseroan (Corporate Opportunity) mengajarkan bahwa bahwa akibat dari adanya fiduciary duty dari Direksi, maka Direksi haruslah        

16

Munir Fuady (Munir Fuady III), Doktrin-Doktrin Modern dalam Coporate Law dan

(9)

terlebih dahulu mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi. Dengan demikian, jika perusahaan mempunyai kesempatan (opportunity) untuk melakukan suatu transakasi yang sama dengan pihak ketiga sementara pihak Direksi juga ingin melakukan transaksi yang sama dengan pihak ketiga, maka pihak Direksi perusahaan harus mengutamakan kepentingan perseroan terlebih dahulu dengan mempersilahkan perusahaan untuk melakukan transaksi tersebut, dan Direksi harus mengalah untuk itu. Dengan kepentingan perseroan (sehingga harus lebih diutamakan) oleh Direksi dimaksudkan adalah setiap hak (right), kekayaan (property), kepentingan (interest), dan pengharapan (expectancy) yang dimiliki oleh perseroan atau yang menurut prinsip keadilan seharusnya kepunyaan perseroan.17

Pelanggaran terhadap Corporate Opportunity Doctrine mengakibatkan perseroan memperoleh ganti rugi seimbang dengan kehilangan keuntungan yang diharapkan seandainya perseroan memperoleh peluang bisnis tersebut.18

Dengan adanya pengaturan prinsip oportunitas perusahaan ini (Corporate

Opportunity), seorang Direksi harus dapat menunjukan kepengurusan dan

pelaksanaan kegiatan usaha dengan itikad baik dan tindak kehati-hatian dalam menjalankan perseroan, namun tidak memberikan kejelasan sejauh mana penerapan prinsip tindakan itu dibenarkan atau dikatakan sebagai itikad baik dan telah hati-hati dalam menjalankan perseroan yang dipegang oleh Direksi Perseroan? Dan bagaimana

       

17

Ibid, hal. 63. 18

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2009), hal.157.

(10)

tindakan oportunitas perusahaan yang dilarang oleh hukum sesuai dengan tinjauan aturan hukum yang telah dibentuk oleh pemerintah?

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka untuk dapat lebih mengetahui tanggung jawab Direksi , maka perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membuat penelitian yang berjudul “WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, perumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi Dalam Mengelola Perseroan Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas?

2. Bagaimana Batasan-Batasan prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

3. Bagaimana Pembuktian Corporate Opportunity Terhadap Direksi Perseroan Yang Ditinjau Dari Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

(11)

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip Corporate Opportunity terhadap Direksi dalam mengelola perseroan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui bagaimana batasan-batasan prinsip Corporate Opportunity yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3. Untuk mengetahui bagaimana pembuktian Corporate Opportunity terhadap Direksi perseroan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tesis ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang didasarkan pada tujuan penelitian. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum dan juga masukan bagi penyempurnaan pranata hukum khususnya dalam lapangan hukum perusahaaan dan hukum bisnis yang berlaku di Indonesia yaitu mengenai Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi dalam suatu perusahaan. 

(12)

Diharapkan dapat memberikan masukan kepada para penegak hukum dan pembuat peraturan perundang–undangan untuk menyempurnakan kembali peraturan-peraturan di bidang hukum perusahaan, agar tercipta suatu unifikasi hukum di dalam masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, ternyata penelitian tentang “Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul diatas sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipetanggungjawabkan. Ada beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan prinsip hukum perusahaan yang dibahas yang pernah dilakukan, antara lain:

1. T. Suhaimi, NIM : 077005060, mahasiswa Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul,“ Penentuan Kategori

Mala Inse dan Mala in Prohibita dalam ketentuan Undang-Undang Nomomr 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” dengan perumusan masalah yang dibahas:

1. Bagaimana ketentuan fiduciary duty dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

(13)

2. Bagaimana pengaturan pengelolaan perseroan dan Business Judgement Rule dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana penentuan standar kaeori Mala Inse dan Mala In Prohibita bagi

tindakan Direksi dalam pengelolaan perseroann menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

2. Rudi Dogar Harahap, NIM : 067005078, mahasiswa Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Penerapan Business

Judgement Rule dalam pertanggungjawaban Direksi Bank yang berbadan hukum

Perseroan Terbatas”, dengan perumusan masalah yang dibahas:

1. Bagaimana pengelolaan Bank dikaitkan dengan manajemen risiko?

2. Bagaimana batasan Businesss Judgement Rule dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh Direksi?

3. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Business Judgement Rule dalam pertanggungjawaban direktur bank Direktur Terbatas?

Jika diperbandingkan dengan penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan demikian, maka penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

(14)

Kata teori pada dasarnya banyak digunakan, sebanyak seperti dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya menurut kamus Concise Oxford Dictionary sebagai suatu indikator dari makna sehari-hari, anggapan yang menjelaskan tentang suatu, khususnya yang berdasarkan pada prinsip-prinsip independen suatu fenomena dan lain – lain yang perlu dijelaskan. Bagi semua ahli, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.19

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran/butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, Pemegangan teoristis.20 Seiring dengan perkembangan masyarakat pada umumnya, peraturan hukum juga mengalami perkembangan kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pasca metodelogi, aktivitas penelitian dan imajinasi penelitian.21

Dalam pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota Direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.22

       

19

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan

Membuka Kembali, (Bandung : Refika Aditama, 2007), hal. 23.

20

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 27. 21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2005), hal. 6.

22

Bismar Nasution, “Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perusahaan”, http://bismar.wordpress.com/2009/12/23 /, diakses tanggal 17 Februari 2011.

(15)

Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui “wakilnya”. Untuk itu ada yang disebut “agent” yaitu orang yang mewakili Perseroan serta bertinndak untuk dan atas nama Perseroan. Karena itu perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek hukum yang mandiri. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau naturalijke persoon, dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.23

Allots memandang bahwa hukum sebagai sistem merupakan proses komunikasi, oleh karena itu hukum menjadi subjek bagi persoalan yang sama dalam memindahkan dan menerima pesan, seperti sistem komunikasi yang lain. Ciri yang membedakan hukum adalah keberadaan sebagai fungsi yang otonom dan membedakan kelompok sosial atau masyarakat politis. Ini dihasilkan/dikenakan oleh mereka yang mempunyai kompetensi dan kekuasaan yang sah itu. Suatu sistem hukum tidak hanya terdiri dari norma-norma tetapi juga lembaga-lembaga termasuk fasilitas dan proses. 24

Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah teori organ yakni teori yang lahir sebagai reaksi terhadap teori fiksi yang dikemukakan oleh Otto Von Gierke. Pada pokoknya teori ini mengemukakan bahwa badan hukum merupakan suatu badan yang membentuk suatu kehendaknya melalui perantaraan        

23

Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 50. 24

(16)

alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya, seperti manusia melakukan segala perbuatannya dengan organ-organ tubuhnya. Menurut teori ini, badan hukum benar-benar ada, berfungsi sama seperti manusia, dan perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan badan hukum itu sendiri. Tujuan badan hukum adalah tujuan yang kolektif, terlepas dari tujuan individu-individu yang menjadi organ-organnya.25

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum namun tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan sendirinya tanpa organ-organ perseroan yang bertindak untuk dan atas nama perseroan dan tanggung jawab badan hukum. Perseroan ini memiliki organ – organ selayaknya manusia untuk melakukan tujuan pendiriannya, sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha ynag ingin dicapai oleh Perseroan. Organ – organ Perseroan mencakup 3 (tiga) bagian, yaitu:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/ atau anggaran dasar.

2. Direksi

       

25

Hardijan Rusli, Badan Hukum dan Bentuk Perusahaan di Indonesia, (Jakarta : Huperindo, 1989), hal. 7.

(17)

Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi adalah organ perseroan yang berwewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

3. Dewan Komisaris

Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi.

Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat.25

Doktrin fiduciary duty berasal dari sistem hukum Common Law yang berasal dari Inggris dan hingga kin mempengaruhi sistem hukum negara-negara bekas jajahannya dan juga dianut di Amerika Serikat. Karena hubungan hukum antara perseroan dan Direksi didasarkan pada doktrin fiduciary duty, maka berdasarkan doktrin ini Direksi dalam menjalankan kepengurusan mempunyai duty of care dan

duty of loyalty terhadap perseroan.26

       

25

Bismar Nasution, Op. Cit, diakses tanggal 17 Februari 2011. 26

(18)

Perseroan Terbatas sebagai salah satu subjek hukum (recht person) memiliki status, kedudukan,dan kewenangan yang dipersamakan dengan subjek hukum lainnya seperti manusia yang memiliki maksud dan tujuan dalam proses pendiriannya namun tidak dapat bertindak secara sendiri. Keberadaan Perseroan Terbatas sebagai status badan hukum diperoleh ketika Perseroan Terbatas tersebut telah memperoleh pengesahan dan pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban serta harta kekayaan sendiri bagi Perseroan tersebut, terpisah dari hak, kewajiban, dan harta kekayaan para pendiri Perseroan Terbatas, para pemegang saham dan para pengurus Perseroan Terbatas.

Hak dan kewajiban tiap anggota badan hukum ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang menjadikan badan hukum atau perkumpulan tersebut didirikan atau diakui, menurut akta pendirian sendiri, perjanjian sendiri, atau peraturan perundang-undangan. Para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian perkumpulannya. Semua hutang perkumpulan itu hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan.27

Dengan kata lain pertanggungjawaban tersebut adalah pertanggungjawaban terbatas atau tanggung jawab terbatas berkaitan dengan tindakan pengurus, pemegang saham maupun perseroan terbatas itu sendiri. Jadi makna terbatas itu sekaligus mengandung arti keterbatasan, baik dari sudut perseroan terbatas, penanam modal maupun pengurus perseroan terbatas. Oleh karena itulah tanggung jawab terbatas        

27

Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris

(19)

mengandung arti penting sebagai umpan pendorong agar orang bersedia ikut serta menanamkan modal. Jadi dengan pertanggungjawaban terbatas itu sudah dapat diramalkan seberapa besar maksimal resiko kerugian yang mungkin diderita.28

Dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa:

“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”

Perseroan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) merupakan suatu sistem keberadaan organ-organ Perseroan yang melakukan kegiatan usaha. Keberadaan organ-organ Perseroan ini memiliki fungsi dan kedudukan yang telah ditentukan, serta memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilakasanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Sehingga, wewenang dan tanggung jawab organ-organ Perseroan, Direksi dapat dibenarkan atau dipersalahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Teori Business Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para Direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu

       

28

Prasetya Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas dan Pertanggungjawaban

(20)

keputusan bisnis, artinya tidak terdapat kepentingan pribadi yang dilakukan oleh Direksi dalam menjalankan perusahaan.

Menurut Plato, keadilan adalah:

“apabila seorang itu menjalankan pekerjaannya dalam hidup ini sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.”

Setiap anggota masyarakat mempunyai tugas-tugasnya sendiri yang khusus dan hendaknya membatasi pekerjaannya kepada pelaksanaan dari tugas-tugas tersebut.29

Dalam mengurus Perseroan, anggota Direksi tidak boleh “sembrono” (carelessly) dan lalai (negligence). Apabila ia sembrono dan lalai melaksanakan kepengurusan, menurut hukum ia telah melanggar kewajiban berjhati-hati (duty care) atau bertentangan dengan “prudential duty”. Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota Direksi dalam menjalankan Perseroan, dia dianggap bersalah melanggar kewajiban mesti melaksanakan pengurusan penuh dengan tanggung jawab. Tiada maaf bagi seseorang yang menduduki jabatan anggota Direksi dengan gaji dan tunjangan yang cukup besar, tetapi tidak hati-hati melaksanakan pengurusan Perseroan.30

Dalam praktek agak sulit untuk membedakan mana suatu perbuatan yang benar-benar dilakukan dengan itikad baik dan makna perbuatan yang memang sudah sewajarnya dalam menjalankan tugas yang diembannya, Pada umumnya, setelah

       

29

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 256. 30

(21)

terjadi perseroan menderita kerugian yang merupakan suatu akibat, barulah dapat diketahui baik atau buruknya perbuatan seseorang.31

Berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata, Direksi (artinya semua anggota Direksi) secara pribadi dapat ikut dipertanggungjawabkan atas kerugian yang diderita pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan.32

2. Kerangka Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut operational definition.33

Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur pokok yang penting dalam suatu penelitian hukum, sehingga untuk menghindari terjadinya salah pengertian atau salah tafsir dan pemahaman yang berbeda mengenai tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. Pentingnya defenisi konsepsional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian dan penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.34

Maka perlu diuraikan beberapa konsep yang menjadi pemegangan dalam proses penelitian, yakni :

       

31

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Djambatan, 2007), hal. 86. 32

Ningrum Natasya Sirait, Modul Hukum Perusahaan I, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 12.

33

Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3. 34

(22)

1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.35

2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang saham, Direksi, dan Komisaris.36

3. Direksi adalah organ perseroan yang berwewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.37

4. Corporate Opportunity adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan (opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya.38

       

35

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

36

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

37

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

38

(23)

G. Metodologi Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian tesis yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap permasalahan ini bersumber pada materi peraturan perundang-undangan, teori-teori, serta konsep yang berhubungan dengan aspek hukum perusahaan . Beranjak dari jenis penelitian tersebut, diharapkan dapat memperoleh suatu prinsip yang jelas dengan memberikan kepastian hukum bagi Direksi, sehingga terjadi hubungan yang seimbang dalam wewenang dan tanggung jawab Direksi tersebut.

Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analistis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.39 Analistis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.40

2. Sumber Data Penelitian

       

39

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 1997), hal. 35.

40

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal. 101.

(24)

Dalam penelitian ini, bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah menggunakan data sekunder, antara lain;

b. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak – pihak yang berkepentingan, yaitu berupa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,, serta peraturan lainnya yang ada kaitannya dengan materi yang akan dibahas dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu buku-buku ilmu hukum, tesis, disertasi, jurnal hukum, laporan hukum, makalah dan media cetak atau elektronik.

d. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu kamus umum, kamus hukum, majalah, internet, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang berkaitan dengan tesis ini guna melengkapi data.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini,

(25)

penelitian kepustakaan bertujuan untuk menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diteliti. Dan penelitian dengan pendekatan konseptual perundang–undangan (conceptual approach), serta pendekatan kasus hukum (case law approach) yaitu dengan mempelajari dan menelaah bahan pustaka, aturan perundang-undangan mengenai perusahaan khususnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan kasus-kasus yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen, yaitu dengan mempelajari serta menganalisa bahan pustaka (data sekunder).

5. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif, yaitu melakukan analisis terhadap peraturan–peraturan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dengan cara :

a. menginterprestasikan semua peraturan perundang–undangan yang sesuai dengan masalah yang dibahas;

b. menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas;

(26)

c. mengevaluasi perundang–undangan yang berhubungan masalah yang dibahas dalam tesis ini.

Sehingga pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yakni dari yang bersifat umum ke khusus, serta dapat dipresentasikan dalam bentuk deskriptif.

Referensi

Dokumen terkait

2. Pada contoh tanah yaitu Nematoda jenis Nematoda A, Nematoda C, Nematoda D, Nematoda E, Nematoda I, Nematoda K. Pada contoh akar dan tanah nematoda yang ditemukan yaitu Nematoda H,

Elektroforesis merupakan salah satu metode eksperimen yang telah diterapkan dalam penelitian ini untuk mengkarakterisasi muatan nanopartikel silika (SiO 2 ) dengan mengamati

Artikel ini merupakan bagian dari Penelitian Tindakan Kelas. Penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kemampuan guru dalam mengenalkan kosakata bahasa Inggris

Cilacap 15030122010749 595 EKO WIDIHARTONO SMP KRISTEN GANDRUNGMANGU Pendidikan Jasmani dan Kesehatan PENJAS.02 MENGULANG KE-1 URAIAN 90 Kab.. Gunung Kidul 15040322010431 369

Adapun ketentuan besarnya dana tabarru’ didasarkan atas tabel penentuan iuran tabarru takaful dana investasi setelah dikurangi biaya pengelolaan (loading),

caesaria. Penelitian pada tahun 2001, persalinan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan sebanyak 290 kasus dengan 69 kasus tindakan sectio caesaria. Sedangkan di Rumah Sakit

Terdapat 2 IPR (Ijin Pertambangan Rakyat), yaitu milik Darso, dan Klp.Sengon dengan bahan galian batu putih dan jenis hasil produksi berupa batu andesit dan

kekurangannya.pendapatan dari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan proyek atau pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini peningkatan tarif atau juga