• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pembangunan wilayah merupakan suatu proses yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat mulai dari aspek sosial, pendidikan, kesehatan, keamanan, politik, budaya, dan ekonomi. Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merata dan berkelanjutan. Salah satu aspek yang berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat adalah aspek ekonomi. Kondisi perekonomian di suatu wilayah dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Maka dari itu dalam proses pembangunan wilayah, salah satu aspek yang biasanya menjadi prioritas utama adalah sektor ekonomi. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan kondisi perekonomian wilayah yaitu dengan menggerakan aktivitas perekonomian di wilayah tersebut. Pergerakan kegiatan perekonomian terutama di wilayah pedesaan sangat bergantung pada keberadaan pasar tradisional.

Menurut Bab I Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki dan dikelola oleh pedagang kecil menengah swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Seiring berjalannya waktu, fungsi pasar semakin berkembang tidak hanya sebagai tempat jual beli atau tempat bertemunya pedagang dan pembeli. Saat ini pasar tidak hanya menjadi tempat terjadinya transaksi jual beli tetapi pasar juga mulai dijadikan sarana penggerak perekonomian. Dinamika

(2)

2 perekonomian suatu kota ditentukan oleh seberapa jauh efisiensi penggunaan ruang atau pola penggunaan ruang untuk aktivitas perekonomian di kota tersebut. Perkembangan perekonomian kota ini secara spesifik akan ditentukan oleh dinamika sistem perdagangan yang ada di kota itu dan juga di kawasan sekitarnya (Kiik, 2006).

Isu-isu mengenai pasar tradisional yang sering terjadi di Indonesia secara umum yaitu mengenai relokasi pasar atau pemindahan lokasi pasar yang dilakukan atas kebijakan pemerintah. Dalam proses relokasi pasar pasti menuai pro dan kontra dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Apalagi banyak dampak yang bisa ditimbulkan selama proses relokasi tersebut, baik dampak positif maupun negatif. Adanya pro dan kontra dalam menanggapi relokasi pasar tersebut sering kali memicu terjadinya konflik antara pedagang dengan pihak yang merelokasi.

Adanya konflik salah satunya disebabkan oleh masalah pemilihan lokasi relokasi yang dinilai tidak strategis sehingga merugikan para pedagang. Padahal dalam penentuan lokasi suatu kegiatan terutama kegiatan ekonomi, lokasi merupakan faktor yang sangat penting. Banyak ahli yang menjelaskan mengenai teori dalam penentuan lokasi salah satunya diungkapkan oleh Walter Christaller (1966). Walter Christaller menyatakan bahwa setiap kegiatan yang akan menghasilkan barang dan jasa mempunyai pertimbangan ambang penduduk dan jangkauan pasar.

Selain itu dalam pemilihan lokasi relokasi pasar juga harus memperhatikan aspek aksesbilitasnya. Aksesibilitas adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan di dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

(3)

3 Beberapa hal yang diungkapkan oleh beberapa ahli diatas sebaiknya diperhatikan agar dalam proses relokasi pasar dapat berjalan secara optimal dan tidak terjadi konflik. Hal ini mengingat pada kenyataan yang ada di Indonesia bahwa banyak proses relokasi pasar yang tidak berjalan dengan baik dikarenakan kurang memperhatikan faktor lokasi. Hal ini seperti yang pernah diungkapkan oleh Rushton. Menurut Rushton (1973) dalam banyak kasus, lokasi merupakan salah satu variabel yang hampir selalu diabaikan. Padahal di dalam penetapan lokasi yang tepat dari suatu jenis kegiatan/aktivitas, pada dasarnya, hendaknya tidak hanya sekedar menerangkan kegiatan/aktivitas tersebut sebagaimana adanya melainkan harus dibuat suatu putusan yang rasional bagaimana dan mengapa kegiatan/aktivitas tersebut berada di suatu tempat.

Salah satu kasus yang berkaitan dengan masalah relokasi pasar adalah relokasi pasar tradisional yang berada di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo. Proses relokasi pasar tradisional dilakukan dari lokasi lama yang berada di Desa Sentolo yang kemudian di pindah lokasinya di Desa Salamrejo. Akan tetapi pada prakteknya proses relokasi pasar tradisional ini tidak dapat berjalan secara optimal. Hal ini dibuktikan dengan masih banyak pedagang yang menolak dipindahkan ke lokasi pasar yang baru.

Relokasi ini dilakukan karena lokasi pasar yang lama dinilai sudah tidak representatif lagi untuk tempat berjualan. Pasar Sentolo yang lama secara luasan dinilai sempit dan dianggap sudah tidak mampu menampung jumlah pedagang yang semakin banyak. Relokasi pasar tradisional sentolo ini memiliki tujuan diantaranya untuk menjadikan pasar sentolo menjadi pasar percontohan nasional dan untuk menyediakan tempat yang lebih luas dan teratur kepada para pedagang. Akan tetapi tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah tersebut pada kenyataannya masih belum seperti yang diharapkan. Berdasarkan kasus dan permasalahan tersebut, maka peneliti ingin mengkaji kasus mengenai relokasi pasar tradisional di Kecamatan Sentolo ini. Peneliti lebih menekankan pada Kajian Lokasi Pasar Tradisional Lama dan Pasar Percontohan Baru di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo.

(4)

4 Kajian mengenai lokasi pasar tradisional ini menjadi penting karena banyak kasus relokasi pasar yang tidak dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Dengan adanya penelitian mengenai pemilihan lokasi seperti ini diharapkan dapat memberikan masukan dan solusi terhadap berbagai persoalan yang berkaitan dengan pemilihan lokasi pasar dan relokasi pasar.

1.2 Perumusan Masalah

Sektor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah adalah sektor ekonomi. Suatu wilayah dalam proses mengembangkan wilayahnya butuh dana dimana dana tersebut diperoleh dari sektor perekonomian. Perekonomian di wilayah perdesaan sebagian besar bergantung pada sektor pertanian dan perdagangan. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat pedesaan bekerja sebagai petani dan pedagang. Petani menjual hasil pertaniannya di berbagai tempat salah satunya di pasar tradisional. Pasar tradisional menjadi tempat berkumpulnya para pedagang dari berbagai tempat dengan pembeli. Pasar tradisional memegang peranan penting dalam kegiatan perekonomian di wilayah pedesaan. Sebagian besar aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat desa dilakukan di pasar tradisional.

Kecamatan Sentolo merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Kulonprogo. Kecamatan Sentolo dapat dikatakan sebagai wilayah pedesaan dikarenakan sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Keberadaan Pasar Sentolo menjadi sangat vital karena sebagai pusat kegiatan perekonomian di Kecamatan Sentolo. Namun, saat ini fungsi Pasar Sentolo sebagai pusat kegiatan perekonomian berkurang sejak dilakukan relokasi. Akan tetapi proses relokasi pasar ini belum berjalan dengan baik sehingga justru memecah pasar sentolo menjadi dua.

Proses relokasi pasar mendapat penolakan dari pedagang dan warga sekitar pasar sentolo. Berdasarkan isu-isu yang beredar, alasan penolakan dikarenakan lokasi pasar sentolo yang baru masih belum selesai dan dari segi lokasinya jauh dari permukiman. Selain itu para pedagang beranggapan bahwa pasar sentolo yang lama masih layak untuk berjualan. Hal ini bertolak belakang

(5)

5 dengan pandangan pemerintah yang menilai pasar sentolo sudah tidak representatif lagi sebagai tempat berjualan karena dinilai sudah terlalu sempit dan tidak mampu menampung jumlah pedagang yang semakin bertambah.

Berdasarkan uraian permasalan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang hendak dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Beberapa permasalahan yang akan dikaji antara lain :

1. Apakah aksesbilitas lokasi pasar percontohan baru lebih baik dari aksesbilitas lokasi pasar tradisional lama ?

2. Apakah potensi pasar percontohan baru lebih baik dari potensi pasar tradisional lama ?

3. Bagaimana persepsi stakeholder terhadap lokasi pasar tradisional di Kecamatan Sentolo ?

4. Bagaimana arahan prioritas lokasi pasar tradisional di Kecamatan Sentolo ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas dapat dijabarkan tujuan dari penelitian ini. Penelitian ini memiliki tujuan antara lain: 1. Membandingkan aksesbilitas lokasi pasar tradisional lama dengan lokasi

pasar percontohan baru.

2. Membandingkan potensi pasar lokasi pasar tradisional lama dengan lokasi pasar percontohan baru.

3. Memahami persepsi stakeholder terhadap lokasi pasar tradisional. 4. Mengetahui arahan prioritas lokasi pasar tradisional.

1.4 Manfaat Penelitian

Kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan:

1. Manfaat akademis : Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa umumnya dan mahasiswa Prodi Pembangunan Wilayah pada khususnya sebagai bahan referensi yang tertarik dalam bidang kajian ini.

(6)

6 2. Manfaat praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran serta informasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo dalam membuat kebijakan mengenai penataan pasar tradisional.

1.5 Keaslian Penelitian

Kajian mengenai penelitian terdahulu berguna sebagai acuan dalam penelitian ini guna menjamin keaslian dengan menghindari berbagai bentuk plagiatisme. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji mengenai relokasi pasar tradisional. Beberapa penelitian tersebut memiliki tujuan dan metode penelitian yang berbeda sehingga hasil yang diinginkan oleh penelitipun juga berbeda.

Pada penelitian yang berjudul Efektifitas Relokasi Pasar Ciomas di Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang Tahun 2012 memiliki perbedaan dengan penelitian dalam hal tujuan yang akan dicapai serta metode yang digunakan, sedangkan persamaan terdapat pada obyek penelitian yaitu pasar hasil relokasi. Sementara itu pada penelitian yang berjudul Lokasi Optimal Pembangunan Pasar di Kota Lahat Berdasarkan Kajian Faktor-faktor Lokasi Penentu Pasar dan Analisa Pemilihan Lokasi Pembangunan Pasar Baru di Kecamatan Muaradua Kabupaten Oku Selatan, persamaan terletak pada metode yang digunakan yaitu menggunakan Analitik Hirarki Proses (AHP). Hal yang membedakan dengan penelitian ini yaitu pada tujuan yang ingin dicapai. Pada kedua penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan lokasi optimal pembangunan pasar sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan lokasi dua pasar.

Penelitian lain yang berjudul Dampak Sosial Ekonomi Relokasi Pasar Satwa, Studi Kasus Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) Tahun 2010-2014 dan Strategi Survival Pedagang Tradisional pada Pasar Relokasi Dinoyo Kota Malang memiliki persamaan dengan penelitian ini dalam hasil obyek penelitian yaitu pasar hasil relokasi. Sementara itu perbedaan terletak pada tujuan penelitian dan metode yang digunakan. Kedua

(7)

7 penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dampak relokasi dan strategi penghidupan pasca relokasi, sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua lokasi pasar dari segi aksesbilitas dan potensi pasar.

Berikut pemaparan mengenai berbagai penelitian terdahulu yang disajikan dalam tabel dibawah ini:

(8)

8 Tabel 1 Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sebelumnya

N o

Penulis Judul Tahun Tujuan Metode Hasil

1. Najiah Efektifitas Relokasi Pasar Ciomas di Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang Tahun 2012

2013 Mengetahui seberapa besar efektivitas relokasi Pasar Ciomas di Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang

Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode kuantitatif dengan teknik deskripsi. Populasi penelitian adalah pedagang sejumlah 696 dengan jumlah sampel 158 dengan menggunakan rumus taro yamane dengan taraf kesalahan 7% dan menggunakan teknik proportional random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa relokasi pasar ciomas kurang efektif. Hal ini dilihat dari hasil uji hipotesis t-test satu sampel dengan uji pihak kiri mencapai angka 50,48% dan prediksi paling rendah 65%.

2. Abi Syahmora Lokasi Optimal Pembangunan Pasar di Kota Lahat Berdasarkan Kajian Faktor-faktor Lokasi Penentu Pasar

2005 Menganalisis lokasi optimal pembangunan pasar di Kota Lahat

Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan Proses

Hirarki Analitik (PHA)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi optimal pembangunan pasar di Kota Lahat berada di 3 lokasi yang terletak di Kelurahan Bandar Agung.

3. Retno Indryani Eko Budi Santoso

Analisa Pemilihan Lokasi Pembangunan Pasar Baru di Kecamatan Muaradua Kabupaten Oku Selatan

2011 Tujuan penelitian ini adalah untuk memilih lokasi yang terbaik untuk pembangunnan pasar baru.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

Analytical Hyerarchi Process

(AHP)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria teknik adalah kriteria terpenting dalam penentuan lokasi pembangunan pasar. Urutan prioritas pemilihan lokasi

(9)

9

adalah : Desa Batu Belang dengan bobot 0,5128 , Desa Sumber Jaya dengan bobot 0, 2538 dan Desa Bumi Agung dengan Bobot 0,2334. 4. Ayu Setyaningsih

Y.Sri Susila

Dampak Sosial Ekonomi Relokasi Pasar Satwa, Studi Kasus Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) Tahun 2010-2014

2014 Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dampak sosial ekonomi relokasi pasar terhadap pedagang PASTY serta pendapat pedagang pasar terhadap PASTY setelah pemindahan dari pasar ngasem.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pengujian statistik berupa uji t. Uji t menggunakan Wilcoxon Sign Test.

Relokasi Pasar Ngasem membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan sosial pedagang pasar tradisional. Hasil uji t menyatakan bahwa relokasi efektif dapat meningkatkan pendapatan pedagang. Sedangkan pendapat pedagang tentang relokasi ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu senang, tidak senang, dan biasa saja. 5. Agil Cahyo Nugroho Strategi Survival Pedagang

Tradisional pada Pasar Relokasi Dinoyo Kota Malang

2013 Mendeskripsikan kondisi usaha para pedagang tradisional pasar relokasi di wilayah Dinoyo Kota Malang dan mendeskripsikan strategi survive para pedagang tradisional di pasar dinoyo Malang.

Metode yang digunakan yaitu dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan observasi. Analisa data dengan data reduction, data display dan conclusion

drawing/verification.

Hasil penelitian menunjukkan adanya strategi pedagang melalui konsep interaksi, kerjasama, strategi hidup hemat, dan diversifikasi pekerjaan.

(10)

10 1.6 Tinjauan Pustaka

1.6.1 Studi Geografi

Menurut Yunus (2008) dalam ilmu geografi terdapat tiga pendekatan utama yang menjadi acuan bagi geograf, yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ekologikal (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Pendekatan-pendekatan tersebut menjadi batasan kegiatan penelitian dalam keilmuan geografi, namun penelitian juga dapat dilengkapi dengan pendekatan-pendekatan baru yang muncul dari disiplin ilmu lain. Walaupun dapat menggunakan pendekatan ilmu lain sebagai komplementer, dalam melakukan analisis seorang geograf tetap harus mengacu pada ketiga pendekatan utama tersebut untuk menghindari terjadinya marginalisasi peranan geograf itu sendiri. Melalui pemahaman mengenai pendekatanpendekatan geografi secara mendalam, geograf dapat memposisikan dirinya dengan tepat dalam pembangunan sesuai dengan bidang keahliannya.

Terkait dengan ketiga pendekatan utama dalam ilmu geografi, penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan yang menekankan analisisnya pada keberadaan ruang yang menjadi tempat berlangsungnya seluruh kegiatan manusia. Segala obyek yang terdapat di dalam ruang dapat menjadi obyek penelitian dari berbagai aspek sesuai dengan tujuh tema analisis dalam pendekatan keruangan, yaitu analisis pola keruangan, analisis struktur keruangan, analisis proses keruangan, analisis interaksi keruangan, analisis asosiasi keruangan, analisis organisasi keruangan, dan analisis tendensi keruangan (Yunus, 2008).

1.6.2 Teori Lokasi

Sebelum berbicara mengenai teori lokasi ada baiknya didefinisikan terlebih dahulu tentang lokasi. Landasan dari lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan bumi baik yang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya sepanjang manusia awam masih bisa

(11)

11 menjangkaunya. Lokasi menggambarkan posisi pada ruang tersebut. Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan atau berjauhan tersebut (Tarigan, 2006).

Dalam kajian geografi lokasi merupakan suatu konsep geografi yang dapat menunjukkan posisi suatu tempat, benda atau gejala di permukaan bumi. Lokasi dalam ruang atau spasial terdiri dari lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut adalah lokasi yang berkenaan dengan posisi menurut garis lintang dan garis bujur (letak astronomis). Sedangkan lokasi relatif adalah lokasi suatu tempat yang bersangkutan dengan hubungan tempat atau wilayah itu dengan faktor alam atau faktor budaya yang ada disekitarnya (Sumaatmaja, 1998). Jadi, lokasi relatif ini ditinjau dari posisi suatu tempat atau terhadap kondisi wilayah-wilayah yang ada disekitarnya. Lokasi relatif ini dapat mengungkapkan dinamika wilayah yang bersangkutan.

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006). Banyak ahli yang menjelaskan mengenai teori dalam penentuan lokasi salah satunya diungkapkan oleh Walter Christaller. Walter Christaller menyatakan bahwa setiap kegiatan yang akan menghasilkan barang dan jasa mempunyai pertimbangan ambang penduduk dan jangkauan pasar. Teori lokasi mempertimbangkan ambang penduduk (threshold population) yaitu jumlah penduduk minimum yang dibutuhkan untuk kelancaran dan kesinambungan penawaran barang. Sementara itu jangkauan pasar (range) adalah jarak yang perlu ditempuh seseorang untuk mendapatkan jasa yang bersangkutan.

Thunen dalam Tarigan (2006) berpendapat tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan paling

(12)

12 mahal nilainya adalah di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.

Lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk harus berada pada tempat yang sentral. Tempat yang lokasinya sentral adalan tempat yanng memungkinkan terjadinya partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan pelayanan yang dihasilkan. Tempat semacam itu oleh Christaller dan Losch diasumsikan sebagai titik simpul-simpul dari suatu bentuk geometrik yang heksagonal (Sumaatmadja, 1998).

1.6.3 Teori Pelayanan

Pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya. Hal ini menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini pelanggan agar kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan mereka (Munir, 1991).

Teori Tempat Pusat atau Teori Pusat Pelayanan (central place theory) yang dikemukaan oleh Christaller mendefinisikan sebagai suatu kesatuan unit dasar permukiman yang dilengkapi pusat-pusat pelayanan didalamnya. Unit permukiman yang dimaksud dapat berupa satu kota

(13)

13 besar, kota-kota kecil, wilayah kota atau satuan lingkungan hunian tertentu. Ciri dari pusat pelayanan adalah bahwa pusat tersebut menyediakan pelayanan (barang dan jasa) untuk wilayah permukiman itu sendiri dan daerah sekitarnya yang lebih besar (Daldjoeni, 1997).

Berdasarkan teori Central Place, besarnya wilayah pelayanan yang dapat dilayani oleh satu pusat pelayanan sebanding dengan hirarki skala pelayanan dan jangkauan pelayanannya. Berdasarkan anggapan teori tersebut manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari pusat pemenuhan kebutuhan yang paling dekat, mudah, dan murah dicapai serta yang sesuai dan dapat memenuhi selera kebutuhannya. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa masing-masing kegiatan pelayanan atau jasa mempunyai penduduk ambang (threshold population) dan lingkup pasar (market range). Lima asumsi yang diajukan Christaller (dalam Daldjoeni, 1997), antara lain :

1. Karena para konsumen yang menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat yang dinyatakan dalam biaya dan waktu amat penting.

2. Karena konsumen yang memikul ongkos angkutan, maka jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.

3. Semua konsumen dalam usaha mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan, menuju ke tempat pusat yang paling dekat letaknya.

4. Kota-kota berfungsi sebagai tempat central place bagi wilayah di sekitarnya. Artinya ada hubungan antara besarnya tempat pusat dan besarnya (luasnya) wilayah pasaran, di wilayah yang bersangkutan.

5. Wilayah tersebut digagaskan sebagai daratan dimana penduduknya tersebar merata dan ciri-ciri ekonomisnya sama (besar penghasilan sama).

(14)

14 Pelayanan ekonomi dalam hubungannya dengan perencanaan pengembangan perdesaan dapat dibagi atas pelayanan pendukung pertanian dan pelayanan lainnya. Pelayanan ekonomi terdiri dari pasar, pertokoan, kantor, jalan, dan sarana transportasi, yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi seperti koperasi dan bank. Kegiatan ekonomi pada dasarnya merupakan gabungan berbagai kegiatan sektoral sehingga perlu diturunkan dalam rencana-rencana sektoral dengan tetap memperhatikan keterpaduan dalam wilayah yang bersangkutan (Huisman, 1987).

1.6.4 Teori Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan di dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

Menurut Rushton (1973) dalam banyak kasus lokasi merupakan salah satu variabel yang hampir selalu diabaikan. Padahal di dalam penetapan lokasi yang tepat dari suatu jenis kegiatan/aktivitas, pada dasarnya, hendaknya tidak hanya sekedar menerangkan kegiatan/aktivitas tersebut sebagaimana adanya melainkan harus dibuat suatu putusan yang rasional bagaimana dan mengapa kegiatan/aktivitas tersebut berada di suatu tempat.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Rushton (1973) bahwa dalam rangka penetapan lokasi suatu aktivitas agar optimum harus dilihat dari dua segi kepentingan yang berlainan, yaitu kepentingan swasta dan kepentingan umum. Untuk kepentingan swasta pemilihan lokasi ditentukan atas dasar perolehan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dimana keuntungan tersebut diperoleh dengan mempertimbangkan biaya transportasi yang dikeluarkan

(15)

15 baik untuk pengangkutan bahan baku maupun pendistribusian hasil produksi pada para konsumen dan menekan biaya operasi semurah mungkin.

Menurut Rushton terdapat 5 kriteria mengenai paling aksesibel ini. Kriteria tersebut adalah :

a. Kriteria jarak rata-rata, yaitu apabila jarak total semua penduduk yang akan dilayani dari fasilitas tersebut adalah minimum.

b. Kriteria jarak minimaks, yaitu apabila jarak terjauh penduduk yang akan dilayani dari fasilitas tersebut adalah minimum.

c. Kriteria penetapan berdasarkan kesamaan, yaitu apabila jumlah penduduk yang akan dilayani di sekitar fasilitas terdekat kurang lebih sama.

d. Kriteria kendala batas-ambang, yaitu apabila jumlah penduduk yang akan dilayani di daerah sekitar fasilitas terdekat selalu lebih besar dari jumlah tertentu.

Kriteria kendala kapasitas, yaitu apabila jumlah penduduk yang akan dilayani di daerah sekitar fasilitas terdekat tidak pernah lebih besar/selalu lebih kecil dari jumlah tertentu.

1.6.5 Pasar

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M_DAG/PER/12/2013, pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai Pusat Perbelanjaan, Pasar Tradisional, Pertokoan, Mall, Plasa, Pusat Perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar merupakan suatu institusi tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi, yaitu hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga terhadap suatu barang atau jasa yang hendak dibeli. Keberadaan pasar mempunyai fungsi yang sangat penting. Secara umum, pasar mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai sarana distribusi,

(16)

16 pembentukan harga, dan sebagai tempat promosi (Crayonpedia dalam Ayu, 2013).

Beberapa unsur utama yang perlu dikaji pada pengertian pasar menurut Mursid (1997) yaitu :

1. Konsumen adalah orang dengan segala kebutuhan dan keinginannnya.

2. Daya beli, daya beli merupakan faktor yang dapat mengubah keinginan menjadi permintaan. Penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat tidak akan menjadi suatu permintaan apabila masyarakat tidak memiliki daya beli yang memadai.

3. Perilaku pembeliann, periilaku berkaitan dengan pola hidup masyarakat dalam hal menjalani kegiatan pasar, seperti pengeluaran uang, perubahan selera jenis barang atau jasa, waktu mewujudkan dan membeli serta fluktuasi harga.

Menurut Bab I Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki dan dikelola oleh pedagang kecil menengah swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Fungsi pasar yang ada saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia antara lain :

1. Pasar sebagai tempat pengumpul hasil pertanian 2. Pasar sebagai tempat distribusi barang industri 3. Pasar sebagai tempat menukar barang kebutuhan

(17)

17 5. Pasar sebagai tempat mendapatkan informasi perdagangan Sementara itu peran pasar terus meningkat sebagai akibat dari berkembangnya fungsi pasar. Pasar mempunyai peranan yang beragam berdasarkan pada pengertian-pengertian tentang pasar dan berkembangnya kegiatan-kegiatan yang terjadi di pasar. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, peranan pasar antara lain :

1. Pasar sebagai tempat pemenuhan kebutuhan 2. Pasar sebagai tempat rekreasi

3. Pasar sebagai sumber pendapatan daerah/kota 4. Pasar sebagai tempat bekerja

5. Pasar sebagai tempat terjadinya komunikasi sosial 6. Pasar sebagai tempat studi dan latian

Lokasi pendirian Pasar Tradisional wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk Peraturan Zonasinya. Pendirian Pasar Tradisional wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta Usaha Kecil, termasuk koperasi, yang ada di wilayah yang bersangkutan

b. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100 m2 (seratus meter per segi) luas lantai penjualan Pasar Tradisional

c. Menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman. Badan Pembinaan Perdagangan Dalam Negeri dalam Anwar (2001) menyatakan bahwa untuk menetapkan lokasi pembangunan pasar tradisional harus memperhatikan letak strategis,luas lahan yang dapat menampung bangunan dan fasilitas, mudahnya komunikasi dan

(18)

18 transportasi, bukan lokasi banjir serta sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat. Disamping hal tersebut dalam penyediaan lahan untuk lokasi pasar perlu memperhatikan mengenai:

1. Adanya embrio

a. Adanya pedagang dan pembeli

b. Adanya kegiatan jual beli (perdagangan) c. Ada barang yang diperdagangkan d. Belum ada wujud fisik pasar 2. Penyediaan lahan

a. Swadaya masyarakat

b. Dibeli dengan dana APBD Kabupaten/Kota, APBD Propinsi atau APBN (dana pusat)

3. Status lahan

a. Tidak dalam sengketa

b. Tidak sedang dalam jaminan atau penyitaan c. Sudah ada ketetapan hukum

Duncan dan Hollander, dalam Desmianti (2004), mengemukakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi pasar adalah :

1. Populasi yang terdapat pada daerah perdagangan, meliputi komposisi dan pertumbuhannya.

2. Perkembangan kota yang dapat diukur dari perubahan sosial ekonomi. 3. Kebiasaan belanja penduduk.

4. Daya beli penduduk yang dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan jumlah tabungan yang dimiliki. 5. Perbedaan status sosial yang dapat dilihat dari tipe rumah, kepemilikan

rumah, tingkat pendidikan dan jumlah kepemilikan kendaraan. 6. Jumlah, luas , tipe dan lokasi pasar lama.

(19)

19 7. Aksesibilitas berupa fasilitas transportasi umum, kedekatan dengan konsumen potensial yang dapat berupa daerah perumahan dan perkantoran.

8. Kondisi fisik lahan, dapat dilihat dari tofografi, kondisi geologis, rawan bencana dan sebagainya.

Sementara itu Chiara dan Koppelman (1997) mengemukakan bahwa kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan lokasi suatu pusat perbelanjaan adalah :

1. Kedekatan terhadap pangsa pasar 2. Kedekatan terhadap bahan baku 3. Ketersediaan tenaga listrik dan air 4. Ketersediaan modal

5. Iklim

6. Adanya perlindungan terhadap bahaya kebakaran, perlindungan polisi dan pelayanan kesehatan

7. Terdapatnya perumahan /permukiman penduduk 8. Sikap masyarakat

9. Peraturan setempat

Pasar Tradisional tidak hanya dimaknai sebagai pranata ekonomi yang berfungsi mendinamiskan transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli tetapi lebih dari itu pasar tradisional juga berfungsi sebagai ruang budaya dimana adanya proses percampuran budaya antara berbagai ragam mata pencaharian ekonomi dalam satu ruang. Situasi pasar tradisional di kota yang semakin lama semakin tidak terkendali baik dari segi jumlah pedagang maupun jumlah pembeli maka diperlukan organisasi pasar untuk menetapkan aturan serta peran pemerintah untuk ikut menetapkan kebijakan (Jati dalam Rinda, 2014).

(20)

20 1.6.6 Persepsi

Persepsi merupakan tindakan atau kemampuan manusia dalam menangkap suatu peristiwa di lingkungan sekitar dengan menggunakan indera atau pikiran mereka (Stein, 1968). Tindakan menangkap peristiwa di lingkungan tersebut dilakukan dengan sadar, mempengaruhi proses sensorik dan menghadirkan stimulus pada setiap orang yang mengalaminya. Persepsi menurut Bruner (1957 dalam Sarwono, 2000) merupakan suatu proses kategorisasi. Adapun yang dimaksud proses kategorisasi dalam hal ini ialah berupa proses menghubungkan setiap masukan yang didapat dari peristiwa yang ada antara yang satu dengan yang lain sehingga masukan tersebut dapat memiliki arti. Bedasarkan hal itu maka persepsi juga bersifat inferensial, yaitu menarik kesimpulan dari peristiwa yang ada.

Persepsi dalam bahasan geografi perilaku oleh Dietvorst (1983, dalam Daldjoeni 1992) mengandung pengertian sebagai suatu fungsi psikologis yang memampukan individu untuk mengamati rangsangan inderawi dan mengubahnya menjadi pengalaman yang berkaitan secara tertata. Rangsangan inderawi yang dimaksud dalam hal ini ialah adanya peristiwa yang terjadi pada lingkungan sekitar tempat individu tersebut sehingga memunculkan kesan terhadap individu yang mengalami dan mengubahnya menjadi pengalaman yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Munculnya persepsi erat kaitannya dengan sikap yang ada pada seseorang. Sikap (Daldjoeni, 1992) merupakan kondisi kejiwaan seseorang dalam menghadapi aspek aspek tertentu dari dunia pengalamannya. Sikap tersebut dipengaruhi oleh variabel persepsi yang menurut Krech dan Crutchfield (1948 dalam Sarwono, 2000) berupa variabel struktural dan variabel fungsional. Variabel Struktural berupa rangsang fisik yang berasal dari luar, sedangkan variabel fungsional terdapat dalam diri pengamat seperti kebutuhan, suasana hati individu, pengalaman yang didapat dari masa lampau, dan sifat individual lainnya.

(21)

21 Agar terjadi persepsi maka harus ada syarat yang tercakup dalam proses persepsi itu sendiri. Menurut Mustaqimah (2011) syarat tersebut berupa ((1) adanya obyek atau sasaran yang diamati; (2) adanya alat indera yang cukup baik; (3) adanya perhatian atau dapat juga merupakan persiapan dalam mengadakan pengamatan terhadap obyek yang akan dipersepsikan, bisa berupa pengalaman, pengetahuan, dan sikap. Jadi, persepsi merupakan bentuk dari pandangan seseorang terhadap obyek atau kejadian di sekelilingnya. Pandangan tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman, kepentingan dan pengetahuannya. Lebih lanjut menurut Daldjoeni (1992) mengungkapkan bahwa munculnya persepsi dari suatu individu manusia akan dipengaruhi oleh faktor faktor yang meliputi pengalaman langsung, pengalaman tak langsung, sikap-sikap maupun penghakiman terhadap nilai/ situasi yang ada.

1.6.7 AHP

Pengambilan keputusan adalah pemilihan beberapa tindakan alternatif yang ada untuk mencapai satu atau beberapa tujuan yang ditetapkan (Turban, 2005). Sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem berbasis komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan untuk membantu manajemen dalam menangani berbagai permasalahan yang terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan menggunakan data dan model.

Menurut Turban (2005), komponen Sistem Pengambilan Keputusan dapat dibangun dari subsistem berikut ini :

1. Subsistem Manajemen Data (Data Management Subsystem), meliputi

basis data yang berisi data yang relevan dengan keadaan dan dikelola software yang disebut DBMS (Database Management System).

2. Subsistem Manajemen Model (Model Management Subsystem), berupa

(22)

22 management science, atau model kwantitatif, yang menyediakan kemampuan analisa dan software management yang sesuai.

3. Subsistem Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management

Subsystem), merupakan subsistem (optional) yang dapat mendukung subsistem lain atau berlaku sebagai komponen yang berdiri sendiri (independent).

4. Subsistem Antarmuka Pengguna (User Interface Subsystem), merupakan subsistem yang dapat dipakai oleh user untuk berkomunikasi dan memberi perintah (menyediakan user interface).

5. Pengguna (user), termasuk di dalamnya adalah pengguna (user), manager, dan pengambil keputusan.

AHP dikembangkan Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memiliki alternatif yang paling disukai. Pada dasarnya AHP adalah metode untuk memecahkan suatu masalah yang komplek dan tidak terstruktur kedalam kelompoknya, mengatur kelompok-kelompok tersebut kedalam suatu susunan hierarki, memasukkan nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif dan akhirnya dengan suatu sintesis ditentukan elemen yang mempunyai prioritas tertinggi (Saaty, 1990).

AHP adalah sebuah metode memecah permasalahan yang komplek/ rumit dalam situasi yang tidak terstruktur menjadi bagian-bagian komponen. Mengatur bagian atau variabel ini menjadi suatu bentuk susunan hierarki, kemudian memberikan nilai numerik untuk penilaian subjektif terhadap kepentingan relatif dari setiap variabel dan mensintesis penilaian untuk variabel mana yang memiliki prioritas tertinggi yang akan mempengaruhi penyelesaian dari situasi tersebut. AHP menggabungkan pertimbangan dan penilaian pribadi dengan cara yang logis dan dipengaruhi imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hierarki dari suatu masalah yang berdasarkan logika, intuisi dan juga pengalaman untuk

(23)

23 memberikan pertimbangan. AHP merupakan suatu proses mengidentifikasi, dan memberikan perkiraan interaksi sistem secara keseluruhan.

Menurut Turban (2005), Analytical Hierarcy Process (AHP) adalah suatu metode analisis dan sintesis yang dapat membantu proses Pengambilan Keputusan. AHP merupakan alat pengambil keputusan yang powerful dan fleksibel, yang dapat membantu dalam menetapkan prioritas-prioritas dan membuat keputusan di mana aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif terlibat dan keduanya harus dipertimbangkan. Dengan mereduksi faktor-faktor yang kompleks menjadi rangkaian “one on one comparisons” dan kemudian mensintesa hasil-hasilnya, maka AHP tidak hanya membantu orang dalam memilih keputusan yang tepat, tetapi juga dapat memberikan pemikiran/alasan yang jelas dan tepat.

AHP sangat cocok dan flexibel digunakan untuk menentukan keputusan yang menolong seorang decision maker untuk mengambil keputusan yang kualitatif dan kuantitatif berdasarkan segala aspek yang dimilikinya. Kelebihan lain dari AHP adalah dapat memberikan gambaran yang jelas dan rasional kepada decision maker tentang keputusan yang dihasilkan. Jenis-jenis AHP :

 Single-criteria

Pilih satu alternatif dengan satu kriteria, Pengambilan keputusan yang melibatkan satu/lebih alternatif dengan satu kriteria.

 Multi-criteria

Pengambilan keputusan yang melibatkan satu/lebih alternatif dengan lebih dari satu kriteria Pilih satu alternatif dengan banyak kriteria.

Prosedur dalam metode AHP terdiri dari beberapa tahap (Suryadi dan Ramdhani, 1998), yaitu:

1. Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi.

Penyusunan hirarki yaitu dengan menentukan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas. Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria untuk menilai atau

(24)

24 mempertimbangkan alternatifalternatif yang ada dan menentukan alternatif-alternatif tersebut. Setiap kriteria dapat memiliki subkriteria dibawahnya dan setiap kriteria dapat memiliki nilai intensitas masing-masing.

2. Menentukan prioritas elemen.

a. Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang di berikan dengan menggunakan bentuk matriks. Matriks bersifat sederhana, berkedudukan kuat yang menawarkan kerangka untuk memeriksa konsistensi, memperoleh informasi tambahan dengan membuat semua perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk merubah pertimbangan. b. Mengisi matrik perbandingan berpasangan yaitu dengan

menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari satu elemen terhadap elemen lainnya yang dimaksud dalam bentuk skala dari 1 sampai dengan 9. Skala ini mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk pertimbangan dalam perbandingan berpasangan elemen pada setiap level hirarki terhadap suatu kreteria di level yang lebih tinggi.

3. Sintesis.

Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan di sintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas.

1) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks. 2) Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang

bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.

3) Menjumlahkan nilai dari setiap matriks dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

(25)

25 Konsistensi penting untuk mendapatkan hasil yang valid dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi pertimbangan dengan rasio konsistensi (consitency ratio). Nilai Konsistensi rasio harus kurang dari 5% untuk matriks 3x3, 9% untuk matriks 4x4 dan 10% untuk matriks yang lebih besar. Jika lebih dari rasio dari batas tersebut maka nilai perbandingan matriks di lakukan kembali. Langkah-langkah menghitung nilai rasio konsistensi yaitu:

a) Mengkalikan nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua, dan seterusnya.

b) Menjumlahkan setiap baris.

c) Hasil dari penjumlahan baris dibagikan dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.

d) Membagi hasil diatas dengan banyak elemen yang ada, hasilnya disebut eigen value ( max).

e) Menghitung indeks konsistensi (consistency index) dengan rumus :

CI = (max-n)/n

Dimana CI : Consistensi Index max : Eigen Value n : Banyak elemen

f) Menghitung konsistensi ratio (CR) dengan rumus : CR=CI/RC

Dimana : CR : Consistency Ratio CI : Consistency Index

(26)

26 1.7 Kerangka Pemikiran

Pasar tradisional menjadi salah satu penggerak kegiatan perekonomian di suatu wilayah terutama di wilayah perdesaan. Pada awalnya fungsi pasar tradisional yaitu sebagai salah satu fasilitas pelayanan masyarakat yang menyediakan berbagai jenis kebutuhan masyarakat. Keberadaan suatu fasilitas pelayanan selalu berhubungan dengan jumlah penduduk dan permukiman sebagai obyek yang dilayani. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Daldjoeni bahwa ciri dari suatu pusat pelayanan adalah menyediakan pelayanan baik barang maupun jasa untuk wilayah permukiman di sekitarnya. Seiring dengan perkembangan jaman dan perkembangan wilayah itu sendiri, kondisi permukiman juga semakin berkembang. Proses pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah berdampak pada perkembangan permukiman dan penggunaan lahan. Perkembangan permukiman berpengaruh terhadap kondisi fasilitas pelayanan umum termasuk terhadap pasar tradisional. Permukiman dan perubahan penggunaan lahan yang semakin berkembang menuntut adanya relokasi terhadap lokasi pasar tradisional. Akan tetapi pada prakteknya proses relokasi pasar tradisional banyak yang tidak dapat berjalan dengan baik. Proses relokasi pasar biasanya disertai adanya pro kontra oleh stakeholder terkait terutama oleh para pedagang dan pembeli. Alasan penolakan relokasi pasar biasanya terkait dengan lokasi pasar yang dinilai kurang strategis dan kurang baik dari segi aksesbilitasnya. Maka dari itu dibutuhkan suatu kajian mengenai lokasi pasar tradisional terutama terkait dengan lokasi pasar tradisional hasil relokasi.

Mengkaji lokasi pasar tradisional dapat dilihat dari beberapa sudut pandang antara lain dari segi aksesbilitas, potensi pasar, dan dari segi persepsi stakeholder. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Duncan dan Hollander (dalam Desmianti, 2014) bahwa dalam penentuan lokasi pasar harus memperhatikan beberapa faktor diantaranya aksesbilitas dan populasi penduduk. Aksesbilitas ini dapat dilihat dari ketersediaan jaringan jalan, sarana transportasi dan kedekatan dengan permukiman. Sedangkan populasi atau jumlah penduduk digunakan sebagai acuan untuk melihat potensi pasar.

(27)

27 Sementara itu untuk mengkaji mengenai persepsi stakeholder dan untuk mengetahui prioritas lokasi pasar menggunakan beberapa variabel. Penentuan variabel didasarkan pada teori yang diungkapkan oleh Chiara dan Koppelman (1997) yang disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Variabel yang digunakan dalam mengkaji lokasi pasar antara lain :

1. Luas pasar 2. Luas lahan parkir 3. Kepadatan penduduk

4. Kedekatan dengan permukiman 5. Ketersediaan jaringan jalan 6. Ketersediaan sarana transportasi 7. Ketersediaan tenaga listrik dan air 8. Kesesuaian dengan RTRW

9. Adanya perlindungan terhadap bahaya kebakaran, perlindungan polisi dan pelayanan kesehatan

Kajian mengenai ketiga hal tersebut yaitu mengenai aksesbilitas, potensi pasar, dan persepsi stakeholder akan diketahui prioritas lokasi pasar yang lebih baik diantara lokasi pasar tradisional yang lama atau lokasi pasar hasil relokasi. Secara skematis maka kerangka pemikiran yang sudah dijelaskan diatas dapat dilihat dari gambar 4.6.1 berikut :

(28)

28

Gambar 1 Gambar 1.1 Diagram Kerangka Pemikiran

Perlunya pemindahan lokasi pasar

Proses relokasi pasar yang kadang tidak optimal

Aksesbilitas

Kajian mengenai lokasi Pasar Tradisional Lama dan Pasar Percontohan Baru di Kecamatan

Sentolo

Fungsi pasar sebagai fasilitas pelayanan masyarakat

Perkembangan permukiman dan penggunaan lahan

Potensi Pasar Persepsi

stakeholders

(29)

29 1.8 Hipotesis Penelitian

1. Aksesbilitas berpengaruh terhadap pemilihan lokasi pasar. 2. Potensi pasar berpengaruh terhadap pemilihan lokasi pasar

3. Menurut presepsi stakeholder aksesbilitas menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi pasar tradisional.

4. Prioritas lokasi pasar tradisional lebih mengarah pada lokasi pasar percontohan baru karena lebih baik dari segi aksesbilitas dan potensi pasar.

Gambar

Gambar 1  Gambar 1.1 Diagram Kerangka PemikiranPerlunya pemindahan lokasi pasar

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang diatas peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang perbandingan Kadar Hemoglobin Terhadap latihan aerobik pagi dan malam hari pada tim Futsal

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Dengan demikian, pembaruan hukum pidana dalam konteks tindak pidana korupsi pada hakikatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis variansi dengan taraf kepercayaan 95% dan uji lanjut Duncan.Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

membaca Al- Qur’an, sekolah memberikan kelas tartil, yang dilaksanakan oleh sekolah untuk siswa pada hari sabtu pada jam ke 3-4.. Metode yang digunakan sekolah untuk

pendidikan 37Yo responden menjawab ingin beke{a dan melanjutkan strata dua. Responden kurang berani untuk mengambil resiko memulai sebuah usaha dengan kendala-kendala