• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN PETA KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JAGUNG DAN REKOMENDASI TEKNOLOGI APLIKATIF DI KABUPATEN BOVEN DIGUL PAPUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN PETA KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JAGUNG DAN REKOMENDASI TEKNOLOGI APLIKATIF DI KABUPATEN BOVEN DIGUL PAPUA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

143 Seminar Nasional Serealia 2011

PENYUSUNAN PETA KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JAGUNG DAN REKOMENDASI TEKNOLOGI APLIKATIF DI KABUPATEN BOVEN DIGUL PAPUA

Fadjry Djufry1 dan Henry Sosiawan2 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2)Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor

ABSTRAK

Pengembangan pertanian yang lebih operasional pada tingkat kabupaten data/informasi sumberdaya lahan pada skala 1:50.000. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan mulai Agustus sampai Desember 2010 di Kabupaten Boven Digul pada beberapa Distrik terpilih. Penyusunan peta kesesuaian lahan tanaman jagung skala 1:50.000 di Kabupaten Boven Digul dilakukan melalui beberapa tahapan metodologi, yaitu inventarisasi dan evaluasi sumberdaya lahan, prediksi masa tanam, penentuan kebutuhan pupuk. Semua data diolah dalam format data base, baik tabular maupun spasial. Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menyajikan informasi mengenai potensi biofisik (tanah, iklim, vegetasi), sosial ekonomi, dan kesesuaian lahan berbagai komoditas pertanian unggulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan jagung dapat dilakukan pada lahan kering dan lahan basah (sawah), seluas 2.127.257 ha (86,9%), dengan penyebaran lahan tergolong sangat sesuai (S1) seluas 490.810 ha, cukup sesuai (S2) 1.103.335 ha, lahan sesuai marjinal (S3) 533.112 ha. Pengembangan jagung dilakukan pada akhir musim hujan dan dapat dilakukan satu kali setahun. Pengembangan jagung pada lahan cukup sesuai (S2) mempunyai kendala ringan berupa lahan terkena banjir musiman dan kelerengan. Pengembangan jagung pada lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai kendala kelerengan lahan yang curam (8-15%). Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa lahan selalu tergenang, dan lahan berlereng >15%.Pengembangan pertanian lahan basah di Distrik Mindiptana mencakup areal seluas 193.123 ha. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam I adalah padi, saat tanam optimum adalah minggu pertama sampai minggu kedua bulan September. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam II adalah palawija (jagung dan kedelai) dan sayuran, saat tanam optimum adalah minggu ketiga sampai minggu keempat bulan Januari. Anjuran pemupukan berimbang dari setiap komoditas bervariasi berdasarkan status unsur hara dan tekstur tanah. Pengembangan pertanian lahan kering di Distrik Mindiptana mencakup areal seluas 1.249.507 ha, terdiri dari sistem budidaya monokultur dan atau tumpangsari. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam I adalah padi gogo dan pada musim tanam II jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar.

Kata kunci: Peta kesesuaian lahan jagung, teknologi aplikatif PENDAHULUAN

Potensi sumberdaya lahan Kabupaten Boven Digoel cukup tinggi baik dari segi luas maupun alternatif komoditas yang bisa dikembangkan, tetapi seringkali pemerintah daerah menghadapi banyak kendala dalam pengembangannya akibat dari informasi sumberdaya lahan yang kurang akurat, dan belum tersedia pada skala yang memadai. Seperti wilayah Papua lainnya, data dan informasi sumberdaya lahan/potensi lahan Kabupaten Boven

Digoel sangat minim, apalagi pada skala operasional (skala 1:50.000) yang berguna sebagai dasar untuk perencanaan pengembangan pertanian tingkat regional (kabupaten). Kalaupun ada data/informasi tersebut keberadaannya tersebar di berbagai instansi/swasta dan belum dikemas dalam basis data (data base) secara baik. Dengan demikian konstribusi data/informasi sumberdaya lahan tersebut untuk perencanaan belum optimal.

(2)

144 Fadjry Djufry dan Henry Sosiawan : Penyusunan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung dan Rekomendasi

Teknologi Aplikatif di Kabupaten Boven Digul Papua

Pewilayahan komoditas pertanian disusun dengan mempertimbangkan kualitas dan ketersediaan sumberdaya lahan, manusia, dan infrastruktur yang tersedia, agar diperoleh produk pertanian yang optimal dan berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis (Hartomi dan Suhardjo, 2001). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Puslitbangtanak, beberapa komoditas yang sama dapat dikembangkan di beberapa provinsi. Hal ini menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan penentuan komoditas unggulan di suatu provinsi. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya dalam menentukan komoditas unggulan di setiap provinsi agar tidak terjadi persaingan antara provinsi satu dengan lainnya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui konsep “Pewilayahan Komoditas Pertanian” dengan mempertimbangkan kesesuaian secara biofisik dan sosial ekonomi dari komoditas yang akan dikembangkan.

Pengembangan komoditas

pertanian yang sesuai secara biofisik dan menguntungkan secara ekonomi, sangat penting dalam perencanaan pengkajian teknologi untuk pengembangan

komoditas unggulan dengan

mempertimbangkan kemampuan

sumberdaya alam, sumberdaya manusia,

dan kelembagaan sehingga

pengembangan komoditas tersebut berkelanjutan (Sudaryanto dan Syafa’at 2000). Dengan demikian data dan informasi sumberdaya lahan yang dikemas dalam produk ZAE merupakan data dasar yang penting dalam perencanaan pengembangan sistem usaha pertanian spesifik lokasi. Penyusunan peta pewilayahan komoditas skala 1:50.000 Kabupaten Boven Digoel berdasarkan ZAE dilakukan dengan identifikasi dan karakterisasi sumberdaya lahannya melalui pendekatan analisis terrain, dengan mempertimbangkan karakteristik lahan yaitu relief, lereng, proses geomorfologi, litologi/bahan induk, dan hidrologi sebagai parameter dalam analisis terrain (Van Zuidam 1986).

Informasi sumberdaya lahan skala 1:100.000 mutlak diperlukan untuk penyusunan pewilayahan komoditas pertanian unggulan daerah tertutama wilayah-wilayah yang mempunyai potensi untuk pertanian. Untuk mendapatkan informasi secara cepat, relatif murah, dan akurasinya cukup tinggi, dapat dilakukan dengan menggunakan analisis terrain. Disamping itu, juga perlu meramu alternatif teknologi pengelolaan lahan pertanian yang dapat diterapkan di setiap wilayah pengembangan, sesuai pemanfaatan dan kemampuan lahannya. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tahun anggaran 2010 BPTP Papua melakukan penelitian penyusunan pewilayahan tanaman jagung berdasarkan ZAE, Kabupaten Boven Digoel .

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan mulai Agustus sampai Desember tahun 2010 di Kabupaten Boven Digul pada beberapa Distrik terpilih Penyusunan peta ZAE skala 1:100.000 dan pewilayahan tanaman jagung skala 1:50.000, dilakukan melalui beberapa tahapan metodologi, yaitu: inventarisasi sumberdaya lahan, prediksi masa tanam, penentuan kebutuhan pupuk, evaluasi sumberdaya lahan. Semua data diolah dalam format data base baik tabular maupun spasial.

Inventarisasi sumberdaya lahan Dalam inventarisasi sumberdaya lahan dilakukan beberapa tahapan kegiatan, yaitu: penyusunan peta dasar, analisis satuan lahan, verifikasi lapangan. Penyusunan peta dasar

Peta dasar yang digunakan adalah skala 1:100.000 dan dilengkapi dengan informasi dari citra landsat. Sumber peta dasar yang digunakan adalah peta Topografi (Diptop TNI AD, 1995) skala 1:100.000 dan citra landsat ETM 7,

(3)

145 Seminar Nasional Serealia 2011

(Lapan, liputan tahun 2002) yang dikemas dalam format digitasi.

Analisis satuan lahan

Pendekatan landform digunakan sebagai dasar pembeda utama dalam analisis satuan lahan. Satuan landform diperoleh dari analisis terrain melalui interpretasi peta topografi, Digital Elevation Model (DEM), dan citra landsat. Metode interpretasi tersebut mengacu pada Aerial Photo Interpretation in Soil Survey (Goosen 1967) dan Van Zuidam (1986). Terrain merupakan keadaan fisik lahan yang mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman, sehingga dapat digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Klasifikasi landform mengacu pada Laporan Teknis LREPP II No.5 (Marsoedi et. al. 1997) sampai level 2 (Lampiran 2), dalam wadah delineasi satuan-satuan landform.

Hasil analisis terrain yang berupa peta satuan lahan dan ditunjang dengan analisis sumberdaya tanah, selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kesesuaian lahan dan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000.

Verifikasi lapangan

Kegiatan lapangan meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder meliputi data biofisik dan data sosial ekonomi pertanian.

Pengamatan tanah

Peta hasil interpretasi satuan lahan skala 1:100.000 digunakan sebagai peta kerja di lapangan. Pengecekan batas delineasi satuan lahan hasil interpretasi dilakukan sekaligus dengan pengamatan tanah dan lingkungan.

Pengamatan tanah di lapangan mengikuti metode transek dengan memperhatikan hubungan antara tanah dan landscape (King et al. 1983; Steers dan Hajek 1978; White 1966). Intensitas pengamatan tergantung dari heterogenitas terrain/landform,

toposekuen, litosekuen. Pengamatan sifat morfologi tanah dilakukan melalui pemboran, minipit, dan pembuatan profil yang mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff 1993) dan Guidelines for Soil Profile Description (FAO 1990). Parameter sifat-sifat tanah yang diamati di lapangan antara lain: kedalaman tanah (sampai bahan induk atau lapisan kedap), tekstur, drainase, reaksi tanah/pH, keadaan batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah. Sedangkan parameter fisik lingkungan yang diamati antara lain: landform, bahan induk, relief/lereng, penggunaan lahan dan pengelolaannya, gejala-gejala erosi. Hasil pengamatan lapangan disimpan dalam basis data Site and Horizon Description. Perubahan batas delineasi satuan lahan, deskripsi karakteristik tanah dan lingkungan dilakukan di lapangan, dan dicatat dalam form maupun peta lapang.

Pengambilan contoh tanah

Contoh tanah diambil dari profil tanah atau minipit. Contoh tanah profil diambil di seluruh lapisan/horison tanah kemudian dianalisis di laboratorium untuk mendukung klasifikasi tanah, sedangkan contoh minipit diambil sampai kedalaman  60 cm (mengikuti horisonisasi, dapat terdiri dari 2-3 contoh) untuk mendukung sifat kesuburan tanah yang mewakili satu jenis tanah di dalam satuan lahan. Apabila satuan lahan mempunyai penyebaran yang luas, pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa lokasi pengematan dan distribusinya merata dan mewakili seluruh satuan lahan. Contoh tanah dianalisis di laboratorium Balai tanah Bogor mengikuti metode yang tercantum dalam Soil Survey Investigation Report No. 1 (Soil Survey Lab. Staff 1991), dan Penuntun Analisa Tanah (Balai Penelitian Tanah 2005). Data hasil analisis tanah digunakan untuk reklasifikasi, evaluasi tingkat kesuburan, dan evaluasi lahan.

(4)

146 Fadjry Djufry dan Henry Sosiawan : Penyusunan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung dan Rekomendasi

Teknologi Aplikatif di Kabupaten Boven Digul Papua

Penyusunan satuan evaluasi lahan Satuan evaluasi lahan disusun berdasarkan hasil interpretasi satuan lahan yang telah diverifikasi di lapangan. Peta satuan evaluasi dan legenda yang sudah disusun di lapangan (isi dan deliniasi) merupakan satuan evaluasi lahan yang siap digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas. Komponen satuan evaluasi lahan terdiri dari: landform, elevasi, relief dan lereng, kalsifikasi tanah (subgrup), bahan induk tanah.

Prediksi masa tanam

Prediksi masa tanam dilakukan dengan simulasi neraca air tanaman dengan menggunakan series data iklim selama  10 tahun. Simulasi neraca air tanaman menggunakan model yang dikembangkan oleh FAO dalam Buletin Irigasi No. 56 (FAO 1988) yang telah dimodifikasi ke dalam Buletin Agroklimat (1999).

Penentuan kebutuhan pupuk

Penentuan kebutuhan pupuk didasarkan pada kandungan unsur hara N (total), P dan K tersedia di dalam tanah

dengan menggunakan model

perhitungan kebutuhan pupuk berimbang (Balitpa 2002). Secara kualitatif kisaran kandungan unsur hara N, P, dan K di dalam tanah dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Ketersediaan unsur hara dalam tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah dan jenis mineral liat, dengan demikian kebutuhan pupuk untuk setiap komoditas sangat berubah sesuai dengan jenis tekstur tanahnya, dan dibagi ke dalam 3 kelompok kebutuhan pupuk, yaitu untuk tekstur berpasir (sandy), berlempung (loamy), dan berliat (clayey). Selain itu skenario kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh tanaman didasarkan juga pada besarnya target produksi yang diinginkan. Dengan demikian semakin tinggi target produksi yang ingin dicapai semakin besar

kebutuhan pupuk yang

direkomendasikan.

Evaluasi sumberdaya lahan

Untuk menunjang evaluasi sumberdaya lahan, dilakukan analisis contoh tanah dan penyusunan database. Analisis contoh tanah terdiri dari penetapan: tekstur 3 fraksi, pH, kadar C organik, N, P, dan K total, P tersedia, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K dan Na), KTK, dan kejenuhan basa. Analisis tambahan diperlukan untuk tipologi lahan tertentu, yaitu: kadar Al (untuk lahan kering masam), daya hantar listrik dan salinitas (untuk lahan pasang surut).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kesesuaian fisik merupakan evaluasi lahan yang didasarkan sifat biofisik, artinya kualitas tanah yang terdapat pada unit agroekologi dievaluasi berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman pada masing-masing komoditas tanaman.

Kelas kesesuaian lahan fisik masing-masing komoditas pada setiap unit agroekologi dikelompokan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marjinal (S3), tidak sesuai (N). Pada tingkat subkelas dicantumkan faktor pembatas/ penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S2oa, yaitu lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat ketersediaan oksigen.

Kesesuaian lahan untuk tanaman pangan dan hortikultura

Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan beberapa komoditas menunjukkan bahwa lahan yang dapat dikembangkan untuk komoditas pertanian di Kabupaten Boven Digoel seluas 2.341.729 ha atau 95,66%, sedangkan sisanya seluas 106.119 ha tidak dapat dikembangkan untuk pertanian karena kondisi biofisik lahan tidak memungkinkan dan apabila lahan-lahan tersebut dipaksakan untuk

(5)

147 Seminar Nasional Serealia 2011

dikembangkan untuk lahan pertanian sangat dimungkinkan akan terjadi degradasi lahan dan kerusakan lingkungan.

Tanaman pangan dapat

dikembangkan pada areal seluas 1.631.824 ha (66,66%). Rincian kelas kesesuaian lahan tanaman pangan disajikan pada Tabel 4.8 dan penyebaran kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan padi sawah dan jagung disajikan pada Gambar 4.7 dan 4.8.

Pengembangan jagung dapat dilakukan pada lahan kering dan lahan basah (sawah), seluas 2.127.257 ha (86,90%), dengan penyebaran lahan tergolong sangat sesuai (S1) seluas 490.810 ha, cukup sesuai (S2) seluas 1.103.335 ha, lahan sesuai marjinal (S3) seluas 533.112 ha. Pengembangan jagung dilakukan pada akhir musim hujan dan dapat dilakukan 1x setahun. Pengembangan jagung pada lahan cukup sesuai (S2) mempunyai kendala ringan berupa lahan terkena banjir musiman dan kelerengan. Pengembangan jagung pada lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai kendala kelerengan lahan yang curam (8-15%). Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa: lahan selalu tergenang, dan lahan berlereng >15%.

Pengembangan padi sawah dapat dilakukan pada lahan basah seluas 505.451 ha (20,65%) dengan

penyebaran lahan cukup sesuai (S2) seluas 382.317 ha, lahan sesuai marjinal (S3) seluas 123.135 ha. Lahan yang berpotensi untuk persawahan umumnya terdapat di dataran aluvial dengan sumber dari air hujan dan air sungai. Potensi pengembangan padi sawah dapat dilakukan 1-2 x setahun. Pengembangan padi sawah pada lahan cukup sesuai (S2) mempunyai kendala ringan berupa banjir musiman. Pengembangan padi sawah pada lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai kendala lahan kurang air. Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa: lahan berlereng >8% dan tidak terdapat sumber air.

Pengembangan kedelai dapat dilakukan pada lahan kering dan lahan basah (sawah), seluas 1.594.144 ha (65,12%), dengan penyebaran lahan tergolong cukup sesuai (S2) seluas 344.638 ha dan lahan sesuai marjinal (S3) seluas 1.249.507 ha. Pengembangan kedelai pada lahan cukup sesuai (S2) mempunyai kendala ringan berupa lahan terkena banjir musiman. Pengembangan kedelai pada lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai kendala kelerengan lahan yang curam (8-15%). Pengembangan kedelai dapat dilakukan secara tumpangsari dengan jagung. Faktor pembatas pada lahan yang tidak sesuai (N) berupa: lahan selalu tergenang dan berlereng >15%.

(6)

148 Fadjry Djufry dan Henry Sosiawan : Penyusunan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung dan Rekomendasi

Teknologi Aplikatif di Kabupaten Boven Digul Papua

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

Lahan Sesuai (S)

S1 Sangat sesuai - - 490,810 20.05 - - 86,215 3.52 175,405 7.17 -

-S2 Cukup sesuai 382,317 15.62 1,103,335 45.07 344,638 14.08 1,507,930 61.60 232,322 9.49 409,830 16.74

S3 Sesuai marjinal 123,135 5.03 533,112 21.78 1,249,507 51.05 593,301 24.24 1,186,418 48.47 1,198,725 48.97 Lahan Tidak Sesuai (N)

N Tidak sesuai 1,918,208 78.36 296,403 12.11 829,515 33.89 236,214 9.65 829,515 33.89 815,105 33.30

X2 Pemukiman 1,429 0.06 1,429 0.06 1,429 0.06 1,429 0.06 1,429 0.06 1,429 0.06 X3 Badan air/danau 22,759 0.93 22,759 0.93 22,759 0.93 22,759 0.93 22,759 0.93 22,759 0.93 2,447,848 100.00 2,447,848 100.00 2,447,848 100.00 2,447,848 100.00 2,447,848 100.00 2,447,848 100.00 J u m l a h

Simbol Kesesuaian lahan

K o m o d i t a s

Padi sawah Jagung Kedelai Umbi-umbian Pisang Jeruk

Gambar 1. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman jagung

Tabel 1. Kesesuaian lahan untuk kelompok tanaman pangan dan hortikultura

(7)

149 Seminar Nasional Serealia 2011 Pewilayahan komoditas pertanian Distrik Mindiptana

Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 merupakan penjabaran lebih lanjut dari zona agroekologi skala 1:100.000, berisi hasil penilaian kesesuaian lahan komoditas unggulan.

Untuk pewilayahan komoditas ini hasil penilaian hasil kesesuaian lahan perlu disusun suatu Tipe Penggunaan Lahan (Land Utilization Types-LUTs)

tertentu. Penentuan LUTs

mempertimbangkan kondisi bio-fisik dan sosio-ekonomi pada suatu sistem usahatani. LUTs yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem usahatani berbasis tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Tanaman pangan terdiri dari: padi, sagu, jagung, kacang tanah, talas dan ubi kayu. Tanaman hortikultura terdiri dari pisang, nanas, rambutan, nangka, terung. Tanaman perkebunan/tahunan berupa kopi, kelapa. kelapa sawi dan karet.

Pewilayahan komoditas pertanian unggulan diperoleh dari hasil evaluasi lahan, prioritas komoditas unggulan daerah, dan nilai kelayakan usahatani

masing-masing komoditas.

Penentuannya menggunakan program Modul Pewilayahan Komoditas (MPK) (Bachri et al. 2002) yang hasilnya sesuai dengan rangking kelayakan yang ditentukan sebanyak-banyaknya 10 macam komoditas.

Dalam pewilayahan komoditas pertanian, lahan dibagi menjadi beberapa zona pengembangan pertanian yang didasarkan pada kondisi biofisik lahan dengan mempertimbangkan

kelestarian sumberdaya

lahan/lingkungan, nilai kompetitif dan komperatif suatu tanaman. Zona IV dengan kelerengan 0-8%, diprioritaskan untuk pengembangan pertanian berbasis tanaman pangan. Zona III dengan kelerengan 8-15%, merupakan sistem pengembangan wanatani dengan mengkombinasikan antara tanaman tahunan dengan tanaman pangan. Zona II

dengan kelerengan 15-40%,

diprioritaskan untuk pengembangan pertanian berbasis tanaman tahunan/perkebunan. Zona I, merupakan zona yang diperuntukan sebagai kawasan konservasi, mengingat kondisi biofisik lahan kurang mendukung, apabila dipaksakan maka akan terjadi degradasi lahan dan menggangu kelestarian sumberdaya lahan.

Dalam legenda pewilayahan komoditas pertanian tercantum beberapa komoditas yang disarankan. Prioritas pengembangan komoditas pertanian yang disarankan sesuai dengan urutan komoditas yang tertulis pada masing-masing subzona pewilayahan.

Model pengembangan pertanian berbasis pemberdayaan masyarakat dan kampung merupakan salah satu upaya pengembangan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan potensial di sekitar kampung/pemukiman sesuai dengan peta pewilayahan komoditas pertanian. Bimbingan dan pendampingan dari instansi pertanian senantiasa harus dilakukan agar masyarakat petani nantinya akan terbiasa dengan budaya bercocok tanam tanaman pangan.

Berdasarkan hasil MPK, Distrik Mindiptana, dikelompokan menjadi 6 sistem pertanian/kehutanan dan 8 satuan pewilayahan komoditas. Rincian pewilayahan komoditas pertanian tersebut disajikan pada Tabel 5.2. Penyebaran pewilayahan komoditas pertanian sebagian Distrik Mindiptana disajikan pada Gambar 5.2. Prioritas pengembangan komoditas pertanian yang disarankan sesuai dengan urutan komoditas yang tertulis pada legenda satuan pewilayahan komoditas. Berdasarkan karakteristik sumberdaya lahannya, peningkatan produktivitas lahan dapat dilakukan dengan model pengembangan pertanian berbasis tanaman pangan dan tanaman perkebunan.

Sistem budidaya pertanian di Distrik Mindiptana adalah budidaya lahan basah dan budidaya lahan kering, mencakup areal seluas 222.585 ha (95,45%) termasuk dalam zona IV, III,

(8)

150 Fadjry Djufry dan Henry Sosiawan : Penyusunan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung dan Rekomendasi

Teknologi Aplikatif di Kabupaten Boven Digul Papua

dan II. Komoditas pertanian yang disarankan berupa komoditas tanaman pangan, tanaman tahunan/perkebunan, dan hortikultura. Pembudidayaan komoditas dapat secara tumpangsari atau monokultur. Pengembangan sistem budidaya pertanian dirinci menjadi: (a) Pertanian bebasis tanaman pangan dan (b) Pertanian berbasis tanaman perkebunan dan kehutanan.

Pertanian lahan basah

Sistem pertanian lahan basah adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan pada lahan yang mempunyai drainase buruk sehingga sangat sesuai untuk budidaya lahan sawah, termasuk kedalam zona IV. Komoditas unggulan yang disarankan adalah padi sawah, komoditas lainnya, seperti jagung dan sayuran dapat dibudidayakan pada lahan basah pada musim kemarau. Penyebaranya seluas 19.123 ha atau 8,20%.

Pertanian lahan kering

Sistem pertanian lahan kering adalah budidaya pertanian yang dilakukan pada lahan-lahan yang mempunyai drainase tanah baik. Pertanian lahan kering secara zonasi nya termasuk dalam zona IV, III, dan II. Komoditas pertanian yang disarankan berupa komoditas tanaman pangan, tanaman tahunan/perkebunan, dan hortikultura. Pembudidayaan komoditas dapat secara tumpangsari atau monokultur. Berdasarkan pola pengembangannya pertanian lahan kering di Distrik Mindiptana dapat dibedakan menjadi 2 pola yaitu pertanian lahan kering berbasis tanaman pangan dan pertanian lahan kering berbasis tanaman perkebunan.

Pertanian berbasis tanaman pangan Pertanian berbasis tanaman pangan adalah budidaya pertanian pada lahan-lahan yang sesuai untuk tanaman pangan dan daya dukung lahan tersebut adalah untuk pengembangan tanaman pangan, walaupun komoditas non

pangan, seperti perkebunan apabila dibudidayakan pada lahan tersebut akan memberikan keragaan tumbuh dan produksi yang sangat baik. Pertanian berbasis tanaman pangan di Distrik Mindiptana dengan penyebaran seluas 169.844 ha (72.83 %).

Tanaman pangan, dan hortikultura Sistem pertanian lahan kering, tanaman pangan dan hortikultura mencakup luas 19.999 ha (108,58%) termasuk dalam zona IV dengan kelerengan <8% diberi simbol subzona IV/Dfh. Subzona IV/Dfh: pewilayahan untuk pengembangan lahan kering untuk tanaman pangan dan hortikultura, dengan komoditas tanaman pangan adalah: padi gogo, jagung, dan

umbi-umbian; komoditas tanaman

hortikultura adalah pisang dan jeruk. Subzona ini sudah banyak diusahakan oleh masyarakat Distrik Mindiptana karena letaknya tidak jauh dari pemukiman.

Tanaman pangan dan perkebunan Sistem pertanian lahan kering, tanaman pangan dan tanaman tahunan/ perkebunan mencakup luas 149.845 ha (64,26%) termasuk dalam zona IV dengan kelerengan <8%. Di willayah Distrik Mindiptana sistem pertanian lahan kering ini menurunkan dua subzona yaitu: subzona IV/Dfe1 dan Dfe2. Subzona IV/Dfe1: Pewilayahan untuk pengembangan lahan kering untuk tanaman pangan dan tanaman tahunan/perkebunan, dengan komoditas tanaman pangan adalah padi gogo, jagung, dan umbi-umbian; komoditas tanaman perkebunan adalah kelapa sawit, karet, dan lada. Pola tanam yang dapat diterapkan adalah tumpangsari antara tanaman perkebunan dan tanaman pangan, terutama pada saat tanaman tahunan berumur kurang dari 3 tahun. Kawasan ini diprioritaskan untuk pengembangan komoditas tanaman pangan lahan kering, tanaman perkebunan hanya bersifat komplemen dari sistem usaha tani lahan kering

(9)

151 Seminar Nasional Serealia 2011

berbasis tanaman pangan. Subzona IV/Dfe1 mempunyai kualitas lahan lebih baik sehingga pilihan komoditas tanaman pangan yang dapat dikembangkan adalah padi gogo, jagung, dan umbi-umbian dengan luas penyebaran 58.389 ha, sedangkan pilihan komoditas tanaman pangan yang dapat dikembangkan pada Subzona IV/Dfe2 adalah jagung dengan luas penyebaran 91.456 ha.

Rekomendasi teknologi usahatani berbasis tanaman pangan lahan basah

Pengembangan pertanian lahan basah mencakup areal seluas 193.123 ha. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam I adalah: padi, saat tanam optimum adalah minggu pertama sampai minggu kedua bulan September. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam II adalah palawija (jagung atau kedelai) dan sayuran, saat tanam optimum adalah minggu ketiga sampai keempat bulan Januari.

Rekomendasi pemupukan usahatani tanaman pangan lahan basah dapat dilihat pada Tabel 3.

Usahatani berbasis tanaman pangan lahan kering

Pengembangan pertanian lahan kering mencakup areal seluas 1.249.507 ha terdiri dari sistem budidaya monokultur dan atau tumpangsari antara tanaman. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam I adalah padi gogo, saat tanam optimum adalah minggu pertama sampai minggu kedua bulan September. Komoditas yang dapat dibudiayakan pada musim tanam II adalah jagung, umbi-umbian, saat tanam optimum adalah minggu ketiga sampai keempat bulan Januari. Kawasan ini juga berpotensi untuk pengembangan tanaman tahunan dan buah-buahan antara lain pisang dan jeruk. Rekomendasi pemupukan usahatani tanaman pangan lahan kering dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2. Pewilayahan Komoditas Pertanian Distrik Mindiptana

Zona Alternatif Komoditas Pertanian Ha Luas %

Pertanian Lahan Basah

IV/Wrh Padi sawah, jagung, pisang, jeruk, sayuran 19,123 8.20

Pertanian Lahan Kering, tanaman pangan dan hortikultura

IV/Dfh Padi gogo, jagung, umbi-umbian, pisang, jeruk 19,999 8.58

Pertanian Lahan Kering, tanaman pangan dan tanaman tahunan/perkebunan

IV/Dfe-1 Padi gogo, jagung,umbi-umbian, kelapa sawit, karet 58,389 25.04

IV/Dfe-2 Jagung, kelapa sawit, karet, lada 91,456 39.22

Pertanian Lahan Kering, tanaman tahunan/perkebunan

III/De Kelapa sawit, karet, lada 31,685 13.59

II/De Karet, kelapa sawit, kakao 1,933 0.83

Hutan Lahan Basah

IV/Wj Vegetasi alami 8,823 3.78

Hutan Lahan Kering

VII/Dj Vegetasi alami 517 0.22

X3 Badan air/danau 1,275 0.55

J u m l a h 233,201 100.00

Tabel 3. Rekomendasi pemupukan usahatani tanaman pangan lahan basah

Simbol

Pupuk Pupuk

Padi Jagung/kedelai

Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl

(10)

152 Fadjry Djufry dan Henry Sosiawan : Penyusunan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung dan Rekomendasi

Teknologi Aplikatif di Kabupaten Boven Digul Papua

Tabel 4. Rekomendasi pemupukan usahatani tanaman pangan lahan kering Simbol

Pupuk Pupuk

Padi Gogo Jagung

Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl

IV/Dfh 150-200 0-50 < 25 150-200 25-50 < 25

IV/Dfe1 150-200 0-50 < 25 150-200 25-50 < 25

IV/Dfe2 - - - 150-200 50-75 25-50

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Lahan yang dapat dikembangkan

untuk komoditas pertanian di Kabupaten Boven Digoel seluas 126.613 ha (31,91%), sedangkan sisanya 270.135 ha (68,09%) tidak dapat dikembangkan untuk pertanian. 2. Arahan tata ruang pengembangan pertanian Kabupaten Boven Digoel adalah :

 Kawasan pengembangan budidaya tanaman pangan lahan basah seluas 382.317 ha (15,62%).  Kawasan pengembangan budidaya

tanaman pangan lahan kering seluas 1.249.507 ha (51,05%)  Kawasan pengembangan budidaya

tanaman tahunan seluas 709.905 ha (29,00%)

 Kawasan konservasi seluas 81.931 ha (3,35%)

3. Pewilayahan komoditas pertanian di Distrik Mindiptana, Kabupaten Boven Digoel adalah:

 Pengembangan sistem usahatani berbasis tanaman pangan terdiri dari: (a) usahatani berbasis tanaman pangan lahan basah seluas 19.123 ha atau 8,20%; (b) usahatani berbasis tanaman pangan lahan kering seluas 169.844 ha (72.83%).

 Pengembangan sistem usahatani berbasis tanaman perkebunan dengan luas penyebaran 33.618 ha (14,42%)

4. Pengembangan pertanian lahan basah di Distrik Mindiptana mencakup areal seluas 193.123 ha. Komoditas yang

dapat dibudidayakan pada musim tanam I adalah: padi, saat tanam optimum adalah minggu pertama sampai minggu kedua bulan September. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam II adalah palawija (jagung dan kedelai) dan sayuran, saat tanam optimum adalah minggu ketiga sampai minggu keempat bulan Januari. Anjuran pemupukan berimbang dari setiap komoditas bervariasi berdasarkan status unsur hara dalam tanah dan jenis tekstur tanahnya.

5. Pengembangan pertanian lahan kering di Distrik Mindiptana mencakup areal seluas 1.249.507 ha terdiri dari sistem budidaya monokultur dan atau tumpangsari antara tanaman. Komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim tanam I adalah padi gogo. Komoditas yang dapat dibudiayakan pada musim tanam II adalah jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, Sidik H.T., A. Dariah, B. R. Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Departemen Kehutanan

Badan Litbang Departemen Pertanian, 2007. Percepatan Pembangunan Papua. Jakarta.

Balai Penelitian Tanah. 2003. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian. Balai tanah, Bogor

(11)

153 Seminar Nasional Serealia 2011

Balitklimat, 2004. Pengembangan Decision Support System Hortikultura Nasional Berdasarkan Potensi Sumberdaya Lahan. Laporan Akhir.

Boelaars, J. 1992. Manusia Irian. Dahulu, Sekarang, Masa Depan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Bohanec, Marko , 2002, What is Decision Support?, Department of Intelligent systems, Jožef Stefan Institute, Ljubljana, Slovenia.

Dent, F.J., Desaunettes, J.R., and J.P. Malingreau. 1977. Detailed reconnaissance land resources surveys Cimanuk Watershed area (West Java). AGL/TF/INS/44. Working paper No.14. FAO/SRI, Bogor.Djaenudin, D., Marwan H., H. Subagyo, Anny Mulyani, dan Nata Suharta. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi 3. PPTA, Bogor.

Deptan. 2001. Program Pembangunan Pertanian 2001-2004. Departemen Pertanian, Jakarta.

FAO. 1978. Report on the agro-ecological zones project. Vol. 1. Methodology and Results for Africa. World Soil Resources Report 48. Rome.

FAO. 1996. Agro-ecological zoning guidelines. FAO Soil Bulletin 73. Rome.

Goosen, D. 1967. Aerial photo interpretation in soil survey. FAO Soil Bulletin No.6. Rome.

Hendayana, R., Jasper Louw, M Haremba, MYK Rumbiak, Alimuddin, Halijah, R.Asem, 1999. Potensi, Kendala dan Peluang Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Berbasis Perkebunan. Dalam Prosiding Potensi, Kendala dan Peluang Pembangunan Pertanian Berbasis Perkebunan Masyarakat Asli Irian Jaya. Penyunting Sania Saenong, dkk. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian

Kang, B. T., A. C. B. M. van der Kruijs, and D. C. Couper. 1989. Alley cropping for food crop production in the humid and subhumid tropics. p. 16-26. In Kang. B. T. and L. Reynolds (Eds.). Alley Farming in the Humid and Subhumid Tropics. Proc. International Workshop Ibadan. Nigeria. 10-14 March 1986. IITA and ILCA. Addis Ababa. Ethiopia. IDRC Ottawa. Ont. Canada and USAID Washington. D. C. USA. Kassam, A.H., H.T. van Velthuizen, G.W.

Fischer and M.M. Shah. 1991. Agroecological land resources assessment for agricultural development planning. A case study of Kenya. Resource data base and land productivity. Technical Annex 1. Land Resources. Land and Water Development Division, FAO, Rome.

Kepas. 1989. Pedoman Usahatani Lahan Kering Zone Agro-Ekosistem Vulkanis. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan The Ford Foundation. Malang.

Kips, A. Ph., D. Djaenudin, and Nata Suharta. 1981. The land unit approach to land resources surveys for land use planning with particular reference to the Sekampung watershed, Lampung Province, Sumatra., Indonesia. AGOF/INS/78/ 006. Technical Note No.11. Centre for Soil Research, Bogor.

Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof, dan E.R. Jordens.1997. Pedoman klasifikasi landform. LT 5 Versi 3.0. Proyek LREP II, CSAR, Bogor. Mitchell, C.W. and J.A. Howard. 1978.

Land system classification. A Case History: Jordan. FAO/United Nation, Rome.

Noeralam, A. 2002. Teknik Pemanenan Air yang Efektif dalam Pengelolaan

(12)

154 Fadjry Djufry dan Henry Sosiawan : Penyusunan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung dan Rekomendasi

Teknologi Aplikatif di Kabupaten Boven Digul Papua

Lengas Tanah pada Usaha tani Lahan Kering. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1999. Pemantapan Metodologi Penerapan Karakterisasi Zone Agroekologi di BPTP. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

P3HTA (Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air). 1990. Petunjuk Teknis Usaha Tani Konservasi Daerah Limpasan Sungai. Dalam Sukmana et al. (Eds.). Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Rossiter D. G., and A. R. van Wambeke, 1997. Automated Land Evaluation System ALES Version 4.65d User’s Manual. Cornell Univ. Dept of Soil Crop & Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY, USA.

Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. A Basic System of soil classification for Making and Interpreting Soil Surveys, 2th edition 1999. Nasional Resources Conservation Service, USDA

Soil Survey Staff. 1993. Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18. SCS-USDA. Washington DC.

Gambar

Gambar 1.  Peta kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
Tabel 2.  Pewilayahan Komoditas Pertanian Distrik Mindiptana
Tabel  4.  Rekomendasi  pemupukan  usahatani  tanaman  pangan  lahan  kering

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang diperoleh pada pola kalimat imperatif di atas, dapat diketahui bahwa, anak usia 4;2 tahun dapat memberikan perintah dengan menggunakan pola

Pada penelitian ini ditemukan bahwa dari 50 subjek penelitian, median usia pasien berada pada kelompok usia dewasa, 31 pasien berjenis kelamin laki-laki, 34 pasien

menyalahgunakan maka kita terjebak dengan hal-hal yang negatifsehinggakan amal ibadah kita bisa terganggu.Narsisme dan selfie sudah menjadi satu fenomena di era

Positioning dari Sakacu adalah menjadikan Sakacu sebagai sandal jepit kekinian yamg dapat bersaing dengan produk lain dengan mengunggulkan warna serta gambar

Pasien penderita Hiperkolesterolemia di RSUD Dr.H.Abdoel Moeloek Bandar Lampung sebesar 84,0% Rerata kadar kolesterol total sebesar 247,44 mg/dl dan Besarnya koefisien korelasi

juti ke dalam RPI2-JM Arahan Strategi Nasional Bidang Cipta Karya untuk Kabupaten Belitung Timur.. Bab.. Penetapan