• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MEDIA VISUAL KIRIGAMI POP UP TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK AUTIS KELAS II SD DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS BINA ANGGITA BANTUL YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MEDIA VISUAL KIRIGAMI POP UP TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK AUTIS KELAS II SD DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS BINA ANGGITA BANTUL YOGYAKARTA."

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MEDIA VISUAL KIRIGAMI POP UP TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN

PADA ANAK AUTIS KELAS II SD DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS BINA ANGGITA

BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Pawestri Hasanah NIM 11103244038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

i

EFEKTIVITAS MEDIA VISUAL KIRIGAMI POP UP TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN

PADA ANAK AUTIS KELAS II SD DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS BINA ANGGITA

BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Pawestri Hasanah NIM 11103244038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(3)

ii

(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 6 November 2015 Yang Menyatakan,

(5)
(6)

v MOTTO

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan” (Terjemahan Qs. Al-‘Alaq, 96: 1)

“Membaca buku untuk anak merupakan satu aktivitas terpenting untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk belajar

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Rasa syukur yang mendalam kupanjatkan kehadiratMu Ya Allah. Dengan

ridhoMu kupersembahkan karyaku ini untuk:

Kedua Orangtuaku

Bapak Aji Rumantiyo dan Ibu Sumini tercinta

Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta

(8)

vii

EFEKTIVITAS MEDIA VISUAL KIRIGAMI POP UP TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN

PADA ANAK AUTIS KELAS II SD DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS BINA ANGGITA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas media visual kirigami pop up terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak autis kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian kuasi eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah single aubject research (SSR) dengan desain A1-B-A2. Subjek penelitian merupakan satu siswa autis kelas II Sekolah Dasar. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah panduan instrument tes. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa media visual kirigami pop up efektif terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak autis yang ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi kesalahan pada tes membaca permulaan yang dilakukan oleh subjek setelah diberikan intervensi. Adapun jumlah frekuensi kesalahan pada tes membaca permulaan pada baseline-1 (A1) yaitu: A11=6, A12=6 dan A13=6, frekuensi kesalahan dapat dikatakan stabil karena cenderung menetap. Frekuensi kesalahan yang dilakukan subjek selama sesi intervensi (B) yaitu: B1=4, B2=2, B3=2, B4=0, dan B5=0 sedangkan frekuensi kesalahan pada tes membaca permulaan pada baseline-2 (A2) yaitu: A21=0, A22=0 dan A23=0. Efektivitas tersebut juga didukung oleh persentase overlap rendah yaitu 0%. Perubahan level terjadi pada perbandingan kondisi intervensi dengan baseline-2 (A2/B) untuk kemampuan membaca permulaan yaitu +4 (membaik).

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah

diberikan selama ini, sehingga Penelitian skripsi yang berjudul “Efektivitas Media Visual Kirigami Pop Up Terhadap Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan pada Anak Autis Kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta” dapat terselesaikan dengan baik.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan uluran tangan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dalam membantu terselesaikannya skripsi ini, antara lain:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan bagi Peneliti untuk menimba ilmu dari masa awal studi sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah membantu kelancaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Purwandari, M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan selama menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

(10)

ix

6. Ibu Hartati, S.Pd., MA. selaku kepala Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan kemudahan hingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

7. Ibu Ana Nur Anis, S.Pd, selaku guru kelas II SD Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta yang telah yang membantu Peneliti dalam melakukan penelitian.

8. Seluruh Guru dan karyawan Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta atas dukungan dan semangatnya kepada Peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Siswa kelas II SD Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta yang telah membantu Peneliti selama penelitian.

10.Kedua Orangtua, Bapak Aji Rumantiyo dan Ibu Sumini serta kakak dan adik saya Retno Maryam Khodijah dan Dzuha Muhammad yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tak mungkin dapat tergantikan selama masa kuliah hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

11.Sahabat-sahabat Rambang, Ratna, Eva, Fera, Ferina, Alif, Putri, Risma, Tika, Sely, Ulan, Erma, Ika, dan Titis yang selalu memberikan motivasi sampai tugas akhir skripsi ini terselesaikan.

12.Teman-teman PLB C angkatan 2011 yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta doa yang telah diberikan.

(11)

x

Semoga segala kebaikan semua pihak mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangatlah penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan pihat-pihak yang bersangkutan.

Yogyakarta, 17 November 2015 Peneliti,

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Operasional... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Anak Autis ... 8

1. Pengertian Autis ... 8

2. Karakteristik Anak Autis ... 9

3. Gaya Belajar Anak Autis ... 12

B. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca Permulaan ... 15

(13)

xii

2. Pentingnya Pembelajaran Membaca Permulaan ... 16

3. Metode Membaca Permulaan ... 17

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Membaca... 20

C. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran ... 22

1. Pengertian Media Pembelajaran... 22

2. Klasifikasi Media Pembelajaran ... 23

3. Pengertian Kirigami Pop Up ... 26

4. Kirigami Pop Up Sebagai Media Pembelajaran ... 30

D. Penelitian Relevan ... 33

E. Kerangka Pikir ... 35

F. Hipotesa... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 38

B. Desain Penelitian ... 38

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian ... 40

2. Waktu Penelitian ... 40

D. Setting Penelitian ... 41

E. Subyek Penelitian ... 41

F. Variabel Penelitian ... 42

1. Variabel Bebas ... 42

2. Variabel Terikat ... 42

G. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Instrumen Pengumpulan Data ... 43

2. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data ... 44

H. Validitas Instrumen ... 46

I. Prosedur Perlakuan... 49

J. Teknik Analisis Data ... 51

K. Kriteria Efektivitas Media Visual Kirigami Pop Up... 52

(14)

xiii

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 55

1. Identitas Subjek Penelitian ... 55

2. Karakteristik Subjek Penelitian ... 56

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 57

1. Deskripsi Baseline-1 Tentang Kemampuan Membaca Permulaan ... 57

2. Deskripsi Pelaksanaan Intervensi ... 61

3. Deskripsi Baseline-2 ... 72

D. Deskripsi Hasil Analisis Data ... 77

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 84

F. Keterbatasan Penelitian ... 88

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 41 Tabel 2. Kisi-kisi Tes Membaca Permulaan ... 45 Tabel 3. Data Frekuensi Kesalahan pada Tes Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Baseline-1 ... 59 Tabel 4. Data Frekuensi Kesalahan pada Tes Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Intervensi ke-1 ... 63 Tabel 5. Data Frekuensi Kesalahan pada Tes Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Intervensi ke-2 ... 64 Tabel 6. Data Frekuensi Kesalahan pada Tes Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Intervensi ke-3 ... 66 Tabel 7. Data Frekuensi Kesalahan pada Tes Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Intervensi ke-4 ... 68 Tabel 8. Data Frekuensi Kesalahan pada Tes Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Intervensi ke-5 ... 69 Tabel 9. Data Hasil Frekuensi Kesalahan Subjek PRI dalam Membaca

Dua Suku Kata Pola KV selama Fase Intervensi ... 70 Tabel 10. Data Hasil Frekuensi kesalahan subjek PRI dalam Membaca

Dua Suku Kata Pola KV pada Fase Baseline-1 dan Intervensi ... 71 Tabel 11. Data Hasil Frekuensi Kesalahan Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Baseline-2 ... 75 Tabel 12. Data Hasil Kemampuan Membaca Dua Suku Kata Pola

KV Subjek PRI pada Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 ... 76 Tabel 13. Data hasil kemampuan subjek PRI dalam Membaca

Permulaan Dua Suku Kata Pola KV pada Baseline-1,

intervensi dan Baseline-2... 78 Tabel 14. Rangkuman Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi

Dengan Aspek Membaca Permulaan ... 82 Tabel 15. Rangkuman Hasil Analisis Visual Antar Kondisi

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Gambar Keterkaitan Tiga Gangguan Pada Anak Autis ... 10

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian... 37

Gambar 3. Tampilan Depan Media visual kirigami pop up ... 95

Gambar 4. Tampilan Belakang Media visual kirigami pop up ... 95

Gambar 5. Isi Materi Tema Nama Benda dari Media Visual Kirigami Pop Up ... 97

Gambar 6. Isi Materi Tema Nama Anggota Tubuh dari Media Visual Kirigami Pop Up ... 98

Gambar 7. Dokumentasi Pelaksanaan Tes ... 131

(17)

xvi

DAFTAR GRAFIK

hal Grafik 1. Frekuensi Kesalahan Membaca Permulaan pada Baseline-1 ... 60 Grafik 2. Frekuensi Kesalahan Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Intervensi ... 70 Grafik 3. Frekuensi Kesalahan Membaca Dua Suku Kata Pola

KV Subjek PRI pada Fase Baseline-1 dan Intervensi ... 72 Grafik 4. Frekuensi Kesalahan Membaca Dua Suku Kata

Pola KV Subjek PRI pada Fase Baseline-2 ... 76 Grafik 5. Frekuensi Kesalahan Membaca Dua Suku Kata Pola

KV Subjek PRI pada Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 ... 77 Grafik 6. Perkembangan Frekuensi Kesalahan Kemampuan Membaca

Permulaan Dua Suku Kata Pola KV Subjek PRI pada

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1. Isi Materi Media Visual Kirigami Pop Up

”Ayo Belajar Membaca” ... 95

Lampiran 2. Instrument Tes Kemampuan Membaca Permulaan Dua Suku Kata Pola KV ... 98

Lampiran 3. Pencatatan Kejadian (Menghitung Frekuensi) ... 99

Lampiran 4. Soal Tes Membaca Permulaan ... 100

Lampiran 5. Lembar Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Dua Suku Kata Pola KV dan Pencatatan Frekuensi Kesalahan ... 101

Lampiran 6. Hasil Perhitungan komponen-komponen Pada Fase Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 ... 123

Lampiran 7. Rencana Pelaksaan Pembelajaran ... 127

Lampiran 8. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 131

Lampiran 9. Surat Keterangan Uji Validitas Instrumen... 132

Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian dari Subbag Pendidikan FIP UNY... 133

Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah DIY ... 134

Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah BAPPEDA Bantul ... 135

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Autismn Spectrum Disorder (ASD) atau yang biasa dikenal dengan Autis, yang hidup di dunianya sendiri tanpa memperdulikan orang lain, yang memiliki gangguan perkembangan dalam berbahasa dan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Anak autis juga tidak suka bila dunianya diganggu oleh orang lain. Autis adalah gangguan perkembangan pervasive yang mempengaruhi domain keterampilan sosial dan komunikasi, dan pada individu tertentu ditambah dengan beberapa derajat gangguan kemampuan motorik dan berbahasa (Andri, 2010: 165). Sedangkan menurut Pamuji (2007: 2) anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan fungsi otak yang ditandai dengan adanya kesulitan pada kemampuan interaksi sosial, komunikasi dengan lingkungan, perilaku dan adanya keterlambatan pada bidang akademis. Karena adanya permasalahan dalam berinteraksi dengan lingkungan dan keterlambatan pada bidang akademis membuat anak autis mengalami permasalahan dalam belajar.

(20)

2

Kemampuan membaca sangat penting bagi setiap manusia, kerena dengan membaca dapat mempelajari ilmu pengetahuan dan bertahan hidup di lingkungan masyarakat. Manusia yang tidak dapat membaca (buta huruf) sering kali dimanfaatkan oleh pihak yang memiliki niat buruk atau mudah ditipu. Adapun manfaat membaca menurut Farida (2008: 1) dinyatakan bahwa masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjalani hidup. Oleh karena itu, kemampuan membaca pada anak perlu dikembangkan sedini mungkin.

Kemampuan awal membaca anak diawali dengan anak dapat mengenali dan mengidentifikasi huruf alfabet. Identifikasi huruf alfabet di antaranya, dapat membaca, menyebutkan, dan menunjukkan huruf alfabet. Setelah anak dapat mengidentifikasi huruf-huruf alfabet, maka selanjutnya anak dapat memaknai setiap huruf yang dilihatnya. Dengan demikian, setelah anak mampu mengenali setiap huruf yang dilihatnya anak dapat menggabungkan setiap huruf tersebut menjadi sebuah kata dan kalimat.

(21)

3

menyuarakan tulisan, intonasi, kelancaran membaca kata atau kalimat sederhana, kejelasan suara, dan keberanian siswa saat membaca.

Ketepatan guru menggunakan media dalam penyampaian materi pembelajaran akan mampu meningkatkan hasil belajar yang diharapkan. Oleh karena itu, media visual kirigami pop up diharapkan dapat digunakan sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan. Hal tersebut dikarenakan, penggunaan media visual kirigami pop up dengan cara menampilkan gambar timbul disertai dengan tulisan, sehingga diharapkan kemampuan membaca permulaan dapat meningkat.

Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita terdapat satu siswa autis kelas II SD pada pembelajaran sesi pagi ditemukan beberapa permasalahan yang terkait dengan pembelajaran membaca permulaan anak autis. Beberapa masalah tersebut: 1) siswa dapat berbicara secara verbal, namun artikulasi masih kurang bagus, 2) kemampuan akademik siswa masih sebatas kegiatan imitasi, 3) motivasi belajar membaca siswa rendah, hal tersebut terlihat saat pembelajaran berlangsung anak seringkali mengantuk dan menangis, 4) media yang digunakan kurang menarik dan bervariasi, sehingga anak menjadi pasif dalam mengikuti pembelajaran, dan 5) kemampuan membaca permulaan anak masih rendah, hal ini ditunjukkan anak belum mampu membaca satu kata tanpa adanya bantuan.

(22)

4

membangkitkan minat siswa dengan menambah variasi media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Selain itu, media juga harus dipilih sesuai dengan sesuatu yang menjadi daya tarik bagi anak, yaitu media berwarna.

Media yang dipilih dalam penelitian ini adalah media visual kirigami pop up. Dipilihnya media visual kirigami pop up karena media ini dapat meningkatkan daya ingat anak autis lebih lama karena bentuknya yang dua dimensi dan dapat bergerak ketika dibuka. Media visual kirigami pop up adalah suatu media pembelajran berbentuk seperti buku dan saat dibuka akan muncul gambar dua dimensi beserta tulisannya. Biasanya media visual kirigami pop up digunakan dalam kegiatan non formal seperti penggunaannya dalam buku tahunan sekolah, kartu ucapan serta pesanan tertentu.

(23)

5 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang muncul antara lain:

1. Masih rendahnya motivasi belajar siswa, hal tersebut terlihat siswa seringkali terlihat mengantuk saat pembelajaran.

2. Masih rendahnya kemampuan membaca permulaan siswa autis kelas II SD, anak tidak dapat membaca dua suku kata atau lebih.

3. Media visual kirigami pop up belum digunakan dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita. C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada efektivitas media visual kirigami pop up terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa autis kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas media visual kirigami pop up terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak autis kelas II SD di Sekolah Khusus Bina Anggita Bantul Yogyakarta?”. E. Tujuan Penelitian

(24)

6

autistik kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis, yakni sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi siswa (subjek) melalui bantuan media visual kirigami pop up, sehingga prestasi belajar meningkat dan dapat melanjutkan ke tahap pembelajaran membaca selanjutnya.

b. Bagi Guru

Dapat menambah referensi guru terkait penggunaan media visual kirigami pop up untuk membantu guru dalam memberikan pembelajaran membaca permulaan.

c. Bagi Kepala Sekolah

Sebagai bahan pertimbangan pihak sekolah dalam penetapan kebijakan pelaksanaan pembelajaran dalam upaya peningkatan kemampuan membaca permulaan anak autis dengan pemanfaatan media visual kirigami pop up.

2. Manfaat Teoritis bagi Pendidikan Luar Biasa

(25)

7

Indonesia dengan aspek membaca tentang kemampuan membaca permulaan anak autis melalui media kirigami pop up.

G. Definisi Operasional 1. Siswa autis

Siswa autis yang menjadi subjek penelitian ini adalah anak yang memiliki gangguan komunikasi, interaksi dan sosial emosi. Anak sudah mampu mengidentifikasi dan membaca huruf namun belum mampu membaca suku kata dan kata.

2. Kemampuan membaca permulaan

Kemampuan membaca permulaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam membaca dua suku kata dengan pola konsonan vokal (KV). Penentuan pola KV tersebut berdasarkan dari indikator yang akan dicapai dalam penelitian ini.

3. Media visual kirigami pop up

(26)

8 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Anak Autis 1. Pengertian Autis

Autismn berasal dari bahasa Yunani authos yang artinya sendiri. Istilah autismn baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner. Anak-anak dengan gangguan autis biasanya kurang dapat bersosialisasi dengan lingkungan, mereka cenderung menyendiri dan menghindari kontak sosial. Orang disekitarnya dianggap sebagai objek (benda) bukannya subjek yang dapat diajak untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Menurut Joko (2012: 26) anak autis adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek/ berat dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, kounikasi dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya. Sedangkan menurut Jamila (2008: 103) Autisme adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, gangguan indrawi, pola bermain, dan perilaku emosi. Selanjutnya, Autisme adalah kelainan mental yang menyebabkan kesulitan berkomunikasi menggunakan bahasa dan konsep-konsep abstrak dengan orang lain (Tynan, 2005: 40).

(27)

9

perilaku, sehingga diperlukan penanganan sejak dini agar dapat meminimalisir gejala autis yang akan timbul.

2. Karakteristik Anak Autis

Anak autis dapat dideteksi sejak dini dan orang tua dapat melakukannya sendiri dengan cara mengobservasi anak pada usia empat bulan pertama. Seperti yang dikatakan Hasdianah (2013:125) para orang tua dianjurkan untuk mengobservasi anaknya sejak usia empat bulan dengan cara memperhatikan beberapa aspek dibawah ini:

a. Dapat mengikuti objek yang digerakkan. b. Menoleh ke arah sumber suara.

c. Reaksi menatap muka terhadap wajah seseorang. d. Merespon bila ada yang mengajaknya tersenyum.

e. Pada usia 12 bulan bayi perlu diwaspadai mungkin adanya gejala autis seperti: tidak adanya kontak mata, tidak bisa menunjuk objek tertentu, tidak bisa memberikan barang kepada orang, tidak mengerti bila namanya dipanggil, tidak bisa berkomunika babbling

(mengatakan “pa pa”, “ma ma”, “da da”).

Bila orang tua menemukan gejala tersebut hendaknya langsung memeriksakan/konsultasi anaknya kepada ahlinya, sehingga dapat ditangani sejak dini.

(28)

10

bahasa, serta perilaku. Tiga gangguan tersebut saling terikat satu sama lain seperti yang diilustrasikan gambar berikut.

Gambar 1. Gambar adanya saling keterkaitan tiga gangguan pada anak autis (sumber: Joko, 2012: 27)

Gambar di atas menunjukkan adanya keterikatan antara gangguan satu dengan gangguan lainnya. Menurut Joko Yuwono (2012: 28) jika perilaku bermasalah maka dua aspek lainnya akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Kemudian, jika aspek komunikasi dan berbahasa anak tidak berkembang, maka anak akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi soaial dengan lingkungannya. Dengan demikian, ketiga gangguan yang lekat pada anak austistik memiliki hubungan keterkaitan antara satu dengan lainnya.

Selanjutnya Joko Yuwono (2012: 28) mengemukakan beberapa ciri-ciri anak-anak autis yang dapat diamati sebagai berikut:

(29)

obsessive-11

compulsive behavior, terpukau terhadap benda yang berputar atau benda yang bergerak).

b. Interaksi sosial (tidak adanya kontak mata, dipanggil tidak menoleh, tak mau bermain dengan teman sebaya, asik/ bermain dengan dirinya sendiri, tidak adanya empati dalam lingkungan).

c. Komunikasi dan bahasa (terlambat berbicara, tak ada usaha untuk berkomunikasi secara non verbal dengan bahasa tubuh, berbicara dengan bahasa yang tak dapat dipahami, echolalia, tak memahami pembicaraan orang lain).

Sedangkan, Wong, L. D., et. al. (2009: 458) menyatakan bahwa karakteristik anak autis dapat dibagi empat bagian, yaitu:

a. Hubungan sosial dan perilaku (menyendiri, mempertahankan kesamaan/rutinitas, tidak merespon saat diajak bicara, kelekatan pada benda tertentu, pasif maupun mudah marah dan sering tantrum). b. Perkembangan (retardasi mental, keterampilan motorik kasar dapat

berkembang, normal sampai hiperaktif, dapat memiliki kemampuan luar biasa seperti kemampuan ingatan yang tinggi).

c. Bahasa (ekolalia, pronominal terbalik).

d. Proses sensori atau persepsi (tidak peka terhadap suara maupun cahaya, sensitif terhadap suara, hiposensitif atau hipersensitif terhadap rasa sakit, tidak senang jika disentuh)

(30)

12

mengalami gangguan perkembangan dalam beberapa aspek, yaitu aspek komunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Anak autis sangat sulit untuk melakukan kontak mata dengan orang lain, berinteraksi atau bermain dengan teman sebaya, mereka lebih senang dengan dunianya sendiri tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Kesulitan yang dialami oleh anak autis menyebabkan anak mengalami hambatan dalam menerima dan menyerap informasi dari orang lain maupun lingkungan sekitar, dan tentu saja menghambat anak autis dalam pembelajaran di sekolah. Anak autis juga ditandai dengan kesulitan dalam memahami informasi secara verbal dan cenderung menyerap informasi secara visual (berupa gambar).

Materi belajar yang diberikan kepada anak autis disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan belajar anak. Karakteristik anak autis yang menjadi subjek penelitian adalah anak dengan kesulitan melakukan kontak mata, sulit melakukan komunikasi dua arah namun anak mampu mengeluarkan suara, artinya anak memiliki modal dalam berkomunikasi secara verbal jika terus dilatih dan dibiasakan. Anak sudah mampu mengidentifikasi huruf namun anak belum mampu membaca suku kata dan kata. Pemberian materi belajar yang diberikan dapat dibantu dengan menggunakan media sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.

3. Gaya Belajar Anak Autis

(31)

13

bahasa, sehingga anak autis tidak dapat belajar secara normal seperti anak normal lainnya. Anak autis memiliki cara atau gaya belajar sendiri dalam menangkap informasi secara efektif. Menuruf Sussman (Asti Mayanti, dkk, 2003: 200) dapat beberapa gaya belajar yang paling dominan pada anak autis dalam menangkap informasi, diantaranya: a. Rote Learner

Gaya belajar Rote Learner ini cenderung menghafal informasi yang diberikan apa adanya, tanpa memahami arti dari informasi tersebut. Artinya, anak autis menerima informasi tersebut tanpa memahami maknanya. Contohnya anak autis dapat mengetahui simbol angka namun tidak memahami simbol angka tersebut mewakili jumlah benda.

b. Gestalt Learner

Anak autis dengan gaya belajar gestalt akan belajar bicara tanpa dengan mengulang seluruh kalimat. Anak dapat mengingat seluruh kejadian, namun sulit memilah kata-kata yang penting untuk disampaikan kepada orang lain. Anak autis cenderung menghafal seluruh bagian dari kalimat tanpa memahami makna dari masing-masing kata.

c. Auditory Learner

(32)

14

dengan gaya belajar ini. Biasanya gaya belajar ini digabungkan dengan gaya belajar lain.

d. Visual Learner

Anak autis dengan gaya belajar visual ini senang dengan melihat-lihat buku, gambar atau menonton televise dan pada umumnya lebih mudah menangkap informasi yang dilihat dari pada informasi yang didengar. Penglihatan merupakan indera yang peling berpengaruh pada anak autis dalam memperoleh informasi sehingga banyak anak autis yang menyukai video atau gambar.

e. Hands-on Learner

Anak dengan gaya ini senang mencoba-coba dan biasanya mendapatkan informasi atau pengetahuan dari pengalamannya. Berdasarkan sifatnya yang langsung melakukan praktik dan melakukan langkah demi langkahnya, maka gaya belajar ini juga banyak dimiliki oleh anak autis.

(33)

15

dalam memilih media pembelajaran bagi anak autis. Oleh karena itu, peneliti memilih media visual kirigami pop up sebagai media belajar untuk membaca permulaan pada anak autis karena di dalamnya terdapat unsur gambar dan teks kata yang dapat digunakan untuk menyerap informasi serta sesuai dengan kebutuhan gaya belajar anak autis.

B. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca Permulaan 1. Kemampuan Membaca Permulaan

Membaca merupakan suatu kegiatan merespon lambang-lambang menggunakan pengertian yang tepat kemudian dirangkai menjadi suatu kata maupun kalimat. Sattler (dalam Amitya Kumara,dkk., 2014: 4) menjelaskan bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks, yang melibatkan berbagai macam fungsi kognitif.

(34)

16

M. Shodig (1998: 126) menjelaskan bahwa pada tahap membaca permulaan, anak membutuhkan bantuan seperlunya selama membaca, bantuan yang diberikan umumnya berupa konkretisasi kata yang dibaca. Menurut Bader (dalam Farida Rahim, 2008: 5) kemampuan membaca awal yang dipelajari oleh anak adalah kemampuan decoding. Menurut Munawir (2005: 141) proses membaca permulaan menuntut kemampuan dalam a) mengenal huruf kecil dan besar pada huruf alfabet; b) mengucapkan bunyi huruf; c) menggabungkan huruf sehingga membentuk suatu kata; d) bunyi yang bervariasi; e) pemahaman suatu kata; dan f) pemahaman struktur bahasa.

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan membaca permulaan adalah aktivitas mengenal huruf-huruf dan simbol lambang tulisan sehingga dapat dengan tepat menyuarakan tulisan, ketepatan intonasi, kelancaran membaca kata maupun kalimat, dan kejelasan suara. 2. Pentingnya Pembelajaran Membaca Permulaan

Pembelajaran membaca kelas I dan II merupakan pembelajaran membaca tahap awal atau yang lebih dikenal dengan membaca permulaan. Kemampuan membaca yang diperoleh pada kelas rendah tersebut menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas selanjutnya. Tujuan membaca permulaan tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pengajaran pada khususnya. Menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1993: 31) tujuan utama membaca permulaan pada

(35)

17

menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk

dapat membaca lanjut”.

Menurut Djauzak Ahmad (1996: 4) tujuan pembelajaran membaca permulaan adalah agar anak dapat membaca dan menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan benar. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mata pelajaran bahasa Indonesia untuk siswa kelas I memuat KD: (1) membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal dan intonasi yang tepat; (2) membaca nyaring kalimat sederhana dengan lafal yang tepat. Berdasarkan KD tersebut maka tujuan membaca permulaan kelas I adalah agar siswa mampu membaca nyaring suku kata, kata dan kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat.

3. Metode Membaca Permulaan

Menurut Slamet Suyanto (2005: 165-166) pengenalan membaca pada anak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, dengan cara fonik dan cara menyeluruh atau whole language. Pengenalan membaca dengan cara fonik dilakukan dengan mengeja huruf pada saat membaca. Misalnya,

kata “buku” dapat dieja menjadi /be/ /u/ = /bu/ dan /ka/ /u/ = /ku/

(36)

18

dipegang oleh guru. Anak menjawab “buku”, kemudian guru mengajak

anak untuk mencari huruf apa saja yang membentuk kata “buku”. Anak menjadi paham bahwa kata “buku” terbentuk dari huruf “b”, “u”, “k”, dan “u”.

Munawir Yusuf (2005: 159) menjelaskan bahwa terdapat dua macam pendekatan dalam mengajarkan membaca permulaan pada anak, yaitu pendekatan berdasarkan simbol dan pendekatan berdasarkan makna. Pendekatan berdasarkan simbol adalah pendekatan dengan cara menekankan pada keteraturan antara huruf dengan bunyi, sehingga anak mampu mengucapkan semua huruf yang tertulis, meskipun tidak berupa kata. Pendekatan ini dimulai dengan pengenalan nama huruf dan bunyinya, selanjutnya menggabungkan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat, dan seterusnya.

(37)

19

Munawir Yusuf (2005: 160-167) juga mengemukakan terdapat empat macam metode yang sering digunakan dalam pengajaran membaca permulaan. Metode tersebut antara lain metode membaca basal, metode eja, metode linguistik, dan metode pengalaman bahasa. Metode membaca basal terdiri dari beberapa bagian yang tersusun menurut tingkat kesukaran. Masing-masing bagian terdiri atas teks bacaan dan materi pelengkap, serta buku pegangan guru yang memuat tujuan dan garis besar materi.

Metode eja merupakan metode pengajaran membaca dengan cara mengasosiasikan antara huruf dengan bunyinya. Setelah anak menguasai huruf vokal dan huruf konsonan, anak menggabungkan bunyi huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan metode ini hubungan antara huruf dan bunyinya disajikan secara utuh dan anak diberikan pemahaman di dalam suatu kata terdapat huruf-huruf yang membentuknya.

(38)

20

Penelitian ini, peningkatan membaca permulaan dilakukan dengan menggunakan metode eja. Pada mulanya anak diminta untuk membaca huruf-huruf yang disajikan dan menggabungkannya menjadi suku kata. Setelah itu, anak menggabungkan suku kata-suku kata yang telah disajikan menjadi suatu kata benda, kemudian anak diperlihatkan gambar yang sesuai dengan kata yang telah dibacanya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Membaca

Keterampilan membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Lamb dan Arnold (dalam Farida Rahim, 2011: 16) faktor yang mempengaruhi membaca permulaan adalah: 1) faktor fisiologis, 2) faktor intelektual, 3) faktor lingkungan, dan 4) faktor psikologis.

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis mencangkup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kondisi fisik anak yang tidak optimal tidak menguntungkan anak dalam belajar, khususnya belajar membaca.

b. Faktor intelektual

(39)

21 c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan mencangkup: (1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah; dan (2) sosial ekonomi keluarga siswa.

d. Faktor psikologis

Faktor psikologis mencangkup: (1) motivasi, (2) minat dan (3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.

Sedangkan menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 25) terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam membaca diantaranya:

a. Motivasi

Motivasi dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kondisi ekonomi, lingkungan sekolah, guru, dan strategi pembelajaran.

b. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga juga berpengaruh terhadap kemampuan membaca anak dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga akan menumbuhkan kebiasaan bernalar serta menganalisis bacaan.

c. Bahan bacaan

Bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat emosional dan perkembangan anak akan mempengaruhi minat baca pada anak.

(40)

22

berkembang. Subjek penelitian ini juga kurang mempunyai motivasi belajar, hal ini terlihat saat kegiatan belajar mengajar berlangsung subjek seringkali mengantuk dan tidak fokus belajar. Oleh karena itu, peneliti memberikan media visual kirigami pop up untuk membangkitkan motivasi anak untuk belajar membaca.

C. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran

(41)

23

Berdasarkan dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian media pembelajaran adalah suatu sarana yang digunakan dalam kegiatan proses pembelajaran sehingga terjadi komunikasi antara guru dan siswa untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga tercapainya suatu tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

2. Klasifikasi Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan dalam dunia pendidikan, baik pendidikan di sekolah maupun luar sekolah/ rumah memiliki berbagai macam. Pembagian jenis media tersebut berdasarkan sudut pandang dan kemajuan teknologi. Secara garis besar jenis media terbagi menjadi media suara, media gerak dan media visual. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002: 3-4) membagi jenis media pembelajaran yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran yaitu sebagai berikut:

a. Media grafis (gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain lain).

b. Media tiga dimensi (solid model, model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama, dan lain-lain).

c. Media proyeksi (slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain).

d. Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

(42)

24

1) Media grafis (Grafik, Diagram, Bagan, Sketsa, Poster, Papan flannel, dan Bulletin Board).

2) Media bahan visual (Buku teks, Modul, dan Bahan pengajaran terprogram).

3) Media gambar (foto).

b. Kelompok kedua; media proyeksi diam,

1) Media OHT (Overhead Transparency) adalah media visual yang diproyeksikan melalui alat proyeksi yang disebut OHP (Overhead Projector). OHT terbuat dari bahan transparan yang biasanya berukuran 8,5 X 11 inci.

2) OHP (Overhead Projector) adalah media yang digunakan untuk memproyeksikan program-program transparansi pada sebuah layar. Biasanya alat ini digunakan untuk mengganti papan tulis. 3) Media opaque projector atau proyektor tak tembus pandang

adalah media yang digunakan untuk memproyeksikan bahan dan benda-benda yang tak tembus pandang, seperti buku, foto, model-model baik yang dua dimensi maupun yang tiga dimensi. 4) Media slide atau film bingkai adalah media visual yang

diproyeksikan melalui alat yang disebut dengan proyektor slide. 5) Filmstrip atau film rangkai atau film gelang adalah media visual

proyeksi diam, yang pada dasarnya hampir dengan media slide. c. Kelompok ketiga; media audio,

(43)

25

Radio adalah media audio yang penyampaian pesannya dilakukan melalui pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu pemancar.

2) Media alat perekam pita megnetik

Alat perekam pita megnetik atau kaset tape recorder adalah media menyajikan pesannya melalui proses perekam kaset audio d. Kelompok keempat; media audio visual diam,

Jenis media ini antara lain media sound slide (slide suara), film strip bersuara, dan halaman bersuara.

e. Kelompok kelima; media gambar hidup/film,

Film merupakan media yang menyajikan pesan audiovisual dan gerak. Ada beberapa jenis film, diantaranya film bisu, film bersuara, dan film gelang yang ujungnya saling bersambung dan proyeksinya tak memerlukan penggelapan ruangan.

f. Kelompok keenam; media telivisi, dan 1) Media televisi terbuka

Media televisi terbuka adalah media audio-visual gerak yang penyampaian pesannya melalui pencaran gelombang elektromagnetik dari satu stasiun, kemudian pesan tadi diterima oleh pemirsa melalui pesawat televisi.

(44)

26

TVST atau CCTV adalah media audiovisual gerak yang penyampaian pesannya didistribusikan melalui kabel (bukan TV kabel).

3) Media video cassette recorder (VCR)

Media VCR perekamannya dilakukan dengan menggunakan kaset video, dan penanyangannya melalui pesawat televisi. g. Kelompok ketujuh; multimedia.

Multimedia merupakan suatu sistem penyampaian dengan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit paket. Jenis dari media ini yaitu:

1) Media objek

Media objek merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukurannya, bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya, dan sebagainya.

2) Media interaktif

Karakteristik terpenting kelompok media ini adalah bahwa siswa tidak hanya memperhatikan media atau objek saja, melainkan juga dituntut untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. 3. Pengertian Kirigami Pop Up

(45)

27

menjadi kunci utama dalam belajar membaca. Media visual kirigami pop up merupakan media yang lebih banyak digunakan pada kegiatan non formal, seperti untuk pembuatan kartu ucapan.

Kirigami merupakan kesenian dari jepang dengan menggunakan media kertas serta alat dan bahan yang digunakan adalah gunting, cutter, lem, dan kertas warna. Kirigami berasal dari bahasa Jepang, kiri yang berarti memotong atau menggunting, dan Gami berasal dari kata kami yang berarti kertas (Revi Devi Paat, 2006: 8). Kirigami hampir sama dengan origami, perbedaannya terletak pada cara pengkerjaannya. Dalam membuat origami, hanya memerlukan kegiatan melipat kertas saja, sedangkan dalam membuat kirigami harus menggabungkan dua kegiatan yaitu melipat dan memotong kertas. Menurut Hinders (2010: 1) mengenai Kirigami adalah sebagai berikut:

“Kirigami is the Japanese art of cutting paper, named from the words “kiru” (to cut) and “kimi” (paper). Symmetry is a very important concept in Kirigami. Snowflakes, pentagrams, and flowers are all examples of Ikirigami projects in which cuts are made to enchances the symmetry of the design”.

Adapun Hoover (Khafidoh, 20011: 21) menjelaskan pengertian pop up sebagai berikut:

“Pop up is another name of kirigami, a Japanese art. Kirigami come from Japanese word “Kiri” which means to cut and “Kimi” which means to paper”.

(46)

28

dipotong untuk membentuk suatu bentuk karya seni. Selanjutnya Van dyk (2011: 4) menyebutkan cara kerja pop up yaitu dengan cara menutup, membuka dan memutas dimana akan membuat gerakan dibagian permukaan.

Kirigami sangat digemari oleh para orang dewasa, remaja bahkan anak-anak dikarenakan bentuknya yang unik dan mudah dibuat. Kirigami dapat dikreasikan dengan bentuk dua dimensi dan tiga dimensi, karena bentuknya yang menarik kirigami menjadi sangat disenangi. Kirigami sendiri mulai popular di Indonesia sejak tahun 1990-an.

Menurut Hinders (2010: 3) kirigami sudah mulai masuk ke dalam pembelajaran di sekolah pada beberapa Negara di dunia. Pada pembelajaran di Sekolah Dasar (SD), kirigami dapat membantu guru dalam mengajarkan tentang kebudayaan Jepang kepada siswa yang didalamnya dapat mengembangkan keterampilan menggunting, membentuk gerakan yang indah, keterampilan visual dan kemampuan merencanakan.

Menurut penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kirigami pop up adalah kreasi dua maupun tiga dimensi dari lipatan dan guntingan kertas sehingga guntingan kertas tersebut dapat muncul dan tidak terlipat ketika dibuka serta tertutup dan terlipat ketika buku ditutup.

(47)

29 a. Kirigami Dua Dimensi

Bentuk dasar dari kirigami adalah hiasan bulat melingkar 2 dimensi. Hiasan bulat melingkar diperoleh dengan potongan simetri lipat. Bagi pemula biasanya diajarkan cara memotong 4 lipatan, 6 lipatan atau 8 lipatan. Untuk membuat potongan 4 lipatan, kertas dilipat 2 secara simetris, lalu dilipat 2 secara simetris sekali lagi. Untuk membuat potongan 6 lipatan, kertas dilipat 2 secara simetris, lalu dilipat 3 dengan sudut lipatan yang sama. Bagi yang sudah mahir dengan bentuk hiasan bulat melingkar, dapat ditingkatkan dengan bentuk melingkar persegi (bersudut 3, 4, 5 dan seterusnya).

b. Kirigami Tiga Dimensi

Kirigami 3 dimensi adalah pengembangan dari seni lipat-potong kertas untuk menghasilkan hiasan 3 dimensi. Membuat kirigami 3 dimensi tentu saja lebih sulit daripada kirigami 2 dimensi karena setelah kertas dilipat dan dipotong, kertas dibentuk 3 dimensi untuk menghasilkan objek tertentu. Contoh bentuk kirigami 3 dimensi yang populer adalah bentuk lampion.

c. Kirigami Pop Up

(48)

30

ucapan pop up kirigami mempunyai ciri ornamen yang lebih rumit daripada kartu pop up gambar.

d. Arsitektur Origami

Meskipun namanya arsitektur origami, seni kertas ini termasuk dalam kirigami karena melibatkan seni potong kertas. Dari namanya saja dapat ditebak bahwa seni ini digunakan untuk menampilkan bentuk arsitektur bangunan. Pada umumnya arsitektur origami dibentuk pada wadah kertas yang terlipat 90 derajat. Arsitektur origami melibatkan lebih banyak seni melipat. Kertas yang digunakan biasanya kertas yang lebih tebal dan kaku.

Berdasarkan beberapa macam kirigami di atas, kirigami pop up dipilih sebagai media pembelajaran pada penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak autis kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta.

4. Kirigami Pop Up Sebagai Media Pengajaran

(49)

31

Menurut Rudi Susilana dan Cepi Riyadi (2009: 16) media gambar diam adalah media visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi. Kelebihan media gambar diam yaitu, media foto lebih konkret, dapat menunjuukkan perbandingan yang tepat dari objek yang sebenarnya dan pembuatannya yang mudah dan harganya murah. Sedangkan kelemahan media gambar diam yaitu, ukurannya terbatas sehingga kurang efektif untuk pembelajaran kelompok besar dan perbandingan yang kurang tepat dari suatu objek akan menimbulkan kesalahan persepsi.

Kemudian, di bagian lain van Dyk (2011: 5-15) menyebutkan beberapa kelebihan media pop up sebagai media pengajaran, di antaranya: 1) Movable and pop up books were used to demonstrate visually complex system, particularly relating medicine, mathematic and technology.

2) Movable ang pop up books teach in clever ways, making the learning experience more interactive, interactive and memorable.

3) Movable and pop up books offer enticements to learn when they present a chance to interact by pulling tabs, turning wheels, and becoming part of the action. For young readers, visuals can easily illustrate abstract concept such as the opposites of night and day, summer and winter.

4) Movable pop up books also help us document, explore, and experience the wonders of our built and natural environment.

(50)

32

Berdasarkan penjelasan di atas, kirigami pop up memiliki banyak kelebihan sebagai media pengajaran. Pertama, kirigami pop up banyak digunakan untuk menjelaskan gambar yang kompleks seperti dalam bidang kesehatan, matematika dan teknologi. Kedua, buku atau media kirigami pop up yang dapat digerakan merupakan strategi pembelajaran yang efektif, interaktif dan mudah untuk diingat. Ketiga, kirigami pop up menyediakan umpan balik pembelajaran, karena bagi siswa ilustrasi visual dapat menggambarkan konsep yang abstrak menjadi jelas. Keempat, kirigami pop up membantu siswa dalam mendokumentasi, meneliti, dan memberikan pengalaman mengenai lingkungan sekitar. Kelima, kirigami pop up menyediakan pengalaman baru dan menambah pengalaman tentang aktifitas sehari-hari dan lingkungan sekitar. Ketujuh, bagian-bagian kirigami pop up yang interaktif membuat pengajaran menjadi seperti permainan yang memberikan kesempatan siswa untuk berpartisipasi di dalamnya.

Menurut Dzuanda (2009: 1) kelebihan kirigami pop up adalah: memiliki tampilan yang menarik karena tampilannya memiliki dimensi, gambar dapat bergerak, berubah bentuk dan memiliki tekstur seperti benda asli, bahkan beberapa ada yang dapat mengeluarkan bunyi; dapat memberikan kejutan disetiap halamannya ketika dibuka; memancing antusias pengguna; dan memberikan kesan yang kuat.

(51)

33

memudahkan siswa dalam menyerap materi melalui gambar-gambar yang tersaji; menarik perhatian siswa dikarenakan terdapat warna-warna dan konstruksi pop up dapat menggambarkan fakta-fakta yang abstrak; memancing antusias dalam belajar; dan memperkuat kesan yang ingin disampaikan.

Selain itu, Media visual kirigami pop up memiliki kelebihan-kelebihan yang telah dipaparkan, Media visual kirigami pop up juga memiliki kelemahan-kelemahan. Menurut Dzuanda (2009: 2) kelemahan kirigami pop up adalah: memiliki mekanik yang membuat pop up dapat bergerak; waktu pengerjaannya cenderung lama; menuntut ketelitian; biaya yang dikeluarkan cenderung lebih mahal dibandingkan dengan buku pada umumnya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa membuat media pembelajaran ini, membutuhkan kesabaran dan ketelitian karena pembuatannya membutuhkan keterampilan khusus, sehingga membutuhkan waktu pengerjaan yang lama. Biaya yang dikeluarkan juga lebih mahal dibandingkan dengan buku pada umumnya.

D. Penelitian Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan pelaksanaan penelitian ini yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Na‟ilatun Ni‟amah (2014) yang berjudul

(52)

34

penelitian yang digunakan dlam penelitian ini adalah penelitian quasi eksperiment. Teknik pengumpilan data dalam penelitian ini berupa tes. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu menunjukan bahwa pada taraf signifikan 0,05, nilai thitung kelas eksperimen lebih besar dari ttabel yaitu 8,322 > 2, 0032 dengan db= 56 dan nilai thitung kelas control lebih besar dari ttabel yaitu 8,354 > 2,0049 dengan db= 54. Hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat hasil yang signifikan pada prestasi belajar keterampilan bahasa perancis antara siswa yang diajar menggunakan pop up dan siswa yang diajar menggunakan media konvensional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pop up dalam pengajaran keterampilan berbicara bahasa perancis efektif.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nila Rahmawati (2014) dengan judul

(53)

35

terhadap penguasaan kosakata anak usia 5-6 tahun di TK Putera Harapan Surabaya.

Perbedaan penelitian yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Media

Pop Up dalam Pengajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas XI Negeri 1

Mertoyudan Magelang” dan penelitian “Pengaruh Media Pop-Up Book Terhadap Penguasaan Kosakata Anak Usia 5-6 Tahun di TK Putera Harapan

Surabaya” dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu “Efektivitas Media Visual Kirigami Pop Up Terhadap Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Autis Kelas II SD Di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta” adalah jenis penelitian yaitu single subject research dan penggunaan teknik pengumpulan data yaitu menggunakan teknik tes membaca serta peneliti meneliti dalam kemampuan membaca permulaan pada anak autis kelas II SD.

E. Kerangka Pikir

(54)

36

sendiri, sehingga anak memiliki keterbatasan dalam penerimaan program pendidikan bidang akademik. Salah satu program pendidikan tersebut adalah pelajaran Bahasa Indonesia sub bab membaca permulaan. Permasalahan yang dialami yaitu anak masih mengalami kesulitan dalam membaca suku kata.

Kegiatan membaca permulaan seharusnya dilakukan dengan cara menarik dan menyenangkan bagi anak dengan memanfaatkan penggunaan media pembelajaran. Berbagai macam media pembelajaran dapat dimanfaatkan oleh guru dalam mengajarkan membaca permulaan pada anak. Media visual kirigami pop up merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan pada anak.

(55)

37

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian F. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah di uraikan di

atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian “Media visual kirigami pop up efektif terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan siswa autis kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Bantul Yogyakarta”.

Siswa Autis kelas II SD

Kemampuan anak autis dalam membaca permulaan rendah.

Diberikan Media Visual Kirigami Pop Up dalam pembelajaran membaca permulaan

Pengunaan media visual pop up efektif dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan satu hingga dua suku kata dengan

pola konsonan vokal.

Dengan menggunakan media visual kirigami pop up terjadi penurunan skor frekuensi kesalahan pada fase baseline-2

(56)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan memperoleh data yang diperlukan dengan melihat hasil atau akibat dari suatu perlakuan/treatment dalam penerapan penggunaan media visual kirigami pop up terhadap kemampuan membaca permulaan pada siswa autis kelas II SD. Pendekatan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Singel Subject Research (SSR).

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 209) pendekatan dasar dalam penelitian subjek tunggal adalah meneliti individu dalam kondisi tanpa perlakuan dan kemudian dengan perlakuan dan akibatnya terhadap variabel akibat diukur dalam kedua kondisi tersebut. Penelitian ini melihat hubungan fungsional antara pelakuan dari tingkah laku yang dimunculkan melalui penggunaan media visual kirigami pop up dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta.

B. Desain Penelitian

(57)

39

Menurut Juang, Koji & Hideo (2005: 60) dalam melakukan penelitian dengan desain (A1)-(B)-(A2), peneliti perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1. Mendefinisikan target behavior sebagai perilaku yang dapat diukur secara akurat.

2. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline (A) secara terus-menerus sampai trend dan level data menjadi stabil.

3. Memberikan intervensi setelah trend data baseline stabil.

4. Mengukur dan mengumpulkan data pada fase intervensi (B) dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil.

5. Setelah kecenderungan dan level data pada fase intervensi (B) stabil mengulang fase baseline (A2).

Berikut ini merupakan gambaran dari desain penelitian dari pendekatan penelitian dengan subjek tunggal atau yang lebih dikenal dengan Single Subject Research (SSR) pada penelitian ini yakni:

Keterangan:

1. A1 (baseline-1) merupakan suatu kondisi awal kemampuan membaca permulaan anak sebelum diberikan perlakuan atau intervensi. Pengukuran pada fase ini dilakukan sebanyak 3 sesi dengan durasi waktu yang

(A1)–(B)–(A2)

(58)

40

disesuaikan dengan kebutuhan. Pengukuran fase baseline-1 dilakukan sampai data stabil.

2. B (intervensi) yaitu suatu gambaran mengenai kemampuan yang dimiliki anak dalam membaca permulaan yakni, membaca satu hingga dua suku kata pola konsonan vokal (KV). Pada tahap ini anak diberikan perlakuan menggunakan media visual kirigami pop up secara berulang-ulang hingga di dapatkan data yang stabil. Intervensi dilakukan sebanyak 5 sesi.

3. A2 (baseline-2) merupakan pengulangan kondisi baseline-1 sebagai evaluasi pengaruh pada intervensi yang diberikan terhadap anak. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan persentase dengan melihat berapa besar peningkatan kemampuan membaca permulaan anak dan dilakukan sampai data stabil

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita yang beralamat di Jalan Kanoman, Tegal Pasar, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

(59)

41

Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian

Waktu Kegiatan penelitian

Minggu I Pelaksanaan tes pada baseline-1 Minngu II Pelaksanaan intervensi I, II Minggu III Pelaksanaan intervensi III, IV dan V Minggu IV Pelaksanaan tes pada baseline-2

D. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dalam ruang kelas belajar, dengan setting tempat duduk dijauhkan dari siswa lain. Hal ini dilakukan agar subjek penelitian terhindar dari pengaruh luar seperti keributan teman-temannya, serta informasi yang diperoleh valid mengenai efektivitas media visual kirigami pop up terhadap kemampuan membaca permulaan pada siswa autis. E. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak autis kelas II SD di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita dengan satu orang anak sebagai subjek penelitian. Alasan pemilihan subjek tersebut karena kemampuan membaca permulaan yang rendah, ini bisa diketahui ketika diminta untuk membaca satu suku kata anak hanya membaca huruf depannya saja, sehingga subjek mengalami kesulitan dalam belajar membaca tahap selanjutnya.

(60)

42

mengalami kesulitan dan suara yang dikeluarkan tidak jelas. Perilaku yang mengganggu dalam pembelajaran yaitu subjek sering kali menguap saat pembelajaran dan konsentrasinya mudah sekali terpecah.

Adapun penetapan subjek penelitian ini didasarkan atas beberapa kriteria penentuan subjek penelitian, yakni:

1. Subjek penelitian merupakan anak yang sudah mampu mengidentifikasi huruf namun belum mampu membaca permulaan satu hingga dua suku kata.

2. Subjek penelitian berumur 8 tahun dan aktif sekolah. 3. Subjek penelitian tidak memiliki gangguan fisik. F. Variabel Penelitian

Penelitian dengan eksperimen subjek tunggal mengenai penggunaan media visual kirigami pop up terhadap perubahan kemampuan membaca permulaan anak autis kelas II SD ini, terdapat dua variabel penelitian yang akan menjadi objek penelitian. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan nama intervensi atau perlakuan, yakni media visual kirigami pop up.

2. Variabel Terikat

(61)

43

Adapun pada penelitian ini pengukuran perilaku pada variabel terikat diukur dengan frekuensi. Juang, Koji & Hideo (2005: 15) menjelaskan bahwa frekuensi merupakan satuan pengukuran variabel terikat yang menunjukkan berapa kali suatu peristiwa terjadi pada periode tertentu. Satuan frekuensi cocok digunakan jika pengamatan terfokus pada perilaku tertentu yang dilaksanakan dalam periode waktu yang sama dari sesi ke sesi.

G. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes. Menurut Mahmud (2011: 185) tes adalah rangkaian pertanyaan atau alat yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Tes yang akan digunakan berupa tes kemampuan membaca permulaan satu hingga dua suku kata.

1. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian dengan tujuan menghasilkan data yang akurat. Menurut Mahmud (2011: 165) instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data sebagai salah satu bagian penting dalam penelitian.

(62)

44

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lisan. Tes lisan ini yang akan digunakan peneliti untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan dengan cara membaca satu hingga dua suku kata pola KV. Pelaksanaan tes membaca ini dilakukan pada setiap fase dengan soal yang sama. Tes dilakukan pada semua fase untuk melihat kemampuan awal subjek sebelum dilakukan intervensi, kemampuan subjek saat intervensi dan kemampuan subjek setelah dilakukan intervensi.

2. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data

(63)

45

Tabel 2. Kisi-kisi Tes Membaca Permulaan

(64)

46

Teknik atau cara penskoran pada tes kemampuan membaca permulaan adalah:

1) Skor 1 saat anak mampu membaca dua suku kata pola KV dengan benar. Skor 1 ini diperoleh jika anak membaca suku kata pada saat peneliti memberikan instruksi selama 1-3 kali dengan waktu 30 detik. 2) Skor 0 saat anak tidak mampu memabaca suku kata pola KV atau

tidak merespon instruksi dari peneliti selama 3 kali. H. Validitas Instrumen

Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting, salah satunya yaitu valid. Valid berarti menurut cara yang semestinya atau sahih. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen (Mahmud, 2011: 167). Sebuah instrumen dikatakan sahih apabila apabila mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Instrumen dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan observasi. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan validitas isi.

(65)

47

mengungkapkan kemampuan membaca permulaan pada siswa, agar sesuai, maka perlu dilakukan validasi. Dengan kata lain uji validitas isi tidak memerlukan analisis statistik yang dinyatakan dalam bentuk bilangan, akan tetapi uji validitas isi ini dapat dilakukan dengan melakukan pertimbangan mengenai aspek yang diukur. Dalam penelitian ini akan menguji validitas isi instrumen dan media visual kirigami pop up berdasarkan pada keterbatasan peneliti.

I. Prosedur Perlakuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas media visual kirigami pop up terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak autis. Sutrisno Hadi (1994: 431) menjelaskan bahwa penelitian eksperimen dilaksanakan melalui tiga langkah, yaitu: Pre Experiment Measurent (pengukuran sebelum eksperimen), Treatmen (tindakan atau perlakuan), dan post Experiment Measurent (pengukuran sesudah eksperimen). Dalam penelitian single subject research ini, Pre Experiment Measurent yaitu sama dengan tahap baseline-1 sedangkan post Experiment Measurent sama seperti tahap baseline-2.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka prosedur perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai beriikut:

1. Tahap baseline-1

(66)

48

kemampuan awal anak autis sebelum diberikan treatment atau perlakuan.

b. Alokasi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes yaitu 4 menit.

c. Tahap baseline-1dilakukan selama 3 kali pertemuan. d. Terdapat 8 item tes yang diberikan kepada subjek. 2. Tahap pemberian perlakuan

Pemberian perlakuan atau intervensi dilakukan dengan cara pemberian media visual kirigami pop up terhadap pembelajaran membaca permulaan. Penggunaan media visual kirigami pop up terhadap pembelajaran membaca permulaan ini adalah siswa diminta untuk mengamati materi yang terdapat di dalam media dan memperhatikan peneliti saat memberikan contoh membaca kata pada setiap gambar yang diperlihatkan. Dalam pelaksanaan penelitian ini, perlakuan dengan menerapkan media visual kirigami pop up untuk mengetahui efektivitas media visual kirigami pop up terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan yang dilakukan oleh peneliti.

Langkah-langkah pelaksanaan pemberian perlakuan atau intervensi meliputi sebagai berikut:

(67)

49

b. Peneliti mengajak anak untuk berdoa bersama sebelum memulai pembelajaran.

c. Peneliti mulai memperlihatkan media visual kirigami pop up yang berupa seperti buku yang didalamnya menampilkan gambar dan suku kata serta kata benda.

d. Selanjutnya, peneliti menunjukkan gambar-gambar yang terdapat di media visual kirigami pop up. Adapun materi dalam media visual kirigami pop up ini ialah terdiri dari dua tema yaitu tema kata benda yang ada disekitar anak dan anggota tubuh manusia, diantaranya adalah: 1) Buku, 2) Bola, 3) Sapu, 4) Meja, 5) Mata, 6) Gigi, 7) Jari, dan 8) Kaki.

e. Setelah peneliti memperlihatkan gambar-gambar tersebut, peneliti mengajak subjek penelitian untuk membaca satu persatu suku kata yang terdapat didalam media sesuai dengan gambar yang ditampilkan.

f. Setelah fase intervensi menggunakan media visual kirigami pop up selesai dilakukan, peneliti memberikan tes kepada anak.

3. Tahap baseline-2

a. Tahap ini merupakan tahap pengukuran terhadap treatment atau perlakuan yang sudah diberikan.

(68)

50

suku kata dengan pola KV yang terdiri dari dua tema yaitu kata benda dan anggota tubuh.

c. Waktu yang digunakan pada baseline-2 sama dengan waktu yang digunakan pada baseline-1, yaitu 4 menit hingga tes selesai dilaksanakan.

d. Pemberian tes akhir pada anak autis ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan terhadap kemampuan membaca permulaan sebelum dan setelah menggunakan media visual kirigami pop up.

J. Teknik Analisis Data

Data penelitian eksperimen dengan subjek tunggal ini dianalisis melalui statistik deskriptif. Sugiyono (2012: 207) menjelaskan bahawa statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau mengggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Dijelaskan juga bahwa dalam statistik deskriptif penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, pengukuran tendensi sentral, dan perhitungan persentase.

(69)

51

komponen tingkat stabilitas, kecenderungan arah dan tingkat perubahan (level change). Sedangkan analisis antar kondisi yang perlu diperhatikan yaitu, perubahan stabilitas, perubahan level, perubahan kecenderungan dan efeknya, jumlah variabel yang diubah, dan data tumpang tindih (overlap).

K. Kriteria Efektivitas Media Visual Kirigami Pop Up

Efektivitas media visual kirigami pop up pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh pada baseline-1 (A1) dan baseline-2 (A2). Jika frekuensi kesalahan pada baseline-1 lebih banyak dibandingkan frekuensi kesalahan pada baseline-2 maka media visual kirigami pop up efektif terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak autis.

Kriteria media visual kirigami pop up dapat dikatakan efektif terhadap kemampuan membaca permulaan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar

Gambar 1. Gambar adanya saling keterkaitan tiga gangguan pada anak autis (sumber: Joko, 2012: 27)
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian
Tabel 2. Kisi-kisi Tes Membaca Permulaan
+7

Referensi

Dokumen terkait