• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Komposisi Jenis Ikan

Dua pendekatan digunakan untuk melihat komposisi jenis ikan di sekitar Pulau Semak Daun, yaitu berdasarkan pengambilan contoh menggunakan alat tangkap dan pengambilan contoh berdasarkan metode underwater visual census (metode UVC), di masing-masing stasiun. Hasil pengambilan contoh menggunakan alat tangkap didapatkan 99 spesies yang termasuk dalam 22 famili (Gambar 8 dan Lampiran 1), sedangkan berdasarkan metode UVC diperoleh 78 spesies yang termasuk dalam 15 famili (Tabel 2 dan Lampiran 2).

Berdasarkan Jumlah Individu Berdasarkan Berat Berdasarkan Jumlah Jenis

Scaridae Serranidae Labridae Pomacentridae

Lutjanidae Nemipteridae Siganidae Pomacanthidae

Mullidae Hemirhamphidae Lainnya

Labridae Pomacentridae Scaridae Nemipteridae

Serranidae Siganidae Mullidae Chaetodontidae

Lutjanidae Holocentridae Lainnya

Labridae Nemipteridae Pomacentridae

Mullidae Serranidae Chaetodontidae

Lutjanidae Scaridae Siganidae

Holocentridae Lainnya Scaridae Serranidae Labridae Pomacentridae

Lutjanidae Nemipteridae Siganidae Pomacanthidae

Mullidae Hemirhamphidae Lainnya

Labridae Pomacentridae Scaridae Nemipteridae

Serranidae Siganidae Mullidae Chaetodontidae

Lutjanidae Holocentridae Lainnya

Labridae Nemipteridae Pomacentridae

Mullidae Serranidae Chaetodontidae

Lutjanidae Scaridae Siganidae

Holocentridae Lainnya Scaridae Serranidae Labridae Pomacentridae

Lutjanidae Nemipteridae Siganidae Pomacanthidae

Mullidae Hemirhamphidae Lainnya

Labridae Pomacentridae Scaridae Nemipteridae

Serranidae Siganidae Mullidae Chaetodontidae

Lutjanidae Holocentridae Lainnya

Labridae Nemipteridae Pomacentridae

Mullidae Serranidae Chaetodontidae

Lutjanidae Scaridae Siganidae

Holocentridae Lainnya

Gambar 8 Komposisi jenis ikan hasil pengambilan contoh berdasarkan eksperimental fishing di semua stasiun selama penelitian.

Berdasarkan jumlahnya, komposisi hasil pengambilan contoh berdasarkan eksperimental fishing (menggunakan gillnet dan bubu) didominasi oleh ikan dari Famili Labridae, Pomacentridae, Scaridae, dan Nemipteridae, masing-masing 2.012 ekor, 1.282 ekor, 1.253 ekor, dan 784 ekor, atau sebesar 55.36% dari jumlah total individu yang tertangkap. Sedangkan berdasarkan beratnya, berturut-turut didominasi oleh ikan dari Famili Scaridae, Serranidae, Labridae dan Pomacentridae, masing-masing 111,092kg; 95,749kg;, 95,269kg dan 63,676kg (58,13% dari total berat hasil tangkapan). Berdasarkan keragaman spesiesnya,

(2)

Famili Labridae memiliki keragaman spesies tertinggi yaitu 19 spesies, kemudian Nemipteridae dan Scaridae masing-masing 11 spesies (Lampiran 3). Sebaran spesies secara spasial, hanya didapat 55 spesies yang diperoleh di semua stasiun yang berarti bahwa 55 spesies tersebut memiliki jangkauan yang lebih luas dibanding spesies lainnya. Adapun berdasarkan metode sensus (UVC), komposisi jenis ikan didominasi oleh dua famili, yaitu Pomacentridae (841 ind.500m-2) dan Labridae (116 ind500m-2). Kedua famili ini juga memiliki keragaman spesies tertinggi diantara famili lain yang teridentifikasi berdasarkan metode UVC (29 spesies dan 19 spesies).

Tabel 2 Komposisi jenis ikan hasil pengambilan contoh berdasarkan metode UVC di semua stasiun

No. Famili Kepadatan

(ind. 500m-2)

Jumlah

spesies Spesies Dominan per famili

1 Apogonidae 52 1 Apogon poecilopterus

2 Aulostomidae 2 1 Fistularia commersonii

3 Caesionidae 48 1 Caesio cuning

4 Chaetodontidae 20 3 Chaetodon octofasciatus

5 Gobiidae 3 2 Istigobius decoratus

6 Labridae 116 19 Thalassoma lunare, Halichoeres

trimaculatus, Labroides dimidiatus

7 Lutjanidae 4 2 Lutjanus biguttatus, Lutjanus

madras

8 Mullidae 3 1 Parupeneus indicus

9 Nemipteridae 16 6 Scolopsis bilineatus, Scolopsis

lineatus

10 Pomacanthidae 13 2 Chaetodontoplus mesoleucus,

Pygoplites diacanthus

11 Pomacentridae 841 29 Pomacentrus alexanderae,

Amblyglyphidodon curacao, Pomacentrus moluccensis

12 Scaridae 48 7 Scarus rivulatus, Scarus

niger,Scarus psittacus

13 Scorpaenidae 1 1 Pterois volitans

14 Serranidae 4 2 Cephalopholis boenack,

Cephalopholis microprion

15 Siganidae 2 1 Siganus vulpinus

Jumlah 1.170 78

Tabel diatas menunjukkan bahwa Famili Pomacentridae dan Labridae mendominasi jenis ikan di lokasi penelitian. Dominasi Famili Labridae, Scaridae, Pomacentridae, Nemipteridae, dan Serranidae dalam hasil pengambilan contoh

(3)

(tangkapan) memperlihatkan bahwa perairan sekitar Pulau Semak Daun didominasi oleh ekosistem terumbu karang. Berdasarkan dua metode tersebut, hanya 15 spesies yang sama yang ditemukan baik berdasarkan penangkapan maupun metode UVC. Dari 15 spesies tersebut, keragaman dan kelimpahan tertinggi berasal dari famili Pomacentridae.

Secara keseluruhan, keragaman dan kelimpahan jenis ikan di lokasi penelitian, menunjukkan bahwa kelimpahan tertinggi ikan di lokasi penelitian terdiri atas jenis-jenis ikan yang termasuk dalam famili Labridae. Keragaman tertinggi terdiri atas spesies yang termasuk dalam Famili Labridae dan Pomacentridae, sedangkan beratnya yang tertinggi adalah dari Famili Scaridae. Sesuai pengelompokan ikan yang dilakukan oleh Sale (1991), ketiga famili tersebut (Labridae, Pomacentridae, Scaridae) merupakan kelompok Labroid yang sangat erat berasosiasi dengan terumbu karang. Pomacentridae (damselfishes) merupakan salah satu famili yang paling penting yang hidup di lingkungan terumbu karang dan memiliki keragaman spesies yang sangat tinggi (340 spesies) (Lecchini and Galzin 2005 in Fre´de´rich et al. 2009). Kelompok ikan ini memanfaatkan terumbu karang sebagai habitat sepanjang daur hidupnya, mulai dari pembesaran larva, peremajaan hingga reproduksi.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa karakteristik lokasi penelitian merupakan perairan karang dalam/gosong dengan substrat pasir berkarang, baik karang mati maupun karang hidup, sehingga sesuai bagi kehidupan jenis-jenis ikan kelompok Labroid. Sesuai dengan fakta tersebut, pengolahan data hasil penelitian Siregar et al. (2008) juga mendapatkan kelompok Labroid sebagai ikan dominan di Pulau Semak Daun. Hasil pengolahan data tersebut mendapatkan bahwa 64,10% jenis ikan yang ditemukan di Karang Lebar Pulau Semak Daun terdiri dari kelompok Labroid yang didominasi oleh famili Pomacentridae (24 spesies) dengan komposisi kelimpahan sebesar 81,17% (Tabel 3). Jumlah individu dominan pada famili Pomacentridae adalah Pomacentrus alexanderae (39,42%) dan Amblyglyphidodon curacao (18,20%). Pada famili Labridae, 69,58% individu dalam famili ini terdiri atas Thalassoma lunare, Halichoeres trimaculatus, Labroides dimidiatus dan Choerodon fasciatus.

(4)

Tabel 3 Jumlah spesies dan kelimpahan ikan yang dijumpai berdasarkan famili di Karang Lebar Pulau Semak Daun

No. Famili Jumlah spesies Komposisi kelimpahan (%)

1. Pomacentridae 24 68,78 2. Labridae 17 8,71 3. Scaridae 9 3,67 4. Nemipteridae 7 1,17 5. Pomacanthidae 5 3,41 6. Lutjanidae 3 0,57 7. Chaetodontidae 3 2,34 8. Caesionidae 2 5,88 9. Serranidae 1 0,03 10. Gobiidae 2 0,17 11. Siganidae 1 0,20 12. Apogonidae 1 4,91 13. Aulostomatidae 1 0,10 14. Lethrinidae 1 0,03 15. Mullidae 1 0,03 Jumlah spesies 78 100,00

Sumber: diolah dari Siregar et al.(2008)

Hasil yang sama didapatkan oleh Sensusiwati (2001) bahwa jumlah spesies terbanyak di Pulau Semak Daun juga berasal dari famili Labridae (23 spesies), Pomacentridae (22 spesies) dan Scaridae (12 spesies). Hasil penelitian ini mendapatkan 129 spesies dan 55,7% diantaranya berasal dari famili Labridae dan Pomacentridae.

4.2 Spesies Dominan

Spesies dominan yang dimaksudkan dalam hasil penelitian ini merupakan hasil penjumlahan secara urut, total individu dan hasil penjumlahan berat spesies, yang masing-masing mencapai 50% lebih dari total pengambilan contoh. Berdasarkan jumlah individu hasil pengambilan contoh menggunakan alat tangkap, spesies dominan terdiri atas 28 spesies yang berasal dari 15 famili (Lampiran 4). Jumlah individu dari 28 spesies ini mencapai 50,09 % dari jumlah semua individu hasil pengambilan contoh tersebut. Adapun berdasarkan beratnya, spesies dominan terdiri atas 15 spesies yang berasal dari sembilan famili (Lampiran 5). Jumlah individu terbanyak berasal dari Famili Scaridae dan Labridae (masing-masing 1.191 ekor dan 1.066 ekor), sedangkan berdasarkan beratnya yang tertinggi adalah dari Famili Scaridae (105,172kg) dan Serranidae

(5)

(64,570kg). Adapun berdasarkan metode UVC, kepadatan ikan didominasi oleh Famili Pomacentridae (53,59% dari total kepadatan), yang terdiri atas lima spesies yaitu Pomacentrus alexanderae, Amblyglyphidodon curacao, Pomacentrus moluccensis, Neoglyphidodon melas, Chromis atripectoralis. Berdasarkan pendekatan tersebut, diperoleh jenis ikan dominan di lokasi penelitian yang terdiri atas 32 spesies dan termasuk dalam 15 famili (Gambar 9). Spesies dominan ini dianggap dapat mewakili komunitas ikan di lokasi penelitian dan dianalisis lebih lanjut untuk mencapai tujuan penelitian.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 0 100 200 300 400 500 600 700 A b u d e fd u f se xf a sci a tu s A p o g o n p o e cil o p te ru s A th e ri n a sp . C a ra n x sp . C e p h a lo p h o lis m icr o p ri o n C h e ili n u s fa sci a tu s C h lo ro u ru s so rd id u s C h o e ro d o n a n ch o ra g o D isch it o d u s d a rw ie n si s D isch it o d u s p ro so p o ta e n ia E p ib u lu s sp . E p in e p h e lu s fa sci a tu s E p in e p h e lu s fu sco g u tt a tu s E p in e p h e lu s q u o ya n u s H a lich o e re s m a rg in a tu s H e m yg im n u s m e la p te ru s L u tj a n u s lu tj a n u s N e o g lyp h id o d o n m e la s O xy ch e ili n u s ce le b icu s P a ra ca h e to d o n sp . P le ct o rh in ch u s m u lt ivi tt a tu m P o m a ca n th u s se xst ri a tu s S a rg o ce n tr o n it o d a i S ca ru s g h o b b a n S ca ru s g lo b ice p s S ca ru s sp . S co lo p si s m o n o g ra m m a S ig a n u s ca n a licu la tu s S ig a n u s d o lia tu s S te th o ju lis st ri g ive n te r U p e n e u s sp . V a le n ci e n n e a lo n g ip in n is B e ra t T o ta l (k g ) J u m la h I n d iv id u Spesies Jumlah Individu Berat Total

Gambar 9 Jenis-jenis ikan dominan di sekitar Pulau Semak Daun berdasarkan tiga metode pengambilan contoh.

Dominasi spesies Chlorourus sordidus tampak jelas berdasarkan grafik pada gambar diatas, baik berdasarkan jumlah individu maupun beratnya. Spesies lainnya yang mendominasi berat total adalah Scarus sp. yang juga merupakan anggota Famili Scaridae. Dominasi kelimpahan spesies Chlorourus sordidus dan Scarus sp. juga terjadi di Great Barrier Reef (Gust et al. 2002). Sesuai dengan hasil penelitian ini, pengolahan data yang dilakukan terhadap penelitian Siregar et al. (2008), juga menunjukkan bahwa kelimpahan spesies dalam famili Scaridae hampir merata dan kelimpahan tertinggi adalah spesies Chlorourus sordidus (27,27%). Scaridae atau dikenal sebagai ikan kakak tua (parrotfishes), merupakan

(6)

ikan karang tropis utama di terumbu karang dangkal di seluruh dunia, karena daya adaptasinya yang tinggi terhadap jenis makanan (Brawner et al. 2007).

Distribusi ikan per spesies berdasarkan stasiun diuji menggunakan statistik uji Mann-Whitney pada taraf nyata 5% (Lampiran 6). Hasilnya menunjukkan adanya beberapa stasiun yang berbeda nyata, yaitu antara stasiun 1 dengan stasiun 3, stasiun 1 dengan stasiun 4, stasiun 1 dengan stasiun 5, stasiun1 dengan stasiun 7, serta stasiun 2 dengan stasiun 4. Secara keseluruhan berdasarkan uji tersebut disimpulkan bahwa hampir semua stasiun penelitian berbeda nyata dengan stasiun 1 berdasarkan kelimpahan ikannya. Hal ini kemungkinan karena stasiun 1 yang berada di lokasi terumbu karang dengan luas penutupan lebih dari 75% (kondisi terumbu karang sangat baik). Jika memperhatikan hasil pengambilan contoh selama penelitian pada Lampiran 1, kelimpahan yang berbeda tampak di stasiun 7. Stasiun ini merupakan stasiun yang berada di perairan lebih dalam dengan substrat dasar berpasir sehingga memiliki ragam spesies dan kelimpahan yang lebih rendah dibanding stasiun lainnya. Berdasarkan uraian ini menunjukkan bahwa distribusi spesies dipengaruhi oleh karakteristik habitat dasar. Sebagaimana hasil penelitian berdasarkan metode UVC (Siregar et al. 2008), kelimpahan ikan di Karang Lebar Pulau Semak Daun berbeda berdasarkan kondisi tutupan karangnya, dan jumlah individu terbanyak ditemukan pada kondisi karang sedang (1.831 ekor atau 60% dari total individu) (Gambar 10). Kekayaan famili pada habitat dengan kondisi karang sedang juga lebih besar dibanding pada kondisi karang lainnya. Jumlah famili jenis ikan yang ditemukan pada kondisi karang sedang sebanyak 12 famili.

Gambar 10 Komposisi jumlah individu yang ditemui pada masing-masing kondisi karang (kondisi karang sangat baik, baik, sedang, buruk, sangat buruk). Sumber: diolah dari Siregar et al.(2008).

7%

23%

60%

0% 10%

(7)

4.3 Densitas Ikan

Densitas ikan dianalisis terhadap 32 spesies dominan yang dipilih berdasarkan beberapa pendekatan pada sub bab sebelumnya. Estimasi densitas ikan dominan tersebut dikarenakan 32 spesies tersebut telah mewakili komunitas ikan di lokasi penelitian, baik berdasarkan kepadatan, kelimpahan dan beratnya.

Densitas ikan digunakan sebagai pendekatan untuk menduga biomasa ikan, dan diestimasi berdasarkan hasil tangkapan gillnet. Pendekatan ini dilakukan karena tidak didapatkannya data panjang rata-rata dari jenis-jenis ikan yang dijumpai menggunakan metode UVC sehingga tidak bisa dilakukan konversi panjang ke berat. Hasil tangkapan gillnet digunakan sebagai pendekatan dengan asumsi bahwa hasil tangkapan gillnet per setting dapat mencerminkan kelimpahan ikan di perairan. Artinya pada perairan yang kelimpahan ikannya tinggi maka juga memberikan hasil tangkapan yang lebih tinggi. Selanjutnya dengan mempertimbangkan lebar dan kedalaman jaring, serta dengan memperhatikan faktor koreksi 0,5 maka dapat diduga densitas ikan (biomass density) di lokasi penelitian. Hasil estimasi densitas tersebut disajikan pada Gambar 11 dan Lampiran 7. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa Chlorourus sordidus dan Scarus sp. sangat mendominasi densitas (biomasa) ikan di lokasi penelitian. Densitas masing-masing spesies tersebut adalah 2,243 kg.m-3 dan 1,603 kg.m-3. Sedangkan densitas terendah adalah ikan Apogon poecilopterus dan Stethojulis strigiventer, dengan densitas masing-masing 0,020 kg.m-3 dan 0,022 kg.m-3.

Chlorourus sordidus dan Scarus sp. merupakan anggota Famili Scaridae. Menurut Bellwood (1994) in Bachtiar (2009) dan Stockwell et al. (2009), Chlorourus spp. dan Scarus spp. merupakan kelompok utama ikan yang berperan dalam proses herbivori (herbivory) di terumbu karang. Sebelumnya, Brawner et al. (2007) juga menyatakan bahwa Scaridae merupakan grazer utama di terumbu karang di Dominica, dan didominasi oleh spesies Scarus iseri.

Herbivori merupakan proses kegiatan hewan mengkonsumsi tanaman tetapi tanaman tersebut tidak mati karena kegiatan tersebut, yang didalam istilah ekologi sering disebut sebagai grazing (perumputan). Di dalam publikasi ilmiah tentang ekologi terumbu karang istilah herbivori lebih sering digunakan dibanding grazing, karena hewan tersebut tidak hanya memakan “rumput” melainkan juga

(8)

memakan makroalga dan tanaman lainnya. Di eksosistem terumbu karang, herbivori ini merupakan proses ekologis yang sangat penting, karena merupakan satu-satunya proses pengendali kelimpahan makroalga (Lefevre & Bellwood 2011; Vincent et al. 2011). Ketika terjadi pengkayaan nutrien, dimana makroalga tumbuh pesat, kehadiran herbivori ini sangat berperan dalam mengontrol tumbuhnya makroalga yang memiliki peluang tumbuh pesat, sehingga karang tidak berkompetisi spasial dengan makroalga.

(9)

Tingginya biomasa Famili Scaridae yaitu Chlorourus sordidus dan Scarus sp., menunjukkan bahwa sumber makanan bagi ikan-ikan tersebut cukup melimpah. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa perairan Pulau Semak Daun telah terjadi pencemaran berupa pengkayaan nutrien sehingga makroalga berkembang dengan baik, yang merupakan makanan utama dari kelompok herbivori. Makroalga perlu dikontrol pertumbuhannya, karena walaupun makroalga sebagai produsen primer yang penting dalam meningkatkan daya dukung ekosistem terumbu karang, namun karena pertumbuhannya yang cepat, maka kelimpahannya dapat berdampak negatif terhadap komunitas karang, terutama karang batu. Dampak negatif tersebut adalah dalam hal memperkecil ruang bagi penempelan planula karang dan juga memperkecil ruang bagi anakan karang untuk mendapatkan cahaya matahari, sehingga pertumbuhan dan rekrutmen karang terganggu (Vincent et al. 2011).

4.4 Kebiasaan Makanan dan Trofik Level

Analisa kebiasaan makanan dilakukan terhadap 32 spesies yang dianggap mewakili komunitas ikan di lokasi penelitian, menggunakan metode Indeks Bagian Terbesar. Jenis makanan yang teridentifikasi dikelompokkan ke dalam 5 kelompok makanan yaitu krustase, hewan karang, makroinvertebrata bentik, alga dan moluska. Hasil analisa kebiasaan makanan tersebut disajikan pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan adanya tiga kelompok ikan yang berbeda berdasarkan kebiasaan makanannya. Terdapat 10 spesies yang memanfaatkan krustase sebagai makanan utama, 9 (sembilan) spesies yang memanfaatkan makroinvertebrata bentik sebagai makanan utama, 1 (satu) spesies memanfaatkan krustase dan alga sebagai makanan utama, 1(satu) spesies memanfaatkan krustase dan makroinvertebrata bentik, dan 11 spesies lainnya memanfaatkan alga sebagai makanan utamanya. Jenis makroinvertabrata bentik yang ditemukan terutama terdiri atas Krustase dan Polychaeta. Pengelompokan spesies dengan makanan utamanya disajikan pada Tabel 4.

(10)

Gambar 12 Kebiasaan makanan dan trofik level 32 spesies ikan dominan di sekitar Pulau Semak Daun.

Keterangan: N=jumlah contoh; TL=trofik level

Keragaman spesies ikan di perairan Pulau Semak Daun tertinggi berturut-turut terdiri atas jenis-jenis ikan pemakan alga, pemakan krustase dan pemakan makroinvertebrata bentik. Tingginya ragam spesies ikan ini menunjukkan bahwa sumberdaya makanan tersebut di lokasi penelitian cukup melimpah (Al-Zibdah 2009). Fre´de´rich et al. (2009) telah meneliti kebiasaan makanan jenis-jenis ikan dari Famili Pomacentridae dan menyatakan bahwa kebiasaan makanan berkaitan dengan tingkah laku ikan. Bagi ikan pemakan bentik (makroalga dan/atau invertebrata kecil) biasanya bersifat soliter dan teritorinya terbatas di bagian dasar perairan; sedangkan pemakan zooplankton biasanya berkelompok dan berada di sekitar terumbu dan di kolom air.

N=42 TL=2,10 N=25 TL=2,11 N=19 TL=2,11 N=36 TL=2,15 N=33 TL=2,19 N=12 TL=2,20 N=13 TL=2,30 N=25 TL=2,36 N=22 TL=2,42 N=20 TL=2,45 N=43 TL=2,80 N=28 TL=2,94 N=38 TL=3,03 N=24 TL=3,07 N=26 TL=3,08 N=23 TL=3,16 N=36 TL=3,21 N=25 TL=3,25 N=42 TL=3,29 N=38 TL=3,37 N=14 TL=3,44 N=41 TL=3,47 N=22 TL=3,47 N=22 TL=3,48 N=21 TL=3,73 N=32 TL=3,82 N=13 TL=3,86 N=15 TL=4,00 N=11 TL=4,00 N=16 TL=4,00 N=11 TL=4,00 N=23 TL=4,00 0% 20% 40% 60% 80% 100% Abudefduf sexfasciatus Scarus sp. Siganus canaliculatus Dischitodus darwiensis Scarus globiceps Pomacanthus sexstriatus Plectorhinchus multivittatum Siganus doliatus Chlorourus sordidus Dischitodus prosopotaenia Scarus ghobban Stethojulis strigiventer Oxycheilinus celebicus Apogon poecilopterus Valenciennea longipinnis Upeneus sp. Choerodon anchorago Hemygimnus melapterus Halichoeres marginatus Atherina sp. Paracahetodon sp Cheilinus fasciatus Epibulus sp. Scolopsis monogramma Sargocentron itodai Caranx sp. Cephalopholis microprion Epinephelus fasciatus Epinephelus fuscoguttatus Epinephelus quoyanus Lutjanus lutjanus Neoglyphidodon melas

Indeks Bagian Terbesar Kelompok Makanan

S

p

es

ies

Crustaceae Hewan karang

Makroinvertebrata bentik Alga

Molusca TL 2,00 -2,50 TL 2,50 -3,00 TL 3,00 -3,50 TL 3,50 -4,00

(11)

Tabel 4 Makanan utama komunitas ikan di perairan sekitar Pulau Semak Daun

Makanan Utama Spesies

Krustase

Atherina sp, Caranx sp,Cephalopholis microprion, Cheilinus fasciatus, Epinephelus fasciatus, Epinephelus fuscoguttatus, Epinephelus quoyanus, Lutjanus lutjanus, Neoglyphidodon melas, Sargocentron itodai

Makroinvertebrata bentik

Apogon poecilopterus, Choerodon anchorago, Epibulus sp, Halichoeres marginatus, Hemygimnus melapterus, Oxycheilinus celebicus, Paracahetodon sp, Stethojulis strigiventer,

Valenciennea longipinnis

Alga

Abudefduf sexfasciatus, Chlorourus sordidus, Dischitodus darwiensis, Dischitodus prosopotaenia, Plectorhinchus

multivittatum, Pomacanthus sexstriatus, Scarus ghobban, Scarus globiceps, Scarus sp, Siganus canaliculatus, Siganus doliatus

Krustase dan Alga Upeneus sp Krustase dan

Makroinvertebrata bentik

Scolopsis monogramma

Hasil analisis kebiasaan makanan dilanjutkan dengan analisis trofik level terhadap komunitas ikan di lokasi penelitian. Hasil analisis diperoleh rentang trofik level komunitas ikan mulai 2,11 hingga 4,00 (Gambar 12). Ragam spesies didominasi oleh ikan yang berada pada trofik level 2,51 hingga 3,50, berarti bahwa spesies omnivor lebih beragam dibanding spesies lainnya. Hasil analisis ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode UVC (Siregar et al. 2008), yang mendapatkan bahwa kelompok ikan omnivor mendominasi kelimpahan jenis ikan di Karang Lebar Pulau Semak Daun (Tabel 5 ), didominasi oleh spesies Pomacentrus alexanderae (47,21%) dan Amblyglyphidodon curacao (21,80%), serta jenis plankton feeder yaitu Caesio cuning dan Apogon compressus. Kelimpahan jenis ikan herbivor didominasi oleh Pomacentrus moluccensis dan Dischistodus prosopotaenia. Adapun ikan karnivor didominasi oleh Neoglyphidodon melas, Thalassoma lunare, Neoglyphidodon thoracotaeniatus dan Neoglyphidodon crossi.

(12)

Tabel 5 Jumlah individu dan kepadatan ikan berdasarkan kebiasaan makanan di Pulau Semak Daun

No. Kebiasaan makanan Jumlah individu Kepadatan (ind.m-2)

1. Herbivor 354 0,708 2. Omnivor 1720 3,440 3. Karnivor 507 1,014 4. Plankton feeder 385 0,770 blm diketahui 29 0,058 Jumlah 2995 5,990

Sumber: diolah dari Siregar et al.(2008)

Dominasi kepadatan ikan menurut kategori kebiasaan makanannya tidak berbeda berdasarkan kondisi terumbu karang (Tabel 6). Pada kondisi terumbu karang sangat baik, sedang dan sangat buruk, seluruhnya didominasi oleh jenis ikan omnivor. Namun bila diperhatikan kepadatan ikan setiap kategori kebiasaan makanan terlihat bahwa kepadatan ikan herbivor dan omnivor lebih banyak dijumpai pada lokasi dengan kondisi karang sedang (luas penutupan karang hidup 31 – 50%), sedangkan kepadatan ikan karnivor lebih banyak di lokasi dengan kondisi terumbu karang sangat baik (luas penutupan karang hidup 76 – 100%).

Vincent et al. (2011) menyatakan adanya hubungan yang nyata antara kelimpahan ikan herbivor dengan kondisi tutupan karang, yaitu kelimpahan herbivor secara keseluruhan meningkat seiring dengan peningkatan tutupan karang keras. Di lain pihak, Sandin et al. (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang jelas antara kebiasaan makanan ikan dengan kondisi tutupan karang hidup, namun terdapat korelasi positif antara tutupan makroalga dengan biomasa ikan herbivor. Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut, diduga tingginya kepadatan ikan pada kondisi terumbu karang sedang disebabkan adanya tutupan makroalga sehingga meningkatkan kepadatan ikan herbivor dan omnivor di lokasi penelitian pada kondisi terumbu karang sedang.

(13)

Tabel 6 Komposisi jenis ikan berdasarkan kebiasaan makanan pada masing-masing kondisi terumbu karang

Kondisi terumbu karang Keterangan Kebiasaan makan Total

Herbivor Karnivor Omnivor Plankton

feeder belum diketahui Sangat baik Jumlah (individu) 17 42 106 36 2 203 Kepadatan (ind.m-2) 0,034 0,084 0,212 0,072 0,004 0,406 Komposisi jumlah (%) 8,37 20,69 52,22 17,73 0,99 Baik Jumlah (ind.) 45 68 374 178 9 674 Kepadatan (ind.m-2) 0,090 0,136 0,748 0,356 0,018 1,348 Komposisi jumlah (%) 6,68 10,09 55,49 26,41 1,34 Sedang Jumlah (ind.) 267 340 1066 94 64 1831 Kepadatan (ind.m-2) 0,534 0,680 2,132 0,188 0,128 3,662 Komposisi jumlah (%) 14,58 18,57 58,22 5,13 3,50 Sangat buruk Jumlah (ind.) 25 57 174 30 1 287 Kepadatan (ind.m-2) 0,050 0,114 0,348 0,060 0,002 0,574 Komposisi jumlah (%) 8,71 19,86 60,63 10,45 0,35

Sumber: diolah dari Siregar et al. (2008)

Pengolahan data terhadap hasil penelitian Siregar et al. (2008) memperlihatkan bahwa ikan herbivor yang mendominasi komunitas ikan pada kondisi terumbu karang sangat baik, kondisi terumbu karang baik dan kondisi terumbu karang sedang adalah Pomacentrus moluccensis (famili Pomacentridae), sedangkan pada kondisi karang sangat buruk sebagai ikan herbivor dominan adalah Chlorourus sordidus (famili Scaridae). Ikan omnivor dominan pada kondisi terumbu karang sangat baik, kondisi terumbu karang baik dan kondisi terumbu karang sedang juga sama, yaitu Pomacentrus alexanderae (famili Pomacentridae). Pada kondisi terumbu karang sangat buruk, Amblyglyphidodon curacao dan Chromis atripectoralis (famili Pomacentridae) merupakan ikan omnivor dominan pada habitat dengan kondisi karang tersebut. Hal ini mendukung hasil penelitian ini bahwa tingginya biomasa species Chlorourus sordidus merupakan suatu indikasi bahwa pada ekosistem terumbu karang di Pulau Semak Daun telah terjadi pertumbuhan makroalga.

(14)

4.5 Struktur Trofik Komunitas Ikan

Sebagaimana disebutkan pada sub bab sebelumnya, terdapat 32 spesies dominan di lokasi penelitian, spesies dominan ini yang dianalisis lebih lanjut untuk mengkaji struktur trofik pada komunitas ikan. Dalam menganalisis struktur trofik, trofik level dikelompokkan menjadi empat kelompok dengan lebar selang masing-masing 0,5 dan densitas masing-masing spesies dalam setiap kelompok dijumlahkan (Lopez et al. 2005). Pengelompokan trofik level ini dimaksudkan untuk mengetahui komposisi relatif biomasa setiap kelompok trofik level dalam komunitas ikan. Dengan asumsi bahwa densitas ikan (kg.m-3) sebagai gambaran dari biomasanya, maka terdapat kesetaraan antara densitas dengan biomasa ikan di perairan. Atas dasar ini maka komposisi relatif biomasa setiap kelompok trofik level dianalisis berdasarkan nilai densitas yang telah diperoleh. Jumlah biomasa ikan pada setiap kelompok trofik level tersebut disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Struktur trofik komunitas ikan berdasarkan kategori trofik level Keterangan: TL=trofik level.

Hasil pengelompokan trofik level menunjukkan bahwa jumlah biomasa ikan pada trofik level 2,00 – 2,50 paling tinggi diantara kelompok lainnya (5,979 kg.m-3 atau 61,38% dari biomasa total), dan jumlah biomasa ikan pada kelompok

-

- -

(15)

trofik level 2,51 – 3,00 paling rendah (0,242kg.m-3 atau 2,42% dari biomasa total), terdapat penurunan yang tajam terhadap jumlah biomasa pada kelompok trofik level ini. Biomasa ikan pada kelompok trofik level 2,00-2,50 didominasi oleh Chlorourus sordidus dan Scarus sp., pada kelompok trofik level 2,51–3,00 oleh Scarus ghobban, pada kelompok trofik level 3,01-3,50 didominasi oleh Choerodon anchorago, Scolopsis monogramma dan Epibulus sp. dan pada kelompok trofik level 3,51-4,00 didominasi oleh Epinephelus fuscoguttatus. Biomasa ikan dominan dari masing-masing kelompok trofik level 2,00-3,00 memperlihatkan bahwa spesies pada kelompok trofik level ini merupakan anggota dari famili Scaridae. Hal ini sesuai hasil penelitian Brawner et al. (2007) bahwa famili Scaridae memiliki keutamaan dalam hal tingginya daya adaptasi terhadap sumberdaya makanan namun pada umumnya bersifat harbivor. Banyak penelitian menunjukkan peran penting Famili Scaridae (terutama Chlorourus sordidus) dalam mengontrol pertumbuhan makroalga (Mc.Wain & Taylor 2009).

Secara keseluruhan terlihat adanya penurunan biomasa dari kelompok trofik level rendah (2,00 – 2,50) hingga kelompok trofik level tinggi (3,51 – 4,00). Kondisi demikian sesuai dengan pendapat Nontji (2006) bahwa semakin rendah trofik level akan semakin kecil energi yang dibutuhkan untuk memperoleh makanannya sehingga dapat tumbuh lebih banyak. Total seluruh biomasa pada trofik level semakin kecil dengan semakin meningkatnya trofik level. Hal yang agak berbeda ditemui pada biomasa ikan di Pulau Semak Daun yaitu adanya variasi perubahan biomasa dari trofik rendah ke trofik level tinggi. Dari kelompok trofik level 2,00 – 2,50 ke kelompok trofik level 2,51-3,00 terjadi penurunan biomasa sebesar 95,95%, dari kelompok trofik level 2,51-3,00 ke kelompok trofik level 3,01-3,50 meningkat sangat tajam (75,4 %), dan dari kelompok trofik level 3,01-3,50 ke kelompok trofik level 3,51-4,00 berkurang 29,92%. Pada ekosistem yang seimbang, total seluruh biomasa pada trofik level semakin kecil dengan semakin meningkatnya trofik level. Perubahan biomasa ikan di lokasi penelitian tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tersebut karena terjadi peningkatan biomasa dari kelompok trofik level 2,51 – 3,00 ke kelompok trofik level 3,01 – 3,500 .

(16)

Penurunan yang tajam biomasa kelompok trofik level 2 (2,51 – 3,00) kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu penangkapan, perubahan lingkungan, dan tidak efisiennya transfer energi dalam bentuk makanan diantara komunitas ikan di trofik level tersebut. Penangkapan telah umum menjadi penyebab utama berkurangnya biomasa ikan, terutama terjadi di Kepulauan Seribu (Suwandi et al. 2001 dan Estradivari et al. 2007). Jenis-jenis ikan pada kelompok trofik level 2 bukan merupakan jenis ikan bernilai ekonomis tinggi sehingga rendahnya biomasa kemungkinan juga disebabkan oleh perubahan sumberdaya makanan. Sebagaimana dikemukakan oleh Effendie (1997), bahwa ikan dapat merubah kebiasaan makanannya ketika terjadi berubahan lingkungan. Kemungkinan yang terjadi adalah, sebagian dari jenis-jenis ikan pada kelompok trofik level ini merubah kebiasaan makanannya menjadi herbivor sejati (pemakan utama alga) sehingga termasuk dalam kelompok trofik level 1 (trofik level 2,00 – 2,50), karena penutupan alga bentik berpengaruh positif terhadap biomasa komunitas ikan herbivor (Vincent et al. 2011). Hal ini merupakan suatu indikasi adanya perubahan lingkungan di perairan Pulau Semak Daun sehingga sumberdaya makanan berubah dan lebih jauh merubah kebiasaan makanan jenis-jenis ikan tertentu. Hal serupa pernah dilaporkan oleh Lopez et al. (2005) bahwa peningkatan spesies detritivor (spesies gerreid) di Terminos Lagoon merupakan respon hilangnya vegetasi air, sesuai dengan dugaan penyesuaian komunitas ikan dalam merespon tingginya tekanan penangkapan dan perubahan habitat.

Sebaliknya peningkatan yang tajam biomasa ikan pada kelompok trofik level 3 (3,01-3,50) menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan pada kelompok trofik level ini mampu memanfaatkan sumberdaya makanan yang tersedia dengan sangat baik. Jenis-jenis ikan seperti ini pada umumnya memiliki luas relung makanan yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan sumberdaya makanan. Pernyataan in didukung dengan hasil analisis kebiasaan makanan yang memperlihatkan jenis makanan utama yang lebih beragam dibanding kelompok trofik di bawahnya maupun di atasnya. Ikan-ikan pada kelompok trofik level ini memanfaatkan alga, invertebrata bentik, krustase dan polip karang dalam porsi yang hampir seimbang.

(17)

Penurunan biomasa pada kelompok trofik level 4 (3,51-4,00) kemungkinan disebabkan oleh penangkapan, selain kemungkinan tidak efisiennya transfer energi dalam bentuk makanan dari kelompok trofik level di bawahnya (kelompok trofik level 3,00 – 3,50). Jenis-jenis ikan pada kelompok trofik level 4 (kelompok trofik level 3,51 – 4,00) merupakan jenis-jenis ikan ekonomis tinggi, diantaranya kerapu (Epinephelus fuscoguttatus) dan kakap (Lutjanus lutjanus). Hal serupa telah dilaporkan oleh Jennings & Polunin (1992) bahwa penurunan biomasa ikan piscivor (kerapu dan kakap) merupakan akibat dari tekanan penangkapan ikan multispesies karena ikan ini bernilai tinggi sebagai ikan konsumsi dan menyebabkan peningkatan produksi atau biomasa dari mangsanya. Pada terumbu karang yang tidak mengalami tekanan penangkapan, biomasa ikan pada trofik level tinggi mencapai lebih dari 50% biomasa total (Singh et al. 2010). Sebagai spesies yang menempati posisi tertinggi dalam rantai makanan, peningkatan biomasa dari spesies mangsa dalam jangka panjang ternyata tidak cukup untuk menggantikan hilangnya ikan piscivor akibat penangkapan (Jennins & Polunin 1992). Dengan demikian pemulihan biomasa ikan pada trofik level tinggi membutuhkan waktu yang sangat panjang. Selain itu berdasarkan kebiasaan makanannya terlihat bahwa jenis-jenis ikan ini pada kelompok trofik level ini termasuk selektif dalam memanfaatkan sumber makanan di perairan, ditunjukkan dengan nilai Indeks Bagian Terbesar yang hanya terdiri dari krustase (100%). Selain peka terhadap tekanan penangkapan, jenis ikan pada kelompok trofik level ini (3,51-4,00) juga tidak bisa beradaptasi dengan baik terhadap perubahan sumber makanan di perairan.

Distribusi ikan per kelompok trofik level dianalisis menggunakan Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi biomasa ikan antar kelompok trofik level (Lampiran 8). Berdasarkan biomasanya, kelompok trofik level 1 (2,00 – 2,50) berbeda nyata dengan kelompok trofik level 2 (2,51 – 3,00), berbeda nyata dengan kelompok trofik level 3 (3,00 – 3,50) dan berbeda nyata dengan kelompok trofik level 4 (3,51 – 4,00), namun kelompok trofik level 2, 3, dan 4 tidak berbeda nyata (Tabel 7). Jika melihat nilai rataannya, terlihat bahwa perbedaan terbesar adalah antara kelompok trofik level 1 dan 3.

(18)

Tabel 7 Rerata biomasa ikan per kelompok trofik level

Kelompok trofik level Rerata biomasa (kg.m-3)

4 1,8117a

3 1,7142a

2 2,7195a

1 5,6770b

Keterangan: huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5% (alpha = 0.05)

4.6 Dinamika Populasi

Pada prinsipnya terdapat dua parameter yang mempengaruhi dinamika suatu populasi, yaitu parameter yang menyebabkan peningkatan populasi (pertumbuhan dan rekrutmen) dan parameter yang menyebabkan pengurangan populasi (mortalitas). Selain itu terdapat parameter emigrasi dan imigrasi yang mempengarui besarnya suatu populasi, namun parameter ini sulit untuk disetimasi. Dalam suatu populasi yang tidak dieksploitasi, pengurangan stok hanya berasal dari mortalitas alami (M), seperti predasi, penyakit, atau perubahan lingkungan secara drastis, sedangkan dalam populasi yang ditangkap, total angka pengurangan populasi berasal dari mortalitas alami ditambah dengan mortalitas penangkapan (F). Analisis dinamika populasi dilakukan terhadap spesies yang mewakili setiap kelompok trofik level yaitu jumlah spesies yang memiliki biomasa atau densitas lebih dari 50% dari biomasa pada setiap kelompok trofik level.

1. Parameter Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan di lokasi penelitian diasumsikan mengikuti pola pertumbuhan von Bertalanffy. Estimasi parameter pertumbuhan (K dan L∞)

dianalisis berdasarkan data frekwensi panjang total bulanan (Lampiran 9) dengan menggunakan program ELEFAN I yang ada pada paket program FISAT II dan umur teoritis ketika panjang ikan sama dengan nol (t0) berdasarkan rumus empiris

(19)

Tabel 8 Parameter pertumbuhan ikan dominan di Pulau Semak Daun

No. Nama spesies K (bln -1) L∞(mm) t0 (bln)

1 Epinephelus fuscoguttatus 0.16 259.35 -0.58 2 Choerodon anchorago 0.43 246.75 -0.21 3 Scolopsis monogramma 0.39 233.63 -0.31 4 Epibulus sp 0.47 225.75 -0.20 5 Scarus ghobban 0.08 349.13 -0.96 6 Chlorourus sordidus 0.64 190.05 -0.15 7 Scarus sp 0.09 344.40 -0.97

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien pertumbuhan (K) ikan-ikan dominan di lokasi penelitian pada umumnya termasuk rendah, demikian pula panjang asimtotiknya. Di terumbu karang Fiji, nilai L∞ Epinephelus fuscoguttatus

adalah 89cm, Epibulus insidiator adalah 35cm, Cheilinus chlorourus adalah 33cm, Scarus ghobban 75cm dan L∞ dari beberapa genus Scarus adalah 30cm-75cm

(Jennings & Polunin 1997). Namun nilai-nilai tersebut tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan beberapa jenis ikan di Great Barrier Reef. Nilai L∞

Chlorourus sordidus adalah 19,261 cm, nilai L∞ jenis-jenis Scarus antara 17,729 –

25, 543 cm (Gust et al. 2002).

King (1995) dan Spare & Venema (1999) menyatakan bahwa K menunjukkan seberapa cepat ikan mencapai panjang asimptotiknya. Rendahnya nilai K menunjukkan bahwa ikan-ikan tersebut mengalami laju pertumbuhan yang lambat. Secara teoritis laju pertumbuhan setiap organisme sangat dipengaruhi oleh umur dan kondisi lingkungannya, termasuk di dalamnya adalah faktor makanan. Jika kebutuhan makanan tidak terpenuhi maka laju tumbuh organisme tersebut akan terhambat. Pertumbuhan setiap organisme (termasuk ikan) pada umumnya akan mulai lambat dengan bertambahnya umur. Rendahnya laju pertumbuhan ikan di lokasi penelitian kemungkinan karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung dengan baik bagi pertumbuhannya, disamping tertangkapnya ikan-ikan kecil karena penggunaan alat tangkap yang berukuran mata jaring relatif kecil.

Berdasarkan nilai-nilai parameter pertumbuhan tersebut maka diperoleh persamaan pertumbuhan von Bertalanffy bagi ikan di lokasi penelitian sebagai berikut:

(20)

Epinephelus fuscoguttatus: Lt=259,35(1-e-0,16(t+0,58)) Choerodon anchorago: Lt = 246,75 (1 - e -0.43 (t + 0,21)) Scolopsis monogramma: Lt = 228,90 (1 - e -0,39 (t + 0,24)) Epibulus sp.: Lt = 225,75 (1 - e -0,47 (t + 0,20)) Scarus ghobban : Lt = 349,13 (1 - e -0,08 (t + 0,96)) Chlorourus sordidus: Lt = 190,05 (1 - e -0,64 (t +0,15)) Scarus sp. : Lt = 344,40 (1 - e -0,09 (t +0,97))

Jika membandingkan persamaan pertumbuhan antar ikan tersebut, terlihat bahwa spesies Chlorourus sordidus memiliki koefisien pertumbuhan yang paling tinggi, yang berarti bahwa ikan ini mencapai panjang maksimum lebih cepat dibanding spesies lainnya. Kondisi ini didukung dengan nilai L∞ ikan tersebut

190,05 mm, merupakan nilai terkecil dibanding spesies lainnya. Sebaliknya, nilai K terendah terlihat pada Scarus ghobban dan Scarus sp, yang menunjukkan bahwa kedua species ini mencapai panjang asimtotik (L∞) yang lebih lama. Nilai

L∞ kedua species ini juga paling tinggi diantara tujuh spesies dominan tersebut

sebagai konsekwensi rendahnya nilai K. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh sifat biologi ikan tersebut, selain umur dan faktor lingkungan. Pada ikan berumur pendek biasanya memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan berumur panjang.

Hasil estimasi parameter pertumbuhan didapatkan nilai K terendah dan tertinggi merupakan spesies dari famili Scaridae (Scarus ghobban, Scarus sp dan Chlorourus sordidus), demikian pula nilai L∞ terendah dan tertinggi juga terlihat

pada ketiga spesies tersebut. Scaridae atau ikan kakak tua merupakan ikan karang tropis utama di terumbu karang dangkal di seluruh dunia (Brawner et al. 2007). Jenis ikan ini memiliki ukuran yang beragam, mulai berukuran kecil (20cm) hingga sangat besar (150cm). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dan dengan membandingkan nilai L∞ jenis-jenis kakak tua di Pulau Semak Daun, terlihat

bahwa ikan kakak tua di lokasi tersebut memiliki ukuran maksimum yang kecil. Nilai K dan L∞ dipengaruhi oleh faktor lingkungan, keturunan, dan faktor

(21)

intensitas penangkapan (Gulland 1983). Semakin tinggi intensitas penangkapan maka semakin besar nilai K dan semakin kecil nilai L∞. Hal ini karena ikan tidak

diberi kesempatan untuk tumbuh sampai ukuran yang baik, sehingga ikan yang tertangkap berukuran muda dan sedang mengalami fase percepatan pertumbuhan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka kecilnya nilai L∞ ikan di Pulau Semak

Daun kemungkinan disebabkan oleh tingginya intensitas penangkapan.

2. Mortalitas dan Rasio Eksploitasi

Estimasi mortalitas berdasarkan kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang (length-converted catch curve), dengan masukan parameter pertumbuhan (K,L∞ dan t0) yang telah diperoleh. Nilai hasil estimasi tersebut tertera pada Tabel

9.

Tabel 9 Mortalitas dan rasio eksploitasi ikan dominan di Pulau Semak Daun No. Nama spesies Z (bln-1) M (bln-1) F (bln-1) E

1 Epinephelus fuscoguttatus 0.81 0.26 0.55 0.68 2 Choerodon anchorago 1.08 0.51 0.56 0.52 3 Scolopsis monogramma 1.46 0.56 0.90 0.62 4 Epibulus sp 1.61 0.56 1.05 0.65 5 Scarus ghobban 2.36 0.17 2.18 0.92 6 Chlorourus sordidus 0.95 0.71 0.23 0.25 7 Scarus sp 0.17 0.14 0.03 0.18

Laju mortalitas total jenis-jenis ikan dominan berkisar antara 0,17 per bulan sampai dengan 1,61 per bulan, dengan nilai mortalitas alami berkisar antara 0,14 per bulan sampai dengan 0,71 per bulan. Laju mortalitas total tertinggi terjadi pada ikan Scarus ghobban, sedangkan yang terendah pada ikan Scarus sp. Mengacu pada pendapat Pauly (1983), nilai mortalitas alami ikan-ikan di lokasi penelitian termasuk rendah. Rendahnya nilai mortalitas ini menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan tersebut mampu beradaptasi dengan baik terhadap kondisi lingkungan. Selain itu kemungkinan lokasi penelitian merupakan habitat yang baik bagi ikan-ikan tersebut.

Pengukuran langsung nilai mortalitas alami (M) sulit diperoleh, maka digunakan kuantitas yang dianggap proporsional dengan M dan telah diduga sebelumnya, yaitu kurvatur pertumbuhan von Bertalanffy (K) dan L∞ (Beverton &

(22)

dengan panjangnya umur ikan dan umur yang panjang berkaitan dengan mortalitas. Spesies yang memiliki K yang tinggi mempunyai nilai M yang tinggi, dan spesies yang memiliki K yang rendah mempunyai M yang rendah. Mortalitas alami juga harus dikaitkan dengan L∞, karena pemangsa ikan besar lebih sedikit

daripada pemangsa ikan kecil. Untuk menunjang pernyataan tersebut, dapat dilihat dari nilai-nilai K dari tujuh spesies yang dianalisis. Nilai K terlihat pada ikan Scarus sp. dan Scarus ghobban, masing-masing 0,09 per bulan dan 0,08 per bulan. Sesuai dengan pernyataan Beverton & Holt (1957) in Sparre & Venema (1998) tersebut, maka nilai M akan kecil dan sebagai akibatnya nilai L∞ menjadi

besar. Hal ini terbukti bahwa nilai mortalitas alami (M) dari kedua spesies ini juga merupakan paling kecil dibanding spesies lainnya, yaitu 0,14 per bulan dan 0,17per bulan; dan L∞ kedua spesies tersebut juga paling besar diantara tujuh

spesies lainnya (344,40mm dan 349,13mm). Mendukung pernyataan tersebut, ikan yang memiliki K paling besar yaitu Chlorourus sordidus, memiliki nilai L

yang paling kecil (190,05 mm) dan M yang paling besar (0,71 per bulan).

Untuk mempertahankan keberlanjutan populasi dalam jangka panjang, maka laju mortalitas akibat penangkapan tidak melebihi laju mortalitas alamiahnya, dan ekploitasi mencapai optimal jika laju mortalitas akibat penangkapan sebanding dengan laju mortalitas alami (Pauly, 1980; Gulland, 1971; FAO, 1996), yang berarti bahwa rasio eksploitasi (E) sama dengan 0,5. Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat beberapa spesies ikan yang telah dieksploitasi melebihi optimal, yaitu Epinephelus fuscoguttatus, Choerodon anchorago, Scolopsis monogramma, Chlorourus sordidus, dan Epibulus sp. Dua jenis lainnya, yaitu Scarus ghobban, Scarus sp., laju eksploitasi dibawah nilai optimal.

4.7 Perikanan Tangkap 1. Jenis alat tangkap

Perikanan tangkap yang berkembang di sekitar Pulau Semak Daun merupakan perikanan tradisional yang ditujukan untuk pemanfaaatan sumberdaya ikan karang. Alat tangkap yang digunakan juga sederhana, dan didominasi oleh jaring insang, bubu dan pancing. Ikan target dari alat tersebut adalah ikan-ikan

(23)

yang hidup di sekitar terumbu karang, baik ikan konsumsi seperti kerapu dan ekor kuning, maupun ikan hias seperti ikan kepe-kepe (Chaetodon sp, jenis-jenis ikan Kakaktua (Scarus sp) dan Betok (Pomacentrus sp). Selain alat tangkap tersebut, di sekitar perairan Pulau Semak Daun juga sering beroperasi jaring muroami. Alat ini dioperasikan di sekitar terumbu karang dengan target penangkapan ikan ekor kuning. Jumlah unit alat tangkap di Kepulauan Seribu Utara disajikan pada Gambar 14. Selama kurun waktu lima tahun tersebut, jumlah unit bubu selalu mendominasi dan cenderung meningkat setiap tahunnya.

Gambar 14 Jumlah unit alat tangkap di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kepulauan Seribu 2010).

2. Produksi Hasil Tangkapan dan Hasil Tangkapan per Unit Upaya

Analisis terhadap produksi ikan hasil tangkapan nelayan dimaksudkan untuk mengetahui intensitas penangkapan terhadap spesies dominan per trofik level yang telah dikaji pada sub bab sebelumnya. Berdasarkan komposisi biomasa ikan per trofik level, diketahui ikan dominan per trofik level di perairan sekitar Pulau Semak Daun adalah Epinephelus fuscoguttatus, Choerodon anchorago, Scolopsis monogramma, Epibulus sp., Chlorourus sordidus, Scarus ghobban, dan Scarus sp. Berdasarkan hasil ini maka dianalisis produksi hasil tangkapan spesies-spesies tersebut yang dilakukan di sekitar Pulau Semak Daun. Data

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun J u m la h Payang Jaring gebur Bubu Pancing Muroami

(24)

diperoleh berdasarkan hasil tangkapan harian nelayan yang dilakukan selama penelitian, disajikan dalam Tabel 10 dibawah ini.

Tabel 10 Hasil tangkapan jenis-jenis ikan dominan oleh nelayan di perairan Sekitar Pulau Semak Daun (gram)

Jenis Ikan Jarang Gigi (Choerodon anchorago) Mogong (Scarus sp.) Kerapu hitam (E.fuscoguttatus) Nori monyong (Epibulus sp.) Lape bataan (Scarus ghobban) Juli 14.200 - 11.900 3.000 - Agustus 47.900 - 60.500 4.300 22.800 September 39.140 - 17.200 1.500 7.100 Oktober 26.100 1.000 10.400 9.200 5.000 November 20.300 - 23.800 2.800 2.300 Desember 20.600 4.300 34.600 4.500 2.300 Januari 30.100 12.400 25.300 5.100 3.200 Total 198.340 17.700 183.700 30.400 42.700

Untuk mengetahui jenis alat tangkap yang paling intensif dalam melakukan aktifitas penangkapan dan ikan dominan hasil tangkapannya, dilakukan analisis hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) dari jenis-jenis alat tangkap yang dioperasikan di sekitar Pulau Semak Daun. Idealnya analisis CPUE dilakukan time series berdasarkan pada data produksi ikan per jenis alat tangkap yang dilakukan beberapa tahun. Kondisi yang ada di lokasi penelitian, tidak tersedia data produksi per jenis alat tangkap, sehingga analisis CPUE dilakukan melalui pencatatan harian terhadap jumlah alat yang beroperasi per jenis dan hasil tangkapannya. Pencatatan dilakukan setiap hari selama penelitian dan hasilnya tertera pada dan Tabel 11.

Hasil pencatatan tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap yang dioperasikan nelayan di lokasi penelitian terdiri atas bubu, jaring dan pancing, dengan jumlah unit terbanyak adalah bubu. Banyaknya unit alat tangkap yang beroperasi belum tentu menunjukkan tingginya eksploitasi sumberdaya ikan dari alat tangkap tersebut. Hal ini tergantung dari efektifitas dari alat tersebut dalam menangkap ikan, yang ditunjukkan dengan nilai CPUEnya.

(25)

Tabel 11 Hasil tangkapan dan hasil tangkapan per satuan upaya di perairan Pulau Semak Daun selama penelitian

Jenis alat tangkap Jumlah unit Total tangkapan (gram) CPUE

(gram unit-1) Ikan dominan

Bubu 942 988.411,00 1.049,27 Mogong Hijau/mogong ijo (Scarus sp), Lape (Scarus ghobban)

Jaring 402 1.366.333,33 3.398,84 Mogong Hijau/mogong ijo (Scarus sp), Kerapu hitam ( E.fuscoguttatus)

Pancing 835 691.228,.63 827,82 Jarang Gigi (Choerodon anchorago), Kerapu hitam ( E.fuscoguttatus)

Berdasarkan pencatatan harian yang dilakukan selama penelitian dan tertera pada tabel diatas, diperoleh nilai CPUE tertinggi dari alat tangkap jaring, dan terendah adalah pancing. Disamping memiliki nilai CPUE tertinggi, jumlah total produksi dari jaring juga paling tinggi selama penelitian. Berdasarkan pertimbangan ini terlihat bahwa jaring merupakan alat tangkap yang paling intensif dalam penangkapan ikan di sekitar Pulau Semak Daun.

4.8 Inter-Relasi Trofik

Berdasarkan kebiasaan makanan dan trofik level yang telah dianalisis, serta berdasarkan kajian pustaka yang banyak membahas tentang struktur trofik di perairan, tarutama perairan di sekosistem terumbu karang, maka dapat dibuat dugaan inter-relasi atau keterkaitan diantara masing-masing trofik level sehingga membentuk aliran seperti tergambar dalam Gambar 15.

Komponen tingkat trofik terendah di lokasi penelitian terdiri dari fitoplankton, alga bentik dan detritus. Tanda panah menunjukkan perpindahan biomasa melalui hubungan makan memakan seperti yang tergambar dalam rantai makanan. Dalam struktur trofik yang tergambar dalam aliran tersebut, keberadaan jenis ikan mogong (kelompok ikan yang berada pada trofik level rendah, 2,00 – 2,50) sangat penting untuk mendukung keberadaan ikan pada trofik level atas (jenis-jenis kakaktua atau Scarus sp.dan kerapu). Jenis ikan kakaktua merupakan ikan yang berperan penting dalam mengontrol populasi makroalga yang dapat merusak kaarang, sedangkan keberadaan ikan kerapu penting untuk

(26)

mempertahakan keseimbangan komunitas agar tidak terjadi penurunan rantai makanan. Trofik Level 3 4 2 1

Jarang gigi (C.anhorago), Serak (S. monogramma), Nori (Epibulus sp.) Invertebrata Bentik Mogong (Chlorourus sordidus, Scarus sp.)

Alga Bentik Detritus Fitoplankton Zooplankton

Lape (Scarus ghobban) Hewan Karang

Kerapu (E.fuscoguttatus), Kakap (Lutjanus lutjanus)

Gambar 15 Perkiraan inter-relasi trofik komunitas ikan di lokasi penelitian. Keterangan: Berdasarkan hasil penelitian Mc. Conell (1987) dan penelusuran dalam Fish Base

Berdasarkan inter-relasi trofik yang telah dibangun tersebut, dilakukan penyusunan model berdasarkan pada nilai-nilai yang telah dianalisis. Komponen utama dalam penyusunan model ini adalah kelompok trofik level yaitu kelompok trofik level 2,00 – 2,50, kelompok trofik level 2,51 – 3,00, kelompok trofik level 3,01 – 3,50 dan kelompok trofik level 3,51 – 4,00. Setiap kelompok trofik level berfungsi sebagai satu kelompok (kompartemen) sehingga memiliki sub model tersendiri. Setiap sub model tersebut dirangkaikan berdasarkan hubungan makan memakan dari dan antar komponen dalam model.

(27)

Setiap komponen memiliki variabel, variabel tersebut merupakan variabel penting yang mempengaruhi struktur trofik, yaitu kebiasaan makanan dan parameter populasi setiap komponen (K, M dan F). Hubungan keterkaitan antara sub model berdasarkan pada analisis regresi dan korelasi menggunakan perangkat SPSS 16 dan hasilnya disajikan pada Gambar 16 dan Lampiran 10 dan Lampiran 11.

Gambar 16 Aliran materi berdasarkan kebiasaan makanan dan parameter populasi, komunitas ikan di Pulau Semak Daun.

Keterangan:

menunjukkan hubungan regresi tidak terdeteksi menunjukkan hubungan korelasi

Korelasi antar kelompok trofik level menunjukkan bahwa ikan pada kelompok trofik level 4 berkorelasi kuat dengan kelompok trofik level 2 dan 1,

0.017 -0.365 -0.111 -0.225 0.369 0.404 -0.415 -0.244 -0.585 *** -0.373 -0.442 -0.071 KELOMPOK 2 Trofik level 2,50 – 3.00 KELOMPOK 1 Trofik level 2,00 – 2.50 Zooplankton Hewan karang Invertebrata bentik Fitoplankton Alga bentik Detritus K 0.499 M -0.867 F -0.967 K 0.297 M -0.998 F -0.554 KELOMPOK 3 Trofik level 3.01 – 3,50 KELOMPOK 4 Trofik level 3,51 – 4,00 K 0.589 M -0.695 F -0.578 K 0.997 M 0.990 F -0.509 0.584 0.645 - 0.241 0.693 -0.168 0.168 ** * ** * ** * ***

(28)

dan kelompok trofik level 2 berkorelasi kuat dengan kelompok trofik level 1. Korelasi paling kuat adalah antara kelompok trofik level 2 dan 1. Hal penting dari korelasi ini adalah, apabila terjadi perubahan biomasa pada salah satu trofik level tersebut maka akan mempengaruhi biomasa trofik level lainnya. Sebagai contoh, pengurangan biomasa ikan di kelompok trofik level 4 karena penangkapan, karena jenis-jenis ikan di kelompok ini bernilai ekonomis tinggi, berakibat terjadinya perubahan biomasa pada kelompok trofik 2 dan 1 akibat korelasi tersebut, dan perubahan tersebut sebesar 0,645 terhadap biomasa kelompok trofik level 2 dan 0,584 terhadap kelompok trofik level 1. Pada penjelasan sebelumnya telah disebutkan, bahwa berdasarkan kebiasaan makanannya, kelompok trofik level 1 berperan penting dalam menyokong trofik level atasnya. Oleh karenanya, pengurangan biomasa pada trofik level atas tidak hanya menyebabkan berkurangnya biomasa trofik level itu sendiri, tetapi berakibat pengurangan biomasa di kelompok trofik level 1 dan hal ini membahayakan bagi keseimbangan ekosistem.

Biomasa ikan juga detentukan oleh sumber makanan yang tersedia, sehingga dapat dilihat hubungan biomasa dengan kebiasaan makanannya. Angka-angka yang ada pada tanda panah menunjukkan koefisien yang menghubungkan antara kelompok trofik level atau sub model. Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa perubahan kebiasaan makanan salah satu kelompok ikan pada trofik level tertentu tidak hanya mempengaruhi biomasa total dari ikan pada kelompok trofik tersebut, tetapi juga mempengaruhi biomasa total kelompok ikan pada trofik level lainnya, tergantung pada nilai korelasi dari kelompok tersebut. Sebagai contoh, apabila ikan pemakan invertebata bentik merubah kebiasaan makanannya terhadap invertebrata bentik, maka akan mempengaruhi biomasa ikan pemakan krustase karena invertebrata bentik juga berperan besar dalam biomasa kelompok ikan pemakan krustase. Perubahan biomasa ikan pemakan krustase berbanding terbalik dengan perubahan biomasa kebiasaan makanan ikan pemakan invertebrata bentik dengan koefisien 0,365. Tidak hanya itu, karena adanya korelasi invertebrata bentik dengan zooplankton, maka perubahan berikutnya adalah terhadap biomasa ikan pemakan zooplankton, dan perubahan ini juga berbanding terbalik dengan perubahan kebiasaan makanan ikan pemakan

(29)

invertebrata bentik dengan koefisien 0,415. Berikutnya adalah pengaruhnya terhadap biomasa ikan pemakan alga, karena adanya korelasi antara invertebrata bentik dan alga. Dari hubungan keterkaitan tersebut menunjukkan bahwa perubahan kebiasaan makanan pada salah satu kelompok ikan dapat berpengaruh secara berantai terhadap kelompok ikan lainnya.

Kebiasaan makanan ikan, selain dipengaruhi oleh faktor keturunan juga dipengaruhi oleh ketersediaan sumber makanan di perairan. Jika terjadi perubahan lingkungan, akan terjadi perubahan sumber makanan di perairan, dan sebagai konsekwensinya jenis-jenis ikan yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap sumber makanan yang tersedia akan merubah kebiasaan makanannya, dan selanjutnya mempengaruhi biomasa kelompok ikan lainnya. Dari hubungan keterkaitan ini dapat dinyatakan bahwa perubahan faktor lingkungan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap kelangsungan populasi, namun secara tidak langsung mempengaruhi keseimbangan didalam komunitas karena adanya keterkaitan tersebut.

Disamping sumber makanan yang tersedia, struktur trofik komunitas ikan juga dipengaruhi oleh parameter populasi penyusunnya. Parameter yang dianalisis untuk melihat keterkaitan ini adalah koefisien K sebagai koefisien yang mempengaruhi pertumbuhan populasi atau stok, dan parameter mortalitas (M dan F) yang mempengaruhi pengurangan stok. Dengan memasukkan nilai-nilai parameter dalam masing-masing sub model, didapat bahwa ikan pada kelompok trofik level 1 (trofik level 2,00 – 2,50) mendapatkan dampak paling besar dari perubahan parameter populasi dan dari kelompok trofik level lainnya. Berdasarkan hasil analisis ini dapat dinyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada parameter populasi ikan di trofik level 2,00 – 2,50 sangat berpengaruh terhadap biomasanya. Mengingat peran trofik level 2,00 – 2,50 dalam mendukung trofik level diatasnya sebagaimana tergambar dalam aliran trofik pada Gambar 15, semakin terlihat pentingnya jenis-jenis ikan kelompok trofik level ini dalam menyokong komunitas ikan di lokasi penelitian.

Kajian dalam penelitian ini hanya didasarkan pada biomasa ikan sehingga memiliki keterbatasan. Oleh karena itu hasil kajian ini berlaku dengan asumsi-asumsi yang berguna untuk mengatasi keterbatasan tersebut, yaitu:

(30)

- Proses fisik terjadi dalam kondisi normal, tidak terjadi perubahan ekstrim pada salah satu atau beberapa parameter lingkungan.

- Tidak terjadi perubahan biomasa yang besar akibat emigrasi dan imigrasi sehingga merubah aliran materi/rantai makanan.

- Jumlah ikan yang tertangkap proporsional dengan kelimpahan ikan.

4.9 Pengelolaan Sumberdaya Ikan

Hasil penelitian menunjukkan adanya dugaan eksploitasi berlebih terhadap jenis-jenis ikan yang berperan penting dalam menyokong struktur komunitas ikan di Pulau Semak Daun, dan perubahan lingkungan yang berakibat pada pertumbuhan tutupan alga. Beberapa indikator yang mendukung berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Struktur trofik komunitas ikan terlihat lebih besar pada trofik level bawah yang berarti bahwa biomasa ikan pada trofik level bawah, yaitu ikan-ikan herbivor (trofik level 2,00-2,50), yang didominasi Chlorourus sordidus dan Scarus sp., mendominasi struktur trofik komunitas ikan di Pulau Semak Daun. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan produksi atau biomasa ikan pada trofik level bawah (mangsa), diduga akibat intensitas penangkapan yang tinggi dari pemangsanya (Jennings & Polunin 1997; Urene 2010). Jenis ikan pemangsa di Pulau Semak Daun yang berperan dalam menyokong komunitas ikan adalah Epinephelus fuscoguttatus, dan ikan ini merupakan target penangkapan nelayan karena memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai ikan pangan. Hal ini juga didukung dengan rasio ekploitasi ikan ini yang lebih dari 0,5 atau dengan kata lain tingkat eksploitasi melebihi nilai optimal. Selain itu perubahan parameter populasi dan korelasi biomasa diantara kelompok trofik level juga menunjukkan bahwa kelompok paling berpengaruh terhadap biomasa ikan di trofik level bawah.

- Dominasi spesies herbivor dalam struktur trofik komunitas ikan di Pulau Semak daun merupakan indikasi adanya penutupan substrat oleh makroalga, terdapat hubungan positif antara tutupan makroalga dengan kelimpahan ikan herbivor (Sandin et al. 2008; Vincent et al. 2011).

(31)

Kondisi ini didukung oleh biomasa dominan kelompok trofik ini yang terdiri dari spesies herbivor utama (trofik level 2,00-2,50 sebanyak 61,38% dari total biomasa). Sebagaimana diketahui bahwa makroalga memiliki kemampuan tumbuh yang pesat sehingga keberadaannya perlu dikontrol. - Adanya penurunan secara signifikan biomasa ikan dari trofik level bawah

ke trofik level atas. Artinya, komposisi biomasa ikan pada trofik level atas (ikan karnivor, trofik level 3,51-4,00) adalah rendah (14,89% dari total biomasa) yang juga merupakan indikasi adanya tekanan penangkapan. Walaupun penangkapan mengakibatkan terjadinya peningkatan biomasa mangsa namun hal ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat memulihkan atau mengembalikan biomasa ikan pada trofik level atas (jenis-jenis ikan kerapu) untuk menggantikan kehilangan biomasa akibat penangkapan (Sale 1991; Clanahan & Graham 2005; Urene 2010).

- Hasil estimasi nilai panjang asimptotik (L∞) ikan-ikan yang berperan

penting dalam hasil penelitian ini pada umumnya lebih rendah dibanding dengan ikan yang sama di tempat lain (Jennings & Polunin 1997; Gust et al. 2002). Ini merupakan indikator tekanan penangkapan karena ikan tidak mendapat kesempatan tumbuh mencapai ukuran maksimum sehingga yang tersisa di perairan adalah ikan-ikan yang berukuran kecil. Pernyataan ini juga ditunjang dengan nilai rasio ekploitasi yang sebagian besar lebih dari 0,5 yang berarti bahwa eksploitasi terhadap ikan tersebut telah melebihi optimal. Disamping karena tekanan penangkapan, rendahnya nilai L∞

diduga juga akibat turunnya kualitas lingkungan karena nilai L∞ juga

dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Gulland 1983)

Berdasarkan hasil penelitian ini maka upaya pengelolaan sumberdaya ikan di perairan sekitar Pulau Semak Daun adalah melalui pengelolaan penangkapan dan dalam waktu yang bersamaan juga dilakukan pengelolaan habitat atau ekosistem.

A. Pengelolaan penangkapan

Penangkapan perlu diatur terutama terhadap jenis ikan herbivor, yaitu jenis ikan kakak tua (Chlorourus sordidus dan Scarus sp.), dan penangkapan terhadap jenis-jenis ikan karnivor yaitu kerapu (Epinephelus fuscoguttatus dan kakap

(32)

(Lutjanus lutjanus). Ikan-ikan tersebut merupakan ikan yang berperan penting dalam menyokong komunitas ikan di Pulau Semak Daun, berdasarkan hasil estimasi biomasa, parameter populasi, interaksi trofik serta korelasi biomasa diantara trofik level komunitas ikan di lokasi penelitian. Penerapan pengelolaan penangkapan yang konsisten dalam jangka waktu yang panjang telah terbukti meningkatkan produksi ikan (Tamaki 2004). Alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan sesuai hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Pengaturan jenis dan ukuran alat tangkap. Hasil pencatatan harian hasil tangkapan nelayan di Pulau Semak Daun menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan tersebut merupakan hasil tangkapan dominan dari alat tangkap jaring insang. Disamping itu, dari tiga jenis alat tangkap yang beroperasi di Pulau Semak Daun, jaring insang memiliki nilai CPUE yang tertinggi. Dengan demikian maka penggunaan jaring insang sebagai alat tangkap di lokasi penelitian perlu diatur, terutama selektivitasnya. Untuk kepentingan ini diperlukan informasi ilmiah yang memadai mengenai ukuran ikan pertama kali tertangkap (Lc), dan ukuran ikan pertama kali matang gonad (Lm). Hal

ini diperlukan untuk penentuan ukuran mata jaring yang sesuai, sehingga ikan memiliki kesempatan untuk tumbuh secara maksimal dan bereproduksi sebelum tertangkap.

- Pengaturan area penangkapan. Untuk pengaturan ini, diperlukan informasi ilmiah berkaitan tentang struktur populasi dan reproduksi dari jenis-jenis ikan yang berperan penting dalam hasil penelitian ini. Informasi struktur umur populasi dan reproduksi jenis-jenis ikan yang berperan penting dilakukan pada masing-masing area sesuai karakteristik dasar Pulau Semak Daun, yaitu lokasi terumbu karang, lokasi yang didominasi lamun, lokasi lamun dan berpasir, dan lokasi gobah. Hal ini diperlukan untuk mengetahui lokasi-lokasi yang penting bagi daerah asuhan, daerah pembesaran dan daerah pemijahan. Tiga hal ini merupakan dasar utama yang diperlukan untuk dapat melakukan pengaturaan area penangkapan (closed area) secara efektif.

- Pengaturan waktu penangkapan (closed season). Pengaturan ini dilakukan dengan mempertimbangkan siklus reproduksi ikan dimana pada saat-saat

(33)

atau musim tertentu ikan tidak boleh ditangkap. Saat-saat ikan tidak boleh ditangkap umumnya merupakan tahap yang kritis dalam siklus pertumbuhan ikan, misalnya saat memijah atau saat ikan berukuran juvenil. Pengaturan dilakukan untuk memberi peluang bagi ikan agar dapat memperbaiki populasinya. Pengaturan waktu (musim) penangkapan akan efektif jika didasari pada informasi ilmiah tentang status siklus hidup ikan, mulai dari musim pemijahan, rekrutmen dan pertumbuhan.

B. Pengelolaan habitat

Sejalan dengan pengaturan penangkapan yang telah diuraikan diatas, pengelolaan habitat yang diperlukan sesuai hasil penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu:

- Melindungi tempat berpijah

- Melindungi tempat mencari makan dan asuhan - Memulihkan kondisi habitat

Sesuai tujuan tersebut terdapat dua alternatif yang sesuai bagi pengelolaan sumberdaya ikan di Pulau Semak Daun yaitu menetapkan area konservasi dan pemasangan terumbu buatan. Penetapan area konservasi (area perlindungan) merupakan alat pengelolaan sumberdaya ikan yang paling efektif untuk pemulihan sumberdaya ikan yang mengalami tekanan penangkapan, karena dapat melindungi stok ikan, mempertahankan biomasa sekaligus mempercepat pengkayaan spesies dan meningkatkan keragaman ikan herbivor (Mc.Clanahan & Graham 2005; Oropeza et al. 2011; Vincent et al. 2011). Penetapan area konservasi Cabo Pulmo National Park (CPNP), dalam 10 tahun telah meningkatkan biomasa ikan karnivor 4 hingga 11 kali lipat dibandingkan sebelum penetapan area konservasi (Oropeza et al. 2011). Di kawasan perlindungan laut Kenya, 52 spesies ikan dari 110 yang ditemukan di kawasan perlindungan tidak ditemukan pada terumbu karang yang mengalami tekanan penangkapan. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa biomasa dan kelimpahan ikan lebih tinggi di daerah dengan intensitas penangkapan ikan yang rendah. Penerapan kawasan perlindungan laut di Kenya telah mencatat peningkatan yang cepat dari Famili Scaridae dan diikuti oleh kenaikan Famili Acanthuridae (Vincent et al. 2011).

Gambar

Tabel 2    Komposisi  jenis  ikan  hasil  pengambilan  contoh  berdasarkan  metode  UVC di semua stasiun
Tabel 3   Jumlah spesies dan kelimpahan ikan yang dijumpai berdasarkan famili di  Karang Lebar Pulau Semak Daun
Gambar 11  Densitas ikan dominan di perairan Pulau Semak Daun.
Gambar 12    Kebiasaan  makanan  dan  trofik  level  32  spesies  ikan  dominan  di  sekitar Pulau Semak Daun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Furthermore, independent variables SOLD and LN_EMPL of Regression A4 with dependent variable real sales (RS) is statistically significant at 1 percent level and 5 percent

Perhitungan menunjukkan bahwa tanah dengan kelas situs SE (lunak) mempunyai nilai persentase 5% lebih besar dari tanah situs SD (sedang) untuk gaya dalam dan

Matakuliah ini menekankan pada pemahaman mahasiswa terkait dengan pengetahuan dalam pekerjaan pengembangan sumber daya air yang meliputi teknik perancangan SDA, penyusunan

Mencari nilai eigen vector 1 (Kriteria), untuk mendapatkan nilai eigen vector ini, hasil jumlah dari normalisasi kriteria tiap elemen dibagi dengan jumlah kriteria yang

Pelanggaran Merek terjadi apabila terdapat kesamaan keseluruhannya atau persamaan pada pokoknya dengan Merek yang telah terdaftar untuk barang / jasa yang sejenis dalam satu kelas...

Pada umumnya gerabah hias ditambahi proses finishing untuk memperindah penampilannya, salah satu cara memberi tambahan dekorasi yang bisa diterapkan adalah teknik

Selain membuat inisiatif manajemen sumber daya IT BSC juga memberikan manajemen IT dalam bentuk Automation yaitu proses bisnis yang sudah terotomatisasi sehingga

Dasar hukum yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara tentang cerai gugat nomor 1718/Pdt.G/2017/PA.Mdn dalam menggunakan hak ex officio, hakim menggunakan hak