• Tidak ada hasil yang ditemukan

t pu 0909458 chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "t pu 0909458 chapter3"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode desriptif analitis, sebuah

metoda yang efektif untuk tujuan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena-fenomena yang bersifat alamiah maupun fenomena-fenomena hasil rekayasa.

Menurut Margono(2005: 74),

Penelitian deskriptif dalam bidang pendidikan dan kurikulum pengajaran merupakan hal yang cukup penting, mendeskripsikan fenomena-fenomena tentang kegiatan pendidikan, pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan satuan pendidikan.

Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu, semua kegiatan, keadaan, kejadian, aspek komponen atau variabel berjalan apa adanya. Seperti dikatakan John, W

(Sukmadinata, 2005:74) bahwa penelitian deskriptif tidak hanya berhenti pada pengumpulan data, pengorganisasian, analisis dan penarikan interpretasi serta penyimpulan, tetapi dilanjutkan dengan perbandingan, mencari kesamaan-perbedaan

(2)

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian inidilakukan dengan pendekatan fenomenologis kualitatif.Metode

dan pendekatan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa masalah yang dikaji berkaitan dengan masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan, khususnya di Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam.Melalui pendekatan fenomenologi, diharapkan deskripsi

atas fenomena yang ditemukan di lapangan dapat diinterpretasikan makna dan isinya secara lebih mendalam.

Menurut Mulyana (2006 : 61) bahwa

“Pendekatan fenomenologi merupakan salah satu rumpun yang berada dalam rumpun penelitian kualitatif.Fenomenologi adalah suatu ilmu tentang fenomena atau yang dapat diamati untuk menggali potensi esensi mana yang terkandung di dalamnya”.

Melalui pendekatan fenomenologis, diharapkan deskripsi atas fenomena yang ditemukan di lapangan dapat diinterpretasikan makna dan isinya secara lebih

mendalam.

Pendekatan fenomenologis yang penulis gunakan mengarah pada dwi focus pengamatan, yaitu : 1) apa yang tampil dalam pengamatan yang berarti bahwa seluruh kegiatan merupakan objek studi. Hal ini berarti bahwa yang menjadi objek studi dari

penelitian ini adalah seluruh kegiatan pembinaan akhlak pada siswa melalui TahfidAl-quran baik dalam jam formal (kegiatan sekolah) atau di luar sekolah. 2) apa yang

langsung diberikan (given) dalam pengalaman itu secara langsung hadir (present)

bagi yang mengalaminya (neoma).

(3)

Pertama: epoche ialah mengangguhkan data atau menahan diri dari mengambil keputusan, hal ini penting artinya agar yang ditemukan di Madrasah Tsanawiyah

dapat diungkapkan makna esensialnya. Reduksi yang dilakukan adalah sesuai apa yang nampak dari pengamatan kebetulan atau aksidental tampil dalam pengamatan peneliti. Oleh karena itu ketajaman dan kecermatandalam mengamati sasaran menjadi

tanggung jawab secara fenomenologis.

Kedua, ideation adalah menemukan esensi dari realitas kegiatan Tahfidul Al-Quran yang menjadi sasaran pengamatan reduksi objek (1) karakteristik umum yang dimiliki semua benda atau hal-hal yang sejenis MTs. Persatuan Islam; (2) Universal,

yaitu mencakup sejumlah benda atau hal-hal yang sejenis yang dimiliki oleh MTs Persatuan Islam; (3) kondisi yang harus dimiliki benda-benda atau hal-hal tententu untuk dapat digolongkan dalam jenis yang sama.

Berdasarkan hal tersebut maka ketika menyaksikan kegiatan Tahfidul Al-Quran, yang dilakukan oleh peneliti tidak secara langsung menyimpulkan (epoche),

melainkan mencoba mencari makna sejati dibalik kegiatan tersebut (ideation).

Dalam pendekatan rumpun kualitatif, langkah-langkah fenomenologis tidak

terlepas dari ciri umum yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.Data

(4)

Berdasarkan hal itu peneliti akan lebih memusatkan perhatian pada ucapan dan tindakan subjek penelitian, serta situasi yang dialami dan dihayati, dengan berpegang

pada kekuatan data hasil wawancara mendalam.

Melalui metode penelitian tersebut penelitian diarahkan untuk memahami latar alamiah secara utuh, yang tidak terlepas dari konteksnya, sebab hanya dengan

keutuhan itu dapat dipahami permasalahan yang diteliti.

C. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian dan sumber informasi

adalah kepala sekolah, kurikulum, TU, dua orang siswa dari kelas tujuh, delapan dan sembilan.Wawancara untuk pengumpulan data dilakukan kepada Kepala Madrasah, Guru (khususnya pembina Tahfidul Al-Quran) dan para santri. Jumlah nara sumber

yang harus diwawancarai sebanyak delapan orang, yaitu adalah kepala sekolah, kurikulum, TU, dua orang siswa dari kelas tujuh, delapan dan sembilan mereka adalah: (D. K), laki-laki, lulusan Sekolah Tinggi Musadadiyah. Saat ini ia menjabat kepala sekolah sejak tahun 2000, spesialisasi mata pelajaran Al-Quran. (I. M) seorang

lulusan Mualimin setara dengan SMA tahun 1990, kini ia sebagai guru pembina Tahfidh Al-Qur’an dan E. R, Sebagai Kurikulum lulusan UNPAD 1997, telah mengajar sejak 2005.

(5)

prestasinya sedang dan tinggal di pondok. (N), Perempuan kelas IX Tempat Tanggal Lahir di Garut 10 juni 1995 menjabat sebagai Sekretaris OSIS berasal dari SDN

Cijambe Karangpawitan. Dia tinggal di pondok. (J), santri laki-laki kelas VIII Tempat Tanggal Lahir di Garut kelahiran 8 Juli 1996 rajin menghapal Al-Quran dan termasuk berprestasi. Dia tinggal di pondok. (S B), santri laki-laki kelas VIII lahir di

Garut 31 Oktober 1996 nilai prestasi raportnya sedang. Tinggal di pondok. T, perempuan kelas VII lahir di Garut 27 Mei 1998. Tidak tinggal di pondok.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah teknik observasi, teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Dalam bentuk teknik dan instrumen yang digunakan dalam penelitian tergantung dari objek penelitian, sumber data, waktu dan

dana yang tersedia, jumlah tenaga yang meneliti dan teknik yang akan digunakan untuk mengolah data. (Arikunto,2006:160).

Secara lebih jelas, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan di bawah ini.

1. Teknik Observasi

Observasi merupakan alat yang sangat ampuh yang dibutuhkan dalam jenis penelitian kualitatif.

(6)

diamati. Lewat observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding).(Alwasilah, 2009 : 155)

Teknik observasi ini digunakan dalam penelitian karena mempunyai alasan-alasan antara lain :

a. Keuntungan yang diperoleh melalui observasi adalah pengalaman yang

diperoleh secara mendalam dimana peneliti berhubungan secara langsung dengan subjek penelitian.Observasi menggunakan observasi Moderat. Yaitu dalam observasi terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut

observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya. b. Data yang dikumpulkan dapat diamati dengan jelas

Dalam hal ini Sugiyono (Nasution;1998) menyatakan bahwa observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Sugiyono (Marshal: 1990) menyatakan bahwa “trought observation the

reseachers learn about behavior and the meaning attached to those

behavior”. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna

dari perilaku tersebut. Selanjutnya mengklasifikasikan observasi menjadi

(7)

2. Teknik Wawancara

Dengan menggunakan teknik wawancara, data utama yang berupa ucapan,

pikiran, gagasan, perasaan dan tindakan guru yang ditugaskan sebagai Pembina Tahfid AlQuran, siswa, kepala Madrasah; diharapkan dapat terungkap oleh penelitian secara lebih teliti dan cermat.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara berstruktur karena wawancara tipe berstruktur adalah wawancara dengan bantuan alat berupa catatan yang tersusun. Penggunaan alat bantu ini penting mengingat data yang dikumpulkan bersifat verbal dan non verbal.

Menurut Singarimbun (1989 : 192), Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteaksi dan mempengaruhi arus informasi.

Faktor-faktor tersebut adalah : pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.

Berbeda dari survai yang lebih meminta waktu dan kesungguhan dari subjek, interviu atau wawancara meminta waktu dan kesungguhan dari sang peneliti.

Interviu dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Alwasilah (2009 : 154)

Setelah dilakukan wawancara, informasi yang diperoleh diolah dan

dikonfirmasikan melalui tahap triangulasi dan member check.Hal ini dilakukan untuk memperoleh masukan kesesuaian data tersebut.

(8)

Dalam literatur paradigma kualitatif ada dibedakan istilak document dari record (bukti catatan). Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 155) dengan

singkat membedakannya sebagai berikut: record segala catatan tertulis yang disiapkan seseorang atau lembaga untuk pembuktian sebuah peristiwa atau menyajikan perhitungan, sedangkan dokumen adalah barang yang tertulis

atau terfilmkan selain record yang tidak disiapkan khusus atas permintaan peneliti.

Pula selanjutnya Menurut Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009 : 157) bahwa dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan pemerkaya bagi informasi

yang diperoleh lewat interviu atau observasi.

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang berlalu. Dokumen berbentuk tulisan, catatan merupakan sumber informasi yang sangat berguna,

bahwa sumber informasi yang berupa dokumen dan rekaman cukup bermanfaat, karena antaran lain: a) merupakan sumber data yang stabil dan kaya, b) berguna sebagai bukti pengujian, c) bersifat alamiah, d) relative murah dan mudah diperoleh, e) tidak reaktif.

Data yang bersifat dokumenter itu berupa: (1) Arsip-arsip MTs. Persatuan Islam Karangpawitan, (2) Program Madrasah, (3) Visi dan Misi, (4) Buku Catatan Prestasi, (5) Sarana dan prasarana, (6) foto-foto kegiatan, (7) jadwal

(9)

E. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menurut Nasution dalam

(repository.upi.edu.2011) melalui tiga tahap yaitu :orientasi, eksplorasi dan member check:

1. Tahap orientasi.

Merupakan tahap awal penelitian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap mengenai masalah yang hendak diteliti. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini antara lain :

a. Melakukan studi pendahuluan dan penjajakan lapangan ke lingkungan

MTs Persatuan Islam untuk identifikasi masalah dan fokus penelitian. b. Mempersiapkan berbagai referensi seperti buku, website, majalah artikel

dan referensi lainnya yang berkeitan dengan penelitian.

c. Menyusun kisi-kisi penelitian dan pedoman wawancara, observasi dan

dokumentasi

d. Mengurus perijinan untuk melaksanakan penelitian. 2. Tahap eksplorasi.

Tahap ini merupakan tahap awal kegiatan penelitian yang bertujuan menggali informasi dan pengumpulannya dengan fokus dan tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat ijin dari pihak sekolah.

Kegiatan-kegiatan eksplorasi antara lain :

a. Menerima penjelasan dari pihak sekolah darn guru yang berkaitan dengan

(10)

b. Melakukan wawancara secara lisan pada objek penelitian untuk

memperoleh tentang perencanaan kegiatan tahfidh, pelaksanaan tahfidh,

dan evaluasi tahfidh.

c. Melakukan observasi terhadap kegiatan-kegiatan yang bekaitan dengan

tahfidh Al-Quran.

d. Membuata catatan kasar hasil data yang terkumpul dari objek penelitian. e. Memilih, menyusun dan mengklasifikasikan data sesuai dengan

penelitian.

3. Tahap member check.

Tahap ini digunakan untuk mengecek kebenaran dari informasi hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang telah terkumpul agar peneliti memiliki tingkat kepercayaan yang cukup baik. Pengecekan informasi dan

data dapat dilakukan dengan teknik yaitu :

a. Menyusun hasil wawancara berdasarkan item-item pertanyaan, menyusun

hasil observasi yang kemudian mengkonfirmasikan hasil wawancara dan observasi pada nara sumber agar tidak ada kesalaha interpretasi dalam

mendeskripsikan data.

b. Meminta koreksi hasil yang telah dicatat dri observasi pada nara sumber.

c. Peningkatan validitas dilakukan dengan triangulasi akan kebenaran

(11)

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagi teknik pengumpulan

data dan sumber data yang telah ada. Sugiyono (2006: 270).

Dalam penelitian ini yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti. Peneliti adalah “key Instrument” , artinya alat penelitian utama. Sebagaimana

diungkapkan oleh Nasution dalam tesis(2008:57).

1. Peneliti sebagai alat peka dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari

lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi penelitian.

2. Peneliti dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat

mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. Tidak ada alat penelitian seperti yang digunakan kualitatif yang dapat menyesuaikan diri sesuai dengan

macam-macam situasi serupa itu.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa alat

test atau angket yang dapat menangkap seluruh situasi kecuali manusia, hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memahami situasi dalam segala

hal atau seluk beluknya.

4. Suatu situasi yang dapat melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu merasakan,

(12)

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisa data yang diperoleh. Ia

dapat menafsirkan, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan

arah pengamatan untuk men-tes hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambil kesimpulan berdasarkan

data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai

bahan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan. Adapun beberapa alasan yang dikemukakan antara lain :

a. Informan telah secara sadar memahami makna penelitian ini sehingga mereka

bersedia membantu sepenuhnya

b. Peneliti untuk meneliti sesering mungkin berada di lapangan.

F. Pengolahan dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak pengumpulan data dikerjakan secara seksama selam di lapangan maupun setelah dari lapangan.Model analisis yang digunakan adalah model analisis interaktif. Langkah-langkah yang dirumuskan Nasution dalam (repository.upi.edu.2011), dalam model meliputi: 1)

koleksi data (data collection), 2) penyederhanaan data (data reductional), 3) penyajian data (data display), dan 4) pengambilan keputusan serta verifikasi (conclusion, drawing verivying).

(13)

a. Koleksi data (data collection), yaitu hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi yang dilakukan peneliti dari objek penelitian dan sumber

informasi, merupakan langkah awal dalam pengolahan data. Dalam mengoleksi data, peneliti melakukan observasi dengan objek penelitian dan sumber informasi serta mencarai dokumentasi hasil dari kegiatan tahfidh

Al-Quran. Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dengan segera dituangkan peneliti dalam bentuk tulisan dan di analisa.

b. Penyederhanaan data (data reductional), yaitu penelaahan kembali seluruh

catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan demikian

tahapan ini akan diperoleh hal-hal pokok yang berkaitan dengan fokus penelitian.

c. Penyajian data (data display ), merupakan kegiatan penyusunan hal-hal pokok

yang sudah dirangkum secara sistematis, sehingga diperoleh tema dan pola secara jelas tentang hal yang diteliti agar mudah diambil kesimpulan.

d. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi (conclusion; drawing verivying), merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan dan

memantapkan kesimpulan dengan meber check atau triangulasi yang dilakukan selama dan sesudah data dikumpulkan. Dengan demikian proses verifikasi merupakan upaya mencari makna dari data yang dikumpulkan

(14)

G. Sumber Data

Sumber dalam penelitian ini adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan

pembinaan akhlak melalui Tahfid Al-Quran, yang ditentukan melalui observasi awal untuk diwawancara.Keutuhan kehidupan kegiatan yang melibatkan seluruh warga sekolah MTs Persatuan Islam Karangpawitan dimaksudkan untuk mengamati secara

umum melalui observasi.

Untuk memperoleh data melalui wawancara ditentukan subjek penelitian yaitu: 1. Kepala MTs. Persatuan Islam dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab

akademik maupun administratif di lingkungan sekolah. Dalam menjalankan tugasnya kepala sekolah dibantu oleh dua orang PKS (pembantu kepala sekolah) Bidang Kurikulum dan Kesiswaan. Kelompok ini selanjutnya disebut sebagai

staf pimpinan yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

2. Guru MTs. Persatuan Islam Karangpawitan khususnya yang ditugaskan dalam

pembinaan Tahfid Al-Quran ditetapkan dua orang beserta pembimbing kegiatan tahfidh.

3. Siswa MTs. Persatuan Islam Karangpawitan ditetapkan enam orang untuk

perwakilan tingkatan kelas VII, VIII dan IX.

(15)

sekolah dan guru-guru. Alur perolehan data primer, data yang hendak diperoleh dari penelitian ini dilukiskan dalam bagan berikut:

Bagan 3.1

Alur Perolehan Data Primer

Dari Gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa garis ( ) menunjukan

jalur pembinaan Akhlak melalui kegiatan Tahfidul Al-Quran melibatkan kepala Madrasah dan guru.Adapun garis ( ) adalah interelasi data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi di lapangan.

Kepala Sekolah

Guru Pembina

Pembinaan Akhlak Melalui Tahfidul Al-Quran

(16)

Penelitian ini memilih Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam yang berlokasi di Jalan Raya Karangpawitan No 35 Kabupaten Garut, didasari dengan pertimbangan sebagai

berikut:

1. Menurut pendapat tim penilai Akreditasi dari Kanwil Kementrian Agama

Provinsi Jawa Barat bahwa Pondok Pesantren Persatuan Islam Tingkat

Tsanawiyah di Kecamatan Karangpawitan yang dikelola oleh swasta memiliki kualitas dengan memiliki unggulan yaitu kegiatan Tahfid Al-Quran yang jarang dimiliki oleh pendidikan formal. Tetapi hasil pengamatan dan informasi dari beberapa guru Madrasah Tsanawiyah ini tidak terlepas dari

permasalahan.

2. Salah satu hasil dari seminar Pendidikan Umum tanggal 28 Juli 2010 yang

dihadiri oleh pakar Pendidikan Nilai yaitu suatu keharusan bagi para ilmuwan

Pendidikan Umum untuk memahami gejolak nilai yang terjadi dalam kehidupan. Mereka tidak boleh hanyut dalam pergumulan nilai (War of Values). Mereka harus mampu menempatkan diri untuk ikut menata,

membina, mengembangkan dan ikut mengendalikan nilai-nilai baik yang

paling utama dan terpenting bagi ahli Pendidikan Nilai adalah memahami dan mampu mengemban misi dalam mengembangkan kepribadian secara utuh dengan cara memupuk qalbu dengan siraman spiritual yaitu dengan membaca

(17)

3. Siswa pada usia di sekolah tingkat Madrasah Tsanawiyah sedang mengalami

masa remaja, yakni dia di tuntut untuk menentukan pilihan-pilihan (nilai,

norma dan moral) yang tepat untuk kehidupan masa depannya.

H.Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Sejarah Pondok Pesantren Persatuan Islam Karangpawitan Garut

Untuk memperoleh gambaran tentang keberadaan pondok pesantren tingkat Madrasah Tsanawiyah, peneliti telah melakukan observasi dan wawancara dengan sesepuh pondok pesantren.Dari hasil kegiatan tersebut peneliti memperoleh data yang

merupakan gambaran obyek penelitian sebagai berikut.

Berawal dari seorang pemuda Kristen katolik sekitar tahun 1965 bertempat tinggal di Jakarta, masuk Islam (mualaf) kemudian termarjinalkan oleh anggota

keluarga yang lain. Sehingga dia pindah ke daerah Garut untuk menemui saudara-saudaranya, kemudian waktu berjalan dan dia seorang diri, berusaha untuk tetap hidup dengan bekerja sebagai kuli pada sebuah perusahaan kayu dan perlengkapan rumah tangga.

Beberapa tahun berjalan, dia berniat untuk mencoba usaha kayu dari gajinya sendiri setelah mencoba belajar sebagai tukang kuli kayu dan bangunan pada perusahaan. Lambat laun perekonomian dia membaik dan mampu membeli sebuah

(18)

Persatuan Islam mendekatinya dan mulai secara bertahap belajar mengenai Islam. Seiring perjalanan waktu dia belajar Islam lebih dalam, dia terinsprirasi untuk

mengembangkan Islam lewat pendidikan, hal itu seirama dengan organisasi persatuan Islam pada penyebaran paham Islamnya melalui Dakwah dan Pendidikan. Maka didirikanlah Pondok Pesantren pada tahun 1980 dengan dana pribadi tanpa bantuan

pemerintah dan swadaya masyarakat, dan tentu saja menjadi cemooh di berbagai kalangan masyarakat yang kurang suka dengan keberadaan pesantren.Hal tersebut tidak menyurutkan niat untuk berjuang menyebarkan Islam lewat pendidikan.Pada tahun 1996, akhirnya atas ijin Allah SWT keluarga mualaf sepakat pesantren secara

resmi di wakafkan ke organisasi keagamaan yaitu Persatuan Islam. Pada tahun 1998 sang pendiri meninggal dunia di masjid jami pesantren yang dia bangun bersama pesantrennya.Berjalannya zaman tidak meredupkan perjuangan muwakif hingga saat

ini, dalam hal pendanaan saja, muwakif menjadi penopang nomor satu dalam pembangunan.

Mayoritas penduduk masyarakat sekitar kebanyakan penganut agama permai (agama sunda karuhun) dan desa ini merupakan desa yang tingkat pendidikannya

sangat rendah, dan tingkat kesejahteraannya relative rendah dalam tingkat minimum dengan mata pencaharian sebagai buruh kuli batu bata, ternak dan bertani.

Dalam hal ini dibutuhkan suatu tekad untuk mencoba memecahkan masalah

(19)

Sebagai lembaga yang melaksanakan ajaran Islam serta mengarahkan dakwah pada kesatuan umat yang sadar bahwa setiap muslim mempunyai kewajiban terhadap

muslim lainnya untuk melakukan amarma’ruf nahyi munkar, menjalankanibadah sesuai tuntunan Al-Quran dan As-Sunah. Keberadaan pesantren sebagai basis regenerasi umat Islam yaitu membina kesadaran dan rasa tanggung jawab umat

terhadap ajaran Islam melalui pendidikan, dakwah, kesejahteraan dan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya.

Setelah diwakafkan pada organisasi keagamaan Persatuan Islam, Pesantren akhirnya dikelola secara penuh oleh organisasi, dan dibantu secara managemen dan

pendanaan oleh keluarga muwakif.Saat ini, keberadaan pondok pesantren sebagian orang masih beranggapan bahwa organisasi persatuan Islam belum maksimal memberdayakan semua SDM organisasi sekolahnya.

Para santri mengikuti kegiatan belajar mengajar pada pagi, sore dan malam hari, sebagian ada yang menginap dan sebagian ada yang tinggal dirumah masing-masing. Kebanyakan para santri yang sekolah di pesantren ini adalah warga dari kecamatan lain.

Mengenai klasifikasi pesantren, jika merujuk pada klasifikasi pesantren yang dikemukakan oleh Zamakhsyari (Mas’ud, 2007: 20) Pesantren yang santrinya kurang dari seribu orang termasuk kategori pesantren kecil disamping itu pengaruhnya pun

(20)

Penyelenggaraan pendidikan di lembaga pesantren ini menggunakan 100% kurikulum Nasional dan 100% kurikulum kepesantrenan (agama), sehingga banyak

orang memberikan nama sebagai sekolah pendidikan plus. Kegiatan belajar mengajar formal berlangsung pada pagi, ketika sore siswa yang tinggal di asrama di bebaskan melakukan aktifitas. Sedangkan pada waktu subuh, ada kalanya santri melanjutkan

membaca dan menghapal Al-Quran atau ceramah dari pihak pesantren. Kegiatan tersebut walaupun belum maksimal dalam arti pembinaan yang melibatkan seluruh guru dari jam formal atau pun pembina khusus tahfidh, namun pesantren terus berupaya untuk memaksimalkan kegiatan pembinaan akhlak ini dari berbagai lini,

termasuk lini pendidikan formal.Waktu belajar pada jam formal, terdapat muatan-muatan yang menekankan bahwa siswa atau santri harus hapal atau mengulang beberapa ayat sebelum jam pelajaran dimulai, hal ini bertujuan siswa ditekan-kan

untuk selalu ingat dan terekam muatan ayat-ayat Al-Quran sebagaimana dipahami oleh beberapa pengurus sekolah atau Madrasah bahwa dengan pengulangan terus-menerus mereka yakin bahwa akan tumbuh kebiasaaan yang baik dan pula membantu kecerdasan dan kemampuan berfikir anak. Hal inilah salah satunya yang mendorong

(21)

2. Profil Pondok Pesantren Persatuan Islam Karangpawitan Garut

Pondok Pesantren Persatuan Islam tingkat Tsanawiyah beralamat di Jl.

Karangpawitan No. 35 Gang Pesantren. Berdiri sejak tahun 1983 dan diresmikan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Barat, H. Mumuh A. Muhdiyat BA pada tahun 1987.

Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam ini letaknya sangat strategis mengingat berada pada batas Kecamatan Karangpawitan dan Kecamatan Sucinaraja dan cukup kondusif dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar karena lokasinya tidak berada di pinggir jalan melainkan masuk gang pesantren sekitar 150 meter.

a. Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah

Visi Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam adalah membentuk Insan yang ber

akhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,serta menjadi kader

Ulul Albab.

Adapun misi Madrasah yaitu :

a. Meningkatkan kualitas peserta didik menjadi manusia yang berbudi pekerti

luhur, berkepribadian mandiri, maju, kreatif, cerdas, disiplin dan bertanggung jawab.

b. Membekali IMTAQ dan IPTEK c. Menyiapkan kader Ulul Albab

(22)

b. Menyempurnakan kurikulum baik kurikulum baku maupun lokal

c. Meningkatkan kualitas staf pengajar

d. Meningkatkan sarana dan prasarana pembelajaran e. Melakukan kegiatan mentoring agama

f. Memberikan keterampilan kepada santriwan dan santriwati untuk menjadi

mandiri

g. Memberikan bekal pengetahuan dalam bidang keagamaan dan teknologi.

Jumlah santri di Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam Karangpawitan selalu mengalami fluktuatif setiap tahunnya. Saat ini terdapat 60 orang santri yang terdiri

terdiri dari 35 perempuan dan 25 laki-laki. Jumlah ini terhitung sedikit dibanding beberapa tahun ke belakang. Padahal, sejak dibangun oleh muwakif madrasah ini selalu ramai dan menjadi perhatian para orang tua untuk menyekolahkan di Madrasah

ini. Pada saat itu tercatat terdapat dua rombongan belajar untuk kelas VII saja. Namun pada tahun 1999 jumlah santri mengalami penurunan, hal ini disebabkan adanya Sekolah Menengah Pertama atau SMP yang dibangun sangat berdekatan, berjarak sekira 200 meter dengan madrasah ini. Selain hal tersebut, banyak orang tua

yang beranggapan bahwa lulusan madrasah akan sulit mendapat kerja sedangkan SMP merupakan sekolah negeri yang lulusannya akan mudah mendapat kerja.

Sesuatu yang khusus dan dimiliki oleh pondok pesantren Madrasah Tsanawiyah

(23)

hoak yang melindungi gedung sekolah kususnya asrama dari panas matahari secara langsung.

Seragam Madrasah Tsanawiyah ini juga berdeda, untuk santri perempuan memakai rok berwarna coklat, baju kurung warna krem serta kerudung warna kuning tua dengan cara dililit. Mereka menamakannya “kerudung hoas”.Sementara untuk

santri laki-laki memakai celana berwarna coklat dengan baju berwarna putih dan memakai peci berwarna hitam. Seragam seperti ini cukup unik dan memiliki identias sendiri karena berbeda dengan madrasah lain pada umumnya yang memakai seragam berwarna putih dan biru.

Ada beberapa istilah yang juga berbeda dengan madrasah lain pada umumnya. Untuk penamaan siswa, madrasah ini menggunakan istilah santriwan untuk siswa laki-laki dan santriwati untuk siswa perempuan.Untuk penamaan guru, biasa

memanggil dengan sebutan Ustadz untuk guru laki-laki dan Ustadzah untuk guru perempuan.Dan untuk penamaan organisasi intra sekolah yang lebih dikenal dengan istilah OSIS, madrasah ini menggunakan istilah Rijaalul Ghad untuk santri laki-laki dan Ummahaatul Ghad untuk santri perempuan.

b. Kurikulum yang digunakan Pondok Pesantren

Pondok pesantren Persatuan Islam tingkat Madrasah Tsanawiyah Persatuan

(24)

pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai santri, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan sumber daya pendidikan dalam pengembangan

kurikulum sekolah, santri lebih proaktif serta posisi guru hanya sebagai fasilitator saja.

Lain halnya dengan kurikulum lokal.Kurikulum ini berfungsi sebagai acuan

materi agama yang terdapat di internal Persatuan Islam yang harus dipahami oleh santri pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.Kurikulum ini menjadi kewajiban bagi pondok pesantren yang berada dalam binaan organisasi masyarakat Persatuan Islam.Hal ini dilakukan supaya pesantren

tidak kehilangan identitasnya sebagai lembaga pendidikan yang berbasis Agama Islam.

Kurikulum lokal ini merupakan acuan yang lebih menekankan pada

pengetahuan agama yang terdapat dalam kitab berbahasa Arab dan gundul (tidak berharokat) maka dibutuhkan suatu ilmu (alat untuk membacanya), keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

Adapun materi dalam kurikulum pesantren ini adalah sebagai berikut: Nahwiyah, Sharf (semacam ilmu alat untuk membantu cara membaca arab gundul

atau bacaan arab tanpa harokat), dasar-dasar Ilmu Mustholah (sebagai Ilmu untuk

(25)

Materi-materi tersebut menjadi fokus utama daripada materi-materi umum. Karena selama ini kurikulum KTSP yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap

kurang efektif digunakan di madrasah ini dibanding dengan kurikulum tahun 1994. Kurikulum yang dipergunakan di Madrasah Tsanawiyah saat ini memuat mata pelajaran khusus pondok pesantren yang dilaksanakan di luar jam formal seperti

waktu sore hari magrib dan subuh, sedangkan mata pelajaran baku yang dikeluarkan oleh pemerintah dilaksanakan mulai dari jam tujuh tigapuluh pagi sampai jam satu siang.

Adapun kegiatan ekstrakurikuler di madrasah ini di antaranya, malam bina

iman dan taqwa atau MABIT, membaca Al-Quran sebelum jam pelajaran formal di mulai dan latihan membaca arab gundul.

Dengan menggunakan kurikulum lokal dan keberadaan kegiatan ekstrakurikuler

ini pemerintah sebenarnya terbantu dalam hal meningkatkan mutu pendidikan dan pemahaman terhadap agama Islam. Sehingga menghasilkan lulusan yang memahami dasar-dasar agama yang kuat, mampu bersaing dengan lulusan-lulusan yang lain serta ber akhlakul karimah.

c. Sarana dan Prasarana

Pondok Pesantren Persatuan Islam tingkat Tsanawiyah ini memiliki tujuh lokal

(26)

Selain itu, di pesantren terdapat satu buah MasjidJami, satu lokal asrama santriwati, dua lokal asrama santriwan, dua lokal toilet putri, dualokal toilet putra,

dan satu toilet asatidz.

d. Prestasi yang pernah diraih

Madrasah ini selalu berupaya berpartisipasi mengikuti berbagai lomba yang diadakan berbagai lembaga atau instansi.Bagi pondok pesantren, menang atau kalah tidak jadi masalah yang penting berani bertanding. Kepada para santrinya selalu ditanamkan nilai-nilai percaya diri ketika berhadapan di depan masyarakat. Madrasah

ini patut berbangga karena walaupun hanya madrasah swasta yang relatif kecil, tapi manajemennya di tata dengan baik sehingga prestasi yang diraih pun tidak kalah Madrasah Negeri.

Berdasarkan data yang ada di madrasah ini, beberapa santri pernah meraih prestasi di bidang MTQ, Kaligrafi, Pidato Bahasa Inggris, dan Pidato Bahasa Arab. Namun sangat disayangkan, fasilitas kantor seperti komputer tiga unit, Televisi, peralatan Laboratorium IPA dan piala-piala penghargaan perlombaan hilang pada

(27)

Tabel 4.1

Daftar Prestasi MTs. Persatuan Islam Karangpawitan.

Sumber (record pesantren-2009)

No Jenis Prestasi Penyelenggara Tingkat /Waktu Juara Ket

1 Pidato Bahasa

8 Kaligrafi MTs Arohmah Kecamatan. 2003 II Tropi+piaga m

9 Putsal Depag

Gambar

Tabel 4.1

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam proses menemukan Model Pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan Baleendah, Bandung yang dicari melalui penelitian ini, peneliti akan

dalam pembinaan nilai kesalehan sosial di Madrasah Tsanawiyah Pesantren. Persis Pajagalan

Pada kesempatan ini peneliti menyarankan kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren

Teknik nontes dalam pengumpulan data ini dilakukan dalam bentuk angket, observasi dan wawancara. Angket dan observasi digunakan untuk memperoleh informasi dari

1) Observasi dan Wawancara. Kegiatan observasi dan wawancara dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi dan situasi SDN 5 Cikidang, terutama kelas IV

wawancara peneliti terhadap subjek penelitian di dalam kelas pada saat observasi. awal, kedua adalah wawancara peneliti terhadap guru vokal anak dan guru

Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, dari beberapa peran pondok pesantren, ada beberapa faktor penghambat dalam meningkatkan kemandirian santrinya di Pondok Pesantren

Saran Pada kesempatan ini peneliti menyarankan kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Maalip