• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasih & Peduli Volume 21 / 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kasih & Peduli Volume 21 / 2010"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Saya Anak Indonesia

Mampu Meraih Cita dan Mimpi!

Berkunjung ke Kalimantan Barat

Berkunjung ke Kalimantan Barat

Tahun Pemenuhan Hak Anak

Tahun Pemenuhan Hak Anak

Kevin Jenkins

Kevin Jenkins

Presiden World Vision Sapa Warga Cilincing

Presiden World Vision Sapa Warga Cilincing

WAHANA VISI INDONESIA

mitra World Vision

Volume 21 / 2010

Kasih

&

Peduli

(2)

Dari

Redaksi

2 | Kasih&Peduli Vol.21/2010

Peringatan

Hari Anak

Nasional

B

angsa Indonesia merayakan Hari Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli. Namun rangkaian kegiatan perayaan Hari Anak Nasional 2010 telah dimulai sejak Juni, diselenggarakan oleh segenap komponen bangsa (Kementerian, Lembaga Pemerintah, swasta, dan masyarakat) baik di pusat, provinsi, kabupaten/kota dan Perwakilan RI di Luar Negeri.

Acara puncak Hari Anak Nasional 2010 jatuh pada tanggal 23 Juli 2010, bertempat di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh Bapak Presiden Republik Indonesia, Ibu Negara, beberapa Menteri serta para pejabat.

Ya, perayaan Hari Anak Nasional cukup meriah! Bahkan World Vision Indonesia serta mitra utamanya Wahana Visi Indonesia juga tidak ketinggalan dalam kegiatan perayaan Hari Anak Nasional ini di wilayah-wilayah pengembangannya. Di lain pihak, fakta berbicara bahwa setiap tahun 13 juta anak menderita kekurangan gizi di Indonesia. Sekitar 7,6 juta anak balita terhambat dalam pertumbuhan fisiknya. Yang paling menyedihkan ialah bahwa lebih 500 dari anak-anak balita ini meninggal setiap hari oleh penyebab yang sebetulnya dapat dicegah, seperti komplikasi sewaktu kelahiran dan kehamilan, pneumonia akut dan diare.

Kiranya penyelenggaraan Hari Anak Nasional ini tidak hanya sekedar kegiatan seremonial, tetapi ditujukan untuk kepentingan

anak, yaitu pemenuhan hak dasar anak. Perayaan ini kiranya

meningkatkan komitmen semua pihak dan menyebar-luaskan

informasi tentang pentingnya hak-hak anak, terutama hak untuk mendapat pendidikan,

pengasuhan, perlindungan, perawatan kesehatan, dan gizi

yang cukup. Salam,

Redaksi

Kasih & Peduli

Diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia bekerja sama dengan World Vision.

Pembina Wahana Visi Indonesia

Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirdjo Dr. Nafsiah Mboi, M.D. Ped., MPH Rev. Dr. Kadarmanto Hardjowasito Dr. Frieda Mangunsong, M.Ed. Maria Hartiningsih

Drs. Ruddy Koesnadi Rev. Ester Mariani Ga, M.Si.

Pengawas Wahana Visi Indonesia

Drs. Utomo Josodirdjo Yozua Makes, S.H., LL.M., M.M.

Tim Redaksi

Emilia K. Sitompul, Priscilla Christin, Katarina Hardono, John Nelwan, Johnson L. Tobing, Damaris Sarangnga, B. Marsudiharjo, Donna Hattu, Shirley Fransiska, Lukas J. Ginting, Juliarti Sianturi, Hendro Suwito, Sari Estikarini, Beatrice Mertadiwangsa, Joseph Soebroto

Graphic Designer

Mario Omega Cover

Anak-anak Sumba Barat, NTT

Korespondensi dan perubahan alamat harap sampaikan ke:

Wahana Visi Indonesia Jl. Wahid Hasyim No. 31, Jakarta 10340 tel. 62-21 3907818, fax. 62-21 3910514 World Vision Indonesia Jl. Wahid Hasyim No. 33 Jakarta 10340 tel. 62-21 31927467, fax. 62-21 3107846

WAHANA VISI INDONESIA

(3)

Sajian

Utama

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 3

Rangkaian Kegiatan Perayaan

Ulang Tahun ke-50

World Vision Dimulai

W

orld Vision Indonesia

mengawali serangkaian kegiatan perayaan ulang tahun ke-50 pengabdiannya kepada masyarakat dengan mengundang para mitra yang selama ini mendukung pekerjaan kemanusiaan yang dilakukan organisasi.

Acara kick off yang dihadiri Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri dan World Vision International President Kevin Jenkins ini dilakukan di Jakarta 13 April lalu.

Anak-anak dari Kelompok Belajar Anak (KBA) yang dilayani World

Vision di Jakarta ikut meramaikan pesta ulang tahun ini dengan mementaskan tari dan permainan biola. Penyanyi Filipina, Christian Bautista, juga menghibur para tamu dengan menyanyikan sebuah lagu.

Direktur Nasional World Vision Indonesia Trihadi Saptoadi dengan tulus menyambut seluruh tamu dan mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang memenuhi Gedung Aneka Bakti, Kementerian Sosial.

.

“Saya ingin menyampaikan betapa kami mendapat kehormatan bekerja sama dengan Bapak Ibu semua. Semua orang di ruangan ini adalah mitra-mitra kami, yang

B. Marsudiharjo

mendukung pekerjaan World Vision dan yang punya komitmen terhadap mereka yang miskin dan tertinggal,” kata Trihadi Saptoadi.

“Indonesia tumbuh begitu pesat, tapi kita tahu masih demikian banyak orang-orang yang tertinggal di bawah garis kemiskinan. Jadi saya kira kita masih membutuhkan kerja keras bersama,” Trihadi menambahkan. Menteri Sosial Salim Segaf secara kasar menghitung-hitung bahwa dalam 50 tahun World Vision telah menyalurkan bantuan tidak kurang Cindera mata untuk Salim Segaf Al Jufri, Menteri Sosial,

dari Kevin Jenkins, President World Vision International

Fotografer: Michael Sidharta, Johnson Tobing,

(4)

Sajian

Utama

dari US$500 juta untuk masyarakat Indonesia.

”Tapi yang tidak kalah penting adalah semangat, etos kerja, kepekaan

hati, kebersamaan untuk membangun masyarakat kita. World Vision

memberikan bantuan-bantuan yang bermartabat, yang ujung-ujungnya adalah kemandirian itu sendiri. Ini adalah sesuatu yang pantas kita berikan apresiasi, ucapan terima kasih, dan bahkan penghargaan,” tegas Menteri Salim Segaf. Menteri memberikan pujian karena bantuan itu muncul bukan saja dari perusahaan-perusahaan besar, tetapi dikumpulkan dari sejumlah orang yang memberikan US$ 30.

”Tapi setiap tahun World Vision mampu mengumpulkan tidak kurang dari US$ 2,5 milyar di 100 negara,” kata Menteri Salim Segaf.

Pada kesempatan itu, Kevin Jenkins meluncurkan buku ”50 Years of Service in Indonesia”, yang ditulis oleh penulis senior Hendro Suwito. Buku ini mengisahkan perjalanan World Vision selama setengah abad di Indonesia.

World Vision pada hari istimewa itu memberikan penghargaan kepada TK dan PAUD di Susukan, Kelompok Ananda di Aceh dan Kelompok Swadaya Masyarakat di Sanggau, yang telah memberikan kontribusi secara signifikan untuk anak-anak dan masyarakat.(K&P)

Program air bersih

Papua

(5)

Sajian

Utama

Saya Anak Indonesia,

Mampu Meraih Cita dan Mimpi!

M

eskipun Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak sejak 1990, pemenuhan hak anak dirasa belum optimal. Hak anak yang dirangkum dalam empat hak utama, yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi, belum menjadi agenda utama dari setiap komponen bangsa.

Sebagai bukti, masih banyak anak-anak Indonesia yang belum memiliki akses penuh terhadap pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak. Bahkan masih banyak anak Indonesia yang mengalami kekerasan. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak mengungkapkan bahwa sejak bulan Januari hingga Juni 2010 terdapat 676.849 kasus pelanggaran terhadap hak anak.

Hari Anak Nasional (HAN) yang diperingati setiap 23 Juli menjadi momentum yang tepat bagi seluruh komponen bangsa untuk memperbarui komitmen untuk memenuhi hak anak.

World Vision Indonesia bersama mitranya, Wahana Visi Indonesia, dalam rangka memperingati HAN 2010 menyelenggarakan berbagai kegiatan di wilayah dampingannya dan secara khusus pada tahun 2010 ini mengadakan Forum Pemimpin Muda Nasional (FPMN) dengan tema “Saya Anak Indonesia. Saya Bisa Jadi Pemimpin Dunia!”

Sekitar 200 anak dari 10 provinsi (Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Papua) berkumpul di Wisma Kinasih, Cibinong, Depok, tanggal 5-10 Juli 2010 lalu. Anak-anak ini adalah anak-anak pilihan dari seluruh wilayah dampingan World Vision Indonesia dan Wahana Visi Indonesia.

Tanggal 7 Juli 2010 para peserta FPMN dibagi dalam lima kelompok untuk berkunjung ke Prof. Yohanes Surya, Ph.D., fisikawan yang mengembangkan metode belajar Matematika dan Fisika dengan cara yang asyik dan menyenangkan; Remy Silado, sutradara, sastrawan, tokoh teater; Pertanian Organik yang dikelola oleh Yayasan Bina Sarana Bakti; Universitas Terbuka; dan ke Komunitas Peduli Kampung Halaman (KALAM) di Bogor.

Keesokan harinya, anak-anak ini juga diberi kesempatan untuk mengungkapkan aspirasi mereka kepada para pengambil

Juliarti Sianturi

kebijakan, seperti kepada para pejabat pemerintah di Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Pendidikan Nasional, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP dan PA), Linda Amalia Sari, mengapresiasi kegiatan FPMN ini dan berharap agar anak-anak dapat berkontribusi dalam mencegah tindak kekerasan pada anak, salah satunya perdagangan anak, karena pihak Kementerian tidak dapat menanggulanginya sendirian..

Prof. Yohanes Surya sedang mengajarkan Fisika dengan cara yang menyenangkan kepada anak-anak peserta Forum Pemimpin Muda Nasional 2010. (Fotografer: Johnson L. Tobing)

Anak-anak asyik menerbangkan layang-layang buatan mereka sendiri sebagai simbol untuk menyampaikan ungkapan mimpi, cita-cita, dan harapan mereka demi tercapainya hidup yang utuh sepenuhnya. (Fotografer: Michael Sidharta)

(6)

Sajian

Utama

Di akhir pertemuan, Menteri berharap agar para peserta FPMN menjadi pemimpin-pemimpin muda nasional.

Agar anak mendapat pemahaman yang penuh tentang isu-isu anak di seputar lingkungan mereka, maka mereka juga disuguhkan pelatihan dengan tema ”Gaul yang Ok”, dibawakan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, ”Kekuatan untuk Menjadi Bintang” oleh psikolog Evans Garey, ”Stop Bullying” oleh Yayasan Semai Jiwa Amin, ”Bahagianya Tinggal di Keluarga Harmonis” oleh Fokus Pada Keluarga, dan ”Bergaul Dengan Teknologi” oleh PT Sony Indonesia. Sebagai bentuk lanjut dari perwujudan aspirasi dan mimpi mereka, anak-anak peserta FPMN membuat layang-layang yang menorehkan tekad bahwa mereka mampu menjadi pemimpin di masa depan.

Maka Jumat (9/7), langit biru nan cerah yang menghiasi Pantai Jimbaran, Ancol, dipenuhi dengan layang-layang aspirasi buatan anak-anak.

“Mari membangun negara kita,” tulis seorang anak perempuan di layang-layangnya. “Maju terus pemimpin muda,” tulis anak yang lain.

“Saya menggambar anak-anak saling berpegangan tangan yang menyimbolkan bahwa kami semua (anak-anak) dapat meminta orang-orang dewasa untuk menyadari hak-hak kami,” kata Agus Satriandi (13), perwakilan anak dari Pontianak, dengan antusias.

Anak-anak peserta FPMN 2010 ini juga merasa senang karena kakak-kakak dari KPMG, salah satu perusahaan jasa keuangan skala internasional, ikut bersama mereka mewarnai dan menghias layang-layang.

Nola Theodora, salah seorang staf KPMG, menuturkan bahwa para staf KPMG merasa senang mengikuti kegiatan bersama anak-anak peserta FPMN ini. Selain karena mereka mendapat pengalaman baru, mereka dapat melihat bahwa anak-anak di daerah ternyata memiliki kemampuan yang tak kalah dari anak-anak yang biasanya mereka temui.

”Memang bagus, ya. Teman-teman juga bilang. Mereka hebat-hebat banget ya. Berani terus pintar-pintar. Saya sudah terjun di dunia anak sudah lama, emang biasa sama anak-anak. Teman-teman saya yang ga biasa sama anak-anak excited banget. Mereka bisa melihat sisi yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Anak-anak di sini memang ok banget.” KPMG memang telah beberapa kali menjadi mitra Wahana Visi Indonesia dalam rangka melaksanakan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR)-nya.

Nola sendiri sudah tidak asing lagi dengan Wahana Visi Indonesia karena dia adalah penyantun seorang anak di wilayah layanan Wahana Visi di Sikka, Nusa Tenggara Timur. Nola menganggap kegiatan ini bermanfaat bagi anak-anak dan berharap mereka di kemudian hari menjadi anak-anak yang berkualitas.

(7)

Sajian

Utama

”Mereka anak-anak yang mungkin secara ekonomi kurang, tapi bersyukur ada Wahana Visi yang bisa menyokong mereka. Harapannya, walaupun mereka berada dalam keluarga yang kurang beruntung, mereka bisa menjadi luar biasa nantinya.” Kristina dari Keerom, Papua, menyatakan kegembiraannya mengikuti kegiatan FPMN ini karena dia dapat bertemu dengan teman-teman baru dari seluruh Indonesia.

Tak berbeda dengan Kristina, Mikha, anak santun dari Sanggau, Kalimantan Barat, menyatakan rasa senangnya mengikuti berbagai kegiatan dalam acara ini.

”Sepanjang saya ikut acara ini, saya sangat senang karena bisa bertemu dengan teman-teman dari daerah lain.”

Di luar FPMN, wilayah dampingan World Vision Indonesia dan Wahana Visi Indonesia, seperti wilayah Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Besar, dan Nias, memperingati HAN 2010 dengan mengadakan berbagai kegiatan menarik dan menyenangkan. Di Aceh Jaya, misalnya, World Vision Indonesia bekerja sama dengan jajaran pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, DPRK Aceh Jaya serta mitra lainnya menyelenggarakan berbagai kegiatan. Mulai dari pameran, talkshow, hingga pentas drama. Perayaan HAN tahun ini juga dirangkai dengan peringatan Pekan ASI Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1-7 Agustus setiap tahunnya.

Kegiatan yang bertema ”Berkat ASI, Hidup Sehat dan Pendidikan Berkualitas, Anak Aceh Berprestasi dan Mandiri”

ini, dihadiri oleh 850 anak dan 300 orang dewasa, bertempat di Lamno, Aceh Jaya, pada tanggal 28-29 Juli 2010.

”Air Susu Ibu (ASI) merupakan hak anak untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara optimal. ASI juga dapat membentuk perkembangan intelegensia, rohani dan perkembangan emosional,” ujar Wakil Bupati Aceh Jaya, Tgk Zamzami A. Rani, dalam sambutannya.

Di Aceh Barat, perayaan HAN ditandai dengan diselenggarakannya Kongres Anak Aceh Barat yang menghasilkan Deklarasi Anak Aceh Barat, pada 17-18 Juli 2010. Serangkaian kegiatan anak yang memadukan kreativitas, seni, dan kecerdasan dihadirkan dalam Pameran Seni dan Budaya Anak Aceh Besar bertema “Lihat Aku, Aku Bisa”. Pameran ini dilangsungkan di Lhoknga, pada 29-31 Juli 2010.

Di Nias, tepatnya di STT Sunderman, Gunung Sitoli, pada 22-23 Juli 2010 lalu, World Vision Indonesia bersama mitranya Wahana Visi Indonesia mengadakan pameran dan lokakarya bertema ”Anak Nias Pemimpin Masa Depan” dengan menghadirkan Magdalena Sitorus dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai pembicara.

Hari Anak Nasional menjadi momen berharga dalam rangka pengupayaan pemenuhan hak anak sehingga anak-anak di Indonesia dapat meraih setiap cita dan mimpi mereka. Ayo, kita dukung setiap usaha pemenuhan hak anak dengan memastikan bahwa kita sudah memberikan yang terbaik bagi anak! (K&P)

Nola Theodora, staf KPMG dan sekaligus seorang penyantun anak, merasa senang dapat terlibat dalam kegiatan FPMN 2010 karena menyadarkannya dan rekan-rekannya sesama staf KPMG akan potensi anak-anak daerah yang luar biasa. (Fotografer: Juliarti Sianturi)

Para peserta FPMN 2010 menyatakan aspirasi mereka kepada seluruh pihak untuk peduli dan mendengarkan suara mereka demi terwujudnya Indonesia yang Ramah Anak. (Fotografer: Michael Sidharta)

(8)

Inspirasi

Modifikasi Adat untuk

Mewujudkan Cita-cita

Pendidikan Anak

B

elza S. Hayon bangga membaca SMS anaknya, Soli, yang menceritakan bahwa ia akan menyelesaikan tugas akhir kuliahnya.

Balza S. Hayon (35) adalah pendatang dari Alor yang beristri orang Rote. Dia sangat bersyukur saaat anaknya Soli Aryanti Hayon kelahiran 1986 bisa menyelesaikan SMA-nya dan melanjut ke perguruan tinggi.

Ia terkenang saat kelas 1 SD, Soli berkenalan dengan World Vision Indonesia ADP Rote dan menjadi anak santunnya. Berkat dukungan World Vision Soli bisa menyelesaikan pendidikannya hingga SMA, termasuk dukungan saat berkuliah di Kupang. Beberapa tahun lalu anak pertama dari enam bersaudara ini ingin melanjut ke sekolah keguruan di suatu perguruan tinggi di kota Kupang. Ia sadar ayahnya yang tukang ojek dan ibunya yang membuka kios di depan rumah pasti tak akan mampu membiayainya. Namun tekadnya bulat. Soli nekad mendaftar

Teks dan foto: Andries Kooswinanto

di Unkris Kupang dan tinggal di rumah kerabatnya. Usahanya tak sia-sia, Soli diterima di fakultas keguruan yang diinginkannya.

Pemborosan Pesta Adat Kematian dan Tu’u Belis Banyak anak yang punya tekad seperti Soli, namun tak semua bisa mewujudkan impiannya. Budaya Rote dalam pemborosan pesta adat kematian sangatlah tinggi. Puluhan ekor sapi (sampai 40-an ekor) bisa dipotong untuk pesta kematian yang merupakan pemberian dari tetangga maupun kerabat yang menjadi utang keluarga duka kepada si pemberi. Ini belum terhitung hewan kecil seperti babi. Hal ini menjadikan utang yang turun-temurun.

Seperti halnya budaya Tu’u Belis pada upacara pesta kawin di mana si tuan pesta akan mengundang tamu dalam acara kumpul tangan dan si tamu akan memberi komitmen menyumbang sejumlah uang atau hewan saat menjelang pesta nikah yang akan diselenggarakan. Kemudian disajikan makanan dan pulangnya dibawakan potongan daging yang cukup besar. Dan jika pada saatnya pernikahan seperti yang direncanakan tuan pesta dan si tamu yang pernah memberi komitmen tak mampu memberikan sejumlah uang, maka dikenakanlah sanksi adat. Dan inilah yang merupakan utang turun-temurun karena pesta adat kematian maupun pesta pernikahan tak hanya sekali saja dalam setahun. Belum lagi tu’u untuk membangun rumah, membeli motor, dan hal konsumtif lainnya.

Masalah Tu’u Belis ternyata tidak sesederhana yang kita bayangkan. Tu’u Belis bisa berdampak pada kesenjangan ekonomi karena ada kelompok sosial yang bisa memanfaatkan

(9)

Inspirasi

Budaya tu’u belis ditransformasi

jadi budaya tu’u pendidikan yang

membebaskan.

keuntungan dari situasi tersebut selain bisa berakibat

masyarakat saling berutang. Kondisi ini masih ada di sebagian besar masyarakat Rote sehingga bukan tak mungkin terjadi kemiskinan bersama (shared poverty). Kerja keras masyarakat hanya untuk membayar utang secara turun-temurun. Reformasi Budaya

John Ndolu (48), staf ADP Rote yang kemudian terpilih menjadi “Maneleo” atau raja kecil di Leo Kunak, memahami dampak dari budaya pemborosan ini. John Ndolu yang terbuka wawasannya karena berbagai pelatihan yang didapat akhirnya berusaha memodifikasi budaya dan bukan menghapusnya. Tak henti-hentinya dia berusaha mensosialisasikan pentingnya hidup hemat sehingga tak ada utang yang turun-temurun. Akhirnya, Leo Kunak menyepakati untuk menyederhanakan pesta adat kematian dan tu’u belis. Tak perlu memotong sedemikian banyak hewan korban. Hewan yang dipotong secukupnya saja saat pesta ucapan syukur kematian. Dan saat adat kumpul tangan, yaitu mengumpulkan kerabat, cukup menyajikan kue saja sehingga terjadi penghematan besar. Memang belum semua Maneleo menerapkan revitalisasi budaya seperti yang John Ndolu lakukan. Masih banyak Leo lain yang tetap mempertahankan budaya yang cenderung mengarah pada pemborosan tersebut.

Alasannya adalah melestarikan nilai adat, namun di balik itu semua sebenarnya ada alasan ekonomi. Mereka sudah terlanjur menyertakan uang mereka dalam Tu’u dan mereka ingin mendapatkan kembali uang tersebut. Mereka ingin Tu’u harus tetap berjalan hingga uang mereka kembali.

Ada juga alasan yang bersifat moral, yaitu mereka sudah telanjur menikmati uang orang lain atau bahkan leluhurnya menikmati uang orang lain sehingga berpesan kepada anak-anaknya agar membayar utang mereka.

Tu’u Pendidikan

John Ndolu sebagai staf World Vision yang selalu peduli pada anak akhirnya melihat peluang juga untuk mewujudkan impian anak-anak Rote yang hidup dengan keterbatasan ekonomi untuk melanjutkan kuliah. Ia ingin bahwa generasi Profesor Herman Johanes ataupun Adrianus Mooy akan terus berlanjut. Akhirnya, timbul idenya untuk menjadikan Tu’u Belis menjadi Tu’u Pendidikan di Leo yang dia pimpin. Metodenya sama, namun Tu’u Pendidikan bersifat sumbangan sukarela dan tidak dicatat sebagai utang. Ini merupakan sistem kepedulian sosial untuk mengangkat anak Rote ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Uang yang terkumpul saat Tu’u Pendidikan akan dimasukkan ke bank dan hanya bisa diambil oleh orangtua dan si Manileo setelah ada bukti kuitansi pembayaran kuliah. Artinya, uang hasil Tu’u Pendidikan tak bisa disalahgunakan untuk kepentingan konsumtif karena ada kontrol dari Manileo. Andai si anak DO kuliah, maka uang sisa Tu’u Pendidikan harus dikembalikan ke kas Manileo dan akan digunakan untuk membiayai anak yang kuliah lainnya.

Soli adalah salah satu dari 10 orang (4 perempuan dan 6 laki-laki) Rote dari Leo Kunak yang mendapat berkat dari Tu’u Pendidikan.

Saat Balza S. Hayon, ayah Soli, mengundang kerabatnya sekitar 200 orang di Leo Kunak untuk Tu’u Pendidikan dengan pemberian paling sedikit Rp 10.000, maka didapatlah lebih dari Rp 10.000.000, jumlah yang cukup membantu untuk melanjutkan kuliah anaknya beberapa tahun yang lalu. Penutup

Reformasi Budaya yang dilakukan ADP Rote bukan untuk menghapus budaya luhur Rote, namun menyederhanakan untuk penghematan dan memotong rantai kemiskinan yang diakibatkan oleh utang turun-menurun sehingga kebutuhan anak, terutama hak mendapatkan pendidikan tinggi. terpenuhi. Upaya ini belum berakhir dan masih akan terus diupayakan sehingga terjadi reformasi budaya di seluruh Bumi Ti’I Langga.

(K&P)

(10)

Inspirasi

Thaibatul Membangunkan

Koperasi Baital

K

erja keras dan semangat tanpa menyerah sudah menjadi ciri khas perempuan sederhana ini. Nama Thaibaitul Aini (44) sekarang sudah banyak dikenal di desanya sebagai seorang tokoh perempuan yang sanggup mengubah pandangan jelek masyarakat tentang koperasi. Berawal dari kelompok simpan pinjam sampai kini lahir koperasi simpan pinjam yang beranggotakan 44 orang ibu-ibu dari Desa Bitai dan desa sekitarnya di Aceh.

Thaibatul sangat ingin mendirikan koperasi di desanya agar para ibu rumah tangga lainnya bisa bersama-sama memajukan perekonomian desa. Ia pun memilih bergabung menjadi anggota koperasi yang sudah ada. Kebetulan ada koperasi yang mengajaknya bergabung dengan persyaratan awal harus menyetor uang awal Rp50 ribu, yang ternyata adalah koperasi fiktif dan tidak jelas.

“Katanya, kalau mau mendirikan koperasi, harus ada uang Rp15 juta. Dari mana uang itu, saya kan orang miskin? Jadi, saya putuskan jadi anggota koperasi saja dengan setor Rp 50 ribu. Ternyata uang saya cuma diambil saja, dan saya tidak mendapatkan apa-apa,” kata Thaibatul polos.

Pada awalnya ibu-ibu PKK Gampong Bitai sangat berkeinginan untuk mendirikan sebuah koperasi. Tetapi berhubung ilmu

Achyar Rasyidi

yang dimiliki sangat minim, maka belum tercapai cita-cita untuk mendirikan koperasi tersebut. Awalnya mereka hanya bergabung dalam kelompok arisan saja. “Setiap bulannya kami arisan,” kata Thaibatul.

Pertemuan arisan ini kemudian didampingi oleh World Vision setiap bulannya. Di sela-sela pertemuan, staf World Vision memberikan penyuluhan tentang pengelolaan ekonomi rumah tangga dan tentang pentingnya kelompok simpan pinjam.

“Karena didampingi oleh World Vision, kami sekarang tahu bagaimana cara mengelola ekonomi rumah tangga dan mengelola kelompok simpan pinjam,” kata Thaibatul lagi. Ia mengajak 30 orang ibu-ibu untuk bergabung di kelompok simpan pinjam dengan simpanan pokok Rp 100 ribu dan simpanan wajib Rp 10 ribu. Pada bulan Sepetember 2009 mereka sudah mulai menjalankan kegiatan simpan pinjam, dengan tahap pertama anggota yang meminjam sebanyak 5 orang dan jumlah pinjaman Rp 500 ribu per orang.

Akhirnya, pada bulan Mei 2010 setelah didampingi oleh World Vision melalui Asosiasi LKM Aceh, kelompok ini telah dinaikkan statusnya menjadi badan hukum koperasi.

“Kami sangat senang, akhirnya setelah bekerja keras menjalankan apa yang sudah diajarkan oleh World Vision dan Asosiasi LKM Aceh, kelompok kami sudah punya badan hukum koperasi. Saat ini anggota kami sudah bertambah menjadi 44 orang,” ujar Thaibatul lagi dengan tersenyum riang.

World Vision bukan hanya membantu dari segi manajemen, namun juga memberikan bantuan sarana berupa peralatan dan perlengkapan pendukung koperasi. “Tanpa dukungan dari World Vision, kami tidak mungkin bisa seperti sekarang ini,” kata Thaibatul.

(11)

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 11

Inspirasi

Saya Ingin Menjadi

seperti Ibu Saya!

S

udah lama sosok perempuan yang dulu sering muncul di layar kaca ini tak terlihat. Ditemui di sebuah hotel berbintang di kawasan Jakarta Selatan, perempuan yang dikenal dengan nama Becky Tumewu ini berbagi cerita. “Kesibukan saya sekarang ini adalah menjadi MC di acara-acara off air dan juga menjadi pengajar public

speaking di Talkinc. Peran lainnya adalah menjadi ibu bagi kedua anak saya dan juga manajer rumah tangga,” ujarnya saat ditanya tentang kesehariannya saat ini.

Walaupun memiliki jadwal yang sangat padat, Becky tetap mau mendukung pelayanan Wahana Visi Indonesia dengan menjadi Hope Ambassador. “Buat saya menjadi Hope Ambassador adalah kegiatan yang sangat positif. Bisa mengajak orang lain untuk mau peduli akan kehidupan anak-anak Indonesia yang membutuhkan bantuan, sama saja dengan memberikan harapan akan masa depan yang lebih baik bagi mereka.”

“Saya ingin menjadi seperti ibu saya! Dari kecil saya melihat ibu saya begitu sosial, selalu membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa pamrih. Untuk itulah saya bergabung menjadi penyantun anak melalui Wahana Visi Indonesia.” Tambahnya lagi, ”Saya percaya Wahana Visi Indonesia memiliki program yang baik, juga realisasi yang sama baiknya bagi masyarakat yang dilayani.” Saat ini Becky memiliki 10 anak santun di tiga wilayah yang berbeda. Apa harapannya bagi anak-anak ini? “Saya berharap anak-anak santun saya tumbuh menjadi anak-anak yg bersyukur dan selalu punya harapan yang positif. Saya juga ingin anak-anak ini merasa bahwa masih banyak orang peduli dengan mereka sehingga kelak mereka juga menjadi orang-orang yang peduli dengan orang lain.”

Menutup perbincangan, Becky berpesan kepada pembaca majalah Kasih & Peduli, ”Mari kita bantu anak-anak Indonesia supaya mereka bisa menjadi generasi penerus bangsa yang membanggakan dan penuh harapan!” (K&P)

Kejujuran dan keihklasan serta tidak membedakan-bedakan status sosial dalam melayani masyarakat menjadi moto koperasi. Menurut dia, visi koperasi sangatlah penting untuk dapat menjadi kenyataan. Visi koperasi ke depan adalah menjadi sebuah lembaga mikro kebanggaan masyarakat Gampong Bitai khususnya dan berkualitas dalam memberikan layanan jasa keuangan secara berkelanjutan. Sedangkan misi utama memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat tanpa membedakan status sosial.

Thaibatul menjadi janda tahun 2000. Suami pertamanya meninggal karena sakit setelah mereka hidup bersama selama sembilan tahun. Dari suami pertama dia mendapat empat orang anak.

Kisah sedihnya tidak berhenti hanya di situ. Setelah ditinggal mati oleh suaminya, empat tahun kemudian tiga orang anaknya menyusul ayahnya karena terseret gelombang tsunami. Tuhan hanya menyisakan satu orang anak laki-laki, yaitu Faifal Misbahul (16 tahun). Thaibatul hampir putus asa karena tekanan ekonomi rumah tangga dan kehilangan tiga orang anaknya. ”Saya dan anak laki-laki saya selamat dari tsunami karena pada pagi hari itu seperti biasanya, saya mengantarkan anak untuk ikut les ilmu bela diri Taekwondo di Simpang Tiga Lamteumen,” kata Thaibatul sambil menyeka air matanya.

Tiga orang anaknya yang lain masih tidur di rumah, sehingga ikut hilang tertelan ombak tsunami yang menghancurkan rumahnya di Gampong Bitai

Paska tsunami, setelah 4 tahun menjanda, ia kemudian mendapat jodoh seorang duda dengan dua orang anak (Furqansyah, 20 tahun, dan Muhammad, 30 tahun) yang bernama M. Nasir (55) yang berprofesi sebagai montir bengkel. Dari pernikahan ini dia mendapatkan satu orang anak perempuan bernama Liza Azkia Izah (4). Pekerjaan Thaibatul sehari-harianya adalah sebagai pembuat keripik pisang, namun akhir-akhir ini usahanya macet karena bahan baku pisang harganya semakin mahal, sehingga laba yang didapat sangat tipis.

”Karena labanya sangat tipis, jadi saya bergabung dengan teman lainnya yang membuat keripik, sehingga modal bisa bertambah untuk membeli bahan baku yang lebih banyak dengan harga yang lebih murah,” kata Thaibatul.

(K&P)

Penulis adalah staf Aceh Development Program

(12)

Seputar

Anak

Bantuan World Vision

Membuat Shirley Senang

K

e n y a t a a n bahwa rumah keluarganya belum direnovasi yang rusak akibat bencana gempa pada 30 September 2009 lalu semakin menambah rasa takutnya.

Akan tetapi, Shirley bertekad untuk tidak ketakutan sepanjang waktu. Dia setiap hari pergi ke sekolah walaupun dia serta teman-temannya hanya belajar di ruang kelas sementara/darurat.

Sebelum bencana, Shirley dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Orangtuanya hanyalah petani dan mereka harus menghidupi tujuh orang anak. Karena beras dari hasil pertanian mereka tidak cukup, maka keluarga ini bergantung pada raskin yang didistribusikan pemerintah.

Shirley biasa membantu orangtuanya bekerja di sawah atau mengerjakan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring atau menyapu halaman.

Kehidupan keluarga yang susah mendorong Shirley untuk rajin belajar agar kelak hidupnya lebih baik. Kerja kerasnya tidaklah sia-sia karena dia berhasil menduduki peringkat dua di kelasnya. “Saya bercita-cita menjadi polwan. Dengan memakai seragam, seorang polwan selalu tampak hebat,” kata Shirley.

World Vision telah membantu menyediakan ruang kelas sementara, peralatan sekolah, pakaian seragam, meja dan kursi di sekolah Shirley di Kecamatan VII Koto Sei Sariek, Kabupaten Pariaman, Sumatra Barat.

Teks dan foto: B. Marsudiharjo

Sejak gempa bumi menggoyang Sumatra Barat, Shirley Octaviani (12)

masih dihantui rasa takut bahwa sewaktu-waktu gempa masih bisa terjadi.

“Saya senang mendapat pakaian seragam karena pakaian seragam saya yang dulu sudah usang dan kotor,” katanya. World Vision juga mendistribusikan keperluan keluarga, seperti selimut, tikar, terpal, sabun, sikat gigi, dan odol untuk masyarakat di Sei Sariek, daerah Shirley, dan bagi 12.350 keluarga lainnya di Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Padang Panjang.

Selain itu, World Vision juga menndistribusikan bubuk penjernih air kepada masyarakat. Sebelum bencana gempa, masyarakat umumnya menggunakan air hujan sebagai air minum dan masak. Bak penampung air hujan mereka umumnya rusak akibat gempa. Dengan bubuk penjernih air, mereka bisa menjernihkan air sungai dalam waktu singkat sehingga layak dikonsumsi. (K&P)

(13)

Seputar

Anak

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 13

Matematika Tidak Lagi

Menakutkan

R

endahnya kompetensi para guru di ADP Kurima merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan.

World Vision berusaha memecahkan masalah ini dengan memfasilitasi guru-guru honorer ke SD Advent Maima dan SD YPPK Hepuba. Guru-guru ini sebelumnya telah mendapat pelatihan di Surya Institute, mitra World Vision di sektor pendidikan.

Banyak siswa dari kedua sekolah ini mendapat manfaat dari upaya ini. Ertina Hisage (13), siswa SD Advent Maima, mengatakan bahwa kedatangan guru baru itu telah membantu siswa untuk mengerjakan soal-soal matematika dengan lebih cepat.

“Sebelumnya, saya tidak suka pelajaran matematika. Setelah Kak Ika mengajar di sekolah ini, semua siswa menjadi suka matematika dan mendapat nilai tinggi dalam matematika,” kata Ertina tentang guru barunya itu.

Sekarang Ertina duduk di kelas 1 SMP Advent Sogokmo. Dia menduduki peringkat dua di kelasnya.

Ertina adalah anak kedua dari empat bersaudara. Kakaknya duduk di kelas 1 SMA di Jayapura. Adiknya duduk di kelas 2 SD, sedangkan adik bungsunya (3) belum sekolah.

Orangtua Ertina adalah petani. Mereka menanam ubi jalar dan sayur-sayuran serta beternak ikan di kolam untuk menghidupi keluarga. Orangtua ini mengharapkan agar semua anaknya bisa berpendidikan tinggi dan mendapat pekerjaan yang bagus. Ertina juga sangat senang mendapat surat dari sponsornya di Austria.

Teks dan foto: Fatmawati

“Sponsor saya menceritakan kegiatannya dalam surat dan meminta saya untuk menuliskan kegiatan saya sepulang sekolah. Dia bilang dia merindukan saya dan meminta saya agar membalas suratnya,” kata Ertina, sambil menambahkan bahwa sponsornya selalu mendorong agar Ertina rajin belajar. Ertina seorang gadis yang berbakat dan ramah. Dia tidak hanya pintar dalam pelajaran di sekolah, tetapi dia juga pintar bernyanyi dan main volley.

“Saya ingin jadi perawat kelak agar saya bisa merawat orangtua atau keluarga bila mereka sakit,” kata Ertina. (K&P)

Penulis adalah Community Development Coordinator

Ertina (ketiga dari kiri) bersama teman-teman. sekolahnya

Ertina (kanan bawah) yang ramah senang bergaul dengan anak-anak tetangganya.

(14)

Tahun Pemenuhan Hak Anak

Asteria T. Aritonang

T

ahun 2010 adalah tahun yang penting bagi pelaksanaan Hak Anak di Indonesia. Tepat 20 tahun yang lalu, Indonesia meratifikasi Konvensi PBB mengenai Hak Anak, melalui Keppres No. 36 / 1990.

Dengan meratifikasi Konvensi tersebut, Pemerintah Indonesia terikat pada pemenuhan hak anak, dan wajib memasukkan laporan, laporan pertama adalah dua tahun pasca ratifikasi, dan selanjutnya tiap lima tahun. Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia seharusnya sudah memasukkan laporan yang ke-3 dan ke-4 (digabung karena laporan periode sebelumnya ditolak), namun Pemerintah Indonesia baru mengirimkannya pada April 2009.

Sejak Juli 2007, 5 Konsorsium INGO (Child Fund, Plan, Save the Children, Terres des Hommes Netherlands, dan World Vision) bekerja bersama Koalisi NGO Pemantau Hak Anak (terdiri dari sekitar 30 NGO lokal) mempersiapkan laporan alternatif untuk juga disampaikan kepada Komite Hak Anak PBB. Mengingat keterlambatan Pemerintah mengirimkan laporan, maka produk yang sudah ada hingga saat ini barulah Laporan Tinjauan, yang akan diolah menjadi Laporan Alternatif - setelah diperbandingkan dengan Laporan versi Pemerintah.

Ada 3 metodologi yang digunakan: 1. Kajian Hukum, 2. Penelitian Topikal, 3. Konsultasi Anak (ini yang terpenting) di 14 provinsi, melibatkan hampir 400 anak.

World Vision selain mendukung dana, bersama Wahana Visi mendukung pelaksanaan Konsultasi Anak di lima lokasi: Jayapura, Banda Aceh, Tentena, Kupang, dan Pontianak. Para fasilitator lokal dari Wahana Visi adalah: Noak, Lusi Silaban, Ermina, Caecilia Putri (ex staf), Tuhu Sendiko.

Tanggal 25 Mei 2010, telah berlangsung acara peluncuran, di Teater Kecil - Taman Ismail Marzuki. Para fasilitator lokal ini pun hadir, beserta beberapa anak perwakilan dari daerah. Diharapkan dukungan dari semua rekan khususnya di wilayah terkait untuk memfasilitasi pertemuan dengan Pemerintah, untuk melaporkan Laporan Tinjauan KHA ini, sekaligus mendiskusikan rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan. Kami di tingkat nasional juga akan terus memastikan agar laporan ini tidak berhenti di sini saja, tapi ditindaklanjuti menjadi Laporan Alternatif untuk Komite Hak Anak PBB, dan beberapa rekomendasi tingkat nasional dapat diwujudkan. Sehingga pada periode pelaporan berikut yang s.d. 2012 sudah banyak kemajuan yang dicapai Indonesia, sekaligus Indonesia bisa memiliki sistem pemantauan yang lebih baik hingga ke tingkat masyarakat. (K&P)

Penulis adalah Direktur Advokasi World Vision Indonesia

Seputar

Anak

World Vision selain

mendukung dana,

bersama Wahana

Visi mendukung

pelaksanaan Konsultasi

Anak di lima lokasi:

Jayapura, Banda Aceh,

Tentena, Kupang, dan

Pontianak

(15)

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 15

Tali

Kasih

Berkunjung ke Kalimantan Barat

P

ada bulan April 2010 ada ajakan dari Wahana Visi Indonesia untuk mengunjungi anak santun di Singkawang. Saya menyambutnya dengan antusias. Jika saya berangkat sendiri, maka sangat kecil kemungkinannya untuk dapat tiba di sana.

Pada hari Kamis 27 Mei pagi, rombongan kami yang terdiri dari 16 orang berangkat dari Jakarta ke Pontianak. Dari Pontianak kami menempuh jalan darat ke Singkawang.

Keesokan paginya kami pergi melihat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Mekar Baru yang mayoritas penduduknya adalah etnis Melayu beragama Muslim. Mata pencarian penduduk adalah sebagai petani karet. Kepala desanya seorang ibu rumah tangga.

Masyarakat di sini semakin menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Sebelum ada PAUD, kegiatan anak-anak tidak terarah, banyak yang membantu orangtua di kebun karet. Sekarang hak anak-anak sudah diperhatikan. Sekalipun sepulang sekolah mereka masih bertugas membantu orangtua, namun sekarang mereka mempunyai kesempatan untuk menikmati masa kanak-kanak mereka dengan bermain. Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Posyandu di Desa Habang yang mayoritas penduduknya adalah suku Dayak beragama Kristen. Di Desa Habang, anak-anak mempertunjukkan kebolehannya menari.

Kunjungan berikutnya pada hari Sabtu 29 Mei adalah ke Desa Sake di Kabupaten Bengkayang yang mayoritas penduduknya dari suku Dayak. Wahana Visi menyumbangkan perpustakaan untuk sekolah dasar negeri di sini.

Siang harinya kami ke Desa Keranji, berkumpul di gereja. Kami bernyanyi bersama anak-anak, berbagi pengalaman dengan

Riani T. Soerjodibroto

masyarakat setempat. Anak-anak di sini bisa bersekolah sampai sekolah dasar saja, karena tidak ada SLTP. Untuk ke sekolah, mereka harus berjalan jauh melewati sungai.

Terakhir, kami berkesempatan untuk merefleksikan pengalaman masing-masing. Setiap peserta merasa beroleh penyadaran diri yang inspiratif, memberikan masukan dan mengaitkannya dengan latar belakang pengalaman pribadi. Seorang peserta menyampaikan bahwa ia akan berpikir panjang untuk minum kopi di Cafe di Jakarta yang harganya setelah pajak sekitar Rp37.000 per cangkir. Empat cangkir kopi per bulan sudah bisa membuat perubahan besar dan berkontribusi memberikan kesempatan bagi anak-anak Indonesia untuk hidup lebih baik melalui pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi masyarakat.

Keberadaan Wahana Visi sangat membantu masyarakat dalam pengadaan tenaga pendidik untuk sekolah, juga tenaga kesehatan untuk pos pelayanan kesehatan. Di bidang pendidikan, Wahana Visi melaksanakan program Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan (Creating Learning Community for Children/CLCC). Dengan pendekatan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, anak-anak termotivasi untuk pergi ke sekolah karena tertarik pada sekolah sebagai tempat yang menyenangkan. Beberapa sekolah sudah menerapkan pendekatan lanjutan, seperti membuat sekolah hijau, sekolah bersih atau sekolah ramah anak.

Kampanye tabungan pendidikan oleh Wahana Visi, kini ratusan keluarga telah memiliki tabungan pendidikan untuk anak-anak mereka. Pola pikir menabung ini perlu ditingkatkan karena banyak orang yang memiliki pola pikir berbelanja dan berutang sehingga ketika anak membutuhkan biaya untuk masuk sekolah yang lebih tinggi, orangtua bingung menyediakan dananya. (K&P)

Penulis adalah salah seorang sponsor Wahana Visi Indonesia Dokumentasi World Vision

(16)

Tali

Kasih

Kunjungan Perdana

Sponsor ke Sikka!

Teks dan foto: Beatrice Mertadiwangsa

T

anggal 13 Agustus 2010 pukul 04.30 WIB, kesunyian Terminal 1A Bandara Soekarno Hatta dipecahkan oleh ramainya obrolan 10 orang wanita. Mereka adalah para penyantun Wahana Visi Indonesia. Seluruh peserta nampak bersemangat karena mereka adalah rombongan perdana yang ikut dalam program kunjungan penyantun ke Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Dalam kunjungan yang pertama ini, peserta dibawa untuk mengunjungi beberapa desa yang dilayani oleh Wahana Visi Indonesia seperti Wolonterang, Wogalirit, Magetlegar serta Kloangpopot. Di desa-desa tersebut, peserta berbaur mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi posyandu dan bermain bersama anak-anak binaan Wahana Visi Indonesia.

Khusus pada tanggal 17 Agustus, peserta diajak untuk merayakan kemeriahan peringatan Hari Kemerdekaan dengan mengikuti upacara serta berbagai perlombaan di SDI & SMP Habibola. Dan yang paling dinantikan tentunya adalah kesempatan bertemu

Selain berkunjung

ke wilayah layanan,

staf Wahana Visi

Indonesia di Sikka

telah menyiapkan

jadwal spesial bagi

penyantun, yaitu

kunjungan ke daerah

wisata tersohor Danau

Kelimutu dan wisata

Nilo pada hari Minggu.

dengan anak santun. Seluruh penyantun rupanya telah menyiapkan hadiah istimewa bagi anak santunnya. Tentunya disertai nasihat dan motivasi bagi anak santun agar rajin belajar demi masa depan. Kesempatan ini juga digunakan penyantun untuk berkenalan dengan orangtua anak. Yang istimewa dari kunjungan ke Sikka ini adalah selain berkunjung ke wilayah layanan, staf Wahana Visi Indonesia di Sikka telah menyiapkan jadwal spesial bagi penyantun, yaitu kunjungan ke daerah wisata tersohor Danau Kelimutu dan wisata Nilo di hari Minggu.

Tertarik untuk ikut serta? Tunggu informasi kunjungan penyantun selanjutnya dari kami! (K&P)

(17)

Sosok

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 17

Melayani Sampai

Lanjut Usia, Siapa Takut?

Sony Anin

T

anggal 12 setiap bulan menjadi hari yang sibuk bagi Orpa Paulina Panie. Pada hari ini, Orpa yang biasa dipanggil Mama Orpa (63 tahun) melayani di Posyandu Tuabolok, Kelurahan Mokdale, Kecamatan Lobalain, Kabupaten Rote Ndao.

Mama Orpa sudah mengabdikan diri sebagai kader posyandu sejak tahun 1983, yaitu sejak posyandu pertama kali dibuka di Kelurahan Mokdale.

Tugas tersebut tetap diembannya sampai sekarang, walaupun dalam tugasnya sehari-hari Mama Orpa hanya bekerja sendirian.

Pada awalnya, Mama Orpa bekerja bersama empat rekannya, yaitu Sarlin Manu, Ase Ndolu, Berta Mesak, dan Berta Ndolu karena diminta oleh kepala desa.

Namun dalam perjalanan pelayanannya, teman-teman seangkatannya berhenti. Ada penggantian kader, tetapi semuanya tidak bertahan dengan alasan masing-masing. Mama Orpa mengenang tugasnya pada tahun 1990-an ketika pemerintah menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Dia bersama rekannya mengajak para ibu di Posyandu Tuabolok untuk ikut program KB.

Banyak ibu yang menolak karena berbagai alasan. Salah satunya karena ketiadaan biaya. Mama Orpa dengan ikhlas membantu semampunya dengan membayar biaya pemasangan KB. Ketika ibu yang dibantunya sudah memiliki uang, barulah mereka menggantinya.

Saat ini, Mama Orpa menangani anak-anak di posyandu yang kehadirannya setiap layanan posyandu rata-rata sekitar 20 anak. Total anak yang dilayani berjumlah sekitar 80 anak. World Vision memfasilitasi Posyandu Tuabolok dengan melengkapi peralatannya, seperti alat timbang, meja, kursi, dan peralatan lainnya.

Mama Orpa sering bertugas seharian mulai dari mendaftar, menimbang, mencatat dan memberikan penyuluhan. Sering

kali, pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) dilakukan di rumah bila dia bertugas sampai sore di posyandu.

“Saya tetap mempunyai tanggung jawab untuk melakukan tugas ini walaupun orang bilang saya sudah dalam usia pensiun,” ujar Mama Orpa.

”Saya merasa menjadi kader itu hanya sebagai pelayanan, tetapi tidak ingin mendapatkan sesuatu dari situ,” ujar Mama Orpa.

Mama Orpa akan terus berjuang untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Mokdale. Dia berharap agar posyandu tetap berjalan dengan aktif. (K&P)

Penulis adalah Fasilitator di wilayah dampingan Rote

Mama Orpa tak kenal kata lelah untuk melayani anak dan ibu melalui Posyandu Tuabolok demi tercapainya peningkatan kesehatan ibu dan anak di Kelurahan Mokdale.

(18)

Sosok

Titik Balik Hidupku Karena

Kelahiran Putriku

Laura A. Ginting

T

itik balik. Itulah yang dialami oleh Dalizomasi Waruwu atau yang biasa dipanggil Ama Juang.

Sosok Ama Juang adalah sosok yang ditakuti oleh penduduk desanya, yaitu Desa Lolozirugi di Kecamatan Mandrehe. Ama Juang dahulu dikenal masyarakat memiliki banyak ‘ilmu hitam’. Saat itu, Ama Juang sudah memiliki dua orang anak laki-laki, dan dia sangat merindukan seorang anak perempuan. Ternyata, harapan Ama Juang terkabul. Istri Ama Juang, yang biasa dipanggil Ina Juang, mengandung dan melahirkan bayi perempuan yang cantik.

Ama Juang sangat gembira. Namun kegembiraan tersebut tidak dapat bertahan lama, karena ternyata Ina Juang mengalami pendarahan hebat, dan ari-arinya tidak mau keluar. Saat itu petugas kesehatan pun tidak mampu berbuat banyak. Ina Juang berada dalam kondisi kritis. Ada kepercayaan masyarakat desa di Nias, bahwa penyakit biasanya disebabkan oleh niat jahat seseorang yang dendam atau benci. Keadaan seperti ini biasa disebut “penyakit kiriman”.

Hal tersebut saat itu juga diyakini oleh Ama Juang. “Di hadapan istri saya dan orang-orang yang ada di rumah saat itu, saya berjanji jika istri saya sampai meninggal, saya akan bunuh habis orang-orang yang saya duga menyebabkan istri saya sekarat.” Namun ternyata bukan itu yang

dikehendaki Tuhan. “Mertua saya datang dan memarahi

saya, katanya ini semua gara-gara saya jahat sehingga

anaknya jadi hampir mati,” kenang Ama Juang.

Mertua Ama Juang memintanya untuk membakar semua jimatnya, minta ampun serta berdoa kepada Tuhan agar istrinya bisa selamat. Ama Juang menolak, karena dia merasa bahwa jimat-jimat itu diperolehnya dengan susah payah. Selain itu, “ilmu-ilmu” tersebut adalah kebanggaannya.

“Mana yang lebih penting, itu

semua atau istri dan anakmu?” teriak mertua saya.

Karena dia tidak tahan melihat penderitaan istrinya, dengan bantuan doa seorang pendeta Ama Juang membakarnya sampai habis. Tidak lama kemudian ari-ari dalam perut istrinya bisa keluar dan nyawa Ina Juang pun selamat.

Kejadian ini menjadi titik balik kehidupan Ama Juang. “Saat itu saya sadar, bahwa kuasa Tuhan jauh lebih dahsyat dari segala kuasa di dunia ini. Segala ‘ilmu’ dan kuasa yang saya pikir bisa membuat saya hebat ternyata sia-sia.”

Saat ini Ama Juang sedang mengikuti kuliah S-1 Universitas Terbuka di Nias, di sela-sela kesibukannya sebagai Fasilitator Pengembangan World Vision. (K&P)

Penulis adalah Sponsorship Relations Officer

Ama Juang memberi kesaksian ketika peluncuran CHN (Child Health Now) di Nias

Beberapa kegiatan ketika peluncuran CHN (kampane kesehatan anak) di Nias. Dokumentasi World Vision

(19)

Sinergi

Kiat Masyarakat Rote Ndao

Menghadapi Rawan Pangan

Andries Kooswinanto

L

akamola Mbule Sio adalah suatu kearifan lokal daerah Rote Ndao, pulau paling selatan di wilayah Indonesia, yang berarti sembilan bulir makanan pokok dari Gunung Lakamola.

Gunung Lakamola adalah gunung kecil yang terdapat di wilayah Bilba, Rote Timur.

El Nino yang terjadi hingga Mei lalu mengakibatkan beberapa kabupaten di NTT mengalami kekeringan yang berdampak pada gagal tanam dan gagal panen. Akibatnya, masyarakat mengalami kurang pangan, balita mengalami gizi buruk, angka kriminalitas meningkat, dan bukan tidak mungkin akan terjadi perang antar desa atau perang suku.

Mengapa perang suku? Bencana kelaparan menyebabkan harga bahan pangan meningkat. Dengan meningkatnya harga bahan pangan, maka masyarakat tak bisa menjangkaunya sehingga mereka mencuri. Pencurian yang biasa di desa-desa adalah mencuri hewan ternak di desa tetangga dan ini bisa menyulut perang antar desa atau perang suku.

Lakamola Mbule mengandung arti hendaknya para petani jika bertanam harus menanam sembilan jenis tanaman yang bisa menjadi makanan pokok orang Rote zaman dahulu.

Tanaman tersebut adalah jagung khas Rote (mbela hiak), jagung biasa (mbelak), kacang nasi (fufue kakao), kacang turis (tulis), padi ladang (hakde), labu (nggela), botok (semacam wijen), wijen (lenga), dan gula air (tuak).

Semua tanaman tersebut bisa dikatakan hanya memerlukan air yang minim. Selain gula air, semua bisa sebagai pengganti beras sehingga orang Rote zaman dahulu tidak pernah kekurangan pangan meski terjadi kemarau panjang.

Memang sekarang kebutuhan makanan pokok tergantung hanya pada padi sawah yang penanamannya memerlukan banyak air. Para petani melupakan semangat nenek moyangnya. Alangkah indahnya jika semangat Lakamola Mbule Sio bisa diterapkan lagi. Niscaya kekurangan pangan atau bencana kelaparan bisa dihindari. (K&P)

Penulis adalah CDC Wahana Visi Indonesia di Rote

Rote sangat kering pada musim kemarau. Dokumentasi World Vision

(20)

Sinergi

Nilam Menumbuhkan

Harapan Baru

Teks dan foto: Hendro Suwito

B

agi ratusan masyarakat yang terkena dampak tsunami di Aceh Barat dan Aceh Jaya, tanaman nilam (patchouli) membawa harapan baru untuk menyongsong masa depan yang lebih menjanjikan. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sudah puluhan tahun dikenal luas sebagai produsen minyak nilam, bahan dasar minyak wangi. Minyak nilam Aceh dikenal memiliki kualitas terbaik di dunia. Tak heran, minyak nilam dari Aceh sudah mengalir ke produsen-produsen utama parfum dunia, seperti yang ada di Perancis dan negara-negara lain.

Konflik berkepanjangan

membuat produksi minyak nilam Aceh nyaris lumpuh. Beberapa provinsi telah mengisi kekosongan ini. Tetapi, kualitas minyak nilam dari luar Aceh memang masih tidak seprima nilam Aceh.

Sejak World Vision menopang kehidupan masyarakat pada tiga tahun masa tanggap darurat setelah tsunami, dari dialog-dialog dengan masyarakat, World Vision sudah mulai mendorong masyarakat untuk kembali menerjuni usaha budidaya nilam. Ketika sejumlah penduduk di daerah Lamno, Aceh Jaya, mulai membudidayakan nilam kembali, World Vision bahkan mendatangkan mesin khusus untuk menyuling minyak nilam.

Pendampingan intensif yang dilakukan mulai menampakkan hasilnya sejak 2009. Kelompok-kelompok usaha bersama mulai bermunculan dan masyarakat secara perlahan tapi pasti mulai menikmati hasil dari jerih-payah mereka.

Ronny Ichwan, manajer program World Vision di Aceh Barat, juga sangat optimis budidaya nilam akan mampu mengangkat

kehidupan banyak warga masyarakat. Satu liter minyak nilam pada bulan Juli 2010 dihargai sekitar Rp 300.000 oleh pembeli di tingkat petani. Jika seorang petani mampu mengembangkan nilam dalam jumlah yang memadai, tidak sulit bagi mereka untuk menghasilkan 10-20 liter minyak setiap kali panen.

Sebuah lembaga dari Jerman, ujar Tasnim Abdul Jalil, koordinator program peningkatan pendapatan World Vision di Aceh Jaya, memperkirakan kebutuhan nilam dunia sekitar 18 juta ton setiap tahun. Permintaan minyak nilam dari Indonesia, apalagi dari Aceh, akan terus kuat pada tahun-tahun mendatang.

Kontribusi minyak nilam Aceh hingga tahun 2009 masih sekitar 30 persen dari seluruh ekspor nilam dari Indonesia. Sebagian besar ekspor nilam dihasilkan dari Jawa, Kalimantan dan provinsi-provinsi lain di Sumatra. Dengan situasi keamanan yang semakin baik, para petani nilam di Aceh punya peluang untuk mengembangkan produksinya pada tahun-tahun mendatang. (K&P)

(21)

Sinergi

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 21

Semiloka Surabaya

Kota Layak Anak

Teks dan foto: Lukas Ginting

S

ekitar 150 orang anak Surabaya dengan penuh antusias terlibat dalam pengembangan visi tentang Surabaya yang layak bagi anak pada tanggal 28-30 Juni 2010 yang lalu. Acara yang bertempat di Hotel New Grand Park ini diberi judul Semiloka Surabaya Kota Layak Anak (SKLA).

Selain anak-anak, dalam acara ini juga hadir berbagai dinas dari Pemerintah Kota Surabaya yang disebut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan berbagai unsur sipil, seperti berbagai LSM dan yayasan, perguruan tinggi, karang taruna, dan lain-lain.

Kota Layak Anak (KLA) dipandang krusial untuk menjadi sebuah agenda nasional mengingat masih terbatasnya kebijakan pemerintah untuk mengintegrasikan isu hak anak ke dalam perencanaan pembangunan dan belum terintegrasinya hak perlindungan anak ke dalam pembangunan kabupaten/ kota.

Untuk mempercepat terwujudnya pengembangan KLA, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan menjadikan model KLA ini sebagai prioritas program dalam bidang kesejahteraan dan perlindungan anak dengan menetapkan tujuh aspek penting dalam pengembangan KLA, yaitu kesehatan, pendidikan, sosial, hak sipil dan partisipasi, perlindungan hukum, perlindungan ketenaga-kerjaan, dan infrastruktur.

Khusus untuk kota Surabaya, ada tiga tambahan, yaitu pembangunan spiritual dan karakter anak, lingkungan hidup dan pariwisata, serta koordinasi kewilayahan.

Dalam merumuskan pemikiran tentang kota layak anak, anak-anak Surabaya dilibatkan melalui perwakilan.

Surabaya sebagai kota layak

anak harus memenuhi kriteria

empat hak anak, yaitu hak

hidup, hak tumbuh-kembang,

hak perlindungan, dan hak

partisipasi.

Salah satu kelompok merumuskan bahwa kota yang layak anak itu ialah kota di mana anak-anak bisa berobat gratis, ada taman bermain, tidak ada guru killer, polisi tidur tidak mengganggu sepeda. Kelompok yang lainnya mengatakan bahwa Surabaya sebagai kota layak anak harus memenuhi kriteria empat hak anak, yaitu hak hidup, hak tumbuh-kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi.

Pak Ichsan, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Surabaya sangat terkesan dengan rumusan visi anak-anak tentang Kota Surabaya yang layak anak. ”Pemerintah Kota Surabaya sejak dua tahun lalu sudah punya ide untuk melibatkan anak dalam mengembangkan konsep Kota Surabaya layak anak ini,” kata Pak Ichsan. (K&P)

Seorang wakil anak membacakan visi anak tentang Surabaya Kota Layak Anak (SKLA).

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sedang berdiskusi tentang SKLA.

(22)

Berita dalam

Gambar

B. Marsudiharjo

Presiden World

Vision Sapa Warga

Cilincing

P

residen World Vision International Kevin Jenkins dalam kunjungan pertamanya ke Indonesia menyempatkan diri untuk mengunjungi anak-anak dan para ibu di Cilincing, Jakarta Utara, pada hari Rabu (14/4).

Dalam pertemuannya dengan para ibu di sebuah bangunan yang biasa mereka gunakan untuk pertemuan rutin, Kevin mengungkapkan rasa terima kasih kepada para ibu karena mau bekerja secara sukarela untuk anak-anak.

“Sungguh menyenangkan bisa bertemu dengan Anda. Terima kasih banyak karena i b u - i b u mau membantu anak-anak yang tinggal di wilayah ini. Saya berharap apa yang ibu-ibu lakukan bisa menjadi contoh di

wilayah lain,” kata Kevin.

“World Vision peduli pada setiap anak. Jika Anda mau bergandengan tangan membantu

anak-anak, ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa,” ia menambahkan.

Kevin secara khusus mengunjungi rumah Marni, ibu bayi berumur 21

bulan bernama Rennie, yang pernah diidentifikasi mengalami malnutrisi. Sejak World Vision melakukan pendampingan secara khusus dan mendorong Marni memberikan ASI kepada anaknya, Rennie berangsur membaik.

Kevin dan istri juga tidak melewatkan kesempatan untuk menengok para warga yang mencari rejeki sebagai pengupas kerang di wilayah Kali Baru.

(23)

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 23

Berita dalam

Gambar

(24)

Kiprah

Anak

FPA Pancawu Lo’e

Merayakan Hari Kartini

dan Pendidikan Nasional

Elsy Tepare

S

esuai dengan program kerja tahunan yang telah kami buat, maka tanggal 24 April 2010 Kelompok Pengembangan Anak (KPA) dan Forum Pengembangan Anak (FPA) “Pancawu Lo’e” Desa Sangira, Kabupaten Poso, mengadakan rapat bersama pendamping anak, posko perlindungan anak, BPD, dan pemerintah desa. Sayangnya pendeta jemaat yang kami harapkan hadir pada pertemuan tersebut berhalangan datang.

Dalam pertemuan ini kami membicarakan rencana persiapan mengadakan perayaan Hari R.A. Kartini yang digabungkan dengan Hari Pendidikan Nasional. Dari pertemuan rapat tersebut akhirnya kami memutuskan bahwa kegiatan akan dilaksanakan tanggal 2 Mei 2010, pukul 15.00 WITA. Kegiatannya berupa lomba cerdas cermat, lomba peragaan busana, lomba kebersihan taman KPA, dan ditutup dengan ibadah syukur. Pada acara tersebut kami sekaligus melakukan penutupan dan ibadah syukur atas selesainya latihan keybord yang diikuti 30 anak Sangira, yang difasilitasi Wahana Visi di wilayah Poso, selama dua bulan terakhir.

Pada kegiatan kali ini kami kembali mulai mencoba berinisiatif membuat kegiatan tanpa ada bantuan biaya sepersen pun dari Wahana Visi di wilayah Poso seperti kegiatan Paskah lalu. Tentunya perayaan hari R.A. Kartini dan Hari Pendidikan Nasional membutuhkan biaya yang tidak sedikit agar semua anak di desa kami bisa terlibat.

Tetapi kondisi tersebut terus memacu kreativitas kami. Atas inisiatif pengurus dan pendamping anak, kami memohon bantuan kepada pendeta jemaat untuk membantu kami dalam hal dana. Puji Tuhan, kami pun diberikan dana sebesar Rp 500.000.

Kami sangat bersyukur karena selalu diberikan dukungan dalam melaksanakan kegiatan yang diprakarsai oleh anak. Namun ternyata dana yang telah diberikan gereja tersebut masih sangat kurang. Jadi, dana tersebut kami kembangkan dengan membuat bazar makanan.

Kami mencoba menghubungi karyawan PT Bukaka untuk membantu kami mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan

kami. Tidak disangka, mereka pun bersedia membantu kami. Tanggal 29 April 2010, sekitar tiga hari sebelum kegiatan, kami pun membuat bazar makanan dan mengantarkan makanan tersebut kepada karyawan-karyawan PT Bukaka.

Makanan tersebut berjumlah 51 bungkus, laku terjual seharga Rp 20.000/bungkus. Dari modal Rp500.000 kami berhasil melipat-gandakan keuntungan menjadi sebesar Rp 520.000. Jadi, dana yang berhasil kami kumpulkan untuk kegiatan perayaan Hari R.A. Kartini dan Hari Pendidikan Nasional berjumlah Rp 1.020.000.

Tanggal 2 Mei 2010 tepat pada hari Minggu, kami pun mengadakan kegiatan perayaan Hari R.A. Kartini dan Hari

Seorang anak peserta lomba peragaan busana kebaya. Dokumentasi World VIsion

(25)

Kiprah

Anak

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 25 Pendidikan Nasional. Semua anak, khususnya peserta lomba,

telah tiba di gedung gereja sekitar pukul 14.00 dengan pakaian kebayanya masing-masing. Karena masih mengatur perlengkapan yang akan digunakan saat lomba dan ibadah, seperti sound system, maka kegiatan dimulai pukul 16.00. Kegiatan ini, selain diikuti oleh anak-anak, dihadiri pula oleh orangtua, pihak Wahana Visi di wilayah Poso, pendeta dan majelis jemaat. Jumlah peserta yang hadir hari itu kurang lebih 160 orang. Kegiatan diawali dengan lomba cerdas cermat mata pelajaran.

Sementara lomba berlangsung, keenam dewan juri yang diambil dari masing-masing KPA mengadakan penilaian kebersihan taman yang ada di sekitar gereja. Taman tersebut sudah dikelola oleh KPA 1-6.

Lomba cerdas cermat diikuti oleh 6 KPA dan masing-masing KPA berjumlah 3 orang. Jadi, semua peserta berjumlah 18 orang. Lomba tersebut dibimbing oleh Ibu Kristin Launto, sebagai posko anak.

Setelah lomba cerdas cermat mata pelajaran selesai, dilanjutkan dengan lomba peragaan busana kebaya. Lomba ini diwakili oleh tiga orang dari masing-masing KPA.

Jumlah peserta peragaan busana kebaya ada 18 orang. Dan setelah peragaan busana selesai, semua peserta lomba peragaan busana berkumpul di altar gereja, dan menyanyikan lagu “Ibu Kita Kartini”.

Selanjutnya ádalah acara ibadah. Ibadah dipimpin oleh Irvan Tongena. Ibadah diisi puji-pujian oleh kelompok anak dari masing-masing KPA, diiringi dengan organ, karena setiap KPA

sudah mengutus lima orang untuk mengikuti latihan keyboard. Ibadah juga diiringi dengan Singers berjumlah 10 orang. Keseluruhan acara ibadah diperankan oleh anak.

Tanpa terasa kegiatan lima jam itu pun berakhir. Kegiatan pun diakhiri dengan berbagai sambutan dari berbagai pihak, seperti gereja, pendamping anak, dan Wahana Visi di wilayah Poso. Kiranya ini boleh terus menjadi penyemangat bagi kami kelompok-kelompok anak untuk dapat berkreasi seluas-luasnya semandiri mungkin. (K&P)

Penulis adalah reporter anak dari FPA Desa Sangira, Kabupaten Poso

Kami sangat

bersyukur karena

selalu diberikan

dukungan dalam

melaksanakan

kegiatan yang

diprakarsai oleh anak.

Fotografer: Donna Hattu

(26)

Kiprah

Anak

Riski Ingin Sosialisasi Bahaya

HIV & AIDS

di Dolly

Teks dan foto: Lukas Ginting

R

iski adalah seorang remaja yang terkesan pendiam. Namun, kalau diajak bicara, ternyata dia cukup luwes. Gadis berusia 17 tahun yang bernama lengkap Siti Riskiatul Aini ini sekarang duduk di kelas 3 SMK jurusan Administrasi Perkantoran.

Riski tinggal di Kelurahan Putat Jaya, Surabaya. Kelurahan ini termasuk bagian dari ADP Surabaya 2, wilayah binaan Wahana Visi Indonesia yang didanai oleh World Vision Australia. Dia dulu bergabung dengan program Wahana Visi karena pada tahap awal kehadiran Wahana

Visi di Putat Jaya, dia didata sebagai salah seorang anak santun.

Setelah menginjak usia remaja (teenager), Riski bergabung dengan Forum Anak ’da Bajay (daerah tercinta Banyu Urip

dan Putat Jaya), wilayah ADP Surabaya 2. Bahkan saat ini dia menjadi ketua FA ’da Bajay.

Riski sangat senang bergabung dengan kegiatan Forum Anak. Dia merasakan banyak manfaat dari kegiatan forum anak yang dibina Wahana Visi ini.

”Saya dan teman-teman telah mengikuti banyak pelajaran dari Wahana Visi, seperti les bahasa Inggris, komputer, jurnalistik, fotografi dan sebagainya,” kata Riski.

”Selain itu, kami juga telah diberi pelatihan tentang LDKA. Itu yang membuat saya mampu dan percaya diri jadi ketua FA ’da Bajay sekarang ini,” tambah Riski.

Kegiatan anak yang pernah diikuti Riski: HAN (Hari Anak Nasional), Seminar Peer Educator (SSI – Sahabat Sumber Informasi), LDKA (Latuhan Dasar Kepemimpinan Anak), Seminar Sex Education, seminar-seminar lain, dan sosialisasi mandiri (sendiri tanpa FP).

Dalam pendidikan formal, Wahana Visi membantu kelangsungan sekolahnya, seperti bantuan uang sekolah, buku tulis, dan berbagai peralatan sekolah lainnya.

Riski dan teman-teman merasa mendapat banyak sekali pengetahuan tentang HIV&AIDS. Dia juga merasa sudah tahu bagaimana cara mempresentasikan pengetahuan tersebut kepada orang lain.

”Daerah kami kan dekat Dolly, yaitu lokalisasi pelacuran di Surabaya. Dalam waktu mendatang, kami ingin mengadakan sosialisasi bahaya dan pencegahan HIV&AIDS dan sex bebas di Dolly. Kami juga ingin menyadarkan para pekerja seks komersial agar mereka keluar dari sana dan mencari pekerjaan yang baik-baik,” kata Riski.

”Kami berani sosialisasi ke sana karena kami telah mendapat pelatihan tentang LDK, hak anak, dan motivasi. Strateginya, kami akan bekerja sama dengan LSM-LSM lain,” ungkap Riski mengakhiri pembicaraan. (K&P)

Riski sangat senang bergabung

dengan kegiatan Forum Anak. Dia

merasakan banyak manfaat dari

kegiatan forum anak yang dibina

Wahana Visi ini.

(27)

Harapan

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 27

Gift Catalogue

Katalog Hadiah (Gift Catalogue) adalah hadiah-hadiah berharga untuk kehidupan anak-anak yang lebih baik. Mulai dengan memberikan kelambu atau peralatan sekolah hingga paket pertanian, membantu anak-anak agar suatu saat bisa menolong diri sendiri.

Jika Anda ingin berpartisipasi, silakan hubungi

(021) 390 7818 atau e-mail ke

marketing_idn@wvi.org

Berminat untuk membantu anak – anak di Sikka agar dapat memperoleh hidup dan harapan untuk masa depan yang lebih baik?

Bergabunglah dengan program Penyantunan Anak sekarang juga! Klik

www.wvindonesia.org

untuk informasi lebih lengkap.

“Bag of Hopes” Hadirkan

Senyuman di Wajah Mereka!

Teks dan foto: Beatrice Mertadiwangsa

K

unjungan penyantun ke Sikka, 13-18 Agustus lalu, sekaligus menjadi ajang penyerahan sebagian paket peralatan sekolah bagi anak-anak di Sikka.

Sebulan lamanya program penggalangan dana “Bag of Hopes” yang diprakarsai oleh Toko Buku Times dijalankan. Untuk setiap Rp50.000 yang disumbangkan pelanggannya, Times akan memberikan sebuah paket peralatan sekolah yang terdiri dari tas sekolah, buku tulis, pensil warna, dan peralatan tulis lainnya untuk seorang anak di Sikka. Ternyata sambutan pelanggan Times sangat baik, dan hasil yang terkumpul dari program ini melampaui target semula, yaitu 1.000 paket. Ada 3.500 paket peralatan sekolah yang akhirnya terkumpul.

Penyerahan simbolik kepada 400 anak-anak usia SD dilakukan pada hari Sabtu, 14 Agustus 2010 di dua sekolah, yaitu SDI Hebar dan SDI Pelibaler. Diserahkan langsung oleh Jo Lee Wai Ching, selaku CEO PT Times Prima Indonesia, serta didampingi dua staf Times lainnya, Pricila Taarea dan Herlia Feronica Sumendap, paket peralatan sekolah tersebut disambut gembira oleh anak-anak di kedua SD tersebut. Bukan hanya anak-anak Sikka yang tersenyum gembira memperoleh peralatan sekolah, wakil-wakil dari Times dan seluruh peserta kunjungan penyantun yang menyaksikan

kegembiraan mereka pun turut merasakan sukacita. Bagaimana tidak? Tatkala rombongan tiba di sekolah dan melihat kaki-kaki kecil tak bersepatu serta sebuah buku tulis kusam tanpa bungkus di tangan kebanyakan anak-anak Sikka, timbul keharuan dan keyakinan bahwa keputusan memberikan paket untuk mereka adalah tepat.

Semoga dengan paket peralatan sekolah yang baru dan lengkap, anak-anak di Sikka lebih semangat untuk belajar dan dapat menggapai cita-cita mereka. (K&P)

Kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa perusahaan yang sudah demikian setia dalam mendukung pendanaan program-program sosial dan kemanusiaan Wahana Visi Indonesia

(28)

Harapan

Kukuruyuk Galang

Kepedulian

Teks dan foto: Beatrice Mertadiwangsa

Kukuruyuuuuuukk …!!! Kukuuuruuuyuuukkk …!!!” suara ayam jantan terdengar di Mall eX, akhir Agustus lalu. Dan di atrium utama mall tersebut, terlihatlah seekor ayam jantan raksasa bertengger dengan gagahnya tepat di depan panggung. Oh..,. ternyata ayam ini bukan ayam biasa, melainkan sebuah celengan ayam jantan raksasa dengan panjang dan tinggi masing-masing 2,5 meter serta lebar 3 meter! Ayam jantan tersebut hadir di Mall eX dalam rangka “Rooster Goes to Mall”, sebuah kampanye kepedulian sekaligus penggalangan dana bagi pemenuhan kebutuhan penyantun untuk anak-anak binaan Wahana Visi Indonesia, khususnya di wilayah Halmahera U t a r a , Sikka, dan Maro.

Mengambil konsep roadshow, ayam jantan

ini dihadirkan di penghujung minggu selama dua minggu b e r t u r u t - t u r u t di dua mall yang berbeda,

yaitu eX

(27-29 Agustus) dan Puri Indah Mall (3-5 September). Lewat celengan ini, Wahana Visi Indonesia ingin mengajak pengunjung kedua mall tersebut untuk mulai peduli akan kehidupan anak-anak yang kurang beruntung dengan berdonasi secara unik. Setiap orang yang ingin ikut serta bisa menukarkan donasi mereka dengan sebuah koin yang juga berukuran raksasa dan memasukannya ke dalam celengan ayam ini. Ayam akan otomatis berbunyi ketika koin telah dimasukkan, sebagai lambang satu harapan

baru telah diberikan bagi anak Indonesia.

Rooster Goes to Mall juga dimeriahkan oleh penampilan Sanggar Merah Putih, siswa-siswi dari beberapa sekolah serta artis pendukung Wahana Visi Indonesia, seperti Project Pop dan Delon.

Kini si ayam jantan telah kembali ke kandangnya. Namun masih banyak anak-anak Indonesia yang membutuhkan

uluran tangan kita. Mari tularkan semangat kukuruyuk si ayam jantan

dengan mengumandangkan kesempatan berbagi kepada sesama, melalui program Penyantunan Anak. (K&P)

(29)

Opini

Vol.21/2010 Kasih&Peduli | 29

Pemimpin Masa Depan,

Pemimpin Dunia

Trihadi Saptoadi

W

orld Vision Indonesia pada tahun 2010 ini memasuki 50 tahun pelayanan dan kemitraan di Indonesia. Serangkaian kegiatan dilakukan untuk terus mengajak para pemimpin bangsa, masyarakat dan keluarga agar meningkatkan komitmen bersama dalam mengupayakan pemenuhan hak anak dan pemberantasan kemiskinan. National Young Leaders Forum atau Forum Pemimpin Muda Nasional adalah salah satu kegiatan tersebut. Forum Pemimpin Muda Nasional melibatkan anak-anak dari daerah pelayanan World Vision Indonesia dan mitranya Wahana Visi Indonesia, serta perwakilan anak dari wilayah program beberapa lembaga/organisasi lain yang diundang. Para peserta ini dipilih karena mereka adalah anak-anak yang aktif menyuarakan dan berperan dalam memperbaiki kualitas hidup teman sebayanya dan masyarakat sekitarnya.

Dalam Forum ini, para pemimpin muda difasilitasi untuk mengetahui, memahami, menyajikan dan membagi keberhasilan dan tantangan pemenuhan hak anak dari berbagai wilayah di

Indonesia. Mereka juga diberi kesempatan untuk bertemu dengan berbagai tokoh-tokoh nasional yang melakukan berbagai terobosan dalam bidang masing-masing, baik dalam pemerintahan, pendidikan, pertanian maupun budaya. Kepada para pemimpin muda ini, saya ingin menyampaikan harapan agar kalian sungguh-sungguh mengikuti kegiatan ini dan menimba sebanyak mungkin pelajaran. Jika kembali ke tempat asal, bagikanlah semuanya ini kepada keluarga dan teman-teman kalian. Tetaplah bersemangat untuk mengejar mimpi dan cita-cita kalian untuk melayani keluarga, masyarakat, dan bangsa kita. Percayalah bahwa kalian bisa menjadi pemimpin dunia, mulailah dari lingkungan kalian.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh panitia, mitra, and tokoh-tokoh nasional yang berpartisipasi dan telah bekerja keras menyiapkan Forum ini. Semua kerja keras ini adalah investasi yang sangat berharga dalam upaya pemenuhan hak anak di Indonesia. (K&P)

Trihadi Saptoadi, Direktur Nasional World Vision Indonesia

Fotografer: Michael Sidharta, Dokumentasi World Vision

Referensi

Dokumen terkait