• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ...xi

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Perumusan Penelitian ... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.5 Kerangka Teori... 6 1.5.1. Kebijakan Publik ... 7 1.5.1.1 Definisi Kebijakan Publik... 7 1.5.1.2 Kebijakan Pemerintah Desa...11 1.5.1.3 Implementasi Kebijakan Pemerintah Desa ...13 1.5.2. Administrasi Publik...16 1.5.2.1 Definisi Administrasi Publik ...16 1.5.2.1 Fungsi Administrasi Publik ... 19 1.5.3 Pengawasan ... 21 1.5.3.1 Definisi Pengawasan... 21 1.5.3.2 Fungsi Pengawasan... 25 1.5.3.3 Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ... 27

(2)

1.6 Kerangka Konsep ... 36 1.7 Sistematika Penulisan... 37 BAB II: METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk

Penelitian ... 39 2.2 Lokasi Penelitian ... 40 2.3 Informan Penelitian ... 40 2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41 2.5 Teknik Analisis Data ... 43 BAB III: DESKRIPSI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46 3.2 Keadaan Penduduk Desa Telaga Sari Secara Umum... 47

3.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 48 3.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 48 3.3 Jenis-Jenis Sarana... 49 3.3.1 Sarana Sosial ... 50 3.4 Organisasi Pemerintahan Desa... 52 3.4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Telaga Sari ... 52 3.5 Lembaga-lembaga Masyarakat Desa... 55 3.6 Tugas Pokok dan Fungsi ... 55 3.6.1 Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Desa... 55 3.6.2 Tugas Pokok dan Fungsi Sekretaris Desa ... 56 3.6.3 Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Urusan ... 57 3.7 Badan Permusyawaratan Desa

(BPD)... 60 BAB IV: PENYAJIAN DATA 4.1 Hasil Wawancara Langsung... 63 4.1.1 Hasil Wawancara Langsung Dengan Ketua Badan Permusyawaratan (BPD) Tentang Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Telaga

(3)

4.1.3 Hasil Wawancara Langsung Dengan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tentang Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Telaga Sari... 78 4.1.4 Hasil Wawancara Langsung Dengan Anggota Masyarakat (Tokoh Masyarakat) Tentang Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Telaga Sari... 88 BAB V: ANALISISI DATA 5.1 Pengawasan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa... 96 5.1.1 Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa No. 01 Tahun 2002 Tentang Pedoman Dana Partisipasi Bulanan Perusahaan atau Industri di Desa Telaga

Sari ... 99 5.1.2 Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa No. 03 Tahun 2002 Tentang Administrasi Surat Menyurat

Pemerintah Desa di Desa Telaga Sari ...101 5.1.3 Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa No. 03 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Hiburan Keyboard di Desa Telaga Sari...102 5.1.4 Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa No. 04 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan dan Penyaluran Raskin di Desa Telaga Sari...103 5.2 Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Terhadap

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Luas wilayah Desa Telaga Sari... 47 Tabel 3.2 Klasifikasi Penduduk Desa Telaga Sari Berdasarkan Jenis Kelamin .. 48 Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Dusun ... 48 Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 49 Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Menurut Agama... 50 Tabel 3.6 Sarana Pendidikan, Peribadatan, Kesehatan, dan Olahraga... 52 Tabel 3.7 Daftar Nama Pemerintahan Desa Telaga

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Organisasi Desa Telaga Sari ... 53 Gambar 2 Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Telaga

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pernyataan Penelitian 2. Daftar Identitas Informan 3. Daftar Pertanyaan Wawancara 4. Daftar Data Sekunder 5. Dokumentasi Lokasi Penelitian 6. Peta Pemerintahan Desa Telaga Sari 7. Surat Permohonan Persetujuan Judul 8. Surat Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi 9. Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi 10. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal 11. Berita Acara Seminar Proposal 12. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing 13. Surat Izin Penelitian 14. Surat Keterangan Penelitian 15. Undangan Ujian Meja

(7)

ABSTRAK

PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (STUDI TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN PADA BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA TELAGA SARI KECAMATAN TANJUNG MORAWA

Dosen Pembimbing : Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si

Badan Permusyaratan Desa (BPD) merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan desa yang diharapkan dapat membantu terwujudnya

penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis sesuai dengan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi alat kontrol bagi pemerintah desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah di desa. Sehingga diharapkan pemerintah desa komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan analisa kualitatif dan informan kunci sebagai sumber utama perolehan data dalam penelitian. Informan penelitian yaitu Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa Telaga Sari sebagai informan kunci.. Sementara itu, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Telaga Sari merupakan informan utama penelitian. Dan Anggota Masyarakat (Tokoh Masyarakat) Desa Telaga Sari sebagai informan tambahan.

Hasil penelitian di lapangan menggunakan teknik wawancara mendalam menunjukkan bahwasanya pelaksanaan fungsi pengawasan Badan

Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari telah maksimal. Mengingat telah berjalannya dengan baik (optimal) fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari seperti pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes), dan pengawasan terhadap keputusan Kepala Desa.

(8)

ABSTRAK

PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (STUDI TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN PADA BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA TELAGA SARI KECAMATAN TANJUNG MORAWA

Dosen Pembimbing : Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si

Badan Permusyaratan Desa (BPD) merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan desa yang diharapkan dapat membantu terwujudnya

penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis sesuai dengan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi alat kontrol bagi pemerintah desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah di desa. Sehingga diharapkan pemerintah desa komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan analisa kualitatif dan informan kunci sebagai sumber utama perolehan data dalam penelitian. Informan penelitian yaitu Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa Telaga Sari sebagai informan kunci.. Sementara itu, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Telaga Sari merupakan informan utama penelitian. Dan Anggota Masyarakat (Tokoh Masyarakat) Desa Telaga Sari sebagai informan tambahan.

Hasil penelitian di lapangan menggunakan teknik wawancara mendalam menunjukkan bahwasanya pelaksanaan fungsi pengawasan Badan

Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari telah maksimal. Mengingat telah berjalannya dengan baik (optimal) fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari seperti pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes), dan pengawasan terhadap keputusan Kepala Desa.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas

desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi daerah. Terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin menguatkan posisi daerah dalam upaya meningkatkan kemampuan di segala bidang, karena semua yang menyangkut kemajuan daerah diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada daerah, terutama Kabupaten dan Kota sebagai titik berat otonomi daerah.

Desa sebagai ujung tombak pemerintahan terbawah memiliki otonomi dalam mengatur pembangunan untuk mensejahterakan rakyatnya. Seperti yang dijelaskan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengandung esensi kepada masalah otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah juga merupakan hak daerah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, berdasarkan tuntutan dan dukungan dari masyarakat sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat.

(10)

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Masyarakat daerah baik sebagai kesatuan kelompok maupun sebagai individu, merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem pemerintahan daerah, karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan

masyarakat yang sejahtera di daerah yang bersangkutan.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur sistem pemerintahan dalam tiga tingkatan utama, yakni provinsi sebagai daerah otonom terbatas, kabupaten sebagai daerah otonom penuh dan desa sebagai daerah otonom asli. Artinya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 juga mengatur sistem pemerintahan desa, dengan menempatkan desa sebagai salah satu daerah otonom yang bersifat asli. Kehadiran otonom daerah bagi setiap warga di desa memberikan dinamika dan suasana baru dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa. Sebab, masyarakat desa sadar bahwa keberadaan institusiinstitusi demokrasi selama ini berada dalam posisi yang tidak kondusif dalam mendorong penegakan demokrasi pada masyarakat pedesaan.

Konsekuensi implementasi otonomi daerah salah satu perubahan yang

fundamental adalah terjadinya pergeseran struktur politik pemerintahan desa yang jauh berbeda dibanding sebelumnya. Untuk memperkuat dasar-dasar operasional pelaksanaan pemerintahan desa, pemerintah kemudian

mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2005 tentang pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa. Peraturan pemerintah ini melengkapi peraturan sebelumnya dengan menegaskan kewenangan desa.

(11)

dan menjadi mitra Pemerintaha Desa. Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa ditingkat desa, hendakanya diarahkan pada membangun hubungan yang

sinergis antar lembaga legislatif dan eksekutif desa, tanpa perlu menimbulkan kesalah pahaman yang menjurus pada timbulnya konflik yang dapat

mengganggu proses penegakan demokrasi di desa. Terbentuknya Badan Permusyawaratan Desa bertujuan mendorong terciptanya partnership yang harmonis antara kepala desa sebagai kepala pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai wakilwakil rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik ditingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat.

Eksistensi lembaga ini memiliki tugas, fungsi, kedudukan wewenang yang tidak kalah kemandiriannya dengan pemerintah Desa (Kepala Desa). Seperangkat peraturan perundang-undangan yang menyinggung masalah Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), menyebutkan bahwa secara garis besar institusi ini memiliki tugas dan misi luhur yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. Fungsi kontrol yang memiliki Badan Permusyawaratan Desa (BPD) hendaknya diarahkan kepada upaya terselenggaranya pemerintah desa berkualitas, dinamis, transparan, baik dan bersih.

(12)

demokrasi di desa. Badan Permusyarawatan Desa (BPD) diharapkan menjadi wadah atau gelanggang politik baru bagi warga desa dan membangun tradisi demokrasi, sekaligus tempat pembuatan kebijakan publik desa serta menjadi alat kontrol bagi proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan ditingkat desa. Hal ini bisa terealisasi apabila Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai mitra Kepala Desa, berperan aktif dalam membangun desa bersama kepala desa dan masyarakat.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi alat kontrol bagi pemerintah desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah di desa. Sehingga diharapkan

pemerintah desa komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Akan tetapi pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang tidak melibatkan

berbagai perwakilan dari masyarakat yang ada akan mengakibatkan pelaksanaan fungsinya kurang berjalan dengan baik. Dalam hal ini penulis sangat tertarik untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan fungsi

pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap pelaksanaan kerja yang dijalankan oleh kepala desa sebagai pemerintah desa, agar terwujudnya demokratisasi serta semakin baiknya pelayanan terhadap masyarakat di desa sebagai mana yang dicita-citakan dalam otonomi daerah. Dasar hukum yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanan pengawasan adalah mengacu pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang

(13)

Berdasarkan pemikiran di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan peran

fungsinya terhadap pelaksanaan pengawasan pemerintahan desa dengan judul “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)”.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi fokus

permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di implementasikan pada pemerintahan Desa di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang”.

1.3. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai

tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: “Untuk menggambarkan secara lebih mendalam implementasi fungsi

(14)

1.4. Manfaat Penelitian Setelah selesai penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang

baik bagi kami sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah: 1. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian

perbandingan bagi yang menggunakannya. 2. Manfaat praktis: a. Penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai

permasalahan dan juga masukan bagi pemerintah desa dan masyarakat desa Telaga Sari. b. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan terutama pemerintah desa dan masyarakat dalam pembangunan desa.

1.5. Kerangka Teori Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu

kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih (Nawawi;

(15)

konsep lainnya untuk menjelaskan gejala tertentu. Adapun teori-teori yang mendasari penelitian ini adalah:

1.5.1. Kebijakan Publik 1.5.1.1 Definisi Kebijakan Publik Kebijakan (policy) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom)

karena kebijaksanaan merupakan pengejawantahan aturan yang sudah

ditetapkan sesuai situasi dan kondisi setempat oleh pejabat yang berwenang. Bahwa public adalah masyarakat umum itu sendiri, yang selayaknya diurus, diatur, dan dilayani oleh pemerintah sebagai administrator, tetapi juhga

sekaligus kadang-kadang bertindak sebagai penguasa dalam pengaturan hukum tata negaranya.

Menurut Thomas R. Dye, kebijakan publik adalah apa pun yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan

(mendiamkan) sesuatu itu (whatever goverment choose to do or not to do). Menurut RC. Chandler dan JC. Plano, kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik.

Menurut A. Hoogerwerf, kebijakan publik sebagai unsur penting dari politik, dapat diartikan sebagai usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu menurut waktu tertentu. Menurut William N. Dunn, kebiajakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas

(16)

Banyak alasan maupun definisi mengenai kebijakan publik. Setiap definisi

memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena setiap ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda pula. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan serta program publik.

Pembagian jenis-jenis kebijakan publik berdasarkan pada dua kategori menurut Nugroho (2004:54-57) yaitu: 1. Berdasarkan maknanya, bahwa kebijakan publik adalah hal-hal yang

diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan

pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Pembagian menurut kategori ini menghasilkan tiga jenis kebijakn publik yaitu: a. Kebijakan publik yang dibuat oleh legislatif atau disebut sebagai kebijakan

publik yang paling tertinggi. b. Kebijakan publik yang dibuat dalam bentuk kerjasama antara legislatif dan

eksekutif. c. Kebijakan publik yang dibuat oleh eksekutif saja. 2. Kebijakan alokatif dan distributif, kebijakan kedua ini biasanya berupa kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keluaran publik.

Selain dari itu, ada beberapa model yang dipergunakan dalam pembuatan kebijakan publik yaitu: 1. Model Elit

(17)

masih saja berdalih merefleksikan tuntutan-tuntutan rakyat banyak. Karena itu mereka cenderung melakukan pengendalian dengan berkesinambungan, dengan perubahan-perubahan hanya bersifat tambal sulam. Masyarakat banyak dibuat sedemikian rupa tetap miskin informasi. 2. Model Kelompok

Berlainan dengan model elit yang dikuasai oleh kelompok tertentu yang berkuasa, maka pada model ini terdapat beberapa kelompok kepentingan (interest group) yang saling berebutan mencari posisi dominan. Jadi, dengan demikian model ini merupakan interaksi antarkelompok dan merupakan fakta sentral dari politik serta pembuatan kebijakan publik. Antarkelompok mengikat diri secara formal atau informal dan menjadi penghubung pemerintah dan

individu. Antarkelompok berjuang mempengaruhi pembentukan kebijakan publik, bisa membentuk koalisi mayoritas, tetapi juga dapat menimbulkan check and balance dalam persingan antarkelompok untuk menjaga keseimbangan. 3. Model Kelembagaan

(18)

4. Model Proses Model ini merupakan rangkaian kegiatan politik mulai dari identifikasi

masalah, perumusan usul, pengesahan kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasinya. Model ini akan memperhatikan bermacam-macam jenis kegiatan pembuatan kebijakan publik. 5. Model Rasialisme

Model ini bermaksud untuk mencapai tujuan secara efisien, dengan demikian dalam model ini segala sesuatu dirancang dengan tepat, untuk meningkatkan hasil bersihnya. Seluruh nilai diketahui, seperti kalkulasi semua pengorbanan politik dan ekonomi, serta menelusuri semua pilihan dan apa saja

konsekuensinya, perimbangan biaya, dan keuntungan (cost and benefit). 6. Model Inkrimentalisme

Model ini berpatokan pada kegiatan masa lalu, dengan sedikit perubahan. Dengan demikian hambatan seperti waktu, biaya, dan tenaga untuk memilih alternatif dapat dihilangkan. Arti model ini tidak banyak bersusah payah, tidak banyak resiko, perubahan-perubahannya tidak radikal, tidak ada konflik

meninggi, kestabilan terpelihara, tetapi tidak berkembang karena hanya menambah dan mengurangi yang sudah ada. 7. Model Sistem

(19)

keputusan-keputusan, peraturan-peraturan, tindakan-tindakan, dan kebijakankebijakan dari pemerintah.

1.5.1.2 Kebijakan Pemerintah Desa Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi

dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Status desa adalah satuan pemerintahan di bawah kabupaten/kota. Desa tidak sama dengan kelurahan yang statusnya di bawah camat. Kelurahan hanyalah wilayah kerja di bawah camat yang tidak mempunyai hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangkan desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. a.

Kewenangan Desa

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

(20)

3. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan

4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Desa tersebut dalam PP Desa sedikitnya terdiri atas:

1. Sistem organisasi masyarakat adat; 2. Pembinaan kelembagaan masyarakat; 3. Pembinaan lembaga hukum adat; 4. Pengelolaan tanah kas desa; dan 5. Pengembangan peran masyarakat desa.

b. Kewenangan Lokal Berskala Desa Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit di antaranya meliputi:

1. Pengelolaan tambatan perahu; 2. Pengelolaan Pasar Desa; 3. Pengelolaan tempat pemandian umum; 4. Pengelolaan jaringan irigrasi; 5. Pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat desa; 6. Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; 7. Pengelolaan Embung Desa; 8.

(21)

1.5.1.3. Implementasi Kebijakan Pemerintah Desa Secara sederhana implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau

penerapan. Kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan atau mekanisme sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa bukan hanya sekedar aktivitas tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguhsungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.Salah satu tahap terpenting dalam sebuah kebijakan adalah implementasi, karena pada tahap ini kebijakan diterapkan dan diukur sejauh mana kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan mencapai tujuantujuan kebijakan yang diinginkan.

Implementasi menurut Meter dan Horn (Winarno, 2007:102) lebih mengarah pada batasan dalam implementasi yang diiprentasikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

(22)

agar tidak terjadi penyimpangan sumber dan penyimpangan dari tujuan kebijakan. Selain itu proses implementasi adalah merupakan tawar-menawar antara instansi pemerintah. Impelementasi diartikan sebagai apa yang terjadi setelah peraturan per-undangan ditetapkan yang memberikan perioritas pada suatu program,manfaat atau suatu bentuk output yang jelas.

Dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan, desa juga merupakan ujung

tombak dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan. Hal ini disebabkan, desa memiliki otonomi tradisional yang sesungguhnya. Penyelenggaraan

pemerintahan desa menekankan pada prisip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan

keanekaragaman daerah. Pembangunan Desa juga menjadi pondasi mengatasi kemiskinan. Dalam mendukung suksesnya pembangunan di desa adalah dengan adanya Pemerintah Desa yang handal dan responsif untuk melayani

masyarakatnya. Perlu untuk disadari bahwa proses pembangunan adalah suatu proses perubahan masyarakat. Proses perubahan ini mencerminkan suatu

gerakan dari situasi lama (tradisional) menuju suatu situasi baru yang lebih maju (modern) dan belum dikenal oleh masyarakat. Perubahan yang dilakukan

tersebut akan melalui proses transformasi dengan mengenalkan satu atau beberapa fase.

Pembangunan masyarakat (pedesaan) memerlukan suatu proses dan model tranformasi dari model lama menuju model baru (tujuan). Di sisi lain perlu pula untuk dipahami bahwa proses pembangunan merupakan suatu konsep yang optimistik dan memberikan pengharapan kepada mereka yang secara sukarela berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sehingga perencanaan

(23)

indikasi-indikasi perubahan tuntutan. Agar pembangunan wilayah pedesaan menjadi terarah dan sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan masyarakat desa, maka perencanaan mekanisme pelaksanaan pembangunan desa dilakukan mulai dari bawah.

Proses pembangunan yang dilaksanakan merupakan wujud keinginan dari masyarakat desa. Dalam hal ini koordinasi antara pemerintah desa dengan jajaran di atasnya (Pemerintahan Kecamatan, Pemerintahan Kabupaten) harus terus menerus dilakukan dan di mantapkan. Apalagi pelaksanaan otonomi daerah dititikberatkan pada Pemerintah Kabupaten. Pelaksanaan pembangunan pun hendaknya tidak hanya menjadikan desa sebagai obyek pembangunan tetapi sekaligus menjadikan desa subyek pembangunan yang mantap. Artinya obyek pembangunan adalah desa secara keseluruhan yang meliputi potensi manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) dan teknologinya, serta mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan yang ada di pedesaan. Sehingga menjadikan desa memiliki klasifikasi desa swasembada.Yaitu suatu desa yang berkembang dimana taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya meningkat. Oleh karena masyarakat pedesaan sebagian besar berada di sektor pertanian, maka sasaran yang ingin dicapai adalah membantu pemenuhan kebutuhan pangan dengan mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat desa dan peningkatan ketrampilan pada sektor pertanian, pertukangan kayu, dan kesejahteraan keluarga.

Kepala Desa dan seluruh perangkat desa dituntut untuk mampu membaca

(24)

pembangunan dan kemasyarakatan, ketentraman dan ketertiban di masing-masing dusun. Sekilas tugas ini nampak mirip dengan tugas Kepala Desa yang secara menyeluruh mengurusi segala kepentingan dan pelayanan yang

dibutuhkan oleh masyarakat.

1.5.2. Administrasi Publik 1.5.2.1 Definisi Administrasi Publik

Istilah administrasi secara etimologi berasal dari bahasa Latin (Yunani) yang terdiri atas dua kata yaitu “ad” dan “ministrate” yang berarti “to serve” yang dalam Bahasa Indonesia berarti melayani atau memenuhi. Banyak para ahli yang memberikan definisi pada Administrasi Publik diantaranya sebagai berikut: Menurut John M. Pfifner dan Robert V. Presthus: 1. Public Administration involves the implementation of pblic policy which has

been determine by representative political bodies. 2. Public Administration may be defined as the coordination of individual and

group efforts to carry out public policy. It is mainly accupied with the daily work of goverments. 3. In sum, public administration is a process concerned with carying out public politicies, encompassing innumerable skills and techniques largenumbers of people.

Jadi menurut Pfifner dan Presthus antara lain sebagai berikut: 1. Administrasi Publik meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang

(25)

2. Administrasi Publik dapat didefinisikan koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah.

3. Secara global, administrasi publik adalah suatu proses yang beersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, pengarahan kecakapan, dan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arahan dan maksud terhadap usaha sejumlah orang. Menurut Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro:

1. (Public Administration) is cooperative group effort in public setting. 2. (Public Administration) covers all three branches: executive, legislative and

judicial, and their interrelationships. 3. (Public Administration) has an important role formulatting of public policy

and is this a part of the political process. 4. (Public Administration) is cosely associated with numerous private groups

and individuals in providing services to the community. 5. (Public Administration) is different in significant ways from private

administration. Jadi, menurut Nigro bersaudara ini yaitu:

1. (Administrasi Publik) adalah suatu kerjasama kelompok dalam lingkungan pemerintahan.

(26)

3. (Administrasi Publik) sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.

4. (Administrasi Publik) dalam beberapa hal berbeda pada penempatan pengertian dengan administrasi perorangan. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, Administrasi Publik adalah administrasi

dari negara sebagai organisasi, dan administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan. Menurut Arifin Abdurachman,

Administrasi Publik adalah ilmu yang mempelajari pelaksanaan dari politik negara. Menurut Edward H. Litchfield, Administrasi Publik adalah suatu studi mengenai bagaimana bermacam badan pemerintahan diorganisasikan, diperlengkapi dengan tenaga-tenaganya, dibiayai, digerakkan, dan dipimpin. Menurut George J. Gordon, Administrasi Publik dapat dirumuskan sebagai seluruh proses baik yang dilakukan organisasi maupun perseorangan yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif, eksekutif serta pengadilan.

Karena objek disiplin Ilmu Adminitrasi Publik adalah pelayanan publik sehingga utamanya yang dikaji adalah keberadaan berbagai organisasi publik, maka Lloyd D. Musolf dan Harold Seidman dalam tulisan mereka yang berjudul The Blurred Boundaries of Public Administration, melihat pada batasan-batasan administrasi publik.

(27)

yang bersangkutan termasuk lembaga administrasi pemerintah atau swasta seperti LKMD, PJKA, BUMN, bank swasta, Palang Merah, dan lain-lain).

Kecenderungan ini dicerminkan dalam kegiatan pemerintah mensponsori perusahaan swasta, badan hukum yang tidak mencari keuntungan dan pusat-pusat penelitian kontrak. Untuk itu kita harus melihat kepada siapa responsibility dan accountability disampaikan.

Gerald E. Caiden dalam bukunya Public Administration memberikan patokan bahwa untuk menentukan apakah suatu organisasi tersebut termasuk

pemerintah, adalah dengan melihat tiga hal yaitu organisasinya dibentuk dengan peraturan pemerintah, karyawannya disebut pegawai negeri, dan

pembiayaannya berasal dari uang rakyat.

Namun demikian ada tujuh hal khusus dari Administrasi Publik, yaitu tidak dapat dielakkan (unavoidable), senantiasa mengharapkan ketaatan (expect

abedience), mempunyai prioritas (has priority), mempunyai pengecualian (has exceptional), puncak pimpinan politik (top management political), sulit diukur (difficult to measure) sehingga kita terlalu banyak mengharap dari Administrasi Publik ini (more expected of public administration).

1.5.2.2 Fungsi Administrasi Publik Nigro & Nigro (1992) mengemukakan bahwa mengenai fungsi-fungsi

administrasi publik dapat dilihat dari fungsi-fungsi administrasi yang

(28)

pendapat Gullick tentang adanya tujuh fungsi administratif yang terkenal dengan akronim POSDCORB, yaitu: 1. Planning (Perencanaan), yaitu mengembangkan adanya garis-garis besar

kegiatan yang dilakukan dan mengembangkan metode-metode pelaksaannya untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Organizing (Pengorganisasian), yaitu mengembangkan struktur formal dari wewenang berdasarkan pengelompokkan kerja (misalnya departemen, biro, dinas, dll) yang perlu dikoordinasikan. 3. Staffing yang meliputi keseluruhan fungsi kepegawaian: merekrut dan melatih staff serta memelihara kondisi-kondisi kerja yang menyenangkan. 4. Directing (Pengarahan) yang meliputi tugas memimpin organisasi dengan membuat

keputusan-keputusan dan mengimplementasikannya melalui kebijakan-kebijakan prosedur. 5. Coordinating (Pengkoordinasian) yang meliputi tugas-tugas

(29)

1.5.3. Pengawasan 1.5.3.1 Definisi Pengawasan

Pengawasan adalah salah satu fungsi dalam manajemen untuk menjamin pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Apabila pelaksanaan kerja berjalan tidak sesuai dengan standar perencanaan, walaupun secara tidak sengaja tetap ke arah yang lebih baik, hal ini tampak klasik dan tradisonal, disebut lepas kontrol.

Dengan demikian melalui pengawasan dapat diawasi sejauh mana penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan, pemborosan,

kemubaziran, penyelewengan, dan lain-lain kendala di masa yang akan datang. Jadi, keseluruhan pengawasan adalah aktivitas membandingkan apa yang sedang atau sudah dikerjakan dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Karenanya diperlukan kriteria, norma, standar, dan ukuran.

Adanya berbagai jenis kegiatan pembangunan dilingkungan pemerintah menuntut penanganan yang lebih serius agar tidak terjadi pemborosan dan penyelewengan yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan pada Negara. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan suatu sistem pengawasan yang tepat. Ini bertujuan untuk menjaga kemungkinan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Dipilihnya Yayasan Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur karena salah satu pondok pesantren yang mampu mempertahankan keberadaannya dari zaman ke zaman; pesantren

kantornya berada di Kecamatan Candisari, Semarang. Bahwasanya hasil per-tahun dari wakaf produktif yang didapat sangatlah besar. Menurut hasil Laporan Pertanggung

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang uji coba modul teknik pembubutan berbasis pendekatan saintifik pada mata pelajaran teknologi mekanik untuk

Penggunaan pesan singkat di sistem android, baik melalui aplikasi SMS bawaan atau aplikasi pihak ketiga sangat mudah dan cepat, dan tanpa ragu lagi informasi baik yang

Sehubungan ItU, untuk menguJI keberkesanan proses Interpretasl makna uJaran antara penutur dengan pendengar, pendengar harus meruJuk kepada tltlk permulaan

Aplikasi yang dibangun berhasil mendeteksi genre dari sebuah lagu dan dapat memberikan rekomendasi kepada pengguna yang didasarkan pada nilai-nilai fitur yang

Unsur dari ayat 1 ini terpenuhi jika kehadiran Tersangka pada saat pemeriksaan Saksi telah mengakibatkan saksi akan menggunakan Hak untuk Tidak Memberikan Kesaksiaannya (right

Peternak Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu belum pernah mengikuti kursus mengenai pemeliharaan Sapi Bali, selama ini pengetahuan beternak yang dimiliki berasal dari