• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN AGRESIVITAS PADA NARAPIDANA PRIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA AMBARAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN AGRESIVITAS PADA NARAPIDANA PRIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA AMBARAWA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN

AGRESIVITAS PADA NARAPIDANA PRIA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS IIA AMBARAWA

OLEH

NI GUSTI AYU DIANY

80 2014 075

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Gusti Ayu Diany

NIM : 802014075

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN AGRESIVITAS PADA NARAPIDANA PRIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA

AMBARAWA

Yang dibimbing oleh:

Dr. Wahyuni Kristinawati, M. Si Adalah benar-benar hasil karya saya.

Dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 2 Juli 2019 Yang memberi pernyataan,

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN AGRESIVITAS PADA NARAPIDANA PRIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA

AMBARAWA

Oleh

Ni Gusti Ayu Diany TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 2 Juli 2019 Oleh

Pembimbing

Dr. Wahyuni Kristinawati, M. Si

Diketahui oleh Diketahui oleh

Kaprogdi Dekan

Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi Berta Esti Ari Prasetya, S. Psi., MA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(5)

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN

AGRESIVITAS PADA NARAPIDANA PRIA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS IIA AMBARAWA

Ni Gusti Ayu Diany Wahyuni Kristinawati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(6)
(7)

PENDAHULUAN

Agresivitas merupakan fenomena umum yang terjadi di masyarakat. Berkowitz (dalam Dini & Indrijati, 2014) mengungkapkan bahwa tindak kekerasan atau perilaku agresif ini dapat terjadi di seluruh dunia dan di seluruh lapisan masyarakat dengan bentuk yang semakin kompleks dan beragam. Meskipun dapat terjadi di seluruh lapisan masyarakat, remaja merupakan kelompok yang sangat rentan untuk melakukan perilaku agresif. Menurut Lewin (dalam Sarwono, 2007) remaja memiliki resiko yang cukup tinggi untuk melakukan perilaku agresif. Agresivitas bahkan dianggap sebagai tingkah laku normal dan terjadi pada sebagian besar remaja sebagai wujud dari masalah psikologis yang dihadapinya. Mereka menggunakan metode penyelesaian masalah yang kurang tepat dalam mengatasi pergolakan emosinya.

Selama periode tahun 2013–2015, jumlah kejadian kejahatan atau tindak kriminalitas di Indonesia berfluktuasi. Data dalam Biro Pembinaan dan Operasional, Mabes Polri memperlihatkan jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada tahun 2013 sebanyak 342.084 kasus, menurun menjadi sebanyak 325.317 kasus pada tahun 2014 dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 352.936 kasus. Sementara itu, untuk kejadian kejahatan terhadap fisik/badan (kekerasan/violence) selama periode 2011–2015 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Berdasarkan pada data Biro Pembinaan dan Operasional tahun 2013 terjadi 44.990 kasus, pada tahun 2014 meningkat menjadi 46.366 kasus, dan meningkat kembali menjadi 47.128 kasus pada 2015.

Kecenderungan semakin meningkatnya jumlah kejadian perkelahian masal secara total selama periode tahun 2008–2014, tidak sepenuhnya terlihat pada setiap provinsi. Dari tahun 2008 ke 2011 terdapat 25 provinsi yang mengalami peningkatan jumlah dan persentase desa/kelurahan tempat terjadinya perkelahian massal. Sementara dari 2011 ke 2014 provinsi yang mengalami peningkatan dan penurunan jumlah dan persentase desa/kelurahan yang pernah menjadi ajang perkelahian massal, jumlahnya hampir sama.

(8)

Salah satu penyebab tindak kekerasan dan kejahatan didasari oleh perilaku agresif pelakunya. Perilaku agresif merupakan perilaku yang merugikan sehingga banyak masyarakat menolak jika perilaku agresif muncul, karena dapat menyebabkan luka fisik dan psikis pada orang lain, maupun terhadap benda-benda di sekitarnya, seperti perkelahian, perampokan, bahkan pembunuhan. Agresi yang bertujuan melukai orang lain dikategorikan sebagai tindak kriminal yang dapat dikenai hukuman. Pelaku akan dikenakan sanksi bahkan harus menjalani hukuman penjara dengan status individu sebagai narapidana yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis di bidang pemasyarakatan, berperan untuk melakukan pembinaan, membimbing, memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi kesalahannya, serta dapat kembali sebagai manusia yang berguna di tengah masyarakat (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002). Pembinaan mental diberikan dengan harapan dapat mengimbangi perilaku agresif narapidana, melalui usaha peningkatkan kesadaran intelektual, agama, bermasyarakat, hukum, kesadaran berbangsa dan bernegara, dengan memberantas faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban- kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana apabila dilanggar (Harsono, 1995).

Atkinson (1999) menyatakan terdapat tiga dimensi dari perilaku agresif. Dimensi yang pertama yaitu melukai secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang. Dimensi yang kedua yaitu melukai secara verbal, seperti mencaci maki, menghina, berkata kasar dan tabu. Dimensi yang ketiga yaitu merusak harta benda, seperti melempar, menendang, dan menghancurkan benda-benda di sekitar. Meichenbaum (2006) menemukan bahwa remaja laki-laki di Amerika melakukan mayoritas kejahatan dengan rasio prevalensi dengan remaja perempuan sebanyak 3:1 sampai 12:1 tergantung pada jenis pelanggaran kekerasan yang dilaporkan. Selain itu, kemunculan kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja laki-laki empat kali lebih banyak dibandingkan dengan remaja perempuan di Pengadilan Anak-Anak. Remaja laki-laki juga lebih

(9)

3

mungkin untuk mengekspresikan tindakan agresifnya dengan tindakan yang impulsif.

Regulasi emosi mempunyai tujuan untuk meminimalkan dampak negatif dari masalah yang dihadapi dengan cara memonitor dan mengevaluasi pengalaman emosional (Kring, 2010). Menurut Gottman dan Katz (dalam Anggreiny, 2014) regulasi emosi merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku tidak tepat akibat kuatnya intensitas emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi, dapat memusatkan perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Apabila seseorang memiliki kemampuan ketrampilan regulasi emosi yang baik maka reaksi yang akan dikeluarkan pun akan positif, berbeda apabila ketrampilan regulasi emosinya buruk maka reaksi yang keluar pun berupa tindakan yang negatif dan agresif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barret, Gross, Christensen dan Benvenuto (2007) kemampuan meregulasi emosi dapat mengurangi emosi-emosi negatif akibat pengalaman-pengalaman emosional. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chang, Schwartz, dan Dodge (2002) pada anak di Cina, terdapat hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan agresivitas; sebaliknya penelitian oleh Hsieh dan Chen (2017) pada mahasiswa tidak menemukan hubungan antara regulasi emosi dengan agresivitas.

Penelitian Chang dkk. (2002) dan Hsieh dan Chen (2017) di atas belum menemukan konsistensi hasil penelitian dalam hal korelasi antara regulasi emosi dengan agresivitas. Selain itu kelompok subjek kedua penelitian itu juga berbeda, yaitu penelitian Chang dkk. berfokus pada anak, sedangkan penelitian Hsieh dan Chen berfokus pada remaja. Pada kelompok narapidana, penelitian oleh Roberton (2014) menemukan bahwa ada hubungan antara emosi regulasi maladaptif dengan perilaku agresi. Subjek dalam penelitian tersebut adalah 81% pria dengan rata-rata usia 37 tahun. Berbeda dengan Roberton dkk., penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah regulasi emosi terkait dengan perilaku agresi pada narapidana pria usia 18-22 tahun. Berdasarkan dari penelitian sebelumnya tentang agresi

(10)

dalam kajian regulasi emosi pada narapidana pria, maka tulisan ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara regulasi emosi dan agresi, oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Regulasi

Emosi dan Agresivitas pada Narapidana Pria”. Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIA Ambarawa akan menjadi lokasi dalam penelitian ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang serta fenomena yang ada, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: adakah hubungan antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa?.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Bagi ilmuan psikologi, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan rujukan dalam studi agresivitas, terutama pada narapidana pria.

2. Manfaat Praktis

Bagi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa

Pengetahuan ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi yang berkaitan dengan regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Ambarawa.

Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendampingan bagi remaja pria pelaku agresi atau kelompok rentan dalam hal agresivitas.

(11)

5

TINJAUAN PUSTAKA Agresi

Definisi perilaku agresif menurut Buss dan Perry (1992) adalah perilaku atau kecenderungan perilaku yang berniat untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis untuk mengekspresikan perasaan negatifnya sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Ini berarti bahwa jika individu menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut bukan dikategorikan perilaku agresif. Rasa sakit akibat tindakan medis, walaupun dengan sengaja dilakukan bukanlah termasuk perilaku agresif. Sebaliknya, jika niat menyakiti orang lain tapi niat tersebut tidak berhasil, hal ini merupakan perilaku agresif (Dayakisni & Hudaniah, 2009).

Medinus dan Johnson (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) menyatakan bahwa perilaku agresif dapat berupa tingkah laku fisik maupun verbal.Menurut Atkinson (1999), perilaku agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain secara fisik, atau verbal, bahkan merusak harta benda. Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif adalah kondisi lingkungan, kelompok, dan aspek kepribadian (Sarwono, 2002).

Dimensi Agresi

Buss dan Perry (1992) mengatakan lebih lanjut bahwa terdapat empat dimensi agresi yang dapat digunakan untuk melihat perilaku agresif secara umum:

a. Agresi fisik, yaitu kecenderungan individu untuk melakukan serangan secara fisik sebagai ekspresi kemarahan.

b. Agresi verbal, yaitu kecenderungan untuk menyerang orang lain atau memberi stimulus yang merugikan dan menyakitkan orang tersebut secara verbal yaitu melalui kata-kata atau melakukan penolakan.

c. Kemarahan, yaitu representasi emosi atau afektif berupa dorongan fisiologis sebagai tahap persiapan agresi.

d. Permusuhan, yaitu rasa sakit hati dan merasakan ketidakadilan sebagai representasi dari proses berpikir atau kognitif.

Faktor Penyebab Agresi

Menurut Koeswara (1998), faktor penyebab remaja berperilaku agresif bermacam macam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor sosial, faktor lingkungan,

(12)

faktor situasional, faktor hormon, alkohol, obat-obatan (faktor yang berasal dari luar individu) dan sifat kepribadian (faktor yang berasal dari dalam individu).

a. Penyebab Sosial

1) Frustasi. Frustasi yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka timbul perasaan negatif.

2) Provokasi. Provokasi yaitu oleh perilaku agresi profokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agersif untuk meniadakan bahaya yang diisaratkan oleh ancaman tersebut.

3) Melihat model-model agresif. Film dan TV dengan kekerasan dapat menimbulkan agresi pada seorang anak, makin banyak menonton kekerasandalam acara TV makin besar tingkat agresif terhadap orang lain, makin lama durasi menonton,makin kuat hubungannya tersebut. b. Penyebab Lingkungan

1) Polusi Udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresi tetapi tidak selalu demikian tergantung dari berbagai faktor lain.

2) Kesesakan (crowding), meningkatkan kemungkinan untuk perilaku agresif terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi, dan frustasi karenanya.

c. Penyebab Situasional

1) Bangkitan seksual yaitu film porno yang “ringan“ dapat mengurangi tingkat agresif, film porno yang “keras” dapat menambah agresif. 2) Rasa nyeri dapat menimbulkan dorongan agresi yaitu untuk melukai

atau mencelakakan orang lain. Dorongan itu kemudian dapat tertuju kepada sasaran apa saja yang ada.

d. Alkohol dan Obat-obatan

Ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkhohol dan obat-obatan. Subyek yang menerima alkohol dalam takara-takaran yang tinggi menunjukkan taraf agresifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak menerima alkhohol atau menerima alkhohol dalam taraf yang rendah. Alkhohol dapat

(13)

7

melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresifitas juga tinggi.

e.

Sifat Kepribadian

Menurut Baron ( dalam Koeswara, 1988 ) setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Ada beberapa yang memiliki sifat karakteristik yang berorientasi untuk menjauhkan diri dari pelanggaran-pelanggaran.

Dampak Perilaku Agresi

Dampak dari perilaku agresif bisa dilihat dari dampak pelaku dan korban. a. Dampak dari pelaku, misalnya pelaku akan dijauhi dan tidak disenangi

oleh orang lain.

b. Dampak dari korban, misalnya timbul sakit fisik dan psikis serta kerugian akibat perilaku agresif tersebut.

Regulasi Emosi

Regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai, mengatasi, mengelola dan mengungkapkan emosi yang tepat untuk mencapai keseimbangan emosional.Kemampuan yang tinggi dalam mengelola emosi akan meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapi ketegangan dalam kehidupannya (Gross, 1998). Menurut Jackson (2004) regulasi emosi adalah kemampuan untuk mengontrol atau mengatur diri untuk tetap efektif di dalam tekanan yang menerpa, tetap positif memandang masa depan dan bersikap realistis dalam perencanaannya. Respon emosional yang tidak tepat dapat menimbulkan permasalahan yang justru dapat merugikan diri.Individu sering mencoba untuk mengatur respon emosional agar emosi tersebut dapat lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan.Untuk itu diperlukan suatu strategi yang dapat diterapkan untuk menghadapi situasi emosional berupa regulasi emosi yang dapat mengurangi pengalaman emosi negatif maupun tingkah laku maladaptif (Gross, 2006).

Gross dan Thompson (2007) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan berbagai proses dalam mengatur emosi. Proses regulasi emosi dapat bersifat otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan dapat memiliki efek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Regulasi emosi

(14)

dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi sesuai tindakan tujuan individu.Regulasi emosi juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengevaluasi dan mengubah reaksi-reaksi emosional untuk bertingkah laku tertentu yang sesuai dengan situasi yang sedang terjadi.

Sejumlah kecil dari studi empirik telah mengeksplorasi hubungan antara gaya regulasi emosi dan agresivitas. Ditemukan bahwa regulasi emosi maladaptif cenderung dikaitkan dengan peningkatan agresivitas (Cohn, Jakupcak, Seibert, Hildebrandt & Zeichner, 2010; McLaughlin, Hatzenbuehler, Mennin, & Nolen-Hoeksema, 2011; Roll, Koglin, & Petermann, 2012; Tager, baik, & Brammer, 2010; Tull, Jakupcak, Paulson, & Gratz, 2007, dalam Roberton (2014). Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan apakah regulasi emosi adaptif dikaitkan dengan agresi pada orang dewasa, dan apakah keahlian dalam tiga emosi keterampilan-kesadaran emosional, penerimaan emosional, dan akses ke berbagai strategi regulasi emosi berkaitan dengan regulasi emosi adaptif. Hasil menunjukkan bahwa pelaku dengan gaya regulasi emosi maladaptif melaporkan lebih luas sejarah agresi daripada dengan gaya regulasi emosi adaptif.

Ciri-Ciri Regulasi Emosi

Sebagaimana dikutip oleh Anggreiny (2015), Goleman mengemukakan bahwa kemampuan regulasi emosi dapat dilihat dalam enam kecakapan, yakni: kendali diri, yakni mampu mengelola emosi dan impuls yang merusak dengan efektif; memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain; memiliki sikap hati-hati; memiliki adaptibilitas, yakni luwes dalam menangani perubahan dan tantangan; toleransi yang lebih tinggi terhadap frustrasi, dan memiliki pandangan positif terhadap diri dan lingkungan.

Sedangkan menurut Martin (2003), ciri-ciri dari individu yang memiliki regulasi emosi adalah:

1) Bertanggung jawab secara pribadi atas perasaan dan kebahagiaannya. 2) Mampu mengubah emosi negatif menjadi proses belajar dan kesempatan

untuk berkembang.

3) Lebih peka terhadap perasaan orang lain. 4) Melakukan introspeksi dan relaksasi.

(15)

9

6) Tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah.

Aspek-aspek Regulasi Emosi

Menurut Gratz dan Roemer (2004) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu :

a. Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

b. Strategies to emotion regulation(strategies) ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.

c. Engaging in goal directed behavior(goals) ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik.

d. Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.

Strategi Regulasi Emosi

Menurut Gross dan Thompson (2006) strategi regulasi emosi merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan seseorang ketika menghadapi situasi yang emosional. Strategi regulasi emosi dapat dilakukan dengan menilai lebih positif atau menekan kondisi emosional dan mengekspresikannya secara berbeda dari kondisi sebenarnya.

Gross (2006) membuat daftar 5 rangkaian proses regulasi emosi, akan tetapi strategi tersebut dapat dilakukan tanpa melalui seluruh tahap proses tersebut. Adapun strategi regulasi emosi menurut Gross tersebut adalah:

(16)

1. Pemilihan Situasi (Situation Selection)

Yakni pemilihan jenis aktivitas, hubungan interpersonal, dukungan sosial dan situasi lingkungan yang dilakukan untuk mendekatkan atau menjauhkan dampaknya. Misal: menghindari rekan kerja yang emosional, pergi berlibur ke pegunungan, dan lain sebagainya.

2. Perubahan/Modifikasi Situasi (Situation Modification)

Yakni memodifikasi eksternal atau lingkungan fisik. Proses regulasi emosi ini sama dengan problem-focused coping (PFC) yakni strategi kognitif untuk penanganan stres yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalah dengan berusaha menyelesaikannya. Misal: memberikan motivasi pada orang-orang yang tertimpa bencana, menunjukkan sikap peduli dan empati, mengajak bicara agar emosi berubah lebih tenang, dan lain sebagainya.

3. Penyebaran Perhatian (Attentional deployment)

Yakni suatu cara bagaimana individu mengarahkan perhatiannya di dalam sebuah situasi untuk mengatur emosinya, atau bisa juga diartikan memfokuskan perhatian pada hal yang berbeda dari situasi yang dihadapi. Misalnya, ketika seseorang menghadapi suatu hal yang tidak menyenangkan ia akan melibatkan pikiran dan perasaan yang menyenangkan untuk mengatasi situasi yang tidak menyenangkan itu, atau seorang aktor yang melibatkan pikiran pengalaman tidak menyenangkannya agar peran yang ia bawakan menjadi semakin meyakinkan.

4. Perubahan Kognitif (Cognitive Change)

Yakni perubahan cara seseorang dalam menilai situasi ketika berada dalam situasi yang bermasalah untuk mengubah signifikansi emosinya, baik dengan cara merubah cara berpikir mengenai situasi tersebut atau mengenai kemampuan untuk mengatur tuntutan-tuntutannya. Misalnya seorang narapidana yang divonis hukuman 4 tahun penjara tidak merasa bahwa itu sebagai masa terburuk, tetapi masa tenang untuk bisa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

(17)

11

5. Perubahan Respon (Response Modulation)

Yakni upaya yang dilakukan setelah emosi terjadi untuk memengaruhi respon fisiologis, pengalaman dan tingkah laku dari emosi negatif, misalnya melaksanakan sholat untuk mengurangi atau meniadakan agresivitas saat marah, obat-obatan untuk mengurangi respon fisiologis seperti ketegangan otot atau migraine karena stres, makan, dan lain sebagainya.

Hubungan antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Ambarawa

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chang, Schwartz, dan Dodge (2002) pada anak di Cina, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan agresivitas. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Janah, Rifayani, dan Ernawati (2017) pada siswa SMK di Surakarta, adanya pengaruh yang signifikan antara regulasi emosi dengan perilaku agresif.

Penelitian ini menunjukkan hasil akhir ada pengaruh yang signifikan antara regulasi emosi dengan agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal.Sehingga semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal, sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka semakin tinggi agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal.

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara regulasi emosi dengan intensi agresivitas verbal instrumental pada suku Batak di ikatan mahasiswa Sumatera Utara Universitas Diponegoro. Hasil uji hipotesis penelitian tersebut menjelaskan bahwa semakin rendah regulasi emosi mahasiswa suku Batak, maka semakin tinggi intensi agresivitas verbal instrumental. Regulasi emosi dalam penelitian ini memberikan sumbangan efektif sebesar 18,7% kepada intensi agresivitas verbal instrumental pada suku Batak di ikatan mahasiswa Sumatera Utara Universitas Diponegoro.

(18)

Berdasar hasil penelitian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: adanya hubungan antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di lembaga pemasyarakatan Ambarawa.

METODE PENELITIAN

Menurut Sugiyono (2009), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, dengan analisis data yang bersifat kuantitatif/statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Variabel Penelitian

Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Variabel bebas : Regulasi Emosi Variabel terikat : Agresivitas

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah narapidana pria yang berusia 18-22 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa dan berjumlah 31 orang. Keseluruhan anggota populasi ini digunakan sebagai sampel penelitian.

Metode Pengujian Data

Pengumpulan data ini menggunakan dua (2) skala yaitu skala perilaku agresif dan skala regulasi emosi. Skala perilaku agresif menggunakan Aggression

Questionnaire (Buss & Perry, 1992). Skala tersebut mengukur empat aspek dari

perilaku agresif, yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Selanjutnya skala regulasi emosi menggunakan Difficulties in Emotion Regulation

Scale (DERS) (Gratz & Roemer, 2004) untuk mengukur kesulitan regulasi emosi.

Responden menunjukkan seberapa sering setiap item berlaku untuk mereka yang ditunjukkan dalam skala 1 (hampir tidak pernah) sampai 5 (hampir selalu).

(19)

13

Teknik Analisa Data

Untuk mendukung keperluan penganalisisan data penelitian ini, peneliti memerlukan sejumlah data pendukung yang berasal dari Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa. Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Ambarawa didirikan tahun 1824-1848, semula dengan nama “Beteng William”. Pada awalnya berfungsi sebagai asrama pertahanan oleh Belanda, dinamakan Beteng Pendem, karena tempat tersebut sebagai daerah terlarang, juga dikelilingi oleh tanggul pembatas dan dikelilingi tetumbuhan yang besar sehingga yang kelihatan dari luar adalah sebagai hutan yang sangat lebat. Pada tahun 1942-1945, tempat ini dijadikan tempat interniran (penjara) oleh Jepang pihak yang berkuasa saat itu, untuk memenjarakan tawanan perangnya. Kemudian sekitar tahun 50-an dijadikan penjara.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan disesuaikan dengan jenis data yang diambil adalah metode kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah angket tertutup, artinya alternatif jawabannya sudah disediakan. Responden hanya memilih satu alternatif jawaban yang paling sesuai dengan pendapatnya. Skala yang digunaan adalah skala likert yang diberi skor 1 (hampir tidak pernah), skor 2 (kadang-kadang), skor 3 (sering), skor 4 (hampir selalu), dan skor 5 (selalu).

HASIL PENELITIAN

Uji Reliabilitas dan Seleksi Item

Hasil uji reliabilitas pada skala regulasi emosi dengan menggunakan Alfa

Cronbach menunjukkan hasil perhitungan reliabilitas sebesar 0,965. Berdasarkan

hasil uji yang diperoleh maka alat ukur dapat dikatakan alat ukur yang sangat reliabel. Hasil perhitungan uji seleksi item, diperoleh item gugur sebanyak 9 item dengan menyisakan 27 item yang valid. Hasil pengujian tertera pada tabel 1 sebagai berikut:

(20)

Tabel 1

Uji Reliabilitas Regulasi Emosi

Hasil uji reliabilitas pada skala perilaku agresi dengan menggunakan Alfa Cronbach menunjukan hasil perhitungan reliabilitas sebesar 0.969. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh maka alat ukur dapat dikatakan alat ukur yang reliabel. Pada hasil uji seleksi item, diperoleh item gugur sebanyak 10 item dengan menyisakan 19 item yang valid dengan menggunakan batas koefisien korelasi aitem yang gugur 0,30. Tabel 2 di bawah menunjukkan hasil uji reliabilitas skala perilaku agresi.

Tabel 2

Uji Reliabilitas Skala Perilaku Agresi

Cronbach’s Alpha N of Items

.969 19

Uji Asumsi

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa. Namun sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis statistik parametrik atau non-parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.

Cronbach’s Alpha N of Items

(21)

15 Tabel 3 Uji Normalitas Skala regulasi emosi Skala agresi N 31 31

Normal Parametersa Mean 111.29 81.10

Std. Deviation 13.910 6.784

Most Extreme Differences Absolute .096 .138

Positive .096 .138

Negative -.096 -.058

Kolmogorov-Smirnov Z .536 .769

Asymp. Sig. (2-tailed) .936 .595

a. Test distribution is Normal.

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji One Sample-Kolmogrof

Smirnov. Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel di atas, didapatkan

bahwa kedua variabel memiliki signifikansi p>0.05. Variabel regulasi emosi memiliki nilai K-S-Z sebesar 0.536 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0.936 (p>0.05). Oleh karena nilai siginifikansi p>0.05, maka distribusi data regulasi emosi pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Ambarawa berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel perilaku agresi yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,769 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0.595. Dengan demikian data perilaku agresi juga berdistribusi normal.

(22)

Tabel 4

Uji Linearitas

Berdasarkan tabel diatas, hasil uji linearitas dengan deviation from linearity sebesar 0.362 (p > 0.05) menunjukkan bahwa hubungan antara regulasi emosi dan agresivitas linear.

Analisa Deskriptif Responden

Dalam penelitian ini responden yang akan diteliti adalah narapidana pria di lembaga pemasyarakatan klas IIA yang berusia 18 tahun sampai dengan 22 tahun yang terlibat kasus kekerasan. Semua responden berasal dari suku Jawa, beralamat di Jawa Tengah. Sebagian subjek menikah dan sebagian lainnya belum menikah. Responden penelitian ini adalah pelajar dan sebagian bekerja sebagai wiraswasta.

Sum of Squares df Mean Square FSig. Regulasi

emosii* agresivitas

Between Groups (Combined) 3805.137 17 223.832 1.455 .249 Linearity 798.3061 798 .3065 .191 .040 Deviation from 3006.831 16 187.927 1.222 .362 Linearity

Within Groups 1999.250 13153 .788 Total 5804.387 30

(23)

17

Karakteristik responden berdasar usia dan status pernikahan ditampilkan dalam tabel berikut :

Tabel 5

Tingkat Usia Narapidana Kasus Kekerasan

Tabel 6

Status Pernikahan Subjek Penelitian

Usia subjek paling banyak dalam usia 22 tahun dan status pernikahan didominasi oleh status menikah sebesar 19 subjek.

No Usia F Presentase 1 18 tahun 1 3% 2 19 tahun 6 19% 3 4 5 20 tahun 21 tahun 22 tahun 8 6 10 26% 19% 33% Total 31 100%

No Status pernikahan F Presentase

1 Menikah 12 39%

2 Belum menikah 19 61%

(24)

Tabel 7

Jenis Kasus Subjek

Tabel di atas menunjukkan bahwa partisipan terbanyak dalam penelitian ini adalah kasus pelanggaran Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) sebesar 45,16%.

Selanjutnya untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel regulasi emosi dan agresi pada narapidana pria digunakan lima (5) kategori yaitu tinggi, cukup tinggi, sedang, cukup rendah, dan rendah.

Tabel 8

Kategorisasi Pengukuran Skala Kesulitan Regulasi Emosi

NO INTERVAL KATEGORI F Presentase

1 152-180 Tinggi 1 3% 2 123-151 Cukup tinggi 9 29% 3 4 5 94-122 65-93 36-64 Sedang Cukup rendah Rendah 21 0 0 68% 0% 0% 31 100% No Kasus F Presentase

1 UUPA (UU No. 35 Tahun 2014) (Pelanggaran UU Perlindungan Anak)

15 48,38% 2 Pasal 170 KUHP (Pengroyokan) 6 19,35% 3

4 5 6 7

Pasal 185 KUHP (Perkelahian) Pasal 374 KUHP ( Penggelapan) Pasal 362 KUHP (Pencurian)

Pasal 363 KUHP (Pencurian dengan pemberatan)

Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan kekerasan) 1 1 1 1 6 3,22% 3,22% 3,22% 3,22% 19,35% Total 31 100%

(25)

19

Tabel 9

Kategorisasi Pengukuran Skala Agresi

NO INTERVAL KATEGORI F Presentase

1 121-145 Tinggi 0 0 % 2 98-120 Cukup tinggi 1 3% 3 4 5 75-97 52-74 29-51 Sedang Cukup rendah Rendah 25 5 0 81% 16% 0%

Hasil analisis deskriptif pada tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata regulasi emosi berada pada kategori sedang sebesar 68% .Sedangkan agresivitas berada pada kategori sedang sebesar 81%.

Tabel 10

Uji korelasi Pearson

Dari hasil uji normalitas dan linearitas data, didapat hasil data berdistribusi normal dan tidak linear, jadi uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

31 100%

VAR00001 VAR00002

VAR00001 Pearson Correlation 1 -.371

Sig. (2-tailed) .040

N 31 31

VAR00002 Pearson Correlation -.371 1

Sig. (2-tailed) .040

(26)

korelasi Pearson. Berdasarkan pada perhitungan uji Pearson dari output SPSS

Statistics 16.0 terlihat bahwa nilai r = - 0,371 (p < 0.01) atau hubungan tersebut

dikatakan tidak signifikan (Sig= 0,40 , p<0,01). Hal ini menunjukkan tidak ada korelasi antara kesulitan regulasi emosi dengan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji korelasi mengenai hubungan antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dan agresivitas. Dengan demikian hipotesis tidak dapat diterima.

Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa. Hasil penelitian Hsieh dan Chen (2017) menemukan perbedaan agresivitas antara partisipan regulasi emosi yang tinggi dan rendah, namun hanya pada kelompok dengan low inhibitory control. Ditemukan bahwa mereka dengan regulasi emosi rendah memiliki agresivitas yang tinggi; namun hal ini tidak ditemukan pada kelompok partisipan dengan high inhibitory control. Tidak adanya hubungan antara regulasi emosi dengan agresivitas dalam penelitian ini kemungkinan terjadi karena tidak ada pemeriksaan tingkat inhibitory control pada subjek penelitian. Peneliti di masa depan dapat memperhatikan inhibitory control sebagai salah satu variabel yang diikutsertakan dalam pemeriksaan agresivitas dan regulasi emosi narapidana.

Adanya hubungan regulasi emosi dan agresivitas yang tidak signifikan ini disebabkan oleh yang pertama adalah pengumpulan data hanya menggunakan metode kuesioner. Menurut (Hughes, Gullone & Watson, dalam pers; Zeman), Cassano, Perry-Parrish & Stegall, 2006) dalam studi masa depan harus mengumpulkan informasi lain yang kurang rentan terhadap jenis bias ini seperti wawancara, tinjauan sejawat, dan informasi dari petugas lapas..

Selanjutnya penelitan ini menggunakan subjek narapidana. Mayoritas jenis pelanggaran dari subjek adalah pelanggaran UUPA, termasuk di dalamnya pelecehan seksual, melarikan anak di bawah umur, hubungan seks yang tidak

(27)

21

diinginkan dengan pasangan di bawah usia 19 tahun, dll. Hal ini menggambarkan bahwa kelompok subjek mayoritas dalam penelitian ini belum tentu memiliki perilaku yang berniat untuk menyakiti orang lain. Sebagian subjek tidak mengetahui bahwa mereka sedang melakukan pelanggaran hukum karena berpikir ‘suka sama suka’ sehingga unsur ketidaksengajaan dapat terjadi. Hal ini dapat melatarbelakangi tingkat agresivitas dalam taraf “sedang” meskipun mereka menjadi narapidana.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dan agresivitas pada narapidana pria di Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Ambarawa.

SARAN

Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang, diharapkan dapat memperdalam informasi dengan melakukan wawancara terhadap subjek agar mendapatkan informasi yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R. (1999). Pengantar Psikologi. Diterjemahkan oleh: Taufiq & Nurdjanah. Jakarta: Erlangga.

Atmasasmita, R. (1996). Sistem peradilan pidana (criminal justice system): perspektif eksistensialisme dan abolisionisme. Jakarta: Bina Cipta

Chang, L., Schwartz, D., Dodge K.K., &Chang, C.A.M. (2002). Harsh parenting in relation to child emotion regulation and aggresion. University of Hong

Kong. 1-38.

Gratz, K.L., & Roemer, L. (2004).Multidimensional assessment of emotion regulation and dysregulation: development, factor structure, and initial validation of the difficulties in emotion regulation scale. Journal of

(28)

MacDermott, S. T., Gullone, E., Tonge, B., Allen, J. S., King, N. J. (2014). The emotion regulation index for children and adolescens (ERICA) : a psychometric investigation. Journal of Psychopathology and Behavioral

Assessment.708-714.

Gross, J. J. (1998) Theemerging field of emotion regulation: An Integrative, Review of General Psychology.2(3).271-299.

Gross, J.J. and R.A. Thompson. (2006). Emotion Regulation: Conceptual Foundation, Handbook of Emotion Regulation, New York. 3-24.

Harsono.(1995). Sistem baru pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan.

Hsieh, I.J., & Chen., Y.Y. (2017). Determinants of aggressive behavior: interactive effects of emotional regulation and inhibitory control. Institute

of Cognitive Neuroscience, National Central University, Taoyuan City, Taiwan. 1-9.

Janah, M.R., Rifayani, H., & Ernawati, S. (2014). Emotion regulation to reducing aggressive behaviour in resolving interpersonal conflict to student SMK.

Seminar Nasional dan Call for Papers UNIBA 2014.1-7.

Kring, A. M., Johnson, S. L., Davison, G. C., & Neale., J. M. (2010). Abnormal

Psychology. United States of America : John Wiley & Sons, Inc. 1-656.

Koeswara, E. (1998). Agresi Manusia. Bandung : PT Erasco.

Mayangsari, E.D., & Ranakusuma, O.I. (2014) Hubungan regulasi emosi dan kecemasan pada petugas penyidik polri dan penyidik PNS.Jurnal

Psikogenesis, 3(1). 13-27.

Meichenbaum, D. (2006). Comparison of aggression in boys and girls: A case for gender specific interventions. Melissa Institute, Miami, FL. 1-27.

(29)

23

Restu, Y., & Yusri. (2013). Studi tentang perilaku agresif siswa di sekolah. Jurnal

Ilmiah Konseling, 2(1). 243-249.

Roberton, T., Bucks, R.S., & Daffern, M. (2014). Maladaptive emotion regulation and aggression in adult offenders. Psychologycal and Law.1-25.

Sarwono, S.W. (2007). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Silaen, A.C., & Dewi, K.S. (2015). Hubungan antara regulasi emosi dengan aservitas (Studi korelasi pada siswa di SMA Negeri 9 Semarang). Jurnal

Empati, 4(2), 175-181.

Sub Direktorat Statistik Politik dan Keamanan. (2016). Statistik Kriminal

2016.Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Sugiyono. (2009). Metodologi penelitian, pendidikan, pendekatan kuantitatif,

kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

Wibowo, N.E., & Nashori, H.F. (2017). Self regulation and aggressive behaviour on male adolescence. Jurnal Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri

Gambar

Tabel 4   Uji Linearitas

Referensi

Dokumen terkait

13 A Play: Major Barbara (1) Students analyze the drama text focusing on particular literary criticism. Discuss

Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, Peraturan.. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pembianaan Pedalangan Di Sekaa Batel, Parwa, Wayang Dan Topeng Banjar Belawan, Abiansemal,

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. © Chrispianus

- Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan - Meningkatkan kualitas kepemimpinan Pengadilan Tinggi Agama Jambi - Meningkatkan kredibilitas dan

Kitab suci yang diturunkan kepada nabi Daud alaihissalam disebut …… (zabur) 9.. Nabi yang mendapat julukan Bapak para Nabi adalah Nabi …… (Ibrahim

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi Kamishibai dalam meningkatkan kemampuan menulis teks naratif siswa kelas sebelas MA Riyadlotut