LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
AKUSTIK KELAUTAN
Disusun Oleh :
RAMDHANI FADHLI 26020213140041
EGA ADITYA NUGRAHA 26020213130043
DIANA NUR FEBRIANI 26020213140047
RATU ALMIRA KISMAWARDHANI 26020213140049
PUTU PINANDYTHA BAGUS RINATA 26020213140053
PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang belum tereksploitasi secara optimal, meskipun telah dilakukan berbagai penerapan metode penangkapan, penggunaan bermacam jenis alat penangkapan maupun modifikasi pada alat tangkap. Hal ini disebabkan karena proses penangkapan tidak didukung oleh ketersediaan informasi tentang daerah penangkapan dan tentang sumberdaya ikan itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperoleh informasi tersebut yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan metode akustik.
Metode akustik merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dan perambatannva untuk mendeteksi obvek atau target dalam suatu medium. Metode akustik ini dapat memberikan informasi yang detail tentang densitas, distribusi kedalaman renang, ukuran panjang ikan dan variasi migrasi diurnal (Susandi, 2004). Menurut Hodges (2010), istilah "akustik" mengacu pada gelombang suara yang bergerak dalam berbagai media. Gelombang akustik datang dalam dua jenis: longitudinal atau kompresi dan transversal atau bergeser. Di dalam air, hanya hanya gelombang longitudinal atau kompresi saja yang didukung karena air memiliki kekuatan bergeser yang lemah.
Burczynski (1982) dalam Wijaksana (2008) mengungkapkan bahwa metode akustik digunakan untuk menentukan perubahan kelimpahan stok ikan, dengan menggunakan sistem pemancar yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal disebut echosounder, sedangkan yang memancarkan sinyal akustik secara horizontal disebut sonar. Penggunaan echosounder disebut dengan echosounding. Menurut Firdaus (2008), echosounding adalah teknik untuk mengukur kedalaman air dengan memancarkan pulsa-pulsa yang teratur dari permukaan air dan kemudian pantulan gema (echo) yang datang dari dasar laut tersebut didengar kembali.
1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum
Tujuan dari praktikum akustik kelautan mengenai echosounder antara lain: a. Untuk mengetahui prinsip dasar akustik kelautan dan fungsi kegunaannya.
b. Untuk mengetahui alat-alat yang bekerja sesuai prinsip akustik kelautan dengan cara pengoperasiannya.
d. Untuk mengetahui cara kerja dan cara pengoperasian echosounder di bidang perikanan serta kelebihan dan kekurangannya.
Manfaat dari praktikum akustik kelautan mengenai echosounder antara lain: a. Mahasiswa mengetahui prinsip dasar dan cara kerja akustik kelautan
b. Mahasiswa mengetahui alat-alat yang bekerja sesuai prinsip akustik kelautan (alat-alat akustik) serta cara pengoperasiannya.
c. Untuk mengetahui bagian-bagian alat echosounder serta fungsinya.
d. Untuk mengetahui cara kerja dan cara pengoperasian echosounder di bidang perikanan serta kelebihan dan kekurangannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA a. Bathimetri
Istilah bathimetri berasal dari bahasa Yunani yaitu Bathy yang berarti kedalaman dan metry yang berarti ilmu ukur, sehingga batimetri didefinisikan sebagai pengukuran dan pemetaan dari topografi dasar laut (Pipkin et al., 1977). Bathimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar laut dimana peta batimetri memberikan infomasi mengenai dasar laut (Nurjaya, 1991). Pemanfaatan peta bathimetri dalam bidang kelautan misalnya dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, pembangunan jaringan pipa bawah laut.
Bathimetri merupakan kegiatan pengumpulan data kedalaman dasar muara dengan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar perairan, yang akan diolah untuk menghasilkan relief dasar perairan, sehingga dapat digambarkan susunan dari garis-garis kedalaman (kontur). Pemetaan kondisi dasar perairan tersebut dikonversikan dalam keadaan surut terendah (Low Water Surface).
Unsur utama pembuatan bathimetri adalah pengukuran jarak dan kedalaman. Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak antara lain Theodolith, Electronic Data Measurement (EDM), atau Global Positioning System (GPS). Sedangkan peralatan yang digunakan untuk mengukur kedalaman adalah fishfinder 240 blue dan perahu boat. Faktor lain yang sangat mempengaruhi pengukuran bathimetri adalah dinamika media air muara berupa pasang surut muara sungai, sehingga sangat sulit untuk menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian pada pengukuran kedalaman dasar muara perlu dilakukan 3 pengukuran sekaligus pada waktu yang bersamaan yaitu pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman, dan pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut akan menjadi informasi kedalaman muara pada posisi tersebut terhadap suatu bidang refrensi (chart datum) (Nurjaya, 1991).
b. Echosounder
i. Pengertian secara umum
Echosounder adalah alat yang dapat membantu anda untuk mencari ikan dengan lebih baik, echosounder tidak menangkap ikan dapat membantu anda untuk menangkap lebih banyak ikan dengan trawl, gill net, purse-net, atau jenis jarring yang lain. Echosounder bahkan dapat membantu anda untuk menangkap lebih banyak ikan dengan hooks and lines. (Burceynski, J. And Ben-Yami M., 1985).
`
Gambar 1. Echosounder (Google image, 2014)
Multibeam Echosounder pada mulannya terdiri dari perpanjangan single beam echosounder. Bukan tansmisi dan menerima sinar vertikal tunggal, multibeam echosounder mengirimkan dan menerima seberkas beam dengan lebar individu kecil (1-3o c), di sumbu kapal. Yang terpenting adalah, tentu saja, kemungkinan mengalihkan
jumlah pengukuran simultan kedalaman (biasannya 100-200), menyapu koridor disekitar jalan kapal (lebar total 150 mencakup hingga 7,5 kali kedalaman air). Kebanyakan multibeam sounder menggunakan besar lebar sudut mereka untuk merekam gambar akustik menggunakan prinsip yang sama sebagai side scan sonar. Tetapi kinerja yang dihasilkan lebih buruk daripada dalam sistem (towfish) , karena gerakan platform dukungan dan karena insiden sudut tidak cukup merumput. Dengan sistem tersebut, ahli geologi telah mengintegrasi pembuangan alat-alat yang memberikan, pada saat yang sama, bathymetry dan reflektivitas pengukuran pengumpulan simultan seismik dan sedimen profiler data dapat membantu dalam menyediakan penyelidikan yang sangat lengkap dan menyeluruh mengenai struktur sedimen (Lurton, X.2002).
ii. Komponen utama dan system kerja
Echosounder bekerja berdasarkan prinsip perambatan dan pemantulan bunyi dalam medium air. Echosounder dilengkapi dengan proyektor untuk menghasilkan gelombang akustik yang akan di masukan ke dalam air laut. Sonar bathymetric memerlukan proyektor yang dapat menghasilkan berulang-ulang kali pulsa akustik yang dapat dikontrol (MacLennan dan Simmonds, 1992).
Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1920. Alat ini dapat dipakai untuk menghasilkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang jalur perum dengan ketelitian yang cukup baik. Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk mengukur kedalaman laut yaitu dengan menggunakan teknik bandul timah hitam (dradloading) dan teknik Gema duga atau EchoSounder atau Echoloading (Waldopo, 2008).
Transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu, kemudian disalurkan ke transduser. Tetapi suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer (Manik, 2009).
Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer (FAO, 1983).
Transmitter juga berfungsi untuk mentransmisikan sinyal dari alat ke transducer, yang kemudian akan dipancarkan. Di dalam transmitter inilah energi listrik diperkuat beberapa kali sebelum disalurkan ke transducer. Jadi selain berperan sebagai penghubung, transmitter juga berperan sebagai penguat pulsa listrik.
b) Transducer
Menurut Deo (2007), alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari transduser. Transduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke transduser.
Alur perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari transduser. Transduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rampat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ketransduser. Perum gema menghitung selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali (Poerbandono, 2005).
Dengan kata lain, transducer berperan sebagai penghasil sekaligus pemancar gelombang suara ke dalam medium (air laut). Gelombang tersebut diperoleh dengan mengubah energi listrik yang diperoleh dari transmitter. Pada kapal, transducer ini dipasang di bagian lambung kapal secara tegak lurus dari permukaan air dan menghadap ke arah dasar.
Receiver adalah alat untuk menguatkan sinyal listrik yang lemah dari transducer saat gema (echo) terjadi sebelum dialirkan ke recorder. Penguatan ini dilakukan pada receiver dan jumlah penguatan dapat dibedakan oleh sensivitas (kepekaan) atau volume control. Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum disalurkan ke recorder. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transducer terletak dari pusat beam suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian transducer pada waktu yang bersamaan (Imron, 1997).
Receiver digunakan untuk menangkap sinyal atau gelombang yang telah dipantulkan oleh obyek (echo). Selain menangkap gelombang, receiver juga memperkuat sinyal sebelum diteruskan ke recorder untuk diproses. Receiver juga berfungsi memilih dan mengolah sinyal yang datang.
d) Recorder/Display Unit
Recorder berfungsi sebagai alat pencatat yang ditulis ke dalam kertas serta menampilkan pada layar display CRT (Cathoda Ray Tube) berupa sinar osilasi (untuk layar warna) ataupun berupa tampilan sorotan lampu neon (untuk echo sounder tanpa rekaman), selain itu juga dapat berfungsi sebagai pemberi sinyal untuk menguatkan pulsa transmisi dan penahanan awal penerimaan echo pada saat yang sama (Imron, 1997).
Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang sama recorder juga mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitifitasnya (FAO, 1983). Recorder echosounder membuat gambar yang memperlihatkan kedalaman ikan dan dasar laut. Gambar-gambar yang dibuat akan bergambar sehelai kertas sehingga bias disimpulkan untuk dilihat kemudian (Varina et al.,2013).
iii. Aplikasi pada survey Hidro-oceanografi
Fungsi echosounder di bidang perikanan dan kelautan adalah sebagai pengidentifikasi jenis-jenis lapisan sedimen dasar laut (sub-bottom profile), pemetaan dasar laut (seabed mapping), pencarian kapal-kapal karam di dalam laut, penentuan jalur pipa dan kabel di bawah dasar laut dan analisa dampak lingkungan di dasar laut. Selain itu, aplikasi echosounder juga berperan dalam penentuan stock ikan dan
lokasi shoaling atau schooling ikan. Menurut Raharjo (2002), metode akustik yang tercanggih dan terbaik hingga saat ini dapat digunakan untuk menduga sebaran dan kelimpahan ikan pada suatu perairan, yakni dengan dua belam system dan split beam system echosounde.
Alat scientific echosounder simrad ek-500 dapat digunakan untuk menentukan posisi stasiun trawl sehingga jaring trawl bisa bekerja maksimal, mengetahui kondisi dasar, dan mendeteksi keberadaan ikan di suatu perairan (Genisa, 2003). Sedangkan fungsi dasar dari echosounder adalah mengukur jarak ke dasar samudera dengan cepat. Sehingga dalam perkembangannya, bisa difungsikan untuk melihat kontur dasar perairan, serta kedalaman stok ikan di laut.
iv. Jenis-jenis
1) Single Beam
Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara. Komponen dari single-beam terdiri dari transciever (transducer atau receiver) terpasang pada lambung kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) menyusuri bagian bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmiter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.Transmiter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi sampai pada orde kecepatan milisekon.Range frekuensi single-beam echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi hanya menyediakan informasi kedalam sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal (Urick , 1983).
Single beam Echosounder menghasilkan sinar tunggal hanya satu yang dikirim vertikal ke dalam air. Mereka sering digunakan untuk mendapatkan kedalaman langsung di bawah kapal, sehingga dapat menghindari bias lebar-beam yang disebabkan oleh lereng bawah air. Kedalaman ini digunakan baik untuk keselamatan atau navigasi atau untuk pemetaan dasar laut. Kedalaman yang lebih besar harus diperbaiki untuk pergerakan roll dan pitch kapal yang diamati oleh macam yang sesuai dengan heave-roll-pitch sensor. (Xu, 2010).
2) Split Beam
Metode split beam menggunakan “receiving transducer” yang displit menjadi empat kuadran. Pemancar gelombang suara dilakukan dengan “full beam” yang
12
merupakan penggabungan dari keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan. Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masing – masing kuadran kemudian digabung lagi untuk membentuk suatu full beam dan dua set split beam. Target tunggal diisolasikan dengan menggunakan output dari full beam. Sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set, split beam (Foote,et.al.,1984)
Dibandingkan dengan dual beam, split beam lebih sulit diimplementasikan karena memerluhkan hardware dan software yang lebih rumit untuk mengukur beda fase antara sinyal –sinyal yang diterima pada kedua bagian atau belahan beam (Ehrenberg,1981).
3) Dual Beam
Transducer dengan dual beam, acustic signal dipancarkan oleh narrow beam dan diterima oleh narrow beam dan wide beam secara bersamaan. Faktor beam pattern untuk wide beam mendekati konstan pada main lobe dari narrow beam dan wide beam adalah sama untuk suatu target pada sumbu utama beam. Jadi jelas bahwa dual beam dapat mengukur nilai bs atau target strength dari ikan tunggal menurut prinsip tersebut diatas yang dalam aplikasinya terdiri atas dual beam transducer itu sendiri, echosounder dengan dua channel “receiver”, “dual beam processor, micro computer dan program computer(software) target strength (Ehrenberg, 1984).
Dual beam processor mengisolasi dan merekam data echo ikan tunggal yang diterima dari elemen elemen marrow dan wide beam transducer. Kemudian program computer akan memproses data tersebut untuk menghitung nilai bs atau ts dan penyebarannya menurut kedalaman dan sebagainya. Informasi yang diperoleh dengan metode ini bukan hanya akan meningkatkan akurasi dari survey penduga stok ikan secara akustik, tetapi sekaligus memberikan informasi yang sangat berharga tentang ukuran ikan didalam populasi (Foote,et.al.,1984).
4) Kuasi Dual Beam
Kalau pada metode dual beam dan split beam menggunakan system multibeam untuk pengukuran in situ target strength, maka pada kuasi dual beam ini tetap menggunakan beam tunggal hanya berkat kecanggihan teknologi elektronika dan teknologi transducer akhirnya dihasilkan suatu beam yang mendekati ideal. Beam ini dikatakan ideal karena memiliki mainlobe dengan puncak yang datar (flat) dan side lobenya berada pada level lebih kecil dari 30 db (Foote, et.al.,1984).
Untuk bisa menghasilkan kuasi dual beam, perlu penguasaan tentang teori pembentukan beam karena memerluhkan penjelasan khusus dan lengkap, puncak dari mainlobe kuasi dual beam adalah datar dimana hamper seluruhnya pada sudut beam. Dengan demikian, untuk ikan dengan ukuran yang sama, dimanapun posisisnya didalam
beam akan menghasilkan intensitas echo yang sama. Kuasi idean beam tidak perlu mengeleminir beam pattern supaya bisa menghitung target strength (Urick,1983).
c. Echosounder Single Beam (Fishfinder) i. Pengertian secara umum
Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara. Komponen dari single-beam terdiri dari transciever (transducer atau receiver) terpasang pada lambung kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) menyusuri bagian bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmiter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.Transmiter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi sampai pada orde kecepatan milisekon.Range frekuensi single-beam echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi hanya menyediakan informasi kedalam sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal (Urick , 1983).
Singlebeam Echosounder menghasilkan sinar tunggal hanya satu yang dikirim vertikal ke dalam air. Mereka sering digunakan untuk mendapatkan kedalaman langsung di bawah kapal, sehingga dapat menghindari bias lebar-beam yang disebabkan oleh lereng bawah air. Kedalaman ini digunakan baik untuk keselamatan atau navigasi atau untuk pemetaan dasar laut. Kedalaman yang lebih besar harus diperbaiki untuk pergerakan roll dan pitch kapal yang diamati oleh macam yang sesuai dengan heave-roll-pitch sensor. (Xu, 2010).
ii. Komponen utama a. Transmitter
Transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu kemudian disalurkan ke tranduser. Tetapi suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power ampliter, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke tranduser (Manik,2009).
Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplitier. Sebelum pulsa tersebut disalurkan ke tranduser (FAO, 1983).
(Google Image, 2014) Gambar 2. Transmitter b. Transducer
Alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik dan sebaliknnya. Gelombang akustik tersebut merapat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan ke tranduser (Deo, 2007).
Alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknnya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke tranduser. Perum gema menghitung selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali (Poerbandono, 2005).
(Google Image, 2014) Gambar 3. Transducer c. Receiver
Receiver adalah alat untuk menguatkan sinyal listrik yang lemah dari tranduser saat gema (echo) terjadi sebelum dialirkan ke recorder. Penguatan ini dilakukan pada receiver dan jumlah penguatan dapat dibedakan oleh sensivitas (kepekaan) atau volume control . Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh tranduser setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum disalurkan oleh recorder.
Selama penerimaan berlangsung keempat bagian tranduser pada waktu yang bersamaan (Imron, 1997).
Split beam echosounder modern memiliki fungsi time varied gain (tvg) di dalam sistem perolehan data akustik. Tvg berfungsi secara otomatis untuk mengeliminasi pengaruh altenuasi yang disebabkan oleh geometrical sphreading dan absorpsi suara ketika merambat di dasar air(FAO, 1983).
(Google Image, 2014) Gambar 4. Receiver d. Recorder / Display
Recorder berfungsi sebagai alat pencatat yang ditulis ke dalam kertas serta menampilkan pada layar display ctr (cathoda ray tube) berupa sinar osilasi (untuk layar warna) ataupun berupa tampilan sorotan lampu neon (untuk echosounder tanpa rekaman). Selain itu juga dapat berfungsi sebagai pemberi sinyal untuk menguatkan pulsa transmisi dan penahanan awal penerimaan echo pada saat yang sama (Imron, 1997).
Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang sama recorder juga mengirim sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitifitas (FAO, 1983).
(Google Image, 2014) Gambar 5. Display iii. Cara kerja
Suatu pulsa listrik dengan frekuensi dan waktu tertentu dibangkitkan oleh time base yang memicu transmitter untuk memancarkan sinyal listrik ke tranduser pulsa listrik yang masuk ke tranduser diubah menjadi gelombang suara selanjutnnya dipantulkan di medium air. Gelombang tersebut merambat di dalam air yang apabila mengalami suatu objek akan dipantulkan sebagai gema (echo) dan diterima oleh tranduser. Selanjutnnya echo akan diubah kembali menjadi energi listrik sebelum akhirnnya diterima oleh receiver dan diperkuat oleh amplifier. Besarnnya penguatan echo dapat diukur oleh sensitivitas yang selanjutnnya dikirimkan ke bagian display/recorder. Waktu yang diperlukan saat sinyal dipancarkan sampai diterima kembali oleh tranduser adalah sebanding dengan jarak antara target dengan tranduser. Display yang umum digunakan suatu echosounder adalah recording echosounder dengan kertas baik moist paper atau dry paper dan colour echosounder dengan tampilan yang lebih menarik (Mac Lennen Dan Simmonds, 1992).
Echosounder mengukur kedalaman air dengan membangkitkan pulsa akustik pendek atau ping ysng dipancarkan kedasar air kemudian mendengarkannya kembali echo dari dasar air itu. Waktu antara pulsa akustik yang dipancarkan dan kembalinya echo adalah waktu yang dipantulkan gelombang akustik untuk merambat ke dasar air dan memantul kembali ke permukaan air. Dengan mengetahui waktu dan kecepatan suara dalam air, maka kedalaman dasar air dapat dihitung (Herli, 2008).
III. MATERI METODE a. Gambar seluruh komponen dari Fishfinder
b. Tabel (Gambar, nama komponen, fungsi)
No Nama Gambar Fungsi
1 Display Unit untuk menampilkan
gambar dalam bentuk grafik
2 Antenna untuk menangkap
sinyal yang dipancarkan dari satelit 3 Transducer untuk memancarkan gema/pulsa ke dasar perairan dan menangkap gema/pulsa listrik menjadi energi suara
4 ACCU 12 v sebagai sumber
energy untuk menghidupkan display unit
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL
Echosounder terdiri dari berbagai komponen utama yakni tranducer, transmitter atau antena, lalu aki sebagai sumber tegangan dan echosounder itu sendiri. Beberapa pilihan frekuensi yang dapat diubahsuaikan adalah 220 dan 60 kHz. Perbedaan pemakaian dari kedua frekuensi ini adalah sejauh mana daya sapuan pada berbagai kedalaman dan daya penetrasi dari echosounder. Pada frekuensi yang lebih besar cakupannya menjadi lebih sedikit sehingga cocok digunakan pada kedalaman yang jauh dan begitu juga sebaliknya pada frekuensi rendah baik digunakan pada kedalaman yang lebih dekat karena sapuannya menjadi lebih lebar.
Beberapa parameter yang dapat diukur adalah bahan-bahan yang ditemui di lapangan seperti ikan, sampah plastik, dan substrat dasar. Caranya adalah dengan perambatan gelombang bunyi di dalam air. Jadi echosounder akan menembakkan impuls-impuls pulsa lalu menerimanya kembali sebagai balasan dari pelepasan impuls gelombang. Setelah impuls dilepaskan, keberadaan substrat dasar akan terlihat berwarna merah di layar monitor. Apabila instrumen sudah tidak dpat lagi mendapatkan pantulan balik dari impuls yang ditembakkan maka dasar perairan tidak akan terlihat pada layar. Selama dasar kolam masih dalam wilayah jangkauan dari echosounder maka dasar kolam atau substrat masih akan terlihat berwarna di dalam layar echosounder.
Echosounder tidak berfungsi dengan baik, jika terjadi sedikit kesalahan pada penggunaan metode atau cara kerjanya hal itu bisa dikarenakan posisi penggunaan komponen tongkat yang digunakan tidak setabil sesuai prosedur yang ditetukan. Kesalahan dalam metode ini dapat berakibat fatal seperti tidak munculnya ikan pada layar display
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Ramdhani Fadhli
Single-beam echo sounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara. Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan : transciever (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara)
secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan. Ditambah lagi dengan tingkat akurasi dari alat ini tinggi dan dapat menyesuaikan dengan kondisi batas permukaan bawah air yang menjadi daerah kajian. 4.2.2. Ega Aditya Nugraha
Echosounder dikenal memiliki satu pemancar yang membangkitkan / menimbulkan getaran-getaran listrik dalam bentuk impuls-impuls getaran-getaran ini disalurkan ke suatu alat yang ditempatkan pada dasar kapal dan yang merubah energi listrik menjadi getaran-getaran di dalam air laut.
Getaran- getaran yang terakhir ini juga dikirimkan dalam bentuk impuls-impuls vertikal ke dasar laut dan dari dasar laut dipantulkan kembali. Sebagian dari energi yang dipentulkan itu ditangkap kembali sebagai gema oleh alat tersebut dan diubah menjadi impuls-impuls tegangan listrik yang lemah. Satu pesawat penguat memberikan kepada getaran-getaran gema listrik satu amplitude lebih besar, dan setelah itu getaran-getaran ini disalurkan ke satu pesawat petunjuk (indikator) dan membuat gambar.
4.2.3. Diana Nur Febriani
Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunantransciever (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever.Transciever terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi, sampai pada orde kecepatan milisekon.Perekaman kedalaman air secara berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalaman beresolusi tinggi sepanjang lajur yang disurvei
4.2.4. Ratu Almira Kismawardhani
Dalam praktikum akustik kelautan tentang Echosounder. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan. Setelah alat dan bahan
dipersiapkan rangkai setiap komponen alat dan bahan. Diantaranya display unit, transducer, antena, kabel penghubung atau prosessor unit dan bahan adalah aki 12 volt sebagai power suplly. Pertama rangkai display unit dengan antena, selanjutnya rangkai kabel penghubung dengan tranducer dan aki 12 volt, setelah itu rangkai kabel penghubung dengan display unit. Untuk pemasangan aki 12 volt, kabel berwarna merah bernilai positif, kabel hitam bermuatan negatif.
4.2.5. Pinandytha Bagus Rinata
Echosounder atau fish finder sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan ikan merupakan alat pengindraan jarak jauh dengan prinsip kerja menggunakan metode akustik yaitu sistem sinyal yang berupa gelombang suara. Sinyal yang dipancarkan kedalam laut secara vertikal setelah mengenai obyek, pantulan sinyal diterima kembali kemudian diolah sehingga menghasilkan keterangan tentang kedalaman laut, kotur dan tekstur dasar laut dan posisi dari gerombolan ikan.
Terdapat beberapa kelebihan dari alat echosounder diantaranya berkecepatan tinggi, estimasi stok ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan ikan, akurasi tinggi, dan tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan lingkungan, karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si pemakai alat maupun obyek yang disurvei.
V. PENUTUP
Simpulan yang dapat diambil dari praktikum mata kuliah akustik kelautan ini adalah sebagai berikut.
Akustik Kelautan teori yang membahas tentang gelombang dan perambatanya dalam suatu medium yaitu air laut.
Echosounder yaitu alat navigasi elektronik yang menggunakan gelombang suara dalam mendeteksi suatu objek.
Bagian-bagian utama echosounder yaitu transmitter, transducer, receiver, recorder, dan display.
Fungsi echosounder yaitu untuk menentukan keadaan bawah suatu perairan yang meliputi substrat, kedalaman, objek seperti ikan, maupun dataran bawah air.
Echosounder bekerja secara vertical dengan memancarkan gelombang melalui transducer lalu ditangkap oleh objek dan dikembalikan pada transducer lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Allo, Obed Agtapura Taruk. 2008. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik Simrad Ey 60 Di Perairan Sumur, Pandeglang – Banten. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arnaya, I.N. 1991. Dasar-dasar Akustik. Diktat Kuliah Program Studi Ilmu danTeknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Budiarto, Aris. 2001. Aplikasi Split Beam Acoustic System Untuk Pendugaan Nilai Densitas Ikan di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Burczynski, J. 1982. Introduction to The Use of SONAR Systems for estimating Fish Biomass. FAO: Rome
Burczynski, J., dan Ben-yami. 1985. Finding Fish With Echosounder. FAO: ROMA
Daulay, Dedy. 2012. Pengenalan Alat Navigasi Electronik Di Atas Kapal. http ://bukudaulay.wordpress.com/2012/12/07/pengenalan-alat-navigasi-electronik-di-atas-kapal/. Diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 19.15 WIB
Deo, Johanes Pradono. 2007. Peranan Survei Hidrogafi untuk Perencanaan Lokasi Pembangunan Pelabuhan. Jurnal Spectra. 5 (10): 1-19
Dutton, J. David.2004. Gradistat: A Grain SizeDistribution and Statistics Package for The Analysis of Unconsolidated Sediments.Royal Holloway University of London.
Dwinata dan Prihatini. 1999. Analisis Pendugaan Target Strength Terhadap Ukuran Panjang Ikan Dalam Kondisi Terkontrol Di Perairan Pulau Kongsi, Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor: Bogor
FAO. 1983. Introduction to Fisheries Management Advantages Distributies and Mechanisme. Rome : hlm 3-6.
Firdaus, Oktri Mohammad. 2010. Analisis Implementasi Global Positioning System (GPS) pada Moda Transportasi di PT.X. Proceeding Seminar on Application and Research in Industrial Technology (SMART 2010), UGM Yogyakarta, 29 Juli 2010.
Firdaus, Herli. 2008. Sistem Visualisasi Profil Dasar Laut dengan Menggunakan Echo Sounder. Tugas Akhir. Universitas Indonesia. Depok
Formby, Craig. and Muir, K. (1988). Modulation and gap detection for broadband and filtered noise signals. J. Acoust. Soc. Am., 84, 545-550.
Gaol, Korsues Lumban. 2012. Pengukuran Hambur Balik Akustik Dasar Laut di Sekitar Kepulauan Seribu Menggunakan Split Beam Echosounder. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Genisa, Abdul Samad. 2003. Sebaran Struktur Komunitas Ikan Di Sekitar Estuaria Digul Irian Jaya.Vol. 13 (1):01-09.Universitas Hasanuddin: Makassar
Gumbira G. 2011. Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar Dalam Kegiatan Peletakan Pipa Bawah Laut (Contoh Studi Perairan Balongan). [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hermawan, Rizza. 2002. Pendugaan Densitas Ikan Dengan Sistem Akustik Split Beam Serta Hubungannya dengan Kondisi Suhu dan Salinitas di Perairan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Hodges, Richard P. 2010. Underwater Acoustics: Analysis, Design and Performance of SONAR. John Wiley & Sons, Ltd: United Kingdom
Imron m. 1997. Pengaruh Pemakaian Lampu Dan Rumpon Terhadap Hasil Tangkapan Jaring Insang Lingkar Yang Dioperasikan di Perairan Pelabuhan Ratu. Thesis. Program Studi Teknologi Kelautan. Program pascasarjana. IPB : Bogor
Johannesson, K. A, dan R.B. Mitson. 1983. Fisheries Acoustics: A Practical Manual for Aquatic Biomass Estimation. FAO: Roma
Kautsar et all.2013.Aplikasi Echosounder HI-Target 370 Untuk Pemeruman di Perairan Dangkal.Jurnal Geodesi. Volume 2, Nomor 4.Universitas Diponegoro:Semarang
Lurton, Xavier. 2002. An Introduction to Underwater Acoustics: Principles and Applications. Praxis Publishing, Ltd. UK
Mac, Lenan and Simmonds.1992.Fisheries Acoustics Theory and Practice. Oxford : Blackwell Science
Manik, Henry M. 2006. Pengukuran Akustik Scattering Strength Dasar Laut Dan Identifikasi Habitat
Ikan Dengan Echosounder.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/25184/Prosiding_seminar_perikanan_t angkap-14.pdf. diakses pada 27 Oktober, pukul 08.30 WIB
Marine inside. 2013. Echosounder atau Perum
Gema. http://marineinside.wordpress.com/2013/05/16/echosounder-atau-perum-gema/. Diakses pada 27 Oktober, pukul 08.00 WIB
Marwanto. 2011. Laporan Akustik Kelautan.
Natasasmita, Dias, dkk. 2012. Laporan Resmi Praktikum Akustik Kelautan “Echosounder”.
http://diveradios.files.wordpress.com/2011/05/laporan-akustik-kelautan-echosounder.docx. diaskes pada 27 Oktober 2013, pukul 08.15 WIB
Noorjayantie, Roshyana Wahyu. 2009. Pengukuran Acoustic Backscattering Strength Dasar Perairan Selat Gaspar Dan Sekitarnya Menggunakan Instrumen Simrad Ek60. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Poerbandono, eka. 2005. Survei hidrografi. PT. Refika : Bandung
Raharjo, Sugeng. 2002. Pendugaan Densitas Ikan Dasar (Demersal Fish) dengan Metode Akustik di Perairan Selat Bali pada Musim Timur. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Robert, Ang. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia: Jakarta.
Salem. 2012. Laporan Akustik Kelompok 2.
http://wwwmeris-salem.blogspot.com/2012/01/laporan-akustik-kelompok-2.html. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2013, pukul 08.00 WIB
Susandi, Feri. 2004. Pendugaan Nilai dan Sebaran Target Strenght Ikan Pelagis Di Selat Makasar Pada Bulan Oktober 2003. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Urick, J. Robert.1983. Principles of underwater sound. Mc GRAW-Hill.inc
Varina, Larasati, dkk. 2013. Makalah Alat Bantu dan Alat Ukur: Alat Pengukur Kedalaman Laut. http://varina-larasati.blogspot.com/2013/01/makalah-alat-bantu-dan-alat-ukur-alat.html. Diakses pada 17 Oktober 2013, pukul 17.00 WIB
Vires,Gabriell dan Doug Nowacek. 2011. Echosounder Effects on Beaked Whales in the Tongue of the Ocean, Bahamas. Nicholas school of environment of duke university: USA
Wijaksana, Arief. 2008. Pengukuran Karakteristik Akustik Sumber Daya Perikanan Di Laguna Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Waldopo. 2008. Perairaan Darat dan Laut. Melalui
(http://elcom.umy.ac.id/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/materi/Gegrafi/Perairan