• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Neglect Dan Abuse

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengertian Neglect Dan Abuse"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

Pengertian Neglect 

Menurut WHO (1999) dalam buku Keperawatan Komunitas Teori Dan Praktik  Keperawatan (2009) kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaa, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan, atau sekelompok orang(masyarakat) mengakibatkan atau mungkin mengakibatkan trauma atau cedera fisik, kematian, kerugian psikologis, gangguan perkembangan, atau perampasan hak. Kekuatan fisik dan kekuasaan harus dilihat dari segi pandang yang luasmencakup rindakan atau penyiksaan secara fisik, psikis, seksual dan kurang perhatian (neglect) serta abuse.

Penelantaran (neglect) didefinisikan sebagai jenis penganiayaan yang mengacu pada kegagalan oleh pengasuh untuk memberikan yang diperlukan, perawatan yang sesuai dengan usia meski secara finansial mampu melakukannya atau ditawarkan berarti keuangan atau lainnya untuk melakukannya. Penelantaran (neglect) adalah kegagalan keluarga untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagi lansia, seperti tidak memberikan rumah yang aman, makanan, pakaian, pengobatan, atau meninggalkan lansia sendirian atau dengan seseorang yang tidak dapat merawatnya.

Penelantaran (neglect) biasanya ditandai oleh pola berkelanjutan perawatan yang tidak memadai dan mudah diamati oleh individu dalam kontak dekat dengan lansia. Seringkali karena kesibukan, keluarga lansia mengabaikan kebutuhan lansia seperti kebersihan yang buruk, berat badan yang buruk, dan perawatan medis yang tidak memadai.

Macam-Macam Neglect

Para ahli mendefinisikan empat jenis penelantaran yakni fisik, pendidikan, emosional dan medis.

a. Penelantaran Fisik (Physical Neglect)

Penelantara fisik umumnya melibatkan keluarga (anak) atau pengasuh yang tidak memberikan kebutuhan dasar pada lansia (misalnya, makanan pakaian, memadai dan tempat tinggal). Kegagalan atau penolakan untuk menyediakan kebutuhan membahayakan kesehatan fisik lansia, kesejahteraan, dan psikologis. Pengabaian fisik juga termasuk meninggalkan lansia, pengawasan tidak memadai, penolakan terhadap lansia yang mengarah ke pengusiran dari rumah dan kegagalan untuk secara memadai menyediakan untuk keselamatan lansia dan kebutuhan fisik dan emosional. Pengabaian fisik yang parah dapat berdampak pada psikologi lansia seperti depresi marah-marah, dan bahkan melukai diri sendiri.

b. Penelantaran pendidikan ( Educational Neglect)

Jenis penelantaran ini lebih kepada Neglect Child. Penelantaran pendidikan melibatkan kegagalan dari orang tua atau pengasuh untuk mendaftarkan anak usia sekolah wajib di sekolah atau menyediakan home schooling yang sesuai atau diperlukan pelatihan pendidikan  khusus, sehingga memungkinkan anak atau pemuda untuk tidak terlibat dalam kebiasaan membolos. Pengabaian pendidikan dapat menyebabkan anak gagal untuk memperoleh keterampilan hidup dasar, putus sekolah atau terus menampilkan perilaku yang mengganggu. Pengabaian pendidikan bisa menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan anak, kesejahteraan emosional, fisik atau pertumbuhan psikologis normal dan perkembangan, terutama ketika anak memiliki kebutuhan pendidikan khusus yang tidak terpenuhi.

c. Penelantaran Psikologi Emosional (Psychological Neglect Emotional )

Penelantaran psikologi dan emosional meliputi tindakan seperti terlibat dalam pertengkaran dengan anak yang ekstrim, memungkinkan seorang lansia untuk menggunakan obat-obatan, menolak atau gagal untuk menyediakan membutuhkan perawatan psikologis serta terus-menerus merasa tidak diinginkan. Perilaku anak yang dianggap menganiaya lansia secara emosional meliputi:

1) Mengabaikan (kegagalan konsisten untuk merespon kebutuhan lansia untuk stimulasi, merawat, dorongan dan perlindungan atau kegagalan untuk mengakui keberadaan lansia)

2) Menolak (aktif menolak untuk menanggapi kebutuhan lansia - misalnya, menolak untuk menunjukkan kasih sayang);

3) Menghina secara verbal (meremehkan, nama panggilan atau mengancam)

4) Mengisolasi (mencegah lansia dari memiliki kontak sosial yang normal dengan lansia-lansia lain dan tetangga)

5) Meneror (mengancam lansia dengan hukuman ekstrim atau menciptakan iklim teror); dan

6) Kerusakan atau pemanfaatan (mendorong lansia untuk terlibat dalam perilaku merusak, ilegal atau antisosial).

Sebuah pola perilaku anak dan keluarga lansia dapat menyebabkan citra diri yang rendah pada lansia, perilaku merusak dan bahkan bunuh diri.

d. Penelantaran Medis (Medical Neglect)

Penelantaran medis adalah kegagalan untuk menyediakan perawatan kesehatan yang tepat bagi seorang lansia (walaupun secara finansial mampu melakukannya), sehingga menempatkan lansia beresiko cacat atau mati. Pengabaian tidak hanya ketika anak atau keluarga menolak perawatan medis untuk lansia dalam keadaan darurat atau untuk penyakit akut, tetapi juga ketika anak atau keluarga mengabaikan rekomendasi medis untuk lansia dengan penyakit kronis yang seharusnya bisa diobati, namun malah terjadi kecacatan pada lansia.

Bahkan dalam situasi non-darurat, pengabaikan medis dapat mengakibatkan kesehatan secara keseluruhan semakin memburuk. Anak atau keluarga mungkin menolak perawatan medis untuk lansia mereka untuk alasan yang berbeda , seperti agama atau keyakinan, ketakutan atau kecemasan tentang kondisi medis atau perawatan dan masalah keuangan.

Meskipun penelantaran medis sangat berhubungan dengan kemiskinan, ada beberapa hal yang menyebabkan ketidakmampuan seorang pengasuh untuk memberikan perawatan yang diperlukan yakni : kurangnya sumber daya keuangan, keengganan pengasuh untuk mengetahui perawatan itu sendiri dan penolakan untuk menyediakan perawatan. Lansia-lansia dan keluarga mereka mungkin membutuhkan pelayanan meskipun anak atau keluarga mungkin tidak sengaja lalai. Ketika kemiskinan membatasi sumber daya anak dan keluarga lansia untuk menyediakan kebutuhan bagi lansia, terdapat lembaga yang menawarkan bantuan guna mencukupi kebutuhan lansia tersebut, contohnya panti jompo.

Pengertian Abuse (Keketasan)

Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik. Kata kekerasan merupakan terjemahan dari kata violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti perkosaan, pemukulan, sampai dengan kekerasan dalam bentuk yang lebih halus, seperti pelecehan seksual dan penciptaan ketergantungan. Kekerasan tidak hanya menyangkut siksaan fisik belaka, tapi juga meliputi perkataan, sikap, dan berbagai hal atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh. Bentuk kekerasan tidak hanya yang mengandung aspek fisik, tapi juga aspek psikologis yang meliputi perkataan dan sikap.

Abuse merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya  bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.

Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Abuse dan Neglect

1. Pengkajian

A. Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

B. Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

C. Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.

D. Aspek social

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

E. Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

2. Diagnosa yang Mungkin Muncul

No Data Diagnosa Keperawatan Paraf

1 a. Data subjektif:

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

b. Data objektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.

2 a. Data subjektif:

Klien mengatakan “ saya sudah tidak dibutuhkan lagi, kenapa saya harus menjadi tua?”

b. Data objektif

Klien sering menyendiri di kamar, dan menangis.

Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kurang pengakuan atau penghargaan.

3 a. Data subjektif:

Klien mengatakan “anak saya sudah tidak ingin merawat saya, mungkin merasa jijik, sedangkan saya sudah tua butuh bantuan dalam melakukan apapun”

b. Data objektif

Klien terlihat kotor dan bau

Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan ingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan. 

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa NOC: Risk Control NIC: Risk Control

Environment 1. Resiko mencederai diri,

orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... klien

mampu mengontrol

emosinya, dengan kreteria hasil:

1. Menggunakan strategi kontrol resiko bila diperlukan

2. Mengetahui faktor resiko 3. Menunjukkan perubahan

status kesehatan

1) Identifikasi kebutuhan pengamanan klien, meliputi fisik, kebiasaan dan fungsi kognitif 2) Identifikasi bahaya

lingkungan

3) Hilangkan resiko bahaya lingkungan

4) Gunakan alat pelindung untuk menghindari situasi yang berbahaya 5) Identifikasi perubahan

status keamanan

6) Berikan nomor darurat pada keluarga yang bisa dihubungi (polisi, rumah sakit)

7) Elaborasikan dengan ahli psikologi

2. Harga diri rendah situasional berhubungan

dengan kurang

pengakuan atau

penghargaan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... harga diri pasien akan meningkat, dengan kreteria hasil: 1. Verbalisasi penerimaan diri 2. Penerimaan keterbatasan diri 3. Mempertahankan kontak 1) anjurkan menggunakan kontak mata dalam komunikasi dengan keluarga dan orang lain

Eksplorasi kesuksesan terakhir yang diterima Anjurkan pasien untuk mengevaluasi kebiasaannya Berikan penghargaan atas

mata dan posisi tegak 4. Menggambarkan diri 5. Komunikasi terbuka 6. Percaya diri meningkat

peningkatan kedaan pasien

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan ingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... defisit perawatan diri teratasi, dengan kreteria hasil:

1. Klien terbebas dari bau badan

2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs

1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri

2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan 3. Sediakan bantuan

sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self care (libatkan keluarga) 4. Dorong klien untuk

melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki

5. Dorong untuk

melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien

tidak mampu

melakukannya (libatkan keluarga)

4. Evaluasi

No Diagnosa Evaluasi

1 Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.

S: klien mengatakan “saya menyayangi anak-anak saya”

O: klien terlihat tenang

A: masalah resiko mencenderai diri, orang lain, dan lingkungan teratasi P: tindakan keperawatan dihentikan 2 Harga diri rendah situasional

berhubungan dengan kurang pengakuan atau penghargaan.

S: klien mengatakan “saya tua bukan karena keinginan saya, setiap orang pasti akan tua”

O: klien mulai berani bertamu ketetangganya

A: masalah harga diri rendah teratasi P: tindakan keperawatan dihentikan 3 Defisit perawatan diri berhubungan

dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan ingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.

S: klien mengatakan “saya senang anak saya sudah mulai membantu saya lagi dalam membersihakan diri”

O: klien dibantu anaknya membersihakn dirinya

A: masalah defisit perawatan diri teratasi P: tindakan keperawatan dihentikan

DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Kelliat. 2012. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Efendi, Ferry Uddan Makhfudi. 2009. Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik dalam

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, B.A. 2008. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik diri. Jakarta: FKUI Keliat, B.A. 2008. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Maramis, WF. 1998. Proses keperawatan Kesehatan jiwa. Jakarta: EGC Stuart GW, Sunden . 1998 . Buku Saku Keperawatan Jiwa . Jakarta: EGC 

ekspresi fisik verbal agresi

Referensi

Dokumen terkait

Buku Ajar: Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktek.. Buku Ajar: Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

Program DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2,

Buku Ajar Kebutuhan Dasar manusia : teori dan Aplikasi dalam Praktik.. Diagnosis Keperawatan :Definisi

Menurut Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) tahun 1999, standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam

Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktek .Cetakan pertama.. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses

(2010) Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Praktik, dan Teori.. Friedman, Marilyn M.,

Dalam penelitian ini kekerasan yang ditunjukkan sesuai dengan kekerasan menurut Sunarto terdapat beberapa bentuk – bentuk kekerasan antara lain ( Sunarto, 2009 : 137 ) Kekerasan

Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan pada anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional,