• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1. Pengertian

Kebahagiaan sering digunakan sebagai sinonim untuk kesejahteraan lansiatif dalam literatur psikologi. Hampir tanpa kecuali, kebahagiaan menjadi kata pengganti yang digunakan dalam istilah kesejahteraan lansiatif (dalam Synder & Lopez, 2007). Kebahagiaan adalah keadaan emosi yang positif yaitu secara lansiatif didefinisikan oleh setiap orang (Synder & Lopez, 2007). Menurut Papalia (2008) semakin lansia mampu mengatur emosinya maka mereka akan cenderung lebih bahagia dan ceria karena jarang mengalami emosi negatif.

Menurut Muhadjir (2013) kebahagiaan merupakan emosi rasa senang, puas, dan tampil fisik maupun mental. Kebahagiaan itu lebih lansiatif, meskipun ada tampilan sehat fisik maupun mental. Kebahagiaan adalah berbahagia karena mampu membuat judgement dan mampu mengevaluasi diri tampil dalam hidup yang lebih bermakna, bagi diri sendiri, dan bagi kehidupan prososial, dan afek altruistiknya.

Menurut Seligman (dalam Mardiah, 2011) kebahagiaan adalah kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan, dan masa sekarang. Seligman (2005) menjelaskan bahwa kebahagiaan diartikan sebagai perasaan positif atau emosi positif dan kegiatan positif yang tidak lepas dari pengaruh eksternal maupun internal.

(2)

Menurut Rusydi (2007) kebahagiaan adalah sebongkah perasaan yang dapat dirasakan berupa perasaan senang, tentram, dan memiliki kedamaian.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah suatu emosi positif seperti perasaan puas, senang, tampil sehat fisik maupun mental di masa lalu, masa depan, dan masa sekarang yang tidak terlepas dari pengaruh internal maupun eksternal. 2. Aspek-aspek Kebahagiaan

Aspek-aspek kehabagiaan menurut Seligman (2005) yaitu : a. Kepuasan akan masa lalu

Emosi positif tentang masa lalu adalah kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan, dan kedamaian. Emosi tentang masa lalu mulai dari kelegaan, kedamaian, kebanggaan, dan kepuasan, sampai pada kegetiran yang tidak terpendamkan dan kemarahan penuh dendam, sepenuhnya ditentukan oleh pikiran pada masa lalu.

Pemahaman dan penghayatan yang tidak memadai atas peristiwa baik pada masa lalu dan terlalu menekankan peristiwa buruk adalah hal yang dapat menurunkan ketenangan, kelegaan, dan kepuasan. Ada dua cara untuk membawa perasaan-perasaan tentang masa lalu ini kearah kelegaan dan kepuasan. Bersyukur menambah penghayatan dan pemahaman terhadap peristiwa baik pada masa lalu dan menulis ulang sejarah dengan disertai rasa maaf mengurangi kegetiran peristiwa buruk (dan bahkan bisa mengubah kenangan buruk menjadi

(3)

kenangan indah). Alasan mengapa rasa syukur berhasil menambah kepuasan hidup adalah bahwa rasa ini menambah intensitas, kekerapan, maupun kesan dari kenangan yang baik tentang masa lalu. Cara yang kedua adalah dengan memaafkan, tindakan yang membiarkan memori tetap utuh, tetapi dengan membuang atau mentransformasikan kepedihan.

b. Optimis akan masa depan

Emosi positif mengenai masa depan mencangkup keyakinan, kepercayaan, kepastian, harapan, dan optimisme. Orang yang optimistis menerangkan peristiwa dengan mengaitkannya dengan penyebab permanen, contohnya watak dan kemampuan. Orang yang pesimistis menyebutkan penyebab sementara seperti suasana hati dan usaha. Orang yang dapat memanfaatkan keberhasilan dan terus bergerak maju begitu segala sesuatu mulai berjalan dengan baik adalah orang yang optimis (Seligman, 2005). Kebahagiaan adalah perasaan optimistis dan harapan akan masa depan, keinginan untuk berada di dekat orang lain (kehidupan sosial), pernikahan, religiusitas, serta sehat secara fisik dan psikologis (dalam Rahmawati, 2013). c. Kebahagiaan akan masa sekarang

Kebahagiaan masa sekarang mencangkup dua hal yang sangat berbeda yaitu :

(4)

1. Kenikmatan

Kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki komponen indrawi yang jelas dan komponen emosi yang kuat, yang disebut oleh para filosof sebagai “perasaan – perasaan dasar”: ekstase, gairah, orgasme, rasa senang, riang, ceria dan nyaman. Hal ini bersifat sementara hanya melibatkan pikiran, atau malah tidak sama sekali

2. Gratifikasi

Gratifikasi datang dari kegiatan-kegiatan yang sangat di sukai, tetapi sama sekali tidak mesti disertai oleh perasaan dasar. Gratifikasi membuat seseorang terlibat sepenuhnya, ikut tegelam merasakannya dan kehilangan kesadaran diri. Menikmati percakapan yang bermanfaat, memanjat tebing, membaca buku bagus, menari adalah contoh kegiatan yang didalamnya waktu bagi seseorang seakan berhenti. Gratifikasi bertahan lebih lama daripada kenikmatan karena melibatkan lebih banyak pemikiran serta interpretasi. Gratifikasi tidak begitu saja menjadi terasa datar karena ditompang oleh kekuatan dan kualitas seseorang. 3. Faktor-faktor Kebahagiaan

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang :

(5)

a. Uang

Seligman (2005) menjelaskan bahwa di negara-negara yang sangat miskin, yang disana kemiskinan dapat mengancam nyawa, memang kaya bisa berarti lebih berbahagia. Namun dinegara yang lebih makmur, tempat hampir semua orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahagaiaan pribadi. Namun menurut Wenas, dkk (2015) bahwa terdapat hubungan antara kebahagiaan dengan status sosial ekonomi.

Menurut Sterns (dalam Papalia, 2014) banyaknya perubahan suasana ekonomi membuat banyak pekerja yang lebih tua sekarang terpaksa bekerja bukan karena mereka ingin melainkan mereka di paksa oleh situasi keuangan mereka dan meningkatnya biaya medis. b. Perkawinan

Perkawinan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Kebahagiaan orang yang menikah mempengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan ini berlaku baik pada laki-laki maupun perempuan (Seligman, 2005). Orang yang menikah lebih sehat dan hidup lebih lama dibandingkan dengan orang yang tidak menikah, tetapi hubungan antara pernikahan dengan kesehatanmungkin berbeda antara suami dan istri pernikahan memiliki manfaat terhadap kesehatan bagi laki-laki namun bagi lansia perempuan yang lebih mempengaruhi kesehatan adalah kualitas pernikahan tersebut (Papalia, 2014).

(6)

c. Kehidupan sosial

Orang yang sangat bahagia jauh berbeda dengan orang rata-rata dan orang yang tidak bahagia yaitu mereka menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan. Orang-orang yang sangat bahagia paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan kebanyakan dari mereka bersosialisasi. Berdasarkan penilaian sendiri maupun teman, mereka mendapatkan nilai tertinggi dalam berinteraksi.

Orang yang lebih berbahagia sejak awal memang lebih disukai dan karena itu mereka memiliki kehidupan sosial yang lebih kaya dan lebih cenderung untuk menikah. Atau orang yang lebih terbuka atau menjadi pembicara yang mengagumkan akan mengakibatkan kehidupan sosial yang kaya sekaligus mendatangkan lebih banyak kebahagiaan.

d. Emosi negatif

Seligman (2005) menjelaskan bahwa orang-orang yang mengalami banyak emosi negatif adalah orang yang mengalami sangat sedikit emosi positif, dan sebaliknya. Meskipun demikian, tidak berarti orang dengan emosi positif yang sedikit terhindar dari kehidupan riang gembira. Demikian pula, meskipun orang memiliki banyak emosi positif dalam hidup, tidak berarti sangat terlindungi dari kepedihan.

e. Usia

(7)

usia, afek menyenangkan sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah. Yang berubah ketika menua adalah intensitas emosi kita. Perasaan “mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” menjadi berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman.

f. Kesehatan

Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan yang terpenting yaitu persepsi lansiatif kita terhadap seberapa sehat diri kita. Masalah ringan dalam kesehatan tidak lantas menyebabkan ketidakbahagiaan, tetapi sakit yang parah memang menyebabkannya. Menurut Pratama (2015) salah satu faktor kebahagiaan pada lansia yang bekerja sebagai pedagang asongan, adalah memiliki kesehatan.

g. Agama

Orang-orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius. Hubungan antara harapan akan masa depan dengan keayakinan beragama mungkin merupakan landasan mengapa keimanan begitu efektif melawan keputusasaan dan meningkatkan kebahagiaan. Sejalan dengan pendapat Mardiah (2011) bahwa selain family support dan jenis kelamin, religiusitas ikut berpengaruh terhadap kebahagiaan pada lansia.

(8)

kebahagiaan, salah satunya yaitu penelitian Nanthamongkolchai et.al (2009), faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Harga diri

Orang tua dengan harga diri yang tinggi termotivasi untuk mengurus diri mereka sendiri dan yang menyebabkan kualitas hidup yang lebih baik. Sejalan dengan hasil studi Keiter KJ dan Blixen CE, dan Quinapril et.al yang menemukan bahwa harga diri memiliki pengaruh pada kualitas hidup pada orang tua.

2. Dukungan sosial

Hasil dari studi Uskup AJ et.al yang menemukan bahwa dukungan sosial mempengaruhi kebahagiaan pada orang dewasa yang lebih tua. Dukungan sosial merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan lansia. Hal ini meningkatkan kesehatan fisik dan mental mereka dan membantu untuk secara tepat menyesuaikan diri untuk hidup bahagia.

3. Hubungan keluarga

Hubungan keluarga juga ditemukan mempengaruhi kebahagiaan dalam kehidupan. Perubahan fisik, mental, emosional, dan sosial, orang tua membutuhkan lebih banyak perawatan dan dukungan dari anggota keluarga. Oleh karena itu, hubungan keluarga yang baik berkontribusi pada harga diri yang sehat dari anggota keluarga lansia untuk kebahagiaan hidup mereka. Hasilnya konsisten dengan Saeng Thian Chai Et al, yang menemukan dukungan dari anggota keluarga

(9)

yang mempengaruhi kebahagiaan mental lansia.

Berdasarkan uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan adalah agama, dukungan keluarga, jenis kelamin, perkawinan, emosi negatif, dukungan sosial, usia, status sosial ekonomi, dan kesehatan.

B. Lanjut Usia 1. Pengertian

Suntrock (2002) mengungkapkan bahwa masa lanjut usia dimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Sejalan dengan pendapat Hurlock (2012) yang menjelaskan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas. Menurut Hurlock (2012) usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Begitu juga menurut UU RI No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.

Lanjut usia dikelompokan menjadi tiga golongan yaitu lanjut usia muda berusia 65 sampai 74 tahun, yang biasanya aktif, vital, dan bugar. Lanjut usia tua berusia 75 sampai 84 tahun, dan lanjut usia tertua berusia 85 tahun keatas, berkecenderungan lebih besar lemah dan tidak bugar serta memiliki kesulitan dalam mengelola aktivitas keseharian (Papalia, 2008).

(10)

2. Permasalahan-Permasalahan Pada Lanjut Usia

Permasalahan yang dihadapi lanjut usia menurut Suardiman (2011) di kelompokkan ke dalam masalah ekonomi, masalah sosial budaya, masalah kesehatan dan masalah psikologis.

a. Masalah ekonomi

Masalah ekonomi pada lanjut usia biasanya ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja, memasuki masa pensiun, atau berhentinya pekerjaan utama yang berakibat pada menurunnya pendapatan terkait dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan kebutuhan dimasa tua justru semakin meningkat, salah satunya untuk perawatan kesehatan. Perubahan suasana ekonomi membuat banyak pekerja yang lebih tua sekarang terpaksa bekerja bukan karena mereka ingin, tetapi karena mereka dipaksa oleh situasi keuangan mereka dan meningkatnya biaya medis (Papalia, 2014). Sedangkan idealnya masa usia lanjut adalah masa yang tidak direpotkan oleh urusan mencari uang, tetapi menikmati jerih payah pada masa mudanya, sehingga hidup tenang, sejahtera dan bahagia (Suardiman, 2011).

b. Masalah sosial budaya

Masalah sosial yaitu berkurangnya kontak sosial, baik dengan keluarga, masyarakat, maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Kemudian meluasnya keluarga inti atau batih dari pada keluarga luas dan adanya perubahan nilai sosial

(11)

masyarakat. Hal itu yang mengakibatkan lanjut usia kurang mendapatkan perhatian, sehingga merasa kesepian, murung, tersisih dari kehidupan masyarakat dan terlantar (Suardiman, 2011).

c. Masalah kesehatan

Menurut Suntrock (2002) semakin kita tua, kemungkinan kita akan memiliki beberapa penyakit atau dalam keadaan sakit meningkat. Misalnya, sebagian besar orang dewasa yang masih hidup pada usia 80 tahun tampak memiliki beberapa penurunan kondisi tubuh. Penurunan kondisi tubuh itu terjadi karena adanya kemunduran sel-sel karena proses penuanan yang biasanya menimbulkan berbagai macam penyakit terutama penyakit degeneratif. Kerentanan terhadap penyakit ini disebabkan oleh menurunya fungsi berbagai organ tubuh. Sehingga diperlukan pelayanan kesehatan demi meningkatkan derajat kesehatan dan untuk tercapai masa tua yang bahagia serta berguna dalam kehidupnya (Suardiman, 2011).

d. Masalah psikologis

Masalah psikologis yaitu kesepian, terasing dari lingkungan, ketidakberdayaan, perasaan tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, ketelantaran terutama bagi usia lanjut yang miskin dan sebagainya. Kehilangan perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial biasanya berkaitan dengan hilangnya jabatan atau kedudukan yang menimbulkan konflik atau keguncangan. Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan rasa aman yang meliputi kebutuhan akan

(12)

keselamatan (seperti bebas dari rasa takut, kecemasan, kekalutan dan sebagainya), kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki serta akan rasa kasih sayang, kebutuhan akan aktualisasi diri. Sering kali menurunnya atau tiadanya pekerjaan/ penghasilan menimbulkan ketakutan. Oleh karena itu adanya aktivitas pekerjaan merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan rasa aman karena dengan bekerja seseorang mampu memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, tentram, dan kepastian tentang hari-hari yang akan datang. Selama kegiatan favorit seperti membaca buku, mengejar hobi ataupun berkebun dapat dipertahankan maka lansia cenderung lebih bahagia karena adanya perasaan keterlibatan dalam hidup (Papalia, 2014). Dengan bekerja juga memungkinkan berinteraksi dengan orang lain yang menimbulkan rasa senang dan tidak kesepian (Suardiman, 2011).

3. Perubahan - Perubahan Pada Lanjut Usia

Usia lanjut membawa seseorang pada penurunan yang lebih besar dibadingkan periode-periode usia sebelumnya. Rentetan perubahan-perubahan dalam penurunan kondisi tubuh yang terkait dengan penuaan dengan penekanan pentingnya perkembangan-perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan-lahan menurun dan hilangnya fungsi kadangkala dapat diperbaiki (Santruck, 2002). Berbagai permasalahan yang di hadapi lansia tidak terlepas dari perubahan-perubahan fungsi fisik, kognitif, sosio-emosional

(13)

sebagai akibat proses penuaan yaitu sebagai berikut : a. Penurunan fisik

Penurunan fisik yang dialami oleh lansia biasanya diasosiasikan dengan penuaan yang dapat di lihat dari kulit yang sudah menua menjadi pucat, kurang elastis dan mengkerut. Pembengkakan pembuluh darah di kaki menjadi hal yang umum. Rambut dikepala berwarna putih, menjadi semakin tipis, dan semakin jarang rambut yang tumbuh. Selain itu perubahan fisik lainnya seperti lansia menjadi lebih pendek seiring dengan melemahnya tulang veterbrate, dan postur bungkuk menjadikan mereka semakin kecil (Papalia, 2008).

Selain itu terjadi penurunan fungsi inderawi seperti penglihatan mulai menurun misalnya untuk melihat objek pada tingkat penerangan rendah dan menurunnya sensivitas terhadap warna, pendengaran menurun misalnya kehilangan kemampuan mendengar bunyi nada yang sangat tinggi, perasa, penciuman, perabaan, dan sensivitas pada rasa sakit juga menurun (Hurlock, 2012). Penurunan fisik tersebut kemudian akan menghadirkan berbagai gangguan fungsional dan penyakit pada usia lanjut tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik namun juga akan mempengaruhi kondisi psikisnya seperti perasaan rendah diri, terasing, tidak berguna, tak berdaya, kesedihan, kesepian, dan sebagainya. Kondisi psikis yang tidak menguntungkan ini tentu saja akan mengurangi nilai kebahagiaan yang dirasakan oleh lanju usia, sebab rasa bahagia dan kepuasan hidup hanya dapat dinikmati

(14)

ketika lansia dalam kondisi sehat (Suardiman, 2011). b. Penurunan kognitif

Menurut departemen Kesehatan RI (dalam Suardiman, 2011) perubahan kognitif yang di alami lansia yaitu mudah lupa, ingatan pada masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru terjadi, orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan tempa mundur, dan tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru. Selain itu kemampuan pengolahan seperti kecepatan pengolahan dalam mencari nomor telepon dan mencatatnya kembali telah menurun, kemampuan mengalihkan perhatian dari satu tuga ke tugas yang lain cenderung melambat, serta kecepatan dalam memproses informasi juga cenderung menurun (Papalia, 2014).

c. Penurunan sosio-emosional

Perubahan sosio-emosional pada lanisa yaitu emosi dan usia lanjut di dominasi dengan tema „kehilangan‟. Usia lanjut dipandang sebagai suatu penurunan, kaku/ sukar, emosi yang datar, rendahnya energi efektif, rendahnya semangat, dan kecilnya perhatian emosi (Suardiman, 2011). Dalam penelitian longitudinal (dalam Papalia, 2014) menjelaskan bahwa emosi negatif seperti kegelisahan, kebosanan, ketidakbahagiaan, dan depresi menurun seiring dengan usia. Pada saat yang sama, emosi positif seperti kegairahan, minat, kebanggaan, dan perasaan pencapaian terhadap sesuatu cenderung tetap stabil hingga masa lansia, kemudian menurun sedikit dan

(15)

bertahap. C. Kerangka Pemikiran

Menurut Hurlock (2012) usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Pada periode ini akan terjadi perubahan fisik maupun psikologis kondisi sosial yaitu dalam hubungan dengan orang lain (Mardiah, 2011).

Keadaan penurunan dan perubahan lansia, secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi psikologis lanjut usia. Sehingga, ketidaksiapan dan upaya untuk melawan perubahan-perubahan yang dialami masa lansia justru akan menempatkan lansia berada pada posisi serba kalah yang akhirnya hanya menjadi sumber akumulasi stress dan frustasi belaka (Indriana, 2008 dalam Indriana, 2010). Berbagai permasalahan dan perubahan yang dialami lanjut usia baik fisik-kognitif, sosial, maupun psikologis membuat lanjut usia tidak dapat menemukan kebahagiaannya, sedangkan kebahagiaan itu sendiri sebenarnya dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup.

Kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan lansia serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai lanjut usia (Seligman, 2005). Kebahagiaan akan tercapai jika aspek-aspek kebahagiaan seperti kepuasan akan masa lalu, kebahagiaan akan masa sekarang, dan optimisme pada masa depan dapat terpenuhi. Namun dalam memenuhi

(16)

kebutuhan dan aspek-aspek dalam kebahagiaan tersebut tidak terhindar dari faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan itu sendiri seperti agama, dukungan keluarga, jenis kelamin, perkawinan, emosi negatif, dukungan sosial, usia, status sosial ekonomi, dan kesehatan.

Lanjut usia yang merasa tidak bahagia berusaha untuk mencari cara bagaimana agar dapat merasakan kebahagiaan, begitupun juga sebaliknya lanjut usia yang sudah bahagia akan berusaha mencari cara bagaimana mempertahankan kebahagiaannya. Kebahagiaan lansia terletak dalam sikap mental dalam diri yang bersangkutan, yaitu sikap menerima kehidupan hari tua sebagai suatu kenyataan yang harus dihadapi dengan jiwa yang jernih (dalam Surya, 2003).

(17)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:

Gambar 1. Kerangka Berfikir Lansia

Kebahagiaan :

1. Kepuasan masa lalu

2. Kebahagiaan di masa sekarang

3. Optimisme akan masa depan

Fisik Psikologis Sosial

Faktor-faktor kebahagiaan : 1. Agama 2. Dukungan keluarga 3. Jenis kelamin 4. Perkawinan 5. Emosi negatif 6. Dukungan sosial 7. Usia

8. Status sosial ekonomi, dan 9. Kesehatan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berfikir  Lansia

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Desa-Desa yang telah ada dalam Kecamatan yang baru dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sepanjang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa LKS praktikum yang dikembangkan layak untuk dijadikan sebagai bahan ajar yang digunakan

bahwa berdasarkan Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/6859/SJ, tanggal 4 Nopember 1982, Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/11034/SJ, tanggal 19 Nopember 1983 perihal

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja

(Raise The Red Lantern, 01:01:04-01:01:18) Dari tindakan Yan'er di atas dapat terlihat bahwa Yan'er tidak menyukai kehadiran Song Lian sebagai istri baru Chen Zuoqian dengan

Perlakuan mekanis umum dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit

6 Dari grafik diatas menunjukkan bahwa dari 114 responden terdapat 63,2% mahasiswa aktif FISIP angkatan 2016, 2017 dan 2018 merupakan seorang perokok,

Inkubasi tabung mikrosentrifus kedua selama 10 menit pada temperatur ruang (bolak-balikkan tabung 2-3 kali selama masa inkubasi) untuk melisis sel-sel darah