• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENSI PETANI: PENGENDALIAN GULMA MELALUI KOMBINASI HERBISIDA PADA SISTEM USAHATANI LADANG DI KAWASAN KODI-LARATAMA KABUPATEN SUMBA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INVENSI PETANI: PENGENDALIAN GULMA MELALUI KOMBINASI HERBISIDA PADA SISTEM USAHATANI LADANG DI KAWASAN KODI-LARATAMA KABUPATEN SUMBA BARAT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

INVENSI PETANI:

PENGENDALIAN GULMA MELALUI KOMBINASI HERBISIDA

PADA SISTEM USAHATANI LADANG DI KAWASAN KODI-LARATAMA KABUPATEN SUMBA BARAT

Yohannes Dappa1dan Ignas K. Lidjang2

1) Petani (inventor) dari desa Watu Kawula, Kawasan Kodi-Laratama, Sumba Barat 2) Peneliti Sistem Usaha Pertanian pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT

ABSTRAK

Gulma merupakan masalah terpenting kedua setelah air pada pengelolaan sistem usahatani lahan kering. Analisis alokasi tenaga kerja dalam satu siklus masa pertanaman menunjukkan bahwa alokasi tenaga kerja untuk persiapan lahan (pembersihan dan pengolahan) mencapai 30 %, penyiangan (45 %), panen dan pengangkutan hasil (20 %) dan sisanya (5 %) untuk pengendalian hama/penyakit, pemupukan, konservasi. Alokasi waktu dan tenaga kerja yang terbesar untuk penyiangan didasari oleh pengalaman petani bahwa pada kondisi usahatani tanpa input hara dari luar, penyiangan tepat waktu menjadi salah satu jaminan produksi karena tidak adanya persaingan dengan gulma dalam pemanfaatan unsur hara. Metoda pengendalian gulma yang turun-temurun adalah secara manual menggunakan berbagai peralatan sederhana seperti cangkul, sabit, dan parang dirasakan tidak memadai lagi sehingga dalam beberapa tahun terakhir petani di Sumba Barat, khususnya di kawasan Kodi-Laratama mengaplikasikan berbagai jenis herbisida baik pra tumbuh maupun purna tumbuh. Beberapa jenis herbisida yang memasyarakat saat ini adalah Roundup, Nidomil, DMA, Ally 20, Gramoxone dan Polaris. Yohannes Dappa, SP putera asli desa Watu Kawula, alumnus Fakultas Pertanian Universitas 45 Mataram tahun 1995 yang kembali ke desa asalnya untuk menjadi petani merupakan pelopor penggunaan herbisida. Hasil pengamatan selama beberapa tahun, penggunaan bermacam-macam herbisida secara individual kurang memuaskan. Satu jenis herbisida hanya efektif untuk satu atau dua jenis gulma, tidak ada jenis herbisida yang efektif membasmi semua jenis gulma. Beradasarkan pengalaman tersebut, sejak dua tahun lalu Yohannes Dappa melakukan serangkaian eksperimen mengkombinasikan beberapa jenis herbisida dan cara aplikasinya. Hasilnya, kombinasi DMA dengan Ally 20 paling efektif mengendalikan gulma sampai 95 %. Herbisida DMA sebanyak 6 cc dicampur dengan 1/3 bungkus Ally 20 91 bungkus Ally 20 di bagi tiga bagian), campuran terebut dilarutkan dalam 15 air (satu tangki sprayer) sangat efektif mengendaliakn semua jenis gulma. Aplikasi herbisida campuran ini dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan dan dapat diulang jika masih ada gulma yang tersisa. Penyemprotan hendaknya dilakukan pada saat tidak ada hujan tetapi setelah dua atau tiga hari harus terjadi hujan sehingga segera memulihkan tanaman dari stress. Dalam satu hektar lahan dibutuhkan 9-10 tangki atau setara 50 cc DMA (1 botol isi 50 ml) dan 10 bungkus Ally 20. Analisa ekonomi menunjukkan bahwa biaya untuk pengadaan herbisida adalah Rp 100.000 + biaya tenaga kerja 2 HOK (Rp 30.000) sehingga total biaya yang digunakan hanya Rp 130.000 sedangkan jika menggunakan tenaga kerja untuk dua kali menyiang membutuhkan biaya antara Rp 300.000-500.000. Saat ini Yohannes Dappa sedang melakukan beberapa percobaan untuk mereduksi residu herbisida dalam tanah.

Kata kunci: Gulma, herbisida, efektif, ekonomis dan residu.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gulma merupakan masalah terpenting kedua setelah air pada pengelolaan sistem usahatani lahan kering. Alokasi tenaga kerja untuk pengendalian gulma mencapai 45 % dari total penggunaan tenaga kerja dalam satu siklus masa pertanaman (Ngongo et al, 2005). Metoda pengendalian gulma yang turun-temurun adalah secara manual menggunakan berbagai peralatan sederhana seperti cangkul, sabit, dan parang serta dilaksanakan secara gotong-royong atau menggunakan tenaga upahan. Biaya yang dikeluarkan per hektar dan untuk sekali kegiatan gotong royong dapat mencapai Rp 500.000 atau lebih tergantung jumlah tenaga kerja berupa biaya makan, minum, rokok, sirih dan pinang sedangkan jika menggunakan tenaga upahan mencapai Rp 350.000/hektar/kegiatan (Triastono et al, 2007)

(2)

Sejak tahun 1980an, herbisida diperkenalkan di NTT melalui proyek-proyek perkebunan jambu mete. Melihat hasilnya cukup efektif dan dirasakan sangat membantu mengurangi tenaga kerja penyaiangan, petani menerapkannya secara luas sebagai alternatif pengendali gulma. Dalam beberapa tahun terakhir petani di kabupaten Sumba Barat, khususnya di sentra-sentra pengembangan jambu mete juga menggunakan berbagai jenis herbisida dalam pengendalian gulma baik jenis pra tumbuh maupun purna tumbuh, diaplikasikan pda tanaman sela di bawah pertanaman jambu mete maupun pada areal di luar jambu mete. Beberapa jenis herbisida yang memasyarakat saat ini adalah Roundup, Nidomil, DMA, Ally 20, Gramoxone dan Polaris. Menurut pengalaman petani, penggunaan bermacam-macam herbisida secara individual ternyata kurang memuaskan. Satu jenis herbisida hanya efektif untuk satu atau dua jenis gulma, tidak ada jenis herbisida yang efektif membasmi semua jenis gulma (Ngongo et al, 2005).

Yohannes Dappa, SP putera asli desa Watu Kawula, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat, alumnus Fakultas Pertanian Universitas 45 Mataram tahun 1995 yang kembali ke desa asalnya untuk menjadi petani, adalah salah satu yang merasa tidak puas dengan daya basmi berbagai herbisida. Sejak dua tahun lalu, dia melakukan serangkaian eksperimen mengkombinasikan beberapa jenis herbisida dan cara aplikasinya. Hasilnya, kombinasi DMA dengan Ally 20 paling efektif mengendalikan gulma sampai 100 % sebagaimana ditunjukkan pada dua foto berikut.

Tujuan

Tulisan ini bertujuan: (1) menyebar-luaskan hasil penemuan (invensi) petani agar diketahui oleh berbagai kalangan pengguna terutama penyuluh lapangan dan petani, dan (2) menginformasikan karakteristik inovasi secara lengkap dan rinci agar mudah dipraktekkan oleh petani yang lain.

Manfaat

Temuan petani ini diharapkan bermanfaat bagi petani-petani lain terutama dalam mengendalikan gulma secara ekonomis.

KARAKTERISTIK INOVASI Bahan/campuran

Herbisida DMA 6 (kemasan 50 ml) dan Ally 20 (bubuk, dalam kemasan bungkusan). Satu hektar lahan membutuhkan 54-60 cc DMA 6 atau 9 tangki sprayer dan 3 bungkus Ally 20 untuk 9 tangki sprayer.

Prosedur pencampuran dan penyemprotan

Takar 6 cc DMA 6 (satu tutup diisi penuh) dan dicampur dengan 1/3 bungkus Ally 20 (satu bungkus Ally 20 di bagi tiga bagian). Campuran terebut dilarutkan dalam 15 liter air (satu tangki sprayer) dan disemprotkan pada lahan pertanian, per hektar membutuhkan 9 tangki sprayer. Penyemprotan dikasanakan saat tanaman berumur satu bulan dan diulang lagi jika masih ada gulma yang tersisa atau bandel. Syarat: Penyemprotan dilakukan saat tidak ada hujan tetapi dipastikan bahwa dalam dua atu tiga hari kemudian harus ada hujan sehingga tanaman pulih dari stress. Gulma yang bandel disemprot dengan volume lebih banyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya basmi atas gulma

Pada gambar di bawah ini diperlihatkan daya hasil yang dicapai dengan penyemprotan herbisida campuran DMA 6 dan Ally 20 yang mencapai efektifitas 100 %. Menurut Yohannis Dappa, herbisida yang diaplikasi secara sendiri-sendiri tidak mampu membasmi gulma 100 %, selalu ada gulma tertentu resisten terhadap herbisida.

Analisis Ekonomi

Dibandingkan dengan cara manual/tradisional, penggunaan herbisida temuan Yohannes Dappa dapat menekan biaya dan penggunaan tenaga kerja. Per hektar membutuhakan DMA 50 cc ( 1 botol berisi 50 ml seharga Rp 25.000) dan 10 bungkus Ally 20 (seharga Rp 7.500/bungkus) dan 2 HOK (upah 1

(3)

HOK standar lokal sebesar Rp 10.000) sehingga total biaya yang dikeluarkan hanya Rp 130.000/hektar. Jika menggunakan cara penyiangan manual, biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 350.000-500.000, jadi ada penghematan yang cukup besar.

PROFIL YOHANNES DAPPA Profil Usaha

Yohannes Dappa mengelola beberapa cabang usaha yang berkaitanlangsung dengan usahatani (Gambar 2 dan Box)

(4)

Profil Usaha dan Pendapatan Usaha yang sedang dikelola

• Kebun jambu mete : 5 ha

• Ladang non jambu mete : 2 ha

• Ternak babi (induk) : 16 ekor

• Ternak kambing (induk) : 4 ekor

• Kios aneka Saprotan : 1 buah

• Motor untuk ojek : 2 buah

• Tabungan pribadi : 50 juta Usaha yang sedang dirintis

• Traktor

• Pengolahan jambu mete menjadi kacang mete atau produk olahan lainnya

• Membeli/menampung hasil anggota kelompok tani (koperasi tani) Pendapatan tahun lalu

• Jambu mete : 10 juta

• Padi ladang (benih unggul) : 5 juta

• Jagung : 2 juta

• Kacang-kacangan : 3 juta

• Ternak (kambing dan babi) : 3 juta

• Kios aneka saprotan : 27 juta

Total : 50 juta

Penghargaan

Sebagai orang muda terdidik yang tidak ingin menjadi pegawai negeri dan cinta kampung halaman, dia mendapat apresiasi yang tinggi dari sesama petani dan pihak-pihak lain. Para peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur merekrut dia menjadi motivator lokal dalam proses alih teknologi pemangkasan/penjarangan jambu mete dan pengenalan berbagai varietas unggul baru padi ladang, jagung dan kacang-kacangan. Wakil Bupati Sumba Barat mnyempatkan diri mengunjungi kebun miliknya dan menjanjikan bantuan traktor serta mau membeli semua benih unggul yang dihasilkan untuk dibagikan kepada petani lain di Sumba Barat.

Mereduksi efek negatif herbisida menjadi obsesi Yohannes Dappa. Saat ini dia sedang melakukan berbagai uji coba untuk memperkecil bahaya residu herbisida baik terhadap kualitas lahan maupun terhadap mutu produk pertanian. Salah satu percobaan dia saat ini adalah evaluasi aneka tanaman kacang-kacangan yang mampu mereduksi residu herbisida dalam tanah. Mungkinkah?, kita tunggu hasilnya.

Gambar 2. Wakil Bupati Sumba Barat, di ladang Yohannes Dappa,(kiri). Yohannes Dappa bersama Wakil Bupati Sumba Barat (tengah) dan diskusi dengan para peneliti dari BPTP NTT (kanan)

KESIMPULAN

1. Penggunaan bermacam-macam herbisida secara individual kurang memuaskan.

2. Kombinasi DMA dengan Ally 20 paling efektif mengendalikan semua jenis gulma sampai 95 %. 3. Aplikasi herbisida campuran ini dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan pada saat tidak

(5)

4. Dalam satu hektar lahan dibutuhkan 9-10 tangki atau setara 50 cc DMA (1 botol isi 50 ml) dan 10 bungkus Ally 20.

5. Analisa ekonomi menunjukkan, terjadi penghematan sebesar 55 % dari cara manual yaitu total biaya penyemprotan hanya Rp 130.000 dibandingkan jika menggunakan tenaga kerja untuk dua kali menyiang membutuhkan biaya antara Rp 300.000 - 500.000.

DAFTAR PUSTAKA

Ngongo, Y., H. Ataupah, Ignas K. Lidjang dan E.Y.Hosang, 2005. Studi ancangan Sosaial Budaya menunjang Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi Pertanian di Timor barat. RUT II, Kerjasama Proyek P3NT/Litbang Pertanian dengan Kementerian Negara Ristek.

Ngongo Y dan Y. Bombo, 2006. Laporan Pelaksanaan Penelitian Tanaman Sela di Bawah Pertanaman Lorong Jambu Mete di Desa Watukawula, Kecamatan Wewewa Barat, Kab. Sumba Barat. Triastono, J., Yusuf, Ignas K. Lidjang, H. H. Marawali dan Y. Bombo, 2007. Baseline Survey keadaan

Sosial Ekonomi Petani Lahan Kering di Desa Watukawula, Kecamatan Wewewa Barat, Kab. Sumba Barat.

Gambar

Gambar 1. Berpose di ladang dan kebun jambu mete miliknya
Gambar 2. Wakil Bupati Sumba Barat, di ladang Yohannes Dappa,(kiri). Yohannes Dappa bersama Wakil  Bupati Sumba Barat (tengah) dan diskusi dengan para peneliti dari BPTP NTT (kanan)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan passing bawah bolavoli pada siswa kelas X di SMK PGRI 1 Jombang

Loncat kangkang merupakan loncatan yang dilakukan menggunakan peti lompat dengan posisi badan membuka kedua kakinya (kangkang) pada saat melewati peti lompat. Loncat kangkang

3) Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya. 4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

Problem lain yang teridentifikasi dari pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) selama ini adalah ketidakmampuan sebagian

Sehingga juga mempengaruhi harga saham dari perusahaan, apakah akan terjadi peningkatan harga saham atau sebaliknya pada perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek

Dari hasil perhitungan peran produktivitas faktor produksi dan peran tehnologi dalam membentuk tingkat pertumbuhan output industri manufaktur di Jawa Timur, maka strategi dan

Pelarut heksan : aseton dengan perbandingan 50:50 merupakan jenis pelarut yang paling optimal untuk mengekstraksi pigmen karotenoid yang terdapat dalam kulit buah palem

Potensi airtanah yang terdapat di Kecamatan Bantul dapat memenuhi apabila ketersediaannya mencukupi kebutuhan dengan kualitas yang dapat digunakan untuk keperluan domestik.