• Tidak ada hasil yang ditemukan

s pgsd 0806702 chapter2(1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "s pgsd 0806702 chapter2(1)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA PENDEKATAN INQUIRY

DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

DI SEKOLAH DASAR

Salah satu upaya untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang handal adalah dengan pendidikan, sehingga dengan demikian kualitas pendidikan senantiasa dapat ditingkatkan. Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, oleh karena itu guru memahami, menguasai, dan melaksanakan praktek pembelajaran di kelas dengan sebaik-baiknya. Seorang guru harus paham dan memiliki kompetensi dalam melaksanakan kurikulum sebagai acuan, arah dan pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Salah satu komponen kurikulum yang harus di pahami oleh guru adalah mampu menerapkan metode atau pendekatan yang tepat atau sesuai dengan karakteristik pembelajaran serta tujuan yang hendak dicapai. Satu diantaranya banyak pendekatan yang dapat dilaksanakan dan diterapkan di SD adalah Pendekatan Inquiry.

A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

(2)

Menurut Mohammad Surya (Sukirman, 2006:6), “Pembelajaran adalah

suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara lingkungannya”.

Adapun pengertian lain, yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik bahwa: “Pembelajaran adalah prosedur atau metode yang di tempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran” (Hamalik, 1994:69) dalam (Hermawan, 2007:3).

Dari pendapat di atas bahwa pembelajaran penekanannya pada kegiatan belajar siswa yang telah dirancang oleh guru melalui usaha yang terencana melalui prosedur atau metode tertentu agar terjadi proses perubahan perilaku secara komprehensif. yang terpenting dalam proses pembelajaran ini adalah perlunya komunikasi timbal balik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa baik itu secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media.

(3)

Menurut Taksonomi Bloom, dalam bukunya yang sangat terkenal

tasonomy of educational objectivies yang terbit pada tahun 1956, bentuk

perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu : “Kognitif, Afektif, dan

Psikomotor” (Sukiyadi, 2006:53-56).

a. Kognitif

Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan atau kemampuan berpikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan 6 tingkatan yaitu:

1) Pengetahuan 2) Pemahaman 3) Aplikasi 4) Analisis 5) Sintetis 6) Evaluasi b. Afektif

(4)

tingkat tinggi. Menurut David Krathwoh dan kawan-kawan (1964), dalam bukunya taxonomy of educational objectives: affective domain, domain afektif mempunyai tingkatan, yaitu:

1) Penerimaan (receiving/attending) 2) Tanggapan (responding)

3) Penghargaan (valuting)

4) Pengorganisasian (organization)

5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (characterization by a value or

value complex)

c. Psikomotor

Psikomotor adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Ada tujuh tingkatan yang masuk ke dalam domain ini, tetapi rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom. Yaitu :

1) Persepsi (perception) 2) Kesiapan (set)

3) Respon Terpimpin (guided response) 4) Mekanisme (mechanism)

(5)

6) Penyesuaian (adaptation) 7) Penciptaan (orgination)

Sesuai dengan uraian di atas bahwa kegiatan belajar mengajar di pengaruhi oleh ketiga aspek atau domain, di antaranya : Kognitif, Afektif dan Psikomotor. Dimana kita sebagai guru dapat melihat apa yang ada dalam diri siswa dari kemampuan berpikirnya, sikapnya, dan kemampuan keterampilan yang dimilikinya. Sehingga dalam akhir kegiatan belajar mengajar siswa mendapatkan hasil yang maksimal dan baik.

Akan tetapi hasil belajar akan maksimal apabila diperhatikan juga keaktifan siswa itu sendiri. Sesuai dengan uraian tersebut perlu di sadari yang termasuk aktif bukan hanya bersifat fisik saja melainkan keaktifan pemikiran. Untuk belajar justru keaktifan pemikiran inilah yang sangat penting yang akan berimbas pada hasil belajar siswa, kurang maksimalnya aktifitas siswa, akan berimbas pada hasil belajar yang kurang maksimal pula.

2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

A Kosasih Djahiri (1979:2) dalam (Sapriya, 2006:7) merumuskan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai berikut :

“Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang

(6)

ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan”.

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan “nama mata pelajaran ditingkat sekolah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam kurikulum persekolahan di Negara lain, khususnya di Negara-negara barat seperti Australia dan Amerika Serikat” (Sapriya, 2006:7).

Menurut Ahmadi (2003:2), “social studies atau ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah ilmu-ilmu sosial yang di sederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran di SD dan Menengah (elementary and

secondary school)”.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas tentang IPS, bahwa IPS merupakan gabungan atau cabang dari berbagai ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, geografi, sejarah, ekonomi, danyang lainnya. Dan dalam penerapannya IPS di dunia pendidikan berbeda-beda misalnya di sekolah dasar IPS dijadikan satu antara geografi, sosiologi dan sejarah tetapi dalam bentuk masih sederhana. Akan tetapi pada tingkat pendidikan selanjutnya dari sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengan atas/umum (SMA/SMU) IPS di pisahkan atau di sederhanakan.

(7)

a. Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Tujuan pendidikan IPS dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu pendidikan IPS terus mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Menurut Hasan (1996:107), “tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokan menjadi kedalam

tiga kategori, yaitu : Pengembangan kemampuan intelektual siswa, Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa, serta Pengembangan pribadi diri siswa” (Supriatna, 2007:5).

Menurut Suradisastra (1991/1992:6). Selain itu tampaknya tentang tujuan IPS ada beberapa kesesuaian ialah membina anak menjadi warga Negara yang baik yang memiliki pengetahuan keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan Negara.

(8)

tuntut untuk mengembangkan pribadi diri siswa yang baik, bertanggung jawab, nasionalisme, dan patriotisme.

b. Fungsi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Selain tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terdapat pula fungsi dari IPS, terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar (1994/1995:74) fungsi IPS adalah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dan menumbuh kembangkan rasa kebangsaan dan bangga terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga kini.

Dilihat dari fungsi ini siswa diharapkan memiliki wawasan pengetahuan yang lebih luas tentang kehidupan sosial, fenomena-fenomena yang terjadi di alam, ketatanegaraan serta yang lainnya sehingga tidak ketinggalan tentang berita atau kabar dari kemajuan dunia dan ruang lingkupnya, serta kehidupan sosial yang terjadi. Selain itu siswa diharapkan dapat menjadi warga Negara yang patriotisme atau nasionalisme bagi dirinya, orang tua, serta bangsa serta dapat menghargai pengorbanan masyarakat Indonesia masa lalu yang memperjuangkan bangsa ini dari penjajahan dan dari itu mereka dapat mencontohnya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

(9)

Sedangkan secara garis besarnya ruang lingkup IPS di SD menurut Kurikulum 2006 meliputi aspek-aspek, sebagai berikut : 1) manusia, tempat dan lingkungannya, 2) waktu, keberlanjutan dan perubahan, 3) sistem sosial dan budaya, 4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Supriatna, 2007:22).

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa, ilmu pengetahuan sosial tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut, karena interaksi sosial akan berjalan jika ada manusia di dalamnya dan di dukung oleh lingkungan sekitarnya. Dalam proses terjadinya akan seiring dengan waktu dan akan mengalami perubahan tahap demi tahap, perubahan yang di maksud adalah perubahan dalam perilaku atau tingkah laku, komunikasi, pengetahuan, sistem sosial dan budaya. Selain itu perilaku ekonomi akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat itu sendiri karena apabila kehidupan ekonomi masyarakat buruk maka akan berpengaruh pada kehidupan kesejahteraannya, begitupun sebaliknya apabila kehidupan ekonomi masyarakat baik maka akan berpengaruh juga pada kehidupan kesejahteraannya yang mengalami perbaikan.

B. Pendekatan Inquiry

1. Pengertian Pendekatan Inquiry

(10)

diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Sagala, S., (2003:89)

Sedangkan “Pendekatan Inquiry adalah pendekatan mengajar dimana

siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri”.

Sanjaya (2009:196) mengemukakan “strategi pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”.

Model pembelajaran inquiry adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal kemampuan siswa untuk mencari, menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Nurhadi, 2004).

(11)

membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah yang dipertanyakan sampai menemukan sendiri jawabannya.

2. Ciri-ciri Pendekatan Inquiry

Untuk lebih jelasnya Pendekatan Inquiry mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Supriatna (2007:143) mengemukakan Ciri-ciri Pendekatan Inquiry:

a. Dalam proses belajar mengajar lebih banyak melemparkan permasalahan kepada siswa untuk di analisis dan kemudian mencari beberapa alternative pemecahannya.

b. Interaksi dan komunikasi antar guru dan siswa lebih bersifat multi arah (guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa)

c. Guru lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan ilmiah

d. Dalam proses belajar mengajar guru dalam menyampaikan materi tidak hanya bersifat pengetahuan, tetapi juga menanamkan sikap dan memberikan keterampilan praktis kepada siswa

e. Strategi, metode dan teknik mengajar yang digunakan guru lebih variatif

f. Dalam proses pembelajaran lebih memperhatikan kadar cara belajar siswa aktif (CBSA) yang tinggi.

(12)

bagaimana materi yang disampaikan dapat berguna bagi pembelajar dan dapat diterapkan dalam kehidupannya. Selain itu guru akan lebih kreatif dan variatif dan memperhatikan kegiatan belajar siswa.

3. Perbedaan Pendekatan Inquiry dan Pendekatan Tradisional

Supriatna (2007:142-143) mengemukakan bahwa Pembelajaran Tradisional adalah suatu pendekatan dimana dalam proses pembelajaran hanya menyampaikan materi pembelajaran di dalam kelas dengan metode pendekatan yang monoton dan relative tetap setiap kali mengajar. Dalam proses belajar mengajar lebih terkesan “teacher sentries”, padahal seharusnya

siswa adalah subyek bukan obyek. Dalam pendekatan tradisional guru lebih memegang peranan penting dengan siswanya. Hal ini siswa kurang aktif bahkan mungkin cenderung pasif.

Supriatna (2007:142-143) mengemukakan Ciri-ciri Pendekatan Pembelajaran Tradisional:

a. Guru dalam menyampaikan informasi lebih bersifat factual dan kurang memberikan permasalahan dalam pembelajaran.

b. Interaksi dan komunikasi dalam belajar mengajar antara guru dengan siswa bersifat “one way trapic”.

c. Dalam proses pembelajaran guru sering memberikan indroktinasi, hal ini akan berakibat kurang memberikan kesempatan berpikir kepada siswa dalam memecahkan suatu permasalahan.

d. Informasi yang disampaikan guru dalam pembelajaran lebih cenderung bersifat kognitif, kurang memberikan materi yang bersifat afektif, dan psikomotor.

(13)

f. Dalam proses pembelajaran kurang memperlihatkan kadar CBSA yang tinggi.

Sedangkan pendekatan inquiry telah di jelaskan diatas bahwa pendekatan inquirylebih menekankan pada siswa atau”student center”, dalam pembelajaran ini akan memberikan iklim atau suasana pembelajaran yang lebih semangat yang membuat siswa lebih aktif di dalam kelas. Selain itu siswa lebih kritis dan ilmiah dalam berpikir baik itu berpendapat, bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Peran guru dalam proses pembelajaran hanya bertindak sebagai motivator dan fasilitator.

Dapat diambil kesimpulan sesuai dengan penjelasan diatas bahwa pendekatan tradisional guru yang lebih memegang peran dalam kegiatan pembelajaran sedangkan pendekatan inquiry mengajarkan siswa untuk aktif, siswa dalam melakukan komunikasi tidak bersifat satu arah melainkan bersifat multi arah, memberikan kesempatan berpikir kepada siswa, guru dalam menyampaikan materi bukan hanya bersifat pengetahuan tetapi menanamkan sikap dan memberikan keterampilan praktis kepada siswa, dalam menggunakan metode bersifat variatif tidak tunggal, dan dalam melakukan pembelajaran memperlihatkan cara belajar siswa aktif.

4. Hakikat Pendekatan Inquiry

(14)

didalam kelas. Proses belajar mengajar akan didominasi oleh aktivitas siswa. Peran guru dalam proses pembelajaran hanya bertindak sebagai motivator dan fasilitator, siswa lebih diprioritaskan sebagai “student centre”.

Sanjaya (2009:197) mengemukakan tujuan utama pembelajaran melalui strategi inquiry adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.

Berdasarkan uraian diatas tentang tujuan pendekatan inquiry, bahwa siswa tidak akan bisa mengembangkan intelektual atau kemampuan berpikirnya dan keterampilan berpikirnya apabila kita sebagai guru tidak membimbingnya dan memotivasinya. Dengan guru membimbing dan memotivasi siswa maka kemampuan dan keterampilan berpikir siswa dapat berkembang dan terarah sehingga siswa merasa puas rasa ingin tahunya dari pertanyaan yang mereka berikan dan jawaban yang mereka terima.

Adapaun langkah-langkah kegiatan dalam menemukan model inquiry antara lain :

1) Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun) 2) Mengamati atau melakukan observasi.

(15)

4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lain.

Sedangkan Supriatna (2007:182) mengemukakan “langkah-langkah

yang dilakukan dalam inquiry terdiri: perumusan masalah, pengembangan hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan”.

Sanjaya (2009:201) mengemukakan “secara umum proses pembelajaran

dengan menggunakan strategi pembelajaran inquiry dapat mengikuti langkah-langklah sebagai berikut: orientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan”.

Berdasarkan pendapat tentang langkah-langkah atau prosedur pembelajaran inquiry diatas, semuanya memiliki kesamaan yaitu sama-sama merumuskan masalah, lalu mencari jawaban dari masalah itu sendiri sehingga siswa memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Dan akhirnya merumuskan kesimpilan dari masalah yang dicari jawabannya berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

(16)

Sanjaya (2009:208) mengemukakan kelebihan dan kekurangan mengajar dengan menggunakan Pendekatan Inquiry, berikut ini adalah kelebihan dari penggunaan dengan pembelajaran inquiry, yaitu:

a. Strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

b. Strategi pembelajaran inquiry dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

c. Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Di samping keuntungan ada juga kelemahan-kelemahan dalam pendekatan inquiry, yaitu:

a. Akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

(17)

c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

menggunakan sisi kaki bagian luar untuk melakukan dribbling adalah salah satu cara untuk mengontrol bola. keterampilan mengontrol bola ini digunakan ketika

Dalam hal ini hasil belajar sebagai timbal balik dari proses pembelajaran, sejalan dengan pendapat Sudjana (2009, hlm. 3) bahwa “hasil belajar merupakan suatu bentuk yang

Didalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar menurut Soekamto dan Winataputra (Baharuddin dan

Dapat dilihat dari hasil evaluasi keterampilan berpikir kritis siswa dengan indikator diantaranya memberikan penjelasan dasar, membangun keterampilan dasar,

Berpikir kritis merupakan salah satu komponen utama dalam berpikir tingkat tinggi (King dkk, 2009). Keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat dibentuk melalui

Mengembangkan kompetensi intelektual (pengetahuan dan keterampilan) serta kompetensi sosial (sikap dan karakter) untuk menjadi pribadi yang penuh integritas dalam