• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran KH. Mohammad Hasan dalam mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran KH. Mohammad Hasan dalam mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KH. MOHAMMAD HASAN DALAM MENGEMBANGKAN

TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI PESANTREN ZAINUL HASAN

GENGGONG, PAJARAKAN, PROBOLINGGO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam ( SPI)

OLEH :

Muhammad Hasan Hikamur Rozy

NIM : A.822.11.114

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPELSURABAYA

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : Muhammad Hasan Hikamur Rozy

NIM : A82211114

Jurusan : Sejarah Peradaban Islam

Fakultas : Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa SKRIPSI ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian / karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Jika ternyata dikemudian hari ini terbukti bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia mendapatkan sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Surabaya, Saya menyatakan

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini disusun oleh Muhammad Hasan Hikamur Rozi (A.822.11.114) Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Surabaya, 20 Juli 2017

Oleh Pembimbing

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Muhammad Hasan Hikamur Rozy, Peran KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah Di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Adab dan Humaniora, Surabaya, 2017), meneliti beberapa masalah yaitu : (1). Biografi KH. Mohammad Hasan. (2). Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong (3). Peran KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.

Untuk bisa menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode historis untuk mendeskripsikan Peran KH. Mohammad Hasan dalam mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo yaitu melalui tahap Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi. Dalam skripsi ini menggunakan pendekatan historis untuk mengungkapkan kronologis bagaimana peristiwa masa lampau terjadi. Adapun teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah challenge (tantangan) dan response (jawaban) milik Arnold J. Toynbee yang menguraikan tentang Peran KH. Mohammad Hasan dalam mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo.

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Pertama, KH. Mohammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoiduddin dilahirkan pada tanggal 27 Rajab 1259 H / 1840 M, di Desa Sentong Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo. Ayahnya bernama Syamsuddin bin Qoiduddin, ibunya bernama Khadijah. Beliau wafat pada tanggal 11 Syawal 1374 H / 11 Juni 1955 M. Kedua,

(7)

ABSTRACT

Muhammad Hasan Hikamur Rozy “ role of KH. Mohammad Hasan in developing Tarekat Naqsyabandiyah at Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo”, (Skription, UIN Sunan Ampel Fakultas Adab and Humaniora, Surabaya, 2017), examine some issues that is: (1) Biography of KH. Mohammad Hasan (2) History of Tarekat Naqsyabandiyah in Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, probolinnggo (3) Existence of Tarekat Naqsyabandiyah by the figure of KH. Mohammad Hasan.

To be able to answer the problem, the author uses the history method, to description the figure of KH. Mohammad Hasan in developing Tarekat Naqsyabandiyah in Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo that is by hiuristics method,. Source critics, Interpretasion and Historiography. The skription uses a historical approach to reveal the chronologically, how the past event happen. The theory that used on this skription is about challenge and response belong Arnold J. Toynbee that outlines about the figure KH. Mohammad Hasan in developing Tarekat Naqsyabandiyah in Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo.

Of the research conducted can be conclude that is: firstly, KH. Mohammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoiduddin was born on 27 Rajab 1259/1840 M, in Sentong village, Krejengan districts, Probolinggo. His father name is Syamsuddin bin Qoiduddin, his mother name is Khadijah. Secondly the Tarekat Naqsyabandiyah is adapure from the name of the first founder he is Syaikh

Muhammad Baha’udin Naqsybandi who live on the year (717-791 H) KH.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

[image:8.595.112.513.130.623.2]

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TABEL TRANSLITERASI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II : BIOGRAFI KH. MOHAMMAD HASAN A. Profil KH. Mohammad Hasan ... 18

B. Geanologi KH. Mohammad Hasan ... 26

C. Profil Pesantren Zainul Hasan ... 29

1. Keadaan Santri ... 35

2. Bangunan Pesantren ... 37

BAB III : SEJARAH MASUKNYA TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI PONDOK PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG A. Sejarah Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Zainul Hasan ... 42

B. Sejarah Penambahan Nama Tarekat Naqsyabandiyah ... 43

(9)

BAB IV : PERAN KH. MOHAMMAD HASAN DALAM

MENGEMBANGKAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI PONDOK PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG

A. Pengertian Peran ... 58 B. Kiat-kiat KH. Mohammad Hasan dalam mengembangkan

Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Zainul Hasan

Genggong ... 58 1. Proses Penerimaan ... 58 2. Upaya KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan dan

Mempertahankan Tarekat Naqsyabandiyah ... 59 C. Kesan Masyarakat terhadap KH. Mohammad Hasan ... 60 D. Respon Masyarakat terhadap KH. Mohammad Hasan ... 62

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sebagai agama dengan jumlah penganut terbanyak di Indonesia memiliki berbagai macam kelompok. Kelompok-kelompok itu berkembang pesat pasca jatuhnya rezim orde baru. Kelompok-kelompok itu bagaikan bunga yang dibiarkan untuk mendapatkan cahaya dan juga air yang turun dari langit sehingga bisa berkembang dengan bagus dan cepat. Kelompok-kelompok itu ada yang bergerak di bidang politik sosial, keagamaan, dan masih banyak lagi.

Dari berbagai macam corak kelompok yang telah penulis sebutkan tadi, penulis tertarik untuk meneliti kelompok yang bergerak di bidang sosial-keagamaan. Maka, Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong sebagai salah satu dari kelompok-kelompok Islam di Indonesia yang bergerak di bidang sosial-keagamaan. Selain itu, Tarekat Naqsyabandiyah ini diangkat sebagai judul skripsi untuk lebih dalam memahami secara keseluruhan tentang Tarekat yang dibawa oleh KH. Mohammad Hasan.

(11)

2

Di dalam pemahaman yang meng-ithbāt-kan dzat ketuhanan dan

ithbāt akan sifat maanawiyah yang maktub di dalam "roh" anak-anak

adam maupun pengakuan di dalam fanabillah maupun berkekalan dalam "bakabillah" yang melibatkan zikir-zikir hati (hudurun kalbu).1

Tarekat yang diambil dari nama sendirinya, Syekh Bahaudin Naqsyaband dari Bukhara Tarekat ini tersebar luas di wilayah Asia Tengah, Volga, & Kaukasus, China, Indonesia, India, Turki, Eropa, & Amerika Utara. Ini adalah satu-satunya tarekat yang silsilah penyampaian ilmunya berakar dari Abu Bakar as-Shidiq. Syeikh Yusup Makassari adalah orang pertama yang memperkenalkan tarekat ini di indonesia. Penyebarannya meluas, dari Makasar, Kalimatan, Sumatra, Jawa Tengah hingga ke Jawa Timur.

Tarekat merupakan sebuah organisasi tasawuf dibawah pimpinan seorang Syeikh yang menerapkan ajarannya kepada para murid-muridnya. Tarekat juga dimaksudkan sebagai suatu jalan yang dilalui oleh calon sufi dalam mencapai ma’rifat. Tidak mudah bagi seorang sufi untuk mencapai titik puncak yang harus dicapai olehnya dalam menjalani kehidupan bertasawuf. Sehingga pilihan lain dari hal ini adalah menjalaninya dengan kehidupan bertarekat.

Dalam perkembangannya, Tarekat sebagai suatu organisasi keagamaan kaum sufi sudah banyak lahir dengan corak yang berbeda. Ini sudah berkembang pesat dan tersebar ke Asia Tenggara, Asia Tengah,

1

Wikipedia, ĀTarekat Naqsyabandiyahā, dalam

(12)

3

Afrika Timur, Afrika Utara, India, Iran, dan Turki. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam realitasnya mengarah kepada tujuan yang sama, yaitu berada sedekat mungkin dengan Tuhan karena Tarekat merupakan sebuah organisasi yang lahir dari seorang Syeikh yang berniat ingin melestarikan ajaran-ajaran kaum sufi maka masing-masing dari syeikh tersebut tentu punya cara tersendiri dalam pengembangannya tersebut. Terbukti dengan lahirnya tarekat tersebut semakin berbeda pulalah metode-metode yang digunakan.2

Pesantren Zainul Hasan Genggong mengajarkan nilai-nilai tasawwuf dari pengertian dan pemahaman, pelatihan dan pembiasaan sehingga terbentuknya nilai-nilai tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari yang telah dibimbing oleh pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong terdahulu hingga sekarang yang diharapkan semua santri dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut seperti yang dikemukakan oleh Imam al-Ghozali, bahwa:3

Artinya: Tasawwuf adalah budi pekerti, barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawwuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk Islam). dan ahli zuhud yang

2

Al-asfa, tarekat naqsyabandiyah dan ajaran, dalam http://al-asfa.blogspot.co.id/2015/08/tarekat-naqsabandiyah-dan-ajarannya.html 09 Juli 2017

3

(13)

4

jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan beberapa akhlak terpuji karena mereka telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya (Surat Al-Imam Ghazali Juz 2 ayat 376).

Mahmud Amin Nawawi mengemukakan pendapat Junaidi al-Baghdadi yang mengatakan :

Tasawwuf artinya memelihara (menggunakan) waktu, lalu ia berkata, seorang hamba tidak akan menekuni (amalan Tasawwuf tanpa aturan tertentu) mengganggap tidak tepat ibadahnya tanpa tertuju kepada tuhanya dan merasa tidak berhubungan (tuhannya) tanpa menggunakan waktu (untuk beribadah kepadanya) (Mahmud Amin al-Nawawi, At-Ta’aruf Li Madhab Ahlil Tashawwuf ayat 109).

Dalam kehidupan sehari-hari di dunia pesantren adalah dunia dimensi yang mengandung nilai-nilai paham kesufian atau tasawwuf. Dimensi ini sebagaimana ditulis dikitab-kitab salaf memiliki tingkat-tingkat yang harus dilalui manusia menuju kepada kesucian diri yaitu: 1. Syarat, berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lahiriyah seperti

mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa dan menjalankan haji.

2. Tarekat, berkenaan dengan kegiatan batin, seperti pembiasaan wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Hakikat, tingkat yang lebih mendalam dari kebatinan.

(14)

5

Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong yang didirikan oleh KH. Mohammad Hasan merupakan wadah bagi masyarakat sekitar untuk memenuhi dari salah satu kebutuhannya, yaitu kebutuhan spiritual yang bisa dipenuhi dengan berzikir. Hal ini biasanya dikenal oleh masyarakat luas dengan perkumpulan yang memakai jalan dengan metode sufi.4 Selain itu Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong dibentuk untuk mewadahi masyarakat dalam mengabdi kepada Allah SWT dan mensuritauladani baginda Rasul SAW khususnya lebih-lebih juga menegakkan ajaran-ajaran ulama salafus solih.5

Selain daripada itu, Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong didirikan agar bisa mengkoordinir ratusan jama'ah yang hadir di dalam setiap majlis-majlis yang diadakan oleh KH. Mohammad Hasan dalam menyatukan umat. Pengkoordiniran tersebut diserahkan kepada KH. Hasan Saifouridzall.

Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong yang secara resmi dideklarasikan sekitar tahun 1890 M sampai saat ini terus berkembang pesat pengikutnya. Hal ini disebabkan oleh konsistennya Tarekat Naqsyabandiyah untuk tidak terjun di dunia politik dan juga pergerakan yang dilakukan oleh Tarekat Naqsyabandiyah dalam menyiarkan ajaran-ajaran dari guru Tarekat Naqsyabandiyah yaitu KH. Mohammad Hasan untuk menarik hati masyarakat sehingga masyarakat

4

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), 74.

5

(15)

6

tertarik dan menerima ajaran-ajaran beliau dan akhirnya masuk di dalam tarekat Naqsyabandiyah yang berarti merupakan kaki tangan dari Tarekat Naqsyabandiyah yang dibawa oleh KH. Mohammad Hasan yang kemudian dilanjutkan puteranya KH. Hasan Saifouridzall.Selain itu, amaliah-amaliah yang dicontohkan oleh KH. Mohammad Hasan dan akhirnya disyiarkan oleh Tarekat Naqsyabandiyah Pesantren Zainul Hasan Genggong pada awalnya hanya diminati dan diikuti oleh kalangan orang tua yang pada akhirnya bisa disenangi dan diikuti oleh kalangan pemuda dan pemudi baik dari kalangan pelajar maupun akademisi.

Tidak hanya itu, Tarekat Naqsyabandiyah juga diterima di berbagai lapisan masyarakat dari tingkat bawah, menengah dan juga kalangan elite. Bukti keantusiasan para pemuda dan pemudi juga berbagai lapisan masyarakat bisa dilihat dengan berkembangnya Tarekat Naqsyabandiyah di Kampus-kampus, di Sekolah-sekolah, di berbagai Masjid, Mushalla dan juga di perkampungan hampir seluruh Indonesia dan juga diadakannya majlis dzikir yang merupakan salah satu ajaran yang juga didirikan oleh KH. Mohammad Hasan di tempat-tempat tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Biografi KH. Mohammad Hasan?

2. Bagaimana Sejarah Masuk dan Berkembangnya Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong?

(16)

7

Tarekat Naqsyabandiyah Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai pada penulisan Skripsi ini adalah:

1. Mengetahui Biografi KH. Mohammad Hasan.

2. Mengetahui Sejarah Masuk dan Berkembangnya Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong.

3. Mengetahui Peran KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong?

D. Kegunaan Penelitian

Setelah mengadakan kegiatan penelitian sampai dengan disusunnya penelitian ini, maka penulis berharap agar hasil penelitian ini berguna bagi:

1. Akademik

(17)

8

dalam bangku kuliah sehinga dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting dalam memahami beberapa permasalahan dalam penelitian ini. Sehingga hasil dari apa yang telah diteliti oleh penulis dapat dipahami dengan baik.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong, jika dilihat sekilas oleh seseorang yang bukan ahli sejarah penelitian ini akan sedikit usang mengingat sejak berakhirnya perang dunia ke-II banyak penulisan sejarah yang sudah tidak hanya membahas tentang sebuah proses terjadinya sesuatu secara naratif atau biasa dikenal dengan sejarah yang disajikan secara deskriptif naratif. Tetapi, sudah mulai membahas tentang sejarah yang didekati atau memakai ilmu-ilmu sosial sebagai alat analisa di dalam sebuah peristiwa masa lampau atau yang biasa dikenal dengan penyajian sejarah secara deskriptif analisis.

Namun ketika dilihat oleh seseorang yang mahir di dalam bidang sejarah, maka penelitian yang penulis angkat ini akan menjadi sebuah penelitian yang deskriptif analisis.

(18)

9

akhirnya bisa diterima oleh masyarakat di sekitar Pesantren Zainul Hasan Genggong yang begitu kompleks dan mayoritas. Maka, untuk memenuhi sebuah penulisan sejarah yang disajikan secara deskriptif analisis memerlukan sebuah pendekatan dan juga kerangka teori.

Pendekatan di dalam kajian ilmu sejarah dapat dilihat dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan dan juga unsur-unsur apa yang diungkapkan.6 Tentu di dalam penelitian saya yang berjudul “Peran KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo” akan didekati oleh ilmu sejarah agar kita bisa melihat bagaimana proses terbentuknya Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong hingga bisa berkembang dengan adanya peran dari KH. Mohammad Hasan Selain didekati oleh ilmu sejarah, sosiologi juga memegang peranan penting di dalam melihat sebuah fenomena sosial, maka pendekatan sosiologis juga sangat relevan digunakan pada penelitian yang penulis tulis agar bisa menjadi sebuah karya ilmiah sejarah yang deskriptif analisis.

Sosiologi sangat penting didalam mendekati berbagai permasalahan yang nantinya akan ditemukan pada penelitian ini mengingat akan terjadinya sebuah interaksi antara Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong dengan masyarakat Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Dari sini sudah sangat jelas

6

(19)

10

bahwa penelitian yang akan penulis tulis menggunakan sebuah pendekatan sosio-historis.

Selain pendekatan, teori juga sangat penting di dalam sebuah penelitian sosio-historis yang akan penulis lakukan untuk mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan bagaimana sebuah peristiwa itu bisa terjadi. Sebuah teori berfungsi sebagai eksplanasi suatu fenomena sosial yang berarti teori itu akan menjelaskan peristiwa yang sudah terjadi, memprediksikan sesuatu yang akan terjadi dan juga akan mengontrol ataupun mempengaruhi peristiwa yang akan terjadi.7

Dalam penelitian ini teori yang relevan digunakan untuk menjelaskan tentang Peran KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong adalah teori challange and response milik Arnold J. Toynbee. Teori challange (tantangan) dan response (jawaban) akan menjelaskan terhadap sebuah perkembangan dan pertumbuhan sebuah kebudayaan yang digerakkan oleh kalangan minoritas hingga kalangan mayoritas mengikuti kebudayaan tersebut.8

Teori Arnold J. Toynbee ini akan bisa mengeksplanasikan peristiwa yang sudah lalu terkait Peran KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo hingga memprediksikan sesuatu yang akan terjadi dan juga akan bisa mempengaruhi terhadap peristiwa yang

7

Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1992), 5.

8

(20)

11

akan terjadi di masa mendatang terkait Peran KH. Mohammad Hasan Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo.

F. Penelitian Terdahulu

Sebelum penulis menulis tentang penulisan manuskrip ini, penulis menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang skripsi manuskrip yang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Muhammad Faisol, “Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Zainul

Hasan Genggong Krakssaan Probolinggo”, Tahun 1839-2007. Skripsi

mahasiswa Universitas Jember ini fokus dalam perkembangan Pondok Pesantren sejak tahun 1839-2007.

2. Elok Afrohah, “Istigotsah jama'ah al khidmah (orong-orong) di kota Gresik”, Surabaya: Skripsi mahasiswi Jurusan Sejarah dan

(21)

12

Jama'ah Al Khidmah baru secara legal dibentuk dan dideklarasikan oleh KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy pada tahun 2005, sedangkan Elok membahas pada saat nama Jama'ah Al Khidmah masih berupa wacana. Elok juga hanya membahas secara spesifik tentang ritual istigotsah saja yang dilakukan oleh KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy dalam mengajak pemuda Gresik sebelum menjadi mursyid dari tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.

3. Muhammad Amir Yusuf, “Pengaruh Majlis Dzikir Terhadap Keharmonisan Keluarga (Studi Kasus Majlis Dzikir al-Khidmah di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah Bantul Yogyakarta)”, Yogyakarta:

Skripsi mahasiswa jurusan al-ahwal asy-syakhsiyyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. Isi: Di dalam skripsi ini Amir Yusuf terfokus terhadap keharmonisan keluarga yang bisa tercipta dengan berdzikir dan dengan mengikuti majlis dzikir Al Khidmah diharapkan keluarga bisa harmonis. Tentu tulisan ini berbeda dengan tulisan penulis yang terfokus terhadap sejarah lahir dan berkembangnya Perkumpulan Jama'ah Al Khidmah.

(22)

13

G. Metode Penelitian

Metode merupakan sebuah cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Dengan begitu, di dalam penelitian ini penulis juga membutuhkan jalan ataupun cara agar sesuatu yang penulis inginkan dari penelitian ini dapat tercapai. Sehubungan dengan kajian keilmuwan yang penulis tekuni dan juga dari penelitian yang akan penulis lakukan, maka metode sejarah sangat relevan untuk mencapai tujuan penulis itu. Metode sejarah adalah sebuah proses yang meliputi analisis dan juga gagasan pada masa lampau untuk menemukan sebuah generalisasi yang berguna untuk memahami sebuah kenyatan-kenyatan sejarah.

Lebih dalam lagi, metode sejarah bisa digunakan untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan sebuah perkembangan di masa mendatang. 9 Namun, tidak serta merta ilmu sejarah berdiri sendiri dikarenakan sejarah juga meminjam teori dari ilmu-ilmu sosial yang lain. Dengan begitu sudah jelas jika penulis akan menggunakan metode sejarah di dalam penelitian ini.

Adapun langkah-langkah yang akan penulis lakukan adalah sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahapan untuk mencari dan menemukan berbagai sumber sehingga dapat disusun menjadi sebuah karya

9

(23)

14

sejarah. Heuristik berasal dari kata Yunani Heurishein yang berarti memperoleh. Pada langkah heuristik ini juga tidak terdapat hukum-hukum yang mengikat, karena pada tahapan heuristik ini dijadikan sebagai sebuah seni dan juga teknik untuk mendapatkan sebuah sumber sejarah.10

Di dalam penelitian penulis yang berjudul “PERAN KH.

MOHAMMAD HASAN DALAM MENGEMBANGKAN TAREKAT

NAQSYABANDIYAH DI PESANTREN ZAINUL HASAN

GENGGONG, PAJARAKAN, PROBOLINGGO” Penulis mendapatkan sumber primer dengan langsung datang ke Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, menemui dan mewawancarai Ketua Tarekat dan Anggota Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong.

Kemudian sumber sekunder yang bersumber dari beberapa buku yang telah disediakan. Sumber sekunder yang berupa beberapa buku tersebut diantaranya seperti buku 150 Tahun Menebar Ilmu di Jalan Allah, Filsafat Pesantren Genggong, dan buku Pesantren Zainul

Hasan Genggong Dari Masa Ke Masa serta buku-buku lainnya. 2. Kritik Sumber

Setelah berbagai macam sumber telah didapatkan, maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah verifikasi atau biasa dikenal dengan istilah kritik sumber. Hal semacam ini perlu dilakukan oleh para

10

(24)

15

sejarawan agar karya-karya sejarah tidak menuai kritikan dari para pembaca. Bahkan yang sangat dikhawatirkan adalah terjadinya pemalsuan terhadap sejarah mengingat banyaknya unsur-unsur mitos yang biasanya disampaikan dalam bentuk tradisi lisan.

3. Interpretasi

Saat tiba pada tahap ini yang penulis lakukan adalah mulai mengimajinasikan sebuah peristiwa masa lampau dari sumber yang telah melalui beberapa tahapan seperti yang telah penulis sebutkan diatas sehingga sumber yang berada dihadapan penulis memang sumber yang benar-benar otentik.

Dari proses interpretasi ini muncul beberapa gambaran-gambaran yang sudah matang dan nantinya akan penulis tulis sebagai sebuah karya sejarah.

4. Historiografi

(25)

16

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah untuk meruntutkan berbagai bab agar tersusun secara sistematis. Penelitian ini terdiri dari lima bab yang akan dijabarkan garis besarnya sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang merupakan bab berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II Biografi KH. Mohammad Hasan, merupakan bab yang berisi tentang Biografi KH. Mohammad Hasan, Genealogi KH. Mohammad Hasan, dan Profil Pesantren Zainul Hasan Genggong, keadaan santri dan bangunan pesantren.

Bab III Sejarah Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah Di Pesantren Zainul Hasan Genggong, merupakan bab yang berisi tentang Sejarah Masuk dan Berkembangnya Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong yang meliputi Sejarah Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong, lalu Sejarah Penambahan Nama Tarekat Naqsyabandiyah dilanjutkan dengan Visi dan Misi Tarekat Naqsyabandiyah Genggong beserta aktivitasnya.

(26)

17

Mohammad Hasan dalam mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong meliputi Proses Peneriaan serta Upaya KH. Muhammad Hasan dalam Mengembangkan dan Mempertahankan Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan Genggong. Kemudian menjelaskan Kesan dan Respon Masyarakat Terhadap KH. Mohammad Hasan

(27)

BAB II

BIOGRAFI KH. MOHAMMAD HASAN

A. Profil KH. Mohammad Hasan

Nama : KH. Mohammmad Hasan

Nama Masa Kecil : Ahsan bin Syamsuddin Nama Akrab : Kyai Hasan

Tempat, tanggal Lahir : Probolinggo, 27 Rajab 1259 H / tahun 1840 M

Tanggal Wafat : Probolinggo 11 Syawal 1374 H / 11 Juni 1955 M

Alamat Asal : Desa Sentong Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo

Alamat Tinggal : Desa Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo

(28)

19

wilayah Kabupaten Probolinggo termasuk salah satu wilayah yang populer dengan adanya kontribusi dari para cendikiawan muslim.

Salah satunya adalah Syekh Hasan Genggong. Seorang yang sederhana, cerdas, ramah, suka menolong, tokoh agama dan pengarang kitab-kitab untuk pembelajaran bagi masyarakat dalam memperdalam agama Islam saat itu. Beliau lahir di Probolinggo 27 Rajab 1259 H / 1840 M. Nama asli beliau adalah Mohammad Hasan, namun kalangan masyarakat akrab memanggilnya dengan sebutan Hasan saja. Panggilan Hasan tersebut sangat populer sampai masyarakat nyaris tidak mengetahui nama lengkapnya. Namun sewaktu beliau kecil biasa di panggil Ahsan, Nama Hasan dan Ahsan tersebut sudah akrab dipanggil dari masa kecilnya sampai masa tuanya hingga muncul sebutan Syekh dari para ulama atau kiai lainnya. Namun ketika masa tuanya, masyarakat memberi julukan baru terhadapnya dengan sebutan kiai sepuh. Julukan ini sering digunakan sampai sekarang bila mengisahkan cerita masa hidupnya. Nama Mohammad Hasan sudah dicantumkan lengkap pada kitab karangannya yang dicetak saat ini, tidak menggunakan nama panggilan lagi.1

KH. Mohammad Hasan lahir dari seorang ayah yang bernama Kiai Syamsuddin dan Nyai Hj. Khadijah yang akrab di panggil Kiai Miri dan Nyai Miri. Mata pencaharian Kiai Syamsuddin adalah mencetak genting diama hasilnya digunakan untuk keperluan keluarga dan sebagian untuk keperluan social. Sebelum KH. Mohammad Hasan dalam

1

(29)

20

kandungan ayah beliau yakni Kiai Syamsuddin bermimpi bahwa Istrinya yakni Nyai Hj. Khadijah sedang merenggut bulan purnama dan kemudian melahap habis bulan tersebut, beberapa hari kemudian Nyai Miri hamil dan Sembilan bulan kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang mereka berinama Mohammad Hasan atau biasa di panggil Ahsan bin Syamsuddin. KH. Mohammad Hasan ditinggalkan ayahnya pada waktu masih kecil sehingga sang Ibu Nyai. Hj. Khadijah harus berjuang mendidik dan menggembleng Beliau.2

Pada masa kecil dan remajanya, Syekh Hasan menempuh beberapa pendidikan diantaranya adalah ketika masih kecil beliau berada di Pondok Pesantren Sentong, di bawah asuhan ayahnya KH.Syamsuddin. Beliau belajar dari kecil sampai berumur 14 tahun. Hubungan dengan keluarga juga baru di mulai di umur 14 tahun tersebut. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Sukonsari, Pojontrek Pasuruan, di bawah asuhan KH. Mohammad Tamim. Tidak cukup lama dalam pesantren Sukonsari, kemudian beliau mengabdikan dirinya di Pondok Pesantren Bangkalan, dibawah asuhan KH. Mohammad Cholil. Di pesantren itulah beliau menggembleng dirinya serta memperdalam semua ilmu agama selama 32 tahun.3

Ketika pengalaman terlama di pesantren Bangkalan sudah beliau selesaikan, namun kewajiban dalam menuntut ilmu rasanya tidak ada akhir baginya sampai kapanpun. Kemudian Syekh Hasan menunaikan ibadah

2

Arief Umar, et al, Sejarah Hidup Almarhum KH. Hasan Genggong Kraksaan (Probolinggo: Yayasan Pendidikan Pesantren Zainul Hasan,1975), 11.

(30)

21

haji sekaligus melanjutkan belajar dan memperdalam ilmu agama selama 3 tahun. Nampaknya beliau tidak mau menyia-nyiakan dirinya di kota Makkah tersebut.

Ketika Syekh Hasan dipercaya untuk meneruskan perjuangan ayah mertuanya KH. Zainul Abidin dalam mengembangkan Pesantren Zainul Hasan genggong pada 1890 M, namanya mulai semakin banyak dikenal oleh masyarakat. Kegiatannya dalam mengembangkan ajaran agama Islam sangat membawa berkah baginya dan pesantren yang mulai diasuhnya.

Syakh Hasan adalah orang yang benar-benar khusyuk dalam melakukan amaliyah sehari- hari. Bangun malam untuk beribadah dan tidak luput dalam bersilaturrahmi kepada masyarakat untuk mengembangkan ajaran Islam sehingga hubungan kekeluargaan terjalin dengan baik antara keluarga Syekh Hasan, masyarakat dan santri didiknya, serta kebiasaannya dalam bersedekah kepada fakir miskin.4 Komunikasi yang terjalin tersebut kemudian berkelanjutan menjadi sebuah realisasi dari usaha penyatuan pesantren dengan masyarakat, sehingga dapat mengahasilkan aspirasi dari para orang tua santri, masyarakat dan Syekh Hasan pribadi sebagai landasan dalam mengembangkan pesantren kearah yang lebih baik. Dengan demikian, kegiatan demi kegiatan di jalankan tanpa mengenal lelah kapanpun dan dimanapun, demi meneruskan dakwah Nabi Muhammad SAW.

(31)

22

Kehidupan Syakh Hasan berjalan pada saat masa penjajahan Belanda dan Jepang berkuasa di seluruh wilayah Hindia-Belanda (Indonesia sekarang) ini.Sehingga hal tersebut mengakibatkan Syekh Hasan bersikap non cooperation (uzlah) terhadap pemerintahan Hindia-Belanda pada saat penjajahan Hindia-Belanda. Oleh karenanya, segala unsur yang berbau penjajah ditolak dan dilarang olehnya.

Lemahnya kondisi beliau bukanlah beban atau masalah, namun beliau terus bersemangat mengadakan pertemuan dengan masyarakat di berbagai pelosok desa untuk memberi semangat masyarakat dalam mengusir penjajah. Beliau menanamkan rasa kebangsaan yang kuat serta menanamkan keyakinan Iman, Islam dan Ihsan kepada masyarakat. Sebagai rakyat yang setia dari suatu negara, berkewajiban penuh dalam membela agama dan negaranya.

Ketika penjajahan berada ditangan Jepang, terjadi musim paceklik yang melanda masyarakat, ditambah keganasan serdadu Jepang merampas paksa harta kekayaan masyarakat. Peristiwa ini menyebabkan penderitaan yang amat meresahkan terhadap masyarakat, namun Tuhan lagi-lagi maha pengasih dan penyayang. Kasih sayangnya disalurkan lewat Syekh Hasan, karena tidak jauh dari kediamannya ditemukan sejenis tumbuhan berbetuk bulat di sawah yang dinamakan Anggur Bumi. Buah anggur bumi inilah yang akhirnya menjadi pelepas haus serta makanan untuk masyarakat.

(32)

23

tentulah bukan kisah itu saja, juga banyak kisah-kisah lain di luar akal manusia. Hanya iman lah yang bisa menjangkau karamah-karamah

tersebut. (Wallahu a’lam).

Saat detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia, Syekh Hasan memerintahkan putranya Kiai Asnawi, untuk membentuk barisan pejuang yang dinamakan “ANSHORUDDINILLAH” sebuah barisan untuk

mempertahankan Negara dan Agama. Ketika pemberontakan di Surabaya meletus, gerakan Anshoruddinillah diganti nama menjadi “BARISAN

SABILILLAH” yang kemudian dikirim ke Tulangan Sidoarjo untuk

melawan para penjajah.

Sementara gagasannya yang dijalankan oleh putranya, Syekh Hasan tidak nampak seperti pejuang-pejuang lain yang terjun langsung ke medan perang pertempuran, beliau juga keliling ke daerah-daerah bahkan ke pelosok-pelosok desa dengan memberikan siraman rohani (melalui tabligh atau pidato) yang berisi penanaman rasa kebangsaan, keimanan dan keislaman.5

Hal tersebut adalah bentuk ide dan gagasan Syekh Hasan dalam menerjunkan dirinya membela tanah air sampai merdeka dan bebas dari para penjajah. Sehingga keadaan Indonesia kembali menjadi damai dan tentram, khususnya daerah Genggong dan sekitarnya kembali normal dalam menjalankan berbagai aktifitasnya. Meskipun tidak terjun langsung

(33)

24

dalam aksinya, akan tetapi beliau hanya berperan dibalik layar dengan menyumbangkan gagasannya.

Keberhasilannya dalam segala bidang khususnya dalam memajukan Pondok Pesantren Genggong yang berada dalam asuhannya tidak lepas dari pribadinya yang sangat disegani oleh masyarakat dan kedekatannya kepada Allah SWT sehingga beliau disebut oleh masyarakat dengan waliullah (kekasih Allah), bahkan pada masyarakat tertentu (santri, alumni dan simpatisan Pondok Genggong) memberikan gelar kepadanya dengan sebutan “Al-Arif Billah Waliyullah”, hal itu dapat dilihat diberbagai dokumen pesantren dan tulisan-tulisan yang mengiringi foto-fotonya.6

Diumur Syekh Hasan yang ke 115 nampak sangat sepuh, tepatnya tahun 1374 H/1955 M beliau jatuh sakit. Pada tanggal 10 Syawal 1374 H sakit beliau bertambah parah dan tepat pada keesokan harinya tanggal 11 Syawal 1374 H/11 Juni 1955 M Syekh Hasan telah wafat dalam usia 115 tahun. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.7

Syekh Hasan wafat mewariskan 3 hal (amanat), yaitu: pesantren, santri serta keluarganya. Dengan harapan amanat ini tetap dilanjutkan dan diperjuangkan dalam mendidik dan mengayomi keutuhan pesantren, santri dan keluarga (sahibul bait). Warisan tersebut adalah sebuah amanah dan tanggung jawab besar yang diberikan kepada Kiai Hasan Saifourridzall (pengasuh ketiga) untuk dijaga, dijalankan dan diperjuangkan.

6

Ibid., 9.

(34)

25

Sejak KH. Mohammad Hasan berusia 14 tahun beliau tekun mengikuti pengajian dan pendidikan yang diberikan paman beliau sendiri yakni KH. Syamsuddin di pondok Sentong. KH. Mohammad Hasan kecil sangat memiliki rasa ingin tau akan pendidikan dan selalu ingin menambah ilmunya, akhirnya Beliau bersama sahabatnya Kiai Rofi’i putra dari KH. Syamsuddin bertolak ke Sukosari Pojentrek Pasuruan untuk menimba ilmu lebih banyak lagi. Disana Beliau mengaji dan mengabdi kepada KH. Muhammad Tamim. Tidak lama kemudian Beliau bersama sahabatnya bertolak kembali ke pondok Bangkalan Madura dimana Kiai Khalil Rahmatullah Alaih bermukim dan mengajar. Setelah tiga tahun Beliau mengaji bersama Kiai Khalil Rahmatullah Alaih sahabat Beliau Kiai Rofi’i pergi menuju Makkah guna menunaikan Ibadah Haji dan

memperdalam ilmunya. Tidak berapa lama kemudian beliau menyusul ke Makkah dengan segala keterbatasan yang telah di berikan oleh Ibunya, Nyai Hj. Khadijah dan dengan restu Kiai Kholil Rahmatullah Alaih.8

KH. Mohammad Hasan memiliki akhlak yang sangat baik sejak kecil. Beliau selalu taat dan rajin menjalankan perintah-perintah Allah, memiliki rasa tanggung jawab dan amanah, sampai saat beliau mengaji di berbagai pondok yang beliau rantaui beliau selalu taat dan amanah kepada guru-guru beliau. Tidak Heran KH. Mohammad Hasan digelari sebagai Al-Arifbillah yakni karena kekaromahannya.9

8

(35)

26

Segala perjuangan, kebaikan dan kegigihannya dalam menebar ilmu di jalan Allah sungguh pekerjaan mulia. Hal tersebut dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan santri, baik dalam perkembangan masyarakat dan santri maupun bagi keluarga sendiri. Sebagaimana kita tahu sabda nabi, sebaik-baiknya seseorang ialah yang bermanfaat bagi orang lain.

Begitulah sedikit gambaran sosok Syekh Hasan semasa hidupnya. Tingkah laku dan kesehariannya mengandung ajaran yang patut kita teladani. Sebagai ulama‟ , kiai dan tokoh agama bagi masyarakat, yang sopan santun, ajeg (istiqomah), nasehat dan nasehati, taqwa pada tuhannya, selalu berharap ridho tuhannya serta ikhlas terhadap segala kekuasaannya adalah sosok public figure yang patut kita contoh demi menjadi pribadi yang lebih baik, bertanggung jawab dan alhamdulilah dapat bermanfaat bagi sesama.

B. Geanologi KH. Muhammad Hasan

KH. Mohammad Hasan merupakan pemimpin yang berhasil memajukan Pesantren Zainul Hasan setelah pendirinya yakni KH. Zainul Abidin. KH. Mohammad Hasan yang lahir dari seorang Ibu dan Ayah yang disegani menjadikan beliau seorang yang terdidik. Sifat-sifat beliau yang hasan cukup untuk dijadikan panutan.

(36)

27

(37)

(38)

29

Sumber: 150 tahun Menebar Ilmu di Jalan ALLAH, tahun 1989

C. Profil Pesantren Zainul Hasan

(39)

30

cita-cita mulia dan luhur yang didasarkan pada tanggung jawab secara keilmuan setelah melihat realitas masyarakat yang masih buta huruf dan masyarakatnya dikenal dengan masyarakat awam yang sama sekali tidak mengenal ilmu pengetahuan agama, secara perilaku kehidupan masyarakat cenderung berperilaku yang bertentangan dengan niali-nilai agama seperti melakukan perbuatan dosa besar kepada Allah SWT, baik perbuatan syirik, zina, perilaku kekerasan kepada sesamanya dengan cara merampas hak milik orang lain dan penganiayaan terhadap sesamanya serta perbuatan judi yang dilakukan oleh masyarakat setiap hari.10

Berangkat dari dasar pemikiran yang didasarkan pada realitas perilaku masyarakat tersebut, maka KH. Zainul Abidin yang merupakan keturunan maghrobi dan alumnus pesantren Sidosermo Surabaya, beliau merasa terpanggil jiwanya untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya dan dijadikan dasar berjuang dengan menebarkan ilmu pengetahuan agama baik berupa pengajian maupun disampaikan melalui kelembagaan berupa institusi Pondok Pesantren Genggong. Kata “Genggong” berasal dari sekuntum bunga yang tumbuh disekitar pesantren dan bunga tersebut dipergunakan untuk rias manten dan khitan.11

10

(40)

31

Perubahan nama pesantren digagas oleh kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall dengan maksud dan tujuan ingin mengabadikan kedua nama pendiri pesantren sebelumnya, dengan kronologis sebagai berikut:

1. Nama Pondok Genggong diabadikan sejak kepemimpinan KH. Zainul Abidin sampai dengan kepemimpinan KH. Mohammad Hasan dari tahun 1839 sampai dengan 1952 M (113 tahun).

2. Pada masa kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall pada tahun 1952 Pondok Pesantren Genggong diganti dengan nama Asrama Pelajar Islam Genggong (APIG) yang didasarkan pada semakin tingginya minat masyarakat belajar di pondok pesantren, hal itu dapat dilihat dari grafik jumlah santri yang maningkat. Nama APIG diabadikan terhitung sejak 1952 M sampai tahun 1959 (7 tahun ).

[image:40.595.142.512.102.557.2]

3. Pada masa KH. Hasan Saifourridzall pula timbul gagasan untuk mengabadikan kedua pendiri pesantren yaitu KH. Zainal Abidin dan KH. Mohammad Hasan tepatnya pada tanggal 1 Muharrom 1379 H/ 19 juli 1959 M, menetapkan nama pesantren yang semula bernama

(41)

32

Asrama Pelajar Islam Genggong menjadi Pesantren Zainul Hasan Genggong.

Pesantren Zainul Hasan Genggong dalam sejarah perkembangannya telah mengalami suksesi kepemimpinan yang dalam istilah pesantren dikenal dengan pengasuh telah memasuki periode keempat:

1. Pendiri dan pengasuh pertama Pesantren Zainul Hasan Genggong yaitu almarhum Al-Arif Billah KH. Zainul Abidin dari tahun 1839 M sampai dengan 1865 M. Masa kepemimpinan pengasuh pertama selama 26 tahun. KH. Zainul Abidin menerapkan sistem pendidikan pesantren salafiyah (tradisional) dan belum berbentuk sistem klasikal. 2. Pengasuh kedua yaitu almarhum Al-Arif billah KH. Mohammad

Hasan dari tahun 1865 M sampai dengan 1952 M. Masa kepemimpinan pengasuh kedua selama 87 tahun. KH. Mohammad Hasan menerapkan sistem pendidikan pesantren salafiyah ( tradisional ) dan sudah mulai berbentuk pendidikan klasikal berupa Madrasah ibtidaiyah Kholafiyah Syafi’iyah dan pendidikan pesantren saat itu mulai berkembang dan dikenal oleh masyarakat.

(42)

33

kepemimpinan pengasuh yang ketiga nama Pesantren Genggong dirubah menjadi Pesantren Zainul Hasan. KH. Mohammad Hasan Saifourridzall sebagai ketua yayasan sekaligus pengasuh pesantren, sejak kepemimpinan pengasuh pesantren yang ketiga inilah pendidikan pesantren semakin berkembang dengan membuka lembaga pendidikan formal dan non formal. Sekolah dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dengan memadukan dua sistem pendidikan yaitu pesantren salafiyah dengan pendidikan nasional.

(43)

34

Kyai Zainul Abidin memimpin Pesantren Genggong dari tahun 1259 H / 1839 M sampai tahun 1865 M. Pesantren Genggong yang hanya memiliki sedikit bangunan yang belum layak, namun akibat ketekunan dan kesabaran Kyai Zainul Abidin dan partisipasi masyarakat sehingga Pesantren Genggong dapat membangun tempat bagi para santri yang pada saat itu dinamai kotakan. Kemudian dilanjutkan pengasuh kedua yakni KH. Mohammad Hasan yang merupakan menantu Beliau dengan putri Beliau yang bernama Nyai Ruwaidah. Pada masa kepemimpinan KH. Mohammad Hasan, Beliau menerapkan sistem pendidikan pesantren salafiyah (tradisional) dengan metode pendidikan dan pembelajaran klasikal. KH. Mohammad Hasan mengasuh Pesantren Genggong dari sepeninggal Kyai Zainul Abidin (1890) hingga sebelum Beliau wafat yakni pada tahun 1952. Pada masa-masa tersebut pula bertepatan dengan perjuangan fisik kemerdekaan Indonesia, sehingga pada masa tersebut banyak terbentuk organisasi-organisasi nasional maupun local untuk melawan penjajah.12

Pada tahun 1952 Kepemimpinan KH. Mohammad Hasan digantikan oleh putranya dari pernikahannya dengan istri Beliau yang bernama Nyai Hj. Siti Aminah yakni KH. Hasan Saifouridzall. Pada masa KH. Hasan Saifouridzall inilah dimulai pendidikan yang lebih modern dan maju yakni memadukan pendidikan pesantren salafiyah

(44)

35

dengan kurikulum nasional, yang ditandai dengan pembangunan pendidikan dasar hingga pendidikan tingkat tinggi. Beliau mengasuh Pesantren Genggong mulai tahun 1952 M hingga wafat pada tahun 1991 M. Pada masa kepemimpinan Beliau nama Pesantren Genggong sempat diganti dengan nama Asrama Pelajar Islam Genggong (APIG). Kemudian kepengasuhan KH. Hasan Saifouridzall digantikan oleh putra beliau dari pernikahan beliau dengan Nyai Hj. Himami Hafsyawati yakni KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah yang mengasuh Pesantren Genggong sepeninggal KH. Hasan Saifouridzall pada tahun 1991 M. Nama Zainul Hasan yang saat ini di sandang Pesantren Genggong didapatkan perpaduan antara dua pengasuh besar yakni KH. Zainul Abidin dan KH. Mohammad Hasan.

Keadaan Santri

Keadaan awal perintisan pesantren, santri yang menetap sekitar 50 sampai 100 orang yang datang dari penjuru desa dan luar desa.Namun Pesantren Zainul Hasan Genggong kini memiliki sekitar 20.000 santri dan berlokasi di Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. 13 Santri genggong yang bermukin di pesantren sejak tahun 1839 sampai 1953, hanya terdiri dari santri putra saja. Para santri masih diberi kebebasan mengikuti pendidikan baik pendidikan non formal yang mana para santri dapat

13

(45)

36

memperdalam ilmu agama kepada almarhum KH. Zainul Abidin pada waktu yang telah ditentukan, serta para santri diizinkan memperdalam ilmu kepada Guru-guru lainya yang juga ikut serta membangun mengajar ilmu agama melalu sorogan baik pelajaran tafsir alqura dan kitab-kitab klasik lainnya dari karangan para ulama atau kitab-kitab karangan almarhum Syekh Hasan sendiri.

Mulai tahun 1933 di Pondok Pesantren Zainul Hasan telah dibuka program pendidikan formal melalui Madrasah Ibtidaiyah Kholafiyah Syafi’iyah Nuroniyah dan kurikulum madrasah ini masih menggunakan kurikulum yang ditetapkan pesantren, dengan tujuan agar para santri nantinya setelah meninggalkan pondok dapat menjadi muslim yang intelek.14

Jumlah santri pada masa itu masih tidak memadai artinya jumlahnya masih di bawah 500 orang, mengingat masyarakat masih banyak belum menyadari akan pentingnya pendidikan, sehingga banyak putra-putra Indonesia yang tidak dapat mengenyam pendidikan baik agama maupun umum, yang mengakibatkan bangsa kita harus bekerja keras untuk mengatasi keterbelakangan dalam pendidikan ini untuk masa yang akan datang. Jumlah santri yang berkembang pesat menunjukkan perkembangan pondok pesantren Zainul hasan genggong yang makin banyak dikenal oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan pula bahwa adanya pergantian khalifah/pengasuh pesantren semakin

(46)

37

meningkatkan kemajuan pesantren dalam berbagai aspek, baik fasilitas pendidikan, pondok dan fasilitas lainnya.

Bangunan Pesantren

Bangunan pesantren sudah cukup memadai setelah periode pertama, pengasuh/khalifah kedua mulai melengkapi berbagai sarana yang diperlukan sampai khalifah ketiga pesantren Zainul Hasan semakin banyak dikenal orang sampai sekarang. Dengan dibukanya lembaga pendidikan formal umum di lingkungan pesantren, maka Pesantren Zainul Hasan Genggong semakin terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tanpa meninggalkan tradisi belajar kitab kuning sebagai ciri khas kehidupan pesantren.15 Lembaga pendidikan (formal/non-formal) dan fasilitas penunjang untuk para santri, antara lain:

a. Pembangunan Sarana Pondok Putra dan Putri Meliputi 9 lokal/daerah untuk putra dan 9 lokal/daerah untuk putri. Daerah A, B, C, D, E, F, G, H dan Daerah Roudlatul Quran. Ditambah lagi dengan Yayasan Hafshawati yang terletak di bagian utara pesantren. b. Pembangunan Majlis Ta’lim al-Ahadi dan Aula Pesantren.

c. Pembangunan Guest House untuk para dosen di lokasi kampus

d. Pembangunan peribadatan Masjid Jami’ al-Barokah dan Wisma

Tamu.

(47)

38

e. Sarana pendidikan dalam pesantren, meliputi: 1. Pendidikan Formal:

a) TK Zainul Hasan b) SD Zainul Hasan

c) MI Kholafiyah Syafi’iyah Zainul Hasan

d) SMP Zainul Hasan e) MTs Zainul Hasan

f) Pendidikan Diniyah Pertama (PDMP) Zainul Hasan g) SMA Zainul Hasan

h) SMA Unggulan Hafshawaty Zainul Hasan BPPT i) MA Zainul Hasan

j) MA Model (Unggulan) Hafshawaty Zainul Hasan k) SMK Zainul Hasan

l) STIH Zainul Hasan m) STAI Zainul Hasan

n) AKPER Hafshawaty Zainul Hasan o) STIKES Hafshawaty Zainul Hasan p) AKBID Hafshawaty Zainul Hasan 2. Pendidikan Non Formal:

a) Madrasah Raudlatul Qur’an

b) Madrasah Diniyah c) Dirosah Khossoh

(48)

39

e) Lembaga Keterampilan Komputer f) Lembaga Dakwah

g) Lembaga Bahtsul Masa’il

h) Lembaga Perpustakaan

i) Lembaga Pengajian Mingguan

j) Lembaga Pengajian Khusus Thoriqoh k) Lembaga IPSNU Pagar Nusa

l) Lembaga Pengembangan Bahasa Arab m) Development Education English Program n) Balai Latihan Kerja

o) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) p) Yayasan Panti Asuhan Anak yatim

q) Kursus Amtsilati

r) Kursus Menghafal Cepat Asmaul Khusna s) Kursus Menghafal Cepat Al-Qur’an t) Training English Conversation u) Pramuka

v) PMI

w) Jurnalistik16

Berkat sikap moderat pengasuh ketiga, KH Hasan Saifourridzall, Pesantren Zainul Hasan Genggong semakin harum namanya. Keharuman itu tercium ke berbagai penjuru tanah air. Bahkan tercium hingga ke luar negeri.

16

(49)

40

Santri dan siswanya tidak hanya berasal dari Jawa Timur, melainkan dari Bali, NTB DKI Jakarta, Kalimantan Sumatera dan dari luar negeri.

Pesantren Zainul Hasan mengarahkan semua perubahan yang akan dilakukan kepada tujuan mengintegrasikan pesantren sebagai sistem pendidikan kedalam pola umum pendidikan nasional yang membangun dan kreatif, sehingga output Pesantren Zainul Hasan relavan untuk pengembangan pesantren itu sendiri. Dengan pengembangan pendidikan ini, para santri yang bermukim didalam maupun diluar komplek Pesantren Zainul Hasan dapat mengikuti berbagai kegitan pendidikan baik dalam pendidikan non-formal, seperti kajian kitab-kitab karya, ulama salaf serta dapat belajar pula dalam lembaga-lembaga pendidikan yang bernaung dibawah Yayasan Pesantren Zainul Hasan Genggong.

Pembangunan fisik pesantren yang dilakukan secara berkelanjutan dari periode pengasuh kedua ketiga sampai sekarang. Hal tersebut dilakukan untuk melanjutkan misi yang telah dirintis oleh pendiri pesantren serta sebagai hasil perwujudan dari pembinaan alumni yang berdomisili di dalam daerah maupun luar daerah, terutama dengan pemerintah daerah dan pusat serta misi muhibahnya keluar negeri. Perkembangan madrasah-madrasah dan semua sarana di Pesantren Zainul Hasan Genggong berjalan seiring cita-cita pengasuh/khalifah yang ingin memajukan pesantren dengan beberapa lembaganya tersebut sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan umum. Begitu pula pendidikan agama yang menjadi ciri khas sebuah pesantren.

(50)

41

output yang dihasilkan akan memiliki kepribadian yang utuh yang menggabungkan dalam dirinya unsur keimanan yang kuat dan menguasai pengetahuan secara seimbang, terutama dalam memecahkan segala persoalan yang akan dihadapi.

(51)

BAB III

SEJARAH TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI PONDOK PESANTREN

ZAINUL HASAN

A. Sejarah Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah Di Pondok Pesantren

Zainul Hasan

Beberapa tahun belakangan ini, khususnya setelah reformasi terjadi, diketahui banyak bermunculan pusat-pusat kajian keagamaan yang banyak diminati masyarakat. Hal ini terjadi karena semakin banyak masalah-masalah yang timbul dan memerlukan jawaban-jawaban yang tepat dalam esensi keagamaan1 Dengan adanya kajian-kajian keagamaan, diharapkan dapat dijadikan media apresiasi dan sarana ibadah.

Salah satu contoh dari wadah kajian-kajian keagamaan yang ada adalah tarekat. Tarekat adalah sebuah etika, tradisi bagaimana seseorang mendekatkan diri kepada Allah SWT, melalui etika inilah manusia semakin dibentuk molaritas tawadhu’nya atau kerendahan hatinya. 2

Seperti halnya agama, tarekat juga memiliki landasan, aturan serta tata cara berdzikir yang telah disepakati didalamnya dan bertujuan untuk memohon pertolongan dari Allah SWT.

Menurut Abu Bakar Aceh (1992) jumlah tarekat yang berada di Indonesia terdapat 41 jenis tarekat.3 Sedangkan menurut Jami’iyah Ahl al

1Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta, Aliran /Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan,

231. 2

Shodiq, Pertemuan Antar Tarikat dan NU, Studi Hubungan Tarikat dan NU dalam Konteks Komunikasi Politik 1955-2004, xiv.

(52)

43

Tariqah al-Mu’tabarah menyebutkan bahwa jumlahnya lebih besar, yaitu mencapai 360 jenis tarekat dalam syari’ah Nabi Muhammad SAW. Adapun beberapa tarekat yang berkembang luas dalam masyarakat Indonesia antara lain adalah tarekat Qadiriyah, tarekat Rifa’iyah, tarekat

Syadiliyah, tarekat Syatariyah, tarekat Naqsyabandiyah, dan tarekat

Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.4

Sebagaimana pesantren tarekat lainnya di pulau Jawa, Pesantren Zainul Hasan adalah suatu lembaga yang menjaga dan melestarikan tradisi islam salaf tersebut. Sejak kemunculannya, khususnya pada masa kepemimpinan KH. Mohammad Hasan, Pondok Pesantren Zainul Hasan telah menganut paham Tarekat Naqsyabandiyah sampai sekarang, dan tarekat ini termasuk tarekat yang Muktabarah.

Muktabarah artinya tarekat yang bersambung ajarannya kepada Rasulullah SAW. Sementara Rasululah menerima dari malaikat Jibril dan malaikat Jibril dari Allah SWT. Istilat Muktabarah ditetapkan oleh ulama-ulama NU sebagai antisipasi terhadap banyaknya paham/tarekat yang banyak bermunculan di Indonesia. Pada hakikatnya tarekat muktabarah dilakukan oleh penganutnya dengan selalu senantiasa bergerak untuk melaksanakan ibadah dan dzikir kepada Allah SWT yang syari’atnya menurut ahlussunnah waljama’ah ala madzahibil arba’ah (sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW dan para sahabat beliau dan dijelaskan oleh imam madzab empat yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali).

(53)

44

Jami’iyah Ahlit Tarekat al-Mu’tabarah an-Nahdliyah sering mengadakan

perkumpulan untuk membahas-membahas persoalan-persoalan keagamaan khususnya berkaitan dengan tarekat. Jami’iyah ini juga berfungsi untuk

saling memberikan masukan dan sekaligus membedakan diri dengan aliran-aliran kebatinan yang tidak mu’tabar dan tidak berdasar pada ajaran Rasulullah.

Mursyid adalah guru yang membaiat (membuat janji) menuntun dan yang bertanggung jawab terhadap perjalanan seorang salih dalam menjalani perjalanan spiritualnya menuju sang khaliq.

Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan dibawa oleh KH. Mohammad Hasan dimana beliau mendapatkan ajaran ini dan di bai’at oleh Kyai Achmad Jazuli Utsman Ploso Kediri. KH. Mohammad Hasan di bai’at bersama dengan Kyai Suyuti untuk dijadikan Mursyid.

Kemudian KH. Mohammad Hasan dan Kyai Suyuti mengajak masyarakat Genggong dan memberlakukan paham Tarekat Naqsyabandiyah di lingkungan Pondok Pesantren Zainul Hasan. Namun setelah Kyai Suyuti wafat beliau tidak menurunkan kemursyidan beliau pada siapapun, sehingga tidak dapat ada yang membaiat kecuali Kiai Sepuh yakni Kiai Mohammad Hasan.5

Tiga tahun sebelum sepeninggal Kyai Sepuh, beliau membaiat seorang yang bukan dari lingkungan pondok yaitu Kyai Tuqi, Beliau memilih Kiai Tuqi sebagai mursyid selanjutnya. Namun respon

5

(54)

45

masyarakat kurang antusias, hal ini dikarenakan Kiai Tuqi di anggap kurang baik dan kurang fasih. Sepeninggal Kiai Tuqi, beliau menurunkan

kemursyidan nya kepada putranya, Kiai Ahmad, Namun Kiai Ahmad tidak mau tinggal di Genggong karena merasa tidak pantas untuk menjadi

mursyid.6

Karena dirasa tidak memiliki mursyid pengasuh ke empat Pesantren Zainul Hasan yakni KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah menunjuk Kyai Romli sebagai mursyid. Untuk menjadi seorang mursyid

seseorang tersebut harus berada pada tingkatan khusus. Kyai Romli yang merasa masih berada pada tingkat satu beliau merasa tidak pantas dijadikan seorang mursyid.

B. Sejarah Penambahan Nama Tarekat Naqsyabandiyah

Tarekat Naqsyabandiyah yang dibawa oleh Kiai Suyuti dan KH. Mohammad Hasan diperbarui pada saat KH. Mohammad Hasan bertemu dengan seorang Habib dari Yaman yakni Habib Ahmad bin Muhsin, sehingga nama Tarekat berubah menjadi Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba’alawi. Tarekat ini perpaduan antara Tarekat Naqsyabandiyah dan Ali

Ba’alawi.

Tarekat Ali Ba’alawi atau yang biasa disebut tarekat alawiyyah,

tarekat ini didirikan oleh al-Imam Muhammad bin Ali Ba 'Alawi yang digelari dengan julukan al-Faqih Muqaddam, lahir di Tarim pada tahun

(55)

46

574 Hijrah dan wafat pada tahun 653 Hijrah atau 1232 Masehi. Kaum Alawiyyin adalah hakikatnya mengikuti ajaran Ahlus-Sunnah Wal Jamaah dari aspek pegangan Iman dan Iktiqad, Ilmu Fiqih dan Tasawufnya

Semenjak al-Faqih Muqaddam pertama kali mengambil ajaran Tarekat dari Syeikh Abu Madyan al-Maghribi dan kemudian memasukkan perisian mengikut sistem dan cara beliau yang bersanad sehingga kepada Sayyidina Hussein RA. yang memperolehinya dari pada Sayyidina Ali KMWJH yang memperolehinya daripada Rasulullah SAW, secara berperingkat jalannya ini telah tersebar dengan meluas dan diikuti pula oleh keturunannya buat beberapa waktu sehingga muncullah karangan-karangan mengenai adab tariqah ini serta petunjuk-petunjuk jalannya seperti al-Kibrit al-Ahmar, al-Juz al-Lathif, al-Ma'arij, al-Barqah dan sebagainya.

Adapun silsilah Tarekat Ali Ba’alawi yakni: Muhammad al-Faqih

al-Muqaddam ibni Ali ibni Muhammad Shahib Mirbath ibni Ali Khali’

Qasam ibni Alawi ibni Muhammad ibni Alawi ibni Ubaidillah ibni Ahmad

Muhajirullah ibni Isa Al-Rumi ibni Muhammad Naqib ibni Ali Al-Uraidhi

ibni Jaafar As-Sadiq ibni Muhammad Al-Baqir ibni Ali Zainal Abidin ibni

Al-Hussein ibni Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW.

Tarekat Ali Ba’alawi atau Tarekat Alawiyyah menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah mahdhah, yaitu mu'amalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah, yakni muamalah dengan sesama

(56)

47

mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis zikir dan adab. Dengan kata lain, tariqah ini mencakup hubungan vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal (antara sesama manusia), atau hubungan hablumminallah yang mendalam serta hablumminannas.

Selain itu, Tariqah Alawiyyah mengajar untuk bermujahadah atau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Dalam hal ini lintasan sejarah menyaksikan bahwa sebagian dari As-Saadah Bani Alawi pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak pula sedikit dari mereka yang kemudiannya menjadi ulama besar dan pergantungan panutan umat Islam di zamannya. Tarekat Alawiyyah juga bersifat sentiasa menutupi dan dan tidak berlebih-lebihan dalam penonjolan diri, kecuali penonjolan yang berdasarkan ilmu dan hidayat.

Sebagian tarekat ini adalah berkunjung kepada sahabat dan saudara untuk membina ukhuwah, menziarahi para solihin yang telah meninggal dunia seperti kuburan salafus solih dengan niat baik selama tidak terjerumus dalam perkara-perkara makruh atau haram, menghadiri majlis ilmu dan zikir yang disertai adab dan tidak ada percampuran sesama lelaki perempuan.

(57)

48

Seorang yang berzuhud akan sentiasa bersyukur dengan segala limpahan anugerah Allah SWT tanpa bersikap sombong, tidak terkesan pada hati sanubarinya akan semua limpahan tersebut malahan digunakan kelebihan-kelebihan yang diperolehi dengan jalan yang halal untuk kepentingan agama Allah seperti membantu fakir miskin dan anak-anak yatim, memenuhi keperluan para pelajar agama, membina masjid-masjid dan pusat-pusat ilmu, melaksanakan kerja-kerja kebajikan masyarakat, menjamu para tamu dan banyak lagi.

Tarekat Naqsyabandiyah di Pesantren Zainul Hasan terus ditanamkan kepada para santri dan masyarakat genggong. Berdasarkan dokumen dan buku-buku panduan Tarekat Naqsyabandiyah yang ditulis salah seorang pengasuh/pemimpin Pesantren Zainul Hasan Genggong dan juga sebagai mursyid tarekat tersebut yakni KH. Hasan Abdil Bar bin KH. Hasan Saifouridzall bin KH. Mohammad Hasan, menjelaskan mata rantai spiritualnya (silsilah) sebagai berikut:

1. Dari Allah SWT 2. Malaikat Jibril

3. Nabi Muhammad SAW 4. Abu Bakar As-Shiddiq 5. Sayyid Salman al-Farisi

6. Sayyid Qasim bin Muhammad Muhammad bin Abi Bakar AS-Siddiq

7. Sayyid Ja’far Shaddiq

(58)

49

9. Sayyidina Abi al-Hasan al-Khirqani 10. Sayyidina Abi al-Farmadi

11. Sayyidina Abi Ya’qub Yusuf al-Hamdani

12. Sayyidina Abdul Khaliq al-Ghadwani 13. Arif al-Riwakri

14. Mihmud al-Injiri Faghnawi 15. Ali al-Ramitani

16. Baba al-Samasi 17. Amir Kalalah

18. Sayyid Baha’uddin al-Naqsabandi

19. Sayyid Ala’uddin

20. Ya’qub al-Jurkhi

21. Ubaidillah Ahrar 22. Muhammad Zahid 23. Darwisy Muhammad

24. Syekh Khawajaki al-Amkanki 25. Muhammad al-Baqi Billah

26. Syekh Ahmad al-Faruqi al-Syarhandi

27. Muhammad Ma’shum al-Ahmadi

28. Syekh Saifuddin al-Ahmadi

29. Syekh Nur Muhammad al-Badwani 30. Habibullah Murzajan Janan

(59)

50

32. Syekh Abi Sa’id al-Ahmadi

33. Syekh Muhammad Mudzhar al-Ahmadi 34. Syekh Abdul Hamid al-Daghatstan 35. Syekh Muhammad Shaleh al-Zawawi 36. Syekh Abdul Adzim al-Manduri 37. Syekh Muhammad Shaleh al-Manduri 38. Syekh al-Hasan Jazuli al-Manduri

39. Al-Faqir Muhammad Hasan al-Kraksaani 40. Syekh Tuki Bucor

41. Syekh Ahmad bin Tuki Bucor

42. Al-Faqir al-Haqir ila rabbi al-Qadir Muhammad Hasan Abdil Bar bin Saifourridzall bin Muhamad Hasan al-Krakasaani.

C. Visi dan Misi Tarekat Naqsyabandiyah Pesantren Zainul Hasan

Tarekat Naqsabandiyah adalah merupakan suatu tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Syaikh Muhammad Bahauddin Naqsyābandī, yang hidup pada tahun (717-791 H).7 Tarekat ini bersumber

dari tiga nama, yaitu; Abu Ya’kub Yusuf al-Hamadani, ‘Abd al-Khaliq Gujdawani dan Muhammad Baha’uddin Al-Naqsyabandi. Ghujdawani yang hidup sezaman dengan Syeikh ‘Abdul Qadir Jaelani.

Tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat yang lebih dekat dengan tujuannya, dan lebih mudah murid-murid untuk mencapai derajat,

(60)

51

karena didasarkan atas pelaksanaan yang sangat sederhana, misalnya melaksanakan latihan terlebih dahulu (jasbah) dari pada suluk yang lain, memegang sunah Nabi dan berusaha untuk jauh dari bid’ah, menjauhkan dari sifat-sifat yang buruk, berakhlak yang mulia. Sedangkan kebanyakan tarekat yang lain mendahulukan suluk daripada jazbah itu. Selain itu tarekat Naqsyabandiyah mengajarkan dzikir-dzikir yang lebih sederhana, lebih mengutamakan dzikir hati dari pada dzikir mulut yang mengangkat suara. Jika kita membuat ringkasan yang menjadi tujuan pokok dari tarekat Naqsyabandiyah itu adalah enam dasar yang sangat penting, yaitu : taubat, uzlah, zuhud, taqwa, qana’ah dan taslim.8

Dari berbagai macam jenis tarekat yang menurut Jami’iyah Ahl al

-Tariqah al-Mu’tabarah menyebutkan bahwa jumlahnya lebih besar, yaitu mencapai 360 jenis tarekat dalam syari’ah Nabi Muhammad SAW. Adapun beberapa tarekat yang berkembang luas dalam masyarakat Indonesia antara lain adalah tarekat Qadiriyah, tarekat Rifa’iyah, tarekat

Syadiliyah, tarekat Syatariyah, tarekat Naqsyabandiyah, dan tarekat

Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.9

Tarekat adalah sebuah etika, tradisi bagaimana seseorang mendekatkan diri kepada Allah SWT, melalui etika inilah manusia semakin dibentuk molaritas tawadhu’nya atau kerendahan hatinya.10

Seperti halnya agama, tarekat juga memiliki landasan, aturan serta tata

8

Umari, Sistematik Tasawuf, 121. 9

Mulyani, Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, 30. 10

(61)

52

cara berdzikir yang telah disepakati didalamnya dan bertujuan untuk memohon pertolongan dari Allah SWT.

Secara umum tujuan dari seluruh tarekat adalah sama, yakni semakin mendekatkan diri kepada Allah. Namun pada aplikasinya terdapat wahyu tersendiri bagi masing-masing pendirinya, sehingga terjadi perbedaan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun visi misi Pesantren Zainul Hasan untuk para-santri-santrinya:

1. Untuk mencetak manusia (santri) yang berkarakter muslim yaitu manusia muslim yang berbudi pekerti luhur dan berjiwa ikhlas

2. Mengembangkan dan mempertahankan khazanah pesantren 3. Mencetak kader-kader ahlussunnah wal jama’ah

4. Mencetak santri yang ahli dalam ilmu agama (Islam) atau ulama

5. Mencetak manusia (santri) yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan didasari keimanan dan ketaqwaan kepada Alah (imtaq) atau menurut istilahnya Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong (KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH. MM) adalah ilmu yang amaliyah dan amal yang ilmiyah.

Secara umum diajarkannya ilmu filsafat di Pesantren Zainul Hasan dengan paham Tarekat Naqsyabandiyah terdapat tiga tujuan yakni :

1. Mengajarkan Akhlak Tasawuf

(62)

53

telah dibimbing oleh pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong terdahulu hingga sekarang yang diharapkan semua santri dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut seperti yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa:

2. Mewujudkan Masyarakat Islam

Pesantren Zainul Hasan terutama pada masa kepemimpinan KH. Mohammad Hasan telah mendirikan majlis-majlis ta’lim bagi seluruh lapisan masyarakat. Dimana masyarakat luarpun dapat hadir pada majlis-majlis tersebut.

Majlis ta’lim yang telah didirikan oleh KH. Mohammad Hasan

dilanjutkan oleh KH. Hasan Saifouridzall sejak tahun 1955-1991 dalam kurun waktu tersebut hingga akhir hayat beliau selalu membimbing masyarakat dalam peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

3. Melatih Santri Wajib Sholat Tahajud, Duha, dan Puasa Sunnah

(63)

54

Pelatihan yang diberikan kepada santri juga dimaksudkan agar sang santri senantiasa mencintai puasa ramadhan bukan hanya menjadi suatu kewajiban tapi ramadhan juga menjadi kebutuhan pada dirinya sebagai rasa cinta kepada Allah SWT.

D. Aktivitas Tarekat Naqsyabandiyah Pesantren Zainul Hasan

Rukun Tarekat Naqsyabandiyah adalah : ilmu, maksudnya berilmu agama yaitu penyantun, lapang hati, tidak mudah marah yang bukan karena Allah, sabar atas segala musibah dan cobaan, Ridla, terhadap segala sesuatu yang telah ditakdirkan Allah, ikhlas dalam setiap perbuatan, dan berakhlak yang baik.

Maka terdapat enam bagian yang harus dikerjakan dalam tarekat ini, yaitu :

 Dzikir

 meninggalkan hawa nafsu

 meninggalkan kemewahan dunia

 melakukan perintah agama dengan sungguh-sungguh

 berbuat baik (ihsan) kepada semua makhluk dan

 me

Gambar

TABEL TRANSLITERASI ............................................................................
Gambar Bunga Genggong

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan judul skripsi “ Peran Kiai Haji Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo- Bojonegoro pada Tahun 1954- 1992” ini

Dengan adanya kegiatan tersebut maka tampak denagan jelas hubungan antara keduanya secara tidak langsung aktifitas Yayasan Pondok Pesantren telah menanamkan kepada

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Musta`in S.Pd.I, bahwa Cooperative Learning yang dipakai dalam pembelajaran Al-Qur’an Hadits di Madrasah Aliyah Zainul Hasan I

Beberapa prinsip tersebut, sesungguhnya melembaga dalam pesantren sebagai sistem nilai sosial dan menjadi kultur pendidikan Islam pesantren, bukan sebatas klaim sosial, tetapi

2 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Muzammil selaku Kepala Sekolah di Madrasah Aliyah Model Zainul Hasan Genggong,.. Guru bukanlah penentu belajar tetapi guru sebagai fasilitas

Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa jamaah tarekat Naqsyabandiyah semakin bertambah, hal tersebut menunjukan bahwa jamaah yang telah mengikuti aktifitas majelis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama konsep penyelenggaraan pendidikan terpadu di Madrasah Aliyah Model Zainul Hasan Probolinggo merupakan proses penerapan pendekatan

1106 | Implementasi Ilmu Tajwid Pada Pembelajaran Al-Qur'an Bittartil Pondok Putri Darut Tauhid Pesantren Zainul Hasan Genggong Herwati, Faiz Safinatun Najah dibagi menjadi tiga