AWLIYA
>’
DALAM AL-
QUR’AN
(Analisis terhadap Penafsiran Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jazairi
dalam Kitab Tafsirnya ”Aysar al-Tafa>sir”)
TESIS
Diajukan untuk memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Tafsir dan Ilmu Al-Qur’an
Oleh:
S a m a n i
Nim. F.120515251
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAKSI
Al-Qur’an adalah Kitab suci umat Islam yang merupakan kumpulan Firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Di antara
tujuan utama diturunkannya al-Qur’an adalah untuk menjadi pedoman manusia
dalam menata kehidupan mereka agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Agar tujuan itu dapat di realisasikan maka al-Qur’an datang dengan
petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, aturan-aturan dan prinsip-prinsip baik yang bersifat global maupun terperinci yang eksplisit maupun implisit dalam berbagai persoalan maupun bidang kehidupan.
Ragam penafsiran terhadap makna awliya>’ dalam al-Qur’an QS.
al-Ma>idah 5: 51, yang dengan sengaja disalah artikan maknanya telah menginpirasi ummat Islam untuk bangkit dan menuntut dengan spirit
seakan-akan ayat tersebut baru saja diturunkan. Di antara mufassir ada yang berbeda
pendapat tentang makna awliya>’ sehingga perlu dipahami konteks makna ayat
tersebut dan dicermati lebih spesifik menggunakan analisis makna atau analisa
semantik ayat tersebut, memperhatikan muna>sabah dengan ayat sebelum dan
sesudahnya.
Haram bagi ummat Islam memilih pemimpin non muslim (kafir,
Yahudi dan Nasrani), jika hal itu dilakukan maka dia termasuk golongan
mereka, pahala amalnya dicabut, termasuk d}alim dan akan masuk neraka.
Boleh memilih pemimpin non muslim jika dalam keadaan terpaksa,
untuk melindungi aqidah dan dalam mengatur strategi untuk mengalahkan
mereka. Namun ketika memungkinkan untuk memilih Islam menjadi pemimpin, maka hal ini menjadi wajib. Statemen yang mengatakan bahwa non muslim lebih baik dari pada muslim yang korup merupakan statemen yang menyesatkan ummat. Ummat Islam jauh lebih hebat dan lebih baik daripada mereka sangat banyak, maka dari itu tidak ada alasan seorang muslim memilih pemimpin wilayahnya dari kalangan non muslim.
ABSTRACT
Qur’an is the Muslim holy book that is a collection of Word-the word
of God which was revealed to the Prophet Muhammad. One of the main
purposes is the revelation of the Qur’an to be human in the guidelines to
organize their lives in order to gain the happiness in the world and in the hereafter. In order to achieve that purpose, the Qur'an came with instructions, information, rules and principles of good that is global or detailed explicit or implicit in the various issues or areas of life.
There are various interpretations against the meaning of awliya>' in the
Qur'an. QS. Al-Maidah 5: 51, which deliberately misinterpreted its meaning.
It has inspired Muslims to rise up and demand with an effort as if the text has just been revealed. There are different opinions about the meaning of the awliya>' among the mufassir, so there is the need to understand the context of the meaning of the verse and the more specific meaning or analysis using
semantic analysis of the text, noting muna>sabah with the verses before and
after.
It is haram for Muslims to choose the leader from the non-Muslims
(Christians, Jews and heathens), if it is happened then he is belong to them, his
merits is going to be revoked, including d}alim and will go to hell. However
when possible to choose Muslim as the leader, then it becomes a mandatory measure. The statement said that non-Muslims are better than on a corrupt muslim is a misleading statement of the Muslims.
Muslims are far more powerful and better than those very much, therefore there is no reason a muslim to choose the leader of the territory from among the non-Muslims.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ………. iii
ABSTRAKSI……….. iv
KATA PENGANTAR……… v
TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA……….. vi
DAFTAR ISI………... vii
BAB-I : PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang……….. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah……… 7
C. Rumusan Masalah………. 8
D. Tujuan Penelitian………... 9
E. Kegunaan Penelitian..……… 9
F. Penelitian Terdahulu………... 10
G. Metode Penelitian……….. 11
H. Sistematika Pembahasan……….. 15
BAB-II : LANDASAN TEORI, ANALISIS SEMANTIK DANMUNA>SANBAH………. 16
A. Teori Semantik……….. 16
1. Definisi Semantik……… 16
2. Semantik al-Qur’an ……… 19
3. Teknik Penerapan Semantik……… 24
4. Urgensi Semantik dalam Penafsiran al-Qur’an…. 26 B. Teori Muna>sabah………. 27
1. Definisi Muna>sabah……… 27
2. Macam-macam Muna>sabah dalam al-Qur’an…... 30
3. Urgensi Ilmu Muna>sabah dalam Menafsirkan al-Qur’an………. 33
BAB-III : BIOGRAFI SYAIKH ABU BAKAR JA>BIR AL-JAZA>IRI>, METODE DAN CORAK PENAFSIRAN AYSAR AL- TAFA>SI>R, TERM AWLIYA>’, KHALIFAH, IMA>M, AL-SULT}A>N DAN ULU> AL-AMRI SERTA AL-MULK. A. Biografi Syaikh Abu Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>…………. 35
1. Nama dan Nasab beliau……….. 35
2. Di Madinah Munawwarah……….. 36
3. Aktivitas Beliau………... 37
4. Karya Tulis Beliau……… 37
5. Wafatnya ……….. 38
B. Metode dan Corak Tafsir……… 38
2. Ditinjau dari Segi Cara Penjelasan………. 41
3. Ditinjau dari Segi Keluasan Pembahasan……….. 41
4. Ditinjau dari Sasaran dan Tertib Ayat………….. 42
5. Corak Tafsir Aysar al-Tafa>si>r…... 43
BAB-IV : PENAFSIRAN SYAIKH ABU> BAKARJA>BIRAL-JA>ZA>IRI> TERHADAP KATA AWLIYA>’ DALAM KITAB TAFSIR AL-AYSAR AL-TAFA>SI>R. A. Larangan Memilih Pemimpin Kafir……… 81
B. Konsekwensi Memilih Pemimpin non Muslim…….. 96
C. Bolehnya Memilih Pemimpin non Muslim…………. 104
D. Resiko Memilih Pemimpin non Muslim………. 105
E. Relevansi term Awliya>’ dengan term Khali>fah……. 111
F. Relevansi term Awliya>’ dengan term al-Ima>m……. 115
1
BAB – I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kumpulan Firman Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Salah satu tujuan utama diturunkannya adalah
untuk menjadi pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan mereka agar
memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Agar tujuan itu dapat
direalisasikan maka al-Qur’an datang dengan petunjuk, prinsip-prinsip, azas
dan kaidah-kaidah serta aturan secara global sehingga perlu
penafsiran-penafsiran.
Ayat al-Qur’an yang tengah menjadi sorotan ummat Islam, ialah: QS.
al-Maida>h, 5: 51. Dalam ayat tersebut terdapat kata awliya>’ yang telah
menggerakkan jutaan ummat muslim. Ayat tersebut terdapat di dalam QS.
al-Maida>h, 5: 51.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah
pemimpin sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka
2
menjadi pemimpin, sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang d}alim.1
Ayat tersebut, melarang kaum mukminin menjadikan orang kafir sebagai
pemimpin. Ada 2182 kali kata awliya>’ dalam al-Qur’an dengan bermacam
bentuk dan derivasinya. Di antaranya 28 ayat Makkiyah dan Madaniyah3 yang
akan kita jadikan sampling dalam tesis ini yang melarang menjadikan orang
kafir sebagai awliya>’.
Ibn Abbas RA dalam tafsirnya menjelaskan makna QS. Ali Imran, 3: 28,
jangan jadikan orang kafir sebagai orang kepercayaan dan pemimpin.4
Allah SWT melarang kaum mukminin untuk menjadikan orang kafir
sebagai waliy (orang dekat, orang kepercayaan) padahal ada orang mukmin.
Kecuali jika orang-orang kafir menguasai mereka, kaum mukminin
menampakkan kebaikan pada mereka dengan tetap menyelisihi mereka dalam
masalah agama. Inilah mengapa Allah SWT memberikan pengecualian:
…kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka.5
Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat ini: Allah SWT melarang
hamba-Nya yang beriman untuk loyal kepada orang Yahudi dan Nasrani. Mereka itu
1 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Nala Dana, 2007), 155.
2 ‘Alami Za>dah Fayd}ulla>h bin Mu>sa> al-H}asani> al-Maqdisi>, Fath} al-Rah}man li T}a>lib A>ya>t al-Qur’a>n, Beirut: Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmiyah, 2005), 783-787.
3 Ibid., 786.
4 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Nala Dana, 2007), 66.
5 Abu> Ja’far Muh}ammad bin Jari>r al-Tabari>, Jami’ al-Baya>n fi> Ta’wi>l ay> al-Qur’a>n (Beirut :
Mu’assasah al-Risalah, 1994), 6825.
3
musuh Islam.6 Kemudian Allah SWT mengabarkan bahwa mereka itu
adalah awliya>’ terhadap sesamanya, Allah mengancam dan memperingatkan
orang mukmin yang melanggar larangan ini, barang siapa di antara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang d}alim.7
Berbagai jenis kitab tafsir yang telah lahir merupakan bukti nyata betapa
tingginya semangat serta perhatian ulama untuk menggali dan memahami
makna-makna dan ungkapan yang terkandung dalam al-Qur’an. Jika kita
perhatikan teks al-Qur’an maupun al-Hadis secara teliti, mendalam dan
pemikiran yang cerdas, kita akan mendapatkan petunjuk-petunjuk yang jelas
tentang kewajiban memilih pemimpin yang seakidah dan tidak memilih
pemimpin non muslim mengingat negara kita penduduknya mayoritas muslim
sehingga memungkinkan untuk itu. Jika hal ini kita abaikan maka resiko yang
akan kita hadapi akan sangat berat, diantaranya: QS. al-Ma>idah 5: 51, akan
masuk dalam golongan orang kafir,8 tidak mendapat petunjuk dari Allah.9 QS.
al-Nisa>’, 4: 144, akan mendapat siksa,10 lepas dari pertolongan Allah,11
pahalanya tertolak,12 pahalanya akan hangus,13 mendapat siksa14 dan akan
masuk neraka.
6 Abu al-Fida’ Ismail Ibn Katsir, Tafsi>r a1-Qur’a>n al-Ad}im (Kairo : Da>r Ihya’ al-Kutu>b
al-Arabiyah, tt), 155.
7 Abdullah bin Muh}ammad, Luba>b al-Tafsi>r min Ibn Katsi>r (Kairo: Muassasah Da>r al-Hila>l,
2012), 132.
8 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Nala Dana, 2007), 155-156.
4
Awliya>’ , dalam QS. al-Ma>idah, 5: 51 memiliki banyak makna antara
lain: pemimpin, wali, teman karib dan masih banyak lagi maknanya.
Perdebatan seputar kepemimpinan ini memanas seakan-akan ayat yang
dijadikan dalil, baru saja diturunkan. Sebagian kalangan berpendapat bahwa di
dalam al-Qur’an, Allah SWT melarang kaum mukmin untuk menjadikan non
muslim sebagai pemimpin, karena dikhawatirkan mereka akan berkhianat dan
membuat kerusakan dengan berbuat dosa di muka bumi namun dikalangan
ummat Islam sendiri ada yang memaknai lain yang menurut ra’yu mereka
makna awliya>’ bisa berbeda-beda tergantung dimana teks ayat tersebut berada
dan bagaimana korelasi antar ayat sebelum dan sesudahnya.
Seperti kita ketahui al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang tidak
boleh dihina isinya, karena semua isi dari al-Qur’an adalah benar. Allah SWT
telah memberikan penegasan bahwa tidak ada yang mengingkari al-Qur’an
selain golongan yang celaka.
Awliya>’ sering terdengar di telinga kaum muslim. Gelar ini menjadi suatu
yang sangat sakral dalam agama Islam karena Allah SWT telah menjelaskan
keistimewaan dan kelebihan para wali-Nya. Allah SWT, menyampaikan :
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.15
Dalam hadis Qudsi, Rasulullah SAW telah bersabda:
5
ِبْﺮَﳊِﺎ ُﻪُْـَذآ ْﺪََـﻓ ﺎًﻴَِو ِﱄ ىَدﺎَ ْ َ :َلﺎَ َﷲ ﱠنِﺐ
16
Allah SWT berfirman: Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, aku telah
mengumumkan perang kepadanya.
Dari ayat dan hadis Qudsi di atas kita bisa menyimpulkan bahwa awliya>’
memiliki keutamaan sebagai berikut: Tidak memiliki rasa takut atau khawatir,
tidak bersedih, Allah Ta’ala telah mengumandangkan perang kepada orang
yang memusuhi wali-Nya.
Demikianlah di antara sekian kelebihan dan sifat yang Allah SWT
berikan kepada awliya>’-Nya, sehingga tidak heran jika kaum muslimin sangat
menghormati awliya>’ ketika disebutkan di hadapannya.
Penjelasan dari ulama tentang sifat waliyulla>h atau awliya>’ agar tidak
salah dalam memasukkan seseorang sebagai waliyulla>h atau bukan, karena jika
tidak mengetahui hakikat sebenarnya siapa waliyulla>h atau awliya>’ akan
menyebabkan seseorang terjatuh dalam kesalahan yang sangat fatal. Berikut
adalah penjelasan dari sebagian ulama kita yang telah dikenali oleh sebagian
besar kaum muslimin:
Al-Imam al-Hafizd Ibnu Hajar al-Asqalani rah}imahulla>h, dalam
karyanya yang monumental, yaitu Fath}ul Ba>ri-sharah s}ahi>h al-Bukhari,
menjelaskan yang dimaksud dengan waliyulla>h atau awliya>’. Beliau
mengatakan :
ِﻪَِدﺎَِ ِﰲ ُﺺِْﺨُْﺒ ِﻪَِﺎَﻃ ﻰََ ُ ِﻇﺒَﻮُْﺒ ِﻪِﺎ ُِﱂﺎَْﺒ : ِﷲ ِِّﱄَﻮِ ُدﺒَﺮُﳌﺒ
16 Sah}i>h Bukharino. 38 (sanad sah}i>h).
6
Yang dimaksud dengan waliyullah atau awliya>’ adalah orang yang
mengetahui (memiliki ilmu) tentang Allah, senantiasa menjalankan ketaatan
kepada-Nya dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.17
Penjelasan ini beliau sampaikan ketika memberikan sharah} (penjabaran)
hadis riwayat al-Bukhari di atas. Penulis menghendaki dalam tesis ini suatu
kajian tafsir dengan menjadikan awliya>’ sebagai topik sentral, kemudian
mengumpulkan ayat-ayat terkait berdasarkan kronologi, mulai dari kesamaan
tema, urutan nuzul atau sebab nuzul, jika ada juga dilengkapi dengan korelasi
antar ayat dalam masing-masing surat. Untuk menghindari kesalahan konteks,
dibuat kerangka bahasan kemudian menafsirkannya melalui sumber dasar bi
al-riwa>yah sebagai langkah awal dan merupakan sumber utama tafsir
kemudian disimpulkan.18
Dari beberapa uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk meneliti
tentang “Awliya>’ dalam al-Qur’an” (Analisis terhadap makna awliya>’ dalam
Tafsir Aysar al-Tafa>si>r karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jazayri>) untuk
menemukan gambaran pasti dari berbagai ragam pendapat di atas.
Sebelum membahas tesis ini lebih lanjut, maka perlu untuk menjelaskan
maksud judul. Hal ini untuk menghindari terjadinya kesalah-pahaman dalam
mengartikan judul tesis.
Judul tesis ini adalah: “Awliya>’ dalam al-Qur’an” (Analisis terhadap
Penafsiran Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri dalam kitab tafsirnya “Aysar
al-17
Imam al-Nawawi, Fath al- Ba>ri: 11/342-versi Maktabah Shamilah.
18 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan Pustaka, 2013), 176.
7
Tafa>si>r). Agar pengertian lebih jelas dan terarah maka kami menjelaskan
kata-kata pokok dalam judul di atas, yaitu:
Awliya>’, 19 memiliki derivasi makna, pemimpin, penolong, orang dekat,
wali. Dalam hal ini diambil pemaknaan Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri
dalam Tafsir Aysar al-Tafa>si>r tentang larangan memilih pemimpin non
muslim.
Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan judul di atas adalah
analisis semantik dan muna>sabah tentang makna awliya>’ menurut penafsiran
Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jazairi>.
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Metode dan corak Penafsiran tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r karya Shaikh Abu>
Bakar Ja>bir al-Jazairi.>
2. Ragam makna Awliya>’ dalam al-Qur’an menurut Shaikh Abu> Bakar Ja>bir
al-Jazairi> dalam tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r.
3. Prinsip, azas dan kaidah umum awliya>’ menurut Shaikh Abu> Bakar Ja>bir
al-Jazairi> dalam tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r.
4. Relevansi awliya>’ menurut Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jazairi> dalam tafsir
al-Aysar al-Tafa>si>r dengan term-term Khalifah, Amir Mu’minin,
al-Imam dan al-Sult}an serta al- Mulk dalam al-Qur’an.
19 Komarudin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 122.
8
Agar pembahasan terfokus pada permasalahan, penulis membatasi
penafsiran dengan menggunakan satu penafsiran saja, yaitu penafsiran Shaikh
Abu Bakar Ja>bir al-Jaza>iri> yang terdapat dalam kitab al-Aysar al-Tafa>si>r.
Obyek utamanya adalah ayat tentang awliya>’ sesuai dengan urut nuzul,
yaitu: QS. Ali Imran 3: 28. QS. al-Nisa>’ 4: 76, 89, 138-139, 144. QS.
al-Ma>idah, 5: 51, 57, 80, 81. QS. al-Anfa>l, 8: 72,73. QS. al-Tawbah, 9: 23, 71.
QS. al-Ra’d, 13: 16. QS. al-Mumtah}anah, 60: 1. QS. al-Jum’ah, 62: 6.
Delapan surat tersebut semuanya Madaniyah selanjutnya ayat ini akan
dikaji secara mendalam bagaimana makna dan penafsirannya versi Shaikh
Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>.
Untuk mempermudah dalam memahami tokoh ini, maka perlu juga
mengkaji biografi dan latar belakang sosial serta pendidikannya, metode dan
corak penafsiran yang digunakan Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri> dalam
kitab tafsirnya al-Aysar al-Tafa>si>r.
C.Rumusan Masalah
Agar lebih fokus dan memudahkan dalam proses penelitian, maka perlu
dipaparkan beberapa rumusan masalah pokok sebagai berikut:
1. Bagaimana metode dan corak tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r karya Shaikh Abu>
Bakar Ja>bir al-Jaza>iri?
2. Apa pengertian awliya>’ dalam al-Qur’an menurut tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r
karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>?
9
3. Bagaimana relevansi awliya>’ dalam tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r karya Shaikh
Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri> dengan term-term al-Khalifah, Amir Mu’minin,
al-Imam dan al-Sult}an serta al- Mulk dalam al-Qur’an?
D.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian tesis
ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui metode dan corak penafsiran tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r
karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>.
2. Untuk menjelaskan pengertian awliya’ dalam tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r
karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>.
3. Untuk menjelaskan hubungan antara awliya>’ dalam tafsir Aysar
al-Tafa>si>r karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri> dengan term-term
al-Khalifah, al-Amir al-Mu’minin, al-Imam dan al-Sult}an serta al-Mulk dalam
al-Qur’an.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini, antara lain :
1. Dari segi teoritis, penelitian ini merupakan kajian kandungan ayat sehingga
diharapkan bisa memberikan konstribusi pemikiran dan memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan Islam khususnya tafsir al-Qur’an al-Kari>m.
10
2. Dari segi praktis, realisasi penelitian ini diharapkan bisa memberi
konstribusi dalam masalah-masalah politik, pemerintahan dan sosial
kemasyarakatan. Sebagai bahan dalam memahami al-Qur’an.
F. Penelitian Terdahulu
Sepanjang pengamatan penulis, studi mengenai Awliya>’ sudah banyak
dibahas oleh sejumlah kalangan. Akan tetapi, kajian mengenai Awliya>’ dalam
tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jazairi> dengan
pendekatan tematik yang di dasarkan pada tinjauan semantik dan muna>sabah
adalah sama sekali belum pernah ditemukan.
Diantara karya tulis yang membahas tentang makna awliya>’, wali dan
pemimpin dengan sudut pandang yang berbeda-beda diantaranya, yaitu:
Mafhu>m Waliyyal al-Amri ‘inda Muhammad Abduh yang ditulis oleh
Ali Zainal Abidin, 2010. Secara garis besar, karya ini menguraikan tentang
makna Waliy al-Amri yang membahas tentang tugas-tugas pemimpin
pemerintahan menurut perspektif Muhammad Abduh.
Karya serupa juga pernah ditulis oleh Abdullah al-Dumaiji dalam
Kitabnya al-Imamah al Uzhma yang memberikan wawasan ilmiah yang
sangat mendalam tentang konsep awliya>’ dalam al-Qur’an, mendeskripsikan
tentang beberapa konsep ima>mah yang salah satu butir kesimpulannya, Tidak
ada kemuliaan dan ketinggian derajat bagi ummat Islam, kecuali dengan
kembali berhukum kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya serta berjuang
11
menegakkan Khilafah Islamiah yang akan menjaga agama Islam dan
mengembalikan kemuliaan serta kehormatan ummat Islam.20
Interpretation M. Quraish Shihab and Interpretation Hamka
about Auliya>’ on al-Ma>idah verse 51, oleh .Akrobun Naim tentang perbedaan
penafsiran antara M. Quraish Shihab dan Hamka dalam menafsirkan QS.
al-Ma>idah 5: 51.21
G.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu jenis
penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi,
perhitungan statistik atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran
angka.
Kualitatif juga bermakna sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas,
nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Untuk memahami makna dibalik
interaksi sosilal yang komplek hanya dapat diurai dengan cara interaksi
sosial.22
Dipilihnya penelitian kualitatif karena penelitian ini memiliki kelebihan
antara lain :
1. Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang obyek yang akan
diteliti.
20 Abdullah bin Umar al-Dumaiji, al-Imamah al-Uzhma, Konsep Kepemimpinan dalam Islam
(Jakarta: Ummul Qura, 2016), 516-517.
21 Akrobun Naim,Interpretation M. Quraish Shihab and Interpretation Hamka about Awliya>’ on
al-Maidah verse51 (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014), Disertasi.
22 Sugiyono, Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi (Bandung: Alfa Beta, 2016),226.
12
2. Mampu menciptakan laporan kepada setiap orang yang ada pada situasi
sosial yang akan dilteliti.
3. Mampu menggali sumber data dengan observasi partisipan secara
triangulasi.
4. Menghasilkan temuan pengetahuan, mengkonstruksi fenomena atau ilmu
baru.
5. Mampu mengkomunikasikan hasil penelitian kepada masyarakat luas.23
Menggunakan pendekatan library research (penelitian kepustakaan),
yaitu penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh
data penelitiannya.24
Metode analisa yang digunakan adalah deskreptik analisis dengan
pendekatan semantik dan muna>sabah yang berusaha mendeskripsikan makna
awliya>’ yang ada dalam al-Qur’an, sebagaimana temanya, maka aplikasi
ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam
ayat-ayat yang ditafsirkan serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang
menafsirkan ayat-ayat tersebut.25
Dalam pengumpulan data digunakan metode dokumentasi. Metode ini
diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal ilmiah, atau
dukumentasi tertulis lainnya.
Semua data primer dan sekunder diklasifikasi dan dianalisis sesuai
dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam
23 Sugiyono, Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi (Bandung: Alfa Beta, 2016), 225 24 Ibid.
25 Nasrudin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 31.
13
atas karya-karya yang memuat obyek penelitian dengan menggunakan analisis
isi, yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah-
nya dengan tujuan menangkap pesan yang tersirat dari satu atau beberapa
pernyataan.26
Selain itu analisis isi dapat juga berarti mengkaji bahan dengan tujuan
spesifik yang ada dalam benak (peneliti).
Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
bahan-bahan tertulis berupa literatur berbahasa Arab, Indonesia dan Inggris
yang mempunya relevansi dengan permasalahan penelitian ini.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen
perpustakaan yang terdiri satu sumber data primer berupa kitab tafsir yaitu
kitab Aysar al-Tafa>si>r karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>. Dipilihnya
kitab tafsir Aysar al-Tafa>si>r karya, Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri karena
sistematis, mudah dalam pembahasan dan mudah difahami. Adapun
sumber-sumber lainnya yang akan dipakai sebagai data sekunder, sebagai berikut:
1. Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karya Ibn Kathir.
2. S}afwa>t al-Tafa>si>r karya Muhammad A>li al-S}abuni>.
3. Tafsi>r al-Mis}ba>h, M. Quraish Shihab.
4. al-Ima>mah al-Uzhma> ‘inda Ahl Sunnah wa al-Jama>’ah, karya Ulama besar
Makkah sebagai tesis yang mumtaz di Universitas Ummul Qura.27
26 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogjakarta: Rake Sarasin, 1993), 76.
27Abdullah al-Dumaiji, al-Ima>mah al-Uzhma> ‘inda Ahl Sunnah wa al-Jama>’ah, terj. Umar Mujtahid (Jakarta: Ummul Qura, 2016), Tesis.
14
Mereka ini dipilih karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
menggunakan bahasa yang lugas dan sederhana serta menyebutkan segala
aspek yang terkait dengannya sehingga mudah untuk difahami.
a. Tafsi>r Ibnu Kathi>r merupakan karya terbaik dalam bidang tafsir bi
al-Ma’tsu>r, bahkan banyak ulama yang menyunting dan membuat
ringkasan terhadap kitab ini.
b. S}afwa>t al-Tafa>si>r merupakan saringan dari kitab-kitab tafsir sebelumnya
seperti tafsi>r al-Qurtubi dan tafsir Ibnu Katsi>r.
c. Sedangkan Tafsi>r al-Mis}ba>h, M. Quraish Shihab merupakan tafsir
berbahasa Indonesia yang dalam penafsirannya tidak lepas dengan
kondisi sosial yang ada sehingga pembaca lebih mudah memahaminya.
d. al-Ima>mah al-Uzhma> ‘inda Ahl Sunnah wa al-Jama>’ah, karya Ulama
Makkah, Abdullah al-Dumaiji, guru besar di fakultas da’wah sebagai
tesis yang mumtaz di Universitas Ummul Qura. Memberikan wawasan
ilmiah yang luas tentang konsep imamah yang berdasarkan pemikiran
teologi ahl al-sunnah wa al-jama>’ah.
Demikianlah beberapa kitab yang menjadi sumber utama tulisan ini.
Dengan menyebut kitab tersebut, tidaklah berarti bahwa
kitab-kitab tafsir lainnya diabaikan sama sekali. Kitab-kitab-kitab itu tetap di gunakan
sebagai sumber rujukan khususnya dalam melengkapi dan mempertajam
analisis serta bahasan.
15
H.Sistematika Pembahasan.
Untuk memudahkan dalam pembahasan penelitian ini maka perlu untuk
menjabarkan sistematikanya. Berikut ini adalah penjelasan tentang sistematika
pembahasan dalam penelitian ini yang terdiri dari:
Bab pertama, pendahuluan yang merupakan gambaran secara umum dari
keseluruhan pembahasan tesis, meliputi: latar belakang masalah, identifikasi
masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kajian pustaka/penelitian terdahulu, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua, teori semantik dan muna>sabah.
Bab ketiga, penyajian data, biografi Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jazairi>,
metode dan corak penafsiran, terminologi awliya>’ dan term-term al-Kha>lifah,
Amir al-Mu’mini>n, al-Ima>m dan al-Sult}an serta al-Mulk.
Bab empat, Analisis data, terminologi awliya>’, al-Kha>lifah, Amir
al-Mu’mini>n, al-Ima>m dan al-Sult}an serta al-Mulk.
Bab kelima, berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
1
BAB-II
LANDASAN TEORI
ANALISIS SEMANTIK DAN MUNA>SABAH
A.Teori Semantik
1. Definisi Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang
berarti tanda atau lambang. Akar kata sema adalah s dan m sangat mirip
dengan kata ةم dari kata مس )و( yang juga berarti tanda akar katanya adalah
)و( س dan م Kata kerja sema adalah semaino yang berarti menandai atau
melambangkan. Tanda atau lambang yang dimaksud disini adalah
tanda-tanda linguistik. Padanan dalam bahasa Arab adalah ilmu al-dila>lah yang
berasal dari kata ةلاد-لدي -لد yang berati menunjukkan seperti dalam
al-Qur’an 1 ةراج ىلع مكلدأ ل .
Semantik merupakan cabang sistematik bahasa yang menyelidiki
makna atau arti (dalam linguistik lazimnya tidak dibedakan).2Semantik
adalah bagian dari struktur bahasa (Language structure) yang berhubungan
dengan makna ungkapan dan makna suatu wicara atau sistem penyelidikan
makna dan arti dalam suatu bahasa pada umumnya. Semantik juga banyak
1
QS. al-Sa>ff, 61:10.
2
2
membicarakan ilmu makna, sejarah makna, bagaimana perkembangannya
dan mengapa terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa.3
Pendapat yang sama, bahwa semantik merupakan bahasa terdiri dari
struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan obyek
dalam pengalaman dunia manusia. Semantik adalah studi tentang hubungan
antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbul
dalam aktifitas bicara.4
Semantik mempunyai hubungan dengan disiplin ilmu lain. Misalkan
saja manusia, boleh saja manusia menjadi kajian antropologi, biologi,
kedokteran dan psikologi serta sosiologi. Begitu juga dengan makna yang
menjadi obyek dari semantik, karena persoalan makna bukan saja menjadi
obyek dari ahli yang bergerak dalam semantik. Semantik sebagai ilmu
mempelajari kemaknaan didalam bahasa sebagai makna apa adanya (das
sein) dan hanya terbatas pada pengalaman manusia saja. Jika dibandingkan
dengan kajian psikologi, maka mengkaji tentang kebermaknaan jiwa yang
ditampilkan gejala jiwa, baik itu ditampilkan secara verbal maupun non
verbal. Jadi semantik lebih bersifat verbal, kalimat yang dapat diucapkan
secara lisan.5
Menurut Toshihiko Izutsu, semantik adalah kajian analitik terhadap
istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya
sampai pada pengertian konseptual weltanscauung atau pandangan dunia
3
Ahmad Fawaid, Semantik al-Qur’an Pendekatan Teori Dila>lat al-Fa>z terhadap kata Z}alal dalam al-Qur’an (Surabaya: Tesis, 2013), 73.
4
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),7.
5
3
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Pandangan ini tidak saja
sebagai alat berbicara dan berfikir, akan tetapi lebih penting lagi, yakni
pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya.6
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa semantik adalah sub disiplin
linguistik yang membicarakan tentang makna bukan bahasa. Dengan kata
lain semantik berobjekkan makna.7 Dengan menerapkan analisis semantik
ini atas al-Qur’an orang ingin mengungkap pandangan dunia kitab ini, yakni
bagaimana dunia wujud, menurut kitab suci ini dibangun, apa
unsur-unsurnya dan bagaimana satu unsur dihubungkan dengan yang lain.8
Adapun pada kenyataannya tujuan untuk mempelajari semantik adalah
untuk memahami hakekat manusia itu sendiri melalui pengkajian isi
mentalnya yang tercermin pada pemahamannya tentang gejala dunia dan
isinya. Oleh karena sifat akseologinya yang luas, maka perlu ditetapkan
tujuan seseorang mempelajari semantik. Tujuan itu tergantung kepada setiap
orang yang mempelajarinya.9
Semantik dinyatakan sebagai ilmu makna pada tahun 1990-an dengan
munculnya karya Breal yang berjudul Essay de Semantique, sebelumnya
karya Stern 1931 dengan judul Meaning and Change with Special Reference
to the English Language.10
6
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terj. Agus Fahri Husain, dkk.(Yogjakarta: Tiara – wacana,2003), 3.
7
Luthfiyah Romziana, Konsep Jahiliah dalam al-Qur’an (Pendekatan Semantic) (Surabaya: 2014
8
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terj. Agus Fahri Husain, dkk.(Yogjakarta: Tiara wacana), xi.
9
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),23. 10
4
Monumen terpenting dalam perkembangan semantik munculnya
pemikiran Ferdinand de Saussure dengan judul Cours de Linguistque
General. Diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Wade Baskin dengan
judul Course in General Linguistic dan di terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Rahayu S. Hidayat dengan judul Pengantar Linguistik
Umum. Menurut Saussure, bahasa merupakan system tanda (language is a
system of sign that expressidea) yang saling berhubungan, merupakan satu
kesatuan (the whole unified) membentuk struktur.11
Saussure menampilkan konsep baru dalam bidang teori dan penerapan
studi kebahasaan yang berfokus pada keberadaan bahasa dan arti kata. Pada
waktu tertentu disebut dengan pendekatan sinkronis atau studi yang bersifat
diskriptif dan studi tentang sejarah dan perkembangan suatu bahasa yang
disebut dengan pendekatan diakronis.
Bentuk perkembangan diskriptif adalah bahasa yang obyeknya adalah
kata dan arti kata. Arti sebuah kata tidak permanen tetapi mengalami
perubahan terus menerus, dibuktikan dengan melihat kamus, dimana sebuah
kata dapat mengalami perubahan makna setiap saat.12
2. Semantik al-Qur’an
Periode awal penafsiran al-Qur’an mengenai semantik ini dipelopori
oleh seorang sarjana yang bernama Muqa>til Ibn Sulaima>n (w. 150/767).
Karya utama yang menjadi fokus ulasan sebagai babak awal dari kesadaran
11
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 4.
12
5
semantik tersebut berjudul al-Ashba>h wa al-Naz}a>’ir fi> al-Qur’a>n al Kari>m dan al-Tafsi>r Muqa>til Ibn Sulaima>n.13
Meskipun karya tafsir Mujahid dalam poin tertentu melampaui apa
yang telah dilakukan Muqa>til Ibn Sulaima>n, namun dalam hal kesadaran
semantik belum banyak menyentuh ranah tersebut. Adapun Sarjana yang
senada dengan Muqa>til Ibn Sulaima>n adalah Harun Ibn Musa (w.170/786)
dalam karyanya berjudul al-Wujh wa al-Naza>ir fi> al-Qur’a>n al Kari>m. selain itu Jahiz (w. 255/866), Ibn. Qutaiba (w. 276/898) dan Abd Qahir
al-Jurjani (w. 471/1079) generasi yang menyempurnakan tentang kajian
tersebut.
Muqa>til Ibn Sulaima>n menegaskan bahwa setiap kata dalam al-Qur’an
di samping memiliki arti yang definitif, juga memiliki beberapa alternatif
makna lainnya. Salah satu contohnya adalah kata yad yang memiliki arti
dasar atau leksikal tangan. Menurut Muqa>til Ibn Sulaima>n, ayat tersebut
jika terdapat dalam konteks pembicaraan ayat (al-Qur’an) akan memiliki
tiga arti alternatif, yaitu:14
a. Tangan secara fisik sebagai anggota tubuh, seperti dalam al-Qur’an Surat
al-A’ra>f, 7: 108.
M. Nur Kholis Setiawan,Pemikiran Progressif dalam Kajian al-Qur’an (Jakarta: Kencana,2008) 120.
14
6
Dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi
putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya.15
b. Kedermawanan, QS. al-Isra>’, 17: 29 dan QS. al-Ma>idah, 5: 64.
Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu ….16
orang-orang Yahudi berkata: Tangan Allah terbelenggu…17
c. Perbuatan atau aktifitas, QS. Ya>si>n 36: 35 dan QS. al-Hajj 22: 10.
Supaya mereka dapat makan dari buahnya dan dari apa yang di usahakan
oleh tangan mereka maka mengapakah mereka tidak bersyukur?18
Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh
kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah
penganiaya hamba-hamba-Nya.19
Penjelasan di atas berasumsi bahwa makna tidak semata-mata terletak
pada kosakata tersebut. Selain itu istilah yang juga menambah arti penting
dari aspek semantik adalah siya>q konteks. Meski istilah ini belum
disinggung dalam karya Muqa>til Ibn Sulaima>n akan tetapi istilah lain yang
15
Depatemen Argama RI,al-Qur’an dan Terjemahnya(Jakarta:CV. Nala Dana, 2007), 219.
7
senada dengan ini telah disebutkan yaitu al-mawdi’ atau diterjemah dalam
ranah linguistik sebagai posisi.20
Menelaah kosakata dalam hubungannya dengan konteks, apalagi
dikaitkan dengan al-Qur’an maka kemudian didapatkan sebuah kesimpulan
bahwa dalam al-Qur’an setidaknya terdapat tiga jenis kosakata. Pertama,
kosa kata yang hanya memiliki satu makna. Kedua, kosakata yang memiliki
dua alternatif makna dan Ketiga, kosakata yang memiliki banyak
kemungkinan arti selaras dengan konteks dan struktur dalam kalimat yang
memaknainya.21
Kajian yang menggunakan metode kebahasaan sudah dilakukan oleh
beberapa pakar mufassir klasik, diantaranya ialah al-Fara’ (w. 210/825)
dengan karya tafsirnya Ma’a>ni al-Qur’an, Abu Ubaidah, al-Sajistani>, dan
al-Zamakhsyari>. Kemudian dikembangkan lagi oleh Amin al-Khuli yang
kemudian teori-teorinya diaplikasi oleh Aysah Bint al-Syati>’.22 Kemudian
gagasan Amin al-Khuli dikembangkan lagi oleh Toshihiko Izutsu yang
dikenal dengan Teori Semantik al-Qur’an.23
Teori semantik yang diaplikasikan dalam kajian al-Qur’an terdapat
dua bentuk analisis, yakni analisis diakronik dan analisis sinkronik.
Diakronik berasal dari bahasa Yunani dia yang berarti melalui dan kronos
yang berarti waktu, artinya: mempelajari bahasa sepanjang masa, selama
20
M. Nur Kholis Setiawan,Pemikiran Progressif dalam Kajian al-Qur’an (Jakarta: Kencana,2008) 126-127.
21
Ibid., 128.
22
Aisyah Bint al-Syathi’, al-Tafsi>r al-Baya>n li al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Da>r al-Ma’arif, 1990), 98.
23
8
bahasa itu masih digunakan oleh penuturnya. Menurut Toshihiko Izutsu,
diakronik secara etimologi adalah pandangan terhadap bahasa, yang pada
prinsipnya menitik beratkan pada usur waktu. Dengan demikian, secara
diakronik kosa kata adalah sekumpulan kata yang masing-masing tumbuh
dan berubah secara bebas dengan caranya sendiri yang khas.24
Adapun cirri-ciri Linguistik diakronik adalah sebagai berikut:
a. Linguistik diakronik menelaah bahasa tanpa ada batasan waktu.
b. Bersifat vertikal, karena melakukan perbandingan bahasa dari masa-
ke masa,
c. Bersifat historis dan komparatif,
d. Perkembangan dan perubahan struktural bahasa dapat diketahui secara
jelas.
Sedangkan analisis sinkronik secara h}arfiyah berasal dari bahasa
Yunani dari akar kata syn yaitu bersama dan kronos adalah waktu, artinya
mempelajari suatu bahasa dengan suatu bahasa pada suatu kurun waktu.25
Jadi analisis sinkronik adalah analisis terhadap system kata statis yang
merupakan satu permukaan dari perjalanan sejarah suatu bahasa sebagai
konsep yang di organisasikan dalam sebuah jaringan yang rumit. Dengan
analisis ini diperoleh struktur-struktur, makna-makna tertentu yang pada
gilirannya, bersama analisis diakronik, akan membawa pada suatu
24
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terj. Agus Fahri Husain, dkk.(Yogjakarta: Tiara- wacana, 2003), 32.
25
9
weltanschauung (pandangan dunia) dari obyek kajian dalam hal ini
pandangan dunia al-Qur’an.26
Ciri-ciri linguistik Sinkronik secara garis besar ada tiga, yaitu:27
a. Dari segi waktu, linguistik sinkronik menelaah bahasa pada waktu
tertentu, dikhususkan dan terbatas.
b. Bersifat deskriptif, adanya penggambaran bahasa apa adanya pada
masa tertentu.
c. Bersifat horizontal dan mendasar, karena tidak ada perbandingan
bahasa dari masa kemasa.
3. Teknik Penerapan Semantik
Untuk menerapkan teknik analisis semantik diakronik dan sinkronik,
diperlukan beberapa cakupan momentum linguistik yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Makna Dasar (grundbedeutung)
Makna dasar adalah kandungan kontekstual dari kosakata yang
akan tetap melekat pada kata tersebut meskipun kata tersebut
dipisahkan dari konteks pembicaraan kalimat. Dalam kasus al-Qur’an
misalnya kata Kita>b di dalam maupun di luar al-Qur’an artinya sama.
Kata Kita>b sepanjang dirasakan secara actual oleh masyarakat
penuturnya menjadi satu kata, mempertahankan makna fundamental
yaitu Kita>b dimanapun ditemukan. Kandungan unsur semantik ini
26
Chafid Wahyudi, Pandangan Dunia al-Qur’an Tentang Taubah, Aplikasi Pendekatan Semantik terhadap al-Qur’an (Yogjakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2002), 28.
27
10
tetap ada pada kata tersebut dimanapun diletakkan dan bagaimana
digunakan. Jadi makna dasar adalah sesuatu yang melekat pada kata
itu sendiri yang selalu terbawa dimanapun kata tersebut diletakkan.
b. Makna Relasional (relational bedeutung)
Makna rasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan
dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan meletakkan kata
tersebut pada posisi khusus dalam bidang khusus, berada pada relasi
yang berbeda dengan semua kata-kata penting lainnya dalam system
tersebut.28 Contoh pada kata kita>b dalam makna dasar ketika kata
tersebut dihubungkan dengan kata ahl menjadi ahl al-Kita>b maka kata
kitab telah bermakna kitab milik orang Yahudi dan Nasrani.
c. Struktur Batin
Struktur batin secara general mengungkap fakta pada dataran
yang lebih abstrak dan riil, sehingga fakta tersebut menimbulkan
kekaburan dalam dataran manapun dan semua ciri struktural dapat
diungkap dengan jelas ke permukaan. Sedangkan analisis batin yang
terdapat dalam al-Qur’an secara definitif adalah mengungkap
kecenderungan kosa kata dalam al-Qur’an dalam ayat tertentu dengan
konteks yang menyertainya.29
28
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terj. Agus Fahri Husain, dkk.(Yogjakarta: Tiara- wacana,2003), 12.
29
11
d. Medan Semantik
Dalam bahasa ada banyak kosa kata yang memiliki sinonim,
terlebih dalam bahasa Arab. Aspek budaya terkadang juga masuk
kedalam aspek kebahasaan, meskipun kosa kata itu sama namun
penggunaannya berbeda. Bidang semantik, memahami jaringan
konseptual yang terbentuk oleh kata-kata yang berhubungan erat,
sebab tidak mungkin kosa kata akan berdiri sendiri tanpa ada kaitan
dengan kosa kata lain.30
4. Urgensi Semantik dalam Penafsiran al-Qur’an
Semantik sebagai salah satu pendekatan untuk mengungkap gagasan
yang ada di dalam al-Qur’an melahirkan banyak paradigma yang merupakan
cara pandang dan kerangka berfikir seseorang dalam membaca, membedah
dan menganalisa objek yang dikaji dalam al-Qur’an.
Pengkaji al-Qur’an yang menggunakan pendekatan semantik dalam
analisis penafsiran al-Qur’an beralasan bahwa selain hanya untuk
kepentingan analisis juga untuk memahami variasi dan konteks makna kata
dari kata-kata kunci (key terms)dalam al-Qur’an. Jadi cara yang terbaik
dalam meneliti al-Qur’an mencoba menguraikan katagori semantik.31
Untuk mengurai tema-tema kunci dalam al-Qur’an yang berbahasa
Arab, semantik memberikan sejumlah prosedur dalam mengurai keragaman
subtansif makna bahasa Arab tersebut. Oleh karena itu, analisis semantik
30
Moh. Yardo, Ah}sa>n Taqwi>m dalam Wordview al-Qur’an, Sebuah Pendekatan Semantik al
-Qur’an, 15.
31
12
bertujuan untuk menyelaraskan makna al-Qur’an sesuai dengan konteks
pragmatiknya dan dinamika historikalitasnya serta penyelarasan makna
dalam konteks dialektika universalitas makna dan lokalitas pemahaman dan
penafsiran al-Qur’an.32
Sehingga nantinya dari pendekatan semantik akan didapatkan gagasan
al-Qur’an yang totalitas sesuai dengan pandangan dunia al-Qur’an itu
sendiri. Karena al-Qur’an yang diturunkan bagi kepentingan manusia
mempunyai fungsi penting sebagai hidayah, mengharuskan pemahaman
yang tepat atas ajaran-ajaran yang dikandungnya, sesuai maksud yang
dikehendaki Allah SWT.
B.Teori Muna>sabah.
1. Definisi Muna>sabah
Secara etimologi muna>sabah berarti persesuaian atau hubungan atau
relevansi, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu
dengan ayat atau surat yang sebelum atu sesudahnya.
Ilmu muna>sabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat
atau surah yang satu dengan ayat atau surah yang lain. Oleh karena itu,
sebagian pengarang menamakannya dengan Ilm Tana>sub aya>t wa
al-suwa>r yang artinya menjelaskan persesuaian antara ayat atau surah yang
satu dengan yang lain.33
32
Yayan Rantikawati dan Dadan Rusmana,Metodologi Tafsir al-Qur’an Strukturalisme,Semantik, Semiotika dan Hermeneutik (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 253.
33
13
Menurut istilah, Ilmu muna>sabah ialah ilmu untuk mengetahui alasan
alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur’an yang mulia.34
Dilihat dari segi terminologi muna>sabah dapat diartikan sebagai
keserupaan atau kedekatan makna antara satu ayat dengan ayat lainnya
dalam satu surat, kumpulan ayat dalam satu surat dengan lainnya dalam
surat yang lain, antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, atau
dapat juga antara satu surat dengan surat yang lain.35
Nasr Hamid Abu Zayd, memahami muna>sabah antar ayat dan surat
adalah bahwa teks merupakan kesatuan struktural yang bagiannya saling
berkaitan. Mengaitkan antar ayat dan surat itu adalah tugas seorang mufassir
karenanya mufassir mempunyai peranan penting dalam menangkap
cakrawala teks. Jadi mufassir mengungkapkan dialektika bagian-bagian teks
melalui dialektika mufassir selaku pembaca dengan teks.36
Adapun ulama al-Qur’an menggunakan kata muna>sabah untuk dua
makna. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-ayat
al-Qur’an. Hal ini mencakup banyak ragam, diantaranya adalah hubungan
kata demi kata dalam satu ayat, hubungan ayat dengan ayat sesudahnya,
hubungan kandungan ayat dengan fa>shilah atau penutupnya dan hubungan
surah dengan surah berikutnya serta hubungan awal surah dengan dengan
penutupnya. Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat yang lain,
34
Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, cet.5 (Surabaya: Dunia Ilmu, 2012), 154.
35 Manna al-Qat{t}an, Mabahits fi> Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1993), 97. 36
14
seperti pengkhususannya, penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak
bersyarat. Sebagai contoh: QS. al-Ma>idah 5: 3.
diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,…37
Ayat di atas menjelaskan aneka macam makanan diantaranya adalah
darah. Tetapi dalam, QS. al-An’a>m 6: 145, dinyatakan:
Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging
babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah…38
Bahwa yang haram adalah darah yang mengalir. Oleh karena itu ,ada
munasabah antara ayat al-Ma>idah dan al-An’a>m yang disebut diatas.39
Teori muna>sabah ini bersifat ijtihadi, yakni diperlukan usaha yang
sungguh-sungguh dalam menggali rahasia hubungan antar ayat atau antar
surah dalam al-Qur’an yang logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
Mayoritas mufassir memandang pentingnya usaha yang sungguh-sungguh
tersebut dengan mengacu pada suatu kenyataan bahwa tidak semua ayat
37
Depatemen Argama RI,al-Qur’an dan Terjemahnya(Jakarta:CV. Nala Dana, 2007), 142.
38
Ibid., 198.
39
15
mempunyai saba>b nuzul, apalagi tidak semua saba>b nuzul dinilai sahih.
Disinilah pentingnya muna>sabah untuk mengungkap suatu makna ayat
dalam penafsiran al-Qur’an.40
Begitu pentingnya muna>sabah diketahui dan difahami dalam
menafsirkan al-Qur’an. Untuk menentukan makna yang menjadi sarana
pemersatu antar kalam maka dibutuhkan langkah-langkah untuk membentuk
hubungan di antara ayat maupun surat dalam al-Qur’an. Adapun
langkah-langkah tersebut, diantaranya:
a. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek
pencarian.
b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan pembahasan
di dalam suatu surat.
c. Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut, apakah ada hubungannya
atau tidak.
d. Dalam mengambil kesimpulan, hendaknya memperhatikan
ungkapan-ungkapan kebahasaan secara benar.
2. Macam-macam Muna>sabah dalam al-Qur’an
Pembahasan tentang muna>sabah sangat mengandalkan pemikiran
bahkan imajinasi atau kenyataan yang terjadi. Karena bisa saja banyak
ragam hubungan yang dapat terjadi, tergantung dari mufassir yang
menghubungkannya. Para ulama setuju bahwa semua ayat dalam al-Qur’an
harus dicarikan muna>sabahnya. Yang perlu untuk dicari muna>sabahnya
40
16
adalah hubungan antar ayat dan surat yang belum jelas.41 Hubungan yang
dicari bisa penggalan ayat dengan lanjutan penggalannya, bisa juga antara
ayat dengan ayat berikutnya.42
Muna>sabah jika dilihat dari segi sifatnya, yakni mengacu pada tingkat
kejelasan dan kesamaran makna, maka dapat dikatagorisasikan menjadi:
a. Dhahir Irtibhath, adalah kesesuaian bagian-bagian al-Qur’an (ayat
maupun surat) yang terjalin secara jelas dan kuat. Adanya kesatuan unsur
pembentuk hubungan antar ayat maupun surat secara redaksionis.
Misalnya, QS. al-‘Ashr 103: 2-3.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.43
b. Khafiy al-Irtibath, hubungan yang terjadi antara dua ayat atau surah
secara samar, sehingga jika difahami hanya melalui makna redaksinya
akan menunjukkan tidak ada hubungan. Seolah-olah kedua ayat maupun
41
Ahmad Rasyid, Munasabah dalam al-Qur’an,Konstruksi Pemahaman Makna Korelatif (Surabaya UINSA, 2006), 15.
42
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 247.
43
17
surat tersebut berdiri sendiri dan tidak adanya keterkaitan kuat dengan
ayat maupun surat sebelum dan sesudahnya.44
Adapun mufassir menggunakan kata muna>sabah untuk dua
makna. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan
ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini mencakup banyak ragam, di antaranya adalah:
hubungan kata demi kata dalam satu ayat, hubungan ayat dengan ayat
sesudahnya, hubungan kandungan ayat dengan fashilah atau penutupnya
dan hubungan surat dengan surat berikutnya serta hubungan awal surat
dengan penutupnya. Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat yang
lain, seperti pengkhususannya, penetapan syarat terhadap ayat lain yang
tidak bersyarat.45
Ahmad Rasyid menjelaskan dari hasil penelitiannya, bahwa
muna>sabah dalam al-Qur’an jika ditinjau dari materinya maka ada tiga
macam bentuk:
Pertama, muna>sabah dalam satu ayat, adalah adanya keterkaitan
atau hubungan antara kalimat-kalimat al-Qur’an dalam satu ayat.
Keterkaitan makna dalam satu ayat al-Qur’an dapat dipahami pada dua
bentuk (antar kata dengan kata selainnya, satu ayat dengan fashilah/
penutupnya).46
Kedua, muna>sabah antar ayat, hubungan atau persambungan antara
ayat yang satu dengan ayat yang lain. Keterkaitan makna antara dua ayat
44
Ahmad Rasyid, Munasabah dalam al-Qur’an, Konstruksi Pemahaman Makna Korelatif (Surabaya : UINSA, 2006), 15.
45
Ibid., 244.
46
18
atau lebih merupakan bentuk hubungan konteks pembahasan yang
terbentuk dari keterkaitan kalimat dalam satu ayat. Muna>sabah antar ayat
ini dapat terbentuk antara lain: di-„athaf-kan atau tidak di-„athaf-kan ayat
yang satu pada ayat lainnya, penggabungan dua hal yang semakna, dua
hal yang kontradiktif dan perpindahan pembicaraan.47
c. Muna>sabah antar surat , hubungan yang terjalin antara surat yang satu
dengan surat yang lain. Pada dasarnya kandungan suatu surat memiliki
keterkaitan yang kuat antara sub tema yang satu dengan yang lain. Hal ini
dapat dipahami bahwa penamaan suatu surat yang ada dalam al-Qur’an
merupakan indikasi adanya keterkaitan dengan makna yang terdapat pada
ayat-ayat yang dikandungnya. Sehingga nama surat merupakan
kesimpulan universal bagi setiap perincian ayat-ayat di dalamnya.
Berikut diantara bentuk munasabah antar surat.48
1) muna>sabah antara dua surat dalam soal materinya,
2) muna>sabah antara permulaan surat dengan penutup surat sebelumnya 3) muna>sabah antara pembuka dan akhir dalam satu surat.
3. Urgensi Ilmu Muna>sabah dalam Menafsirkan Ayat-ayat al-Qur’an
Telah diketahui bahwasanya wahyu dalam al-Qur’an tidak bisa
dipisah satu dengan yang lainnya, baik antara ayat dengan ayat maupun
antara surat dengan surat, maka keberadaan ilmu muna>sabah menjadi
47
Ahmad Rasyid, Munasabah dalam al-Qur’an, Konstruksi Pemahaman Makna Korelatif (Surabaya: UINSA, 2006), 18-19.
48
19
penting dalam memahami al-Qur’an secara holistik. Arti penting muna>sabah
sebagai salah satu metode untuk memahami al-Qur’an adalah:49
a. Dilihat dari sisi balaghah, maka korelasi antara ayat dengan ayat
menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al-Qur’an dan
apabila dipenggal, maka keserasian dan keindahan ayat akan hilang.
Sehingga dibutuhkannya muna>sabah ini untuk menemukan keserasian
dan keindahan serta kehalusan ayat al-Qur’an.
b. Ilmu muna>sabah memudahkan orang dalam memahami makna dan ayat
atau surat. Penafsiran al-Qur’an dengan ragamnya jelas membutuhkan
pemahaman muna>sabah antara ayat satu dengan yang lainnya dan antara
surat yang satu dengan surat yang lainnya.
c. Ilmu muna>sabah membantu pembacanya agar memperoleh banyak
petunjuk dalam waktu yang singkat tanpa membaca seluruh ayat-ayat
al-Qur’an.
d. Ilmu muna>sabah juga dapat memperkaya cakrawala pemahaman, karena
semakin lama menggali susunan ayat dan surat, maka semakin banyak
dan beragam pula mendapat petunjuk pemahaman baru. Sehingga
al-Qur’an senantiasa memberikan sumber hidayah yang tidak akan kering
dari ilmunya Allah.
49
1
BAB-III
BIOGRAFI SHAIKH ABU> BAKAR JA>BIR AL-JAZA>IRI<,
METODE DAN CORAK PENAFSIRAN AISA>R AL-TAFA>SI>R,
RELEVANSI AWLIYA<’ DAN TERM KHALI>FAH, AL-IMA>M, AL-SULT}AN,
ULU> AL-AMRI DAN AL-MULK
A.Biografi Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>1
1. Nama dan nasab beliau
Nama beliau adalah Ja>bir, ayah beliau adalah Mu>sa> bin ‘Abdul Qa>dir
bin Ja>bir dan kuniah (nama panggilan) beliau adalah Abu> Bakar dan
al-Jaza>’iri> adalah nisbah ke negeri dimana beliau dilahirkan yaitu Al-Jazair.
Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri> adalah seorang ulama Madinah
terkenal yang mengajar di University Islam Madinah. Beliau dilahirkan di
Algeria pada tahun 1921. Ketika umurnya lebih kurang satu tahun, ayahnya
telah meninggal dunia. Ibunya seorang yang salih, unggul dalam mendidik
anak berdasarkan panduan Islam. Beliau belajar al-Qur’an ketika masih
kanak-kanak saat umurnya dua belas tahun. Selesai awal pendidikan di
rumah, kemudian dipindahkan ke ibu kota Algeria dan bekerja sebagai
seorang guru di sebuah sekolah.
Selama masa itu, beliau menghadiri pelajaran oleh al-T}ayya>b Abu>Qi>r
dan telah mendapat penerangan-penerangan dengan cahaya kepercayaan
dalam tauhid dan Sunnah Nabi SAW. Ketika penjajahan Perancis dimulai
pada tahun 1952, beliau pindah ke Madinah. Raja Sa’u>d bin „Abdu al-„Azi>z
adalah penguasa saat itu dan University Islam Madinah telah didirikan.
1
2
Beliau pertama bekerja sebagai seorang guru di Madinah, kemudian ia
bergabung dengan University Madinah dan bekerja di sana. Beliau juga
bekerja sebagai penasihat dan membantu di beberapa lembaga berkaitan
dengan dunia Muslim selama waktu itu.
Beliau menyerang ahli tasawuf yang sesat yang menjadi sebab
mengapa umat Islam hilang dalam perjuangan melawan kolonialisme Eropa.
Beliau adalah seorang Shaikh, ‘alim, ahli tafsir dan seorang da’i kepada
agama Allah, kontribusi beliau dalam berdakwah dan pendidikan sangatlah
banyak, beliau juga memiliki andil besar dalam penulisan karya tulis Islami
dan ceramah-ceramah. Shaikh al-Jaza>iri> juga telah banyak melakukan
kunjungan ke berbagai negara yang hal itu tidak lain adalah dalam rangka
menyebarkan dakwah Islam dan is}lah}. Beliau adalah seorang yang fashi>h,
dan ilmunya sangat luas.
2. Di Madinah Munawwarah
Shaikh rah}imah Alla>h pindah lagi dari Biskra ke Madinah
al-Munawarah Saudi Arabia bersama keluarga. Disana beliau berusaha
menyempurnakan belajarnya tentang ilmu Shar’i maka beliau pun
menghadiri halaqah-halaqah „ilmiyyah para Ulama’ senior dan para
Masha>ykh. Beliaupun mendapatkan Ijazah (izin pengajaran) dari Pimpinan
Qa>dhi> Makkah Mukarramah yang demikian itu agar beliau (Shaikh
al-Jaza>iri>rah}imah Alla>h) dapat mengajar di Masjid Nabawi sehingga memiliki
halaqah khusus dibawah bimbingan beliau yang disana mengajar tafsir
3
Shaikh al-Jaza>iri> rah}i>mah Alla>h sibuk dengan berbagai kegiatan
ilmiah, di antaranya, sebagai dosen dibeberapa madrasah di bawah
Departemen Pendidikan. Demikian pula beliau sebagai pengajar di Ma’had
Da>r al-H}adith di Madinah al-Munawwarah.
Beliau termasuk salah satu dari dosen generasi pertama yang mengajar
di al-Jam’iyah al-Islamiyah (Universitas Islam Madinah) ketika telah
dibuka yaitu tahun 1380 H dan beliau tetap mengajar disana hingga masa
pensiunnya tahun 1406 H.
3. Aktivitas Beliau
Telah diketahui aktivitas Shaikh rah}imah Allah dalam dunia da’wah,
bahwa beliau banyak melakukan kunjungan ke berbagai negeri dalam
rangka da’wah, kajian-kajian agama dan nasihat, ceramah-ceramah umum,
risalah-risalah ilmiyah dan tidak hanya di negerinya saja dalam
menyampaikan kajiannya akan tetapi beliau berkeliling ke berbagai negara
untuk menyebarkan da’wah al-haq ini. Melihat uslu>b beliau yang lemah
lembut dalam memberikan penjelasan, dan menafsirkan ayat-ayat serta
h}adits-h}adits Nabi SAW maka banyak dari para penuntut ilmu dan
mahasiswa yang mengelilingi dan menyertai beliau untuk mendapatkan
ilmu darinya.2
4. Karya Tulis Beliau
Di antara karya tulis beliau adalah:
2
4
1. Rasa>’il al-Jaza>iri> (mencakup 23 risalah yang membahas tentang Islam
dan Da’wah).
2. Minhaj al-Muslim (kitab tentang akidah, adab, akhlak, ibadah, dan
mu’a>malah).
3. ‘Aqi>dah al-Mu’mi>n (memuat dasar-dasar aqidah seorang mukmin).
4. Aysar al-Tafa>si>r li Kala>mal ‘Aliy al-Kabi>r.
5. Al-Mar’ah al-Muslimah.
6. Al-Daulah al-Islamiyah.
7. Al-D}aru>riyya>t al-Fiqhiyyah (yaitu risalah dalam fiqh Maliki).
8. Ha>dha> al-Habi>b Muh}ammad s}alla Alla>h ‘alaih wa salla>m Ya Muh}i>bb fi>
Shira>h (kitab tentang Sirah Nabi SAW).
9. Kamal al-Ummah fi>S}alah} al-‘Aqidatiha.
10. Ha>’ula>’ hum al-Yahu>d.
11. Al-Tas}awwuf ya ‘Iba>d Alla>h.
Dan yang lainnya dari karya tulis beliau rah}imah Alla>h.
Mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan terhadap ilmu dan umur beliau.
5. Wafatnya
Beliau wafat pada tahun 1999 M.3
B.Metode dan Corak Tafsir
Metode dan corak tafsir al-Aysar al-Tafa>si>r li Kala>m al-‘Aliy> al-Kabi>r
karya Shaikh Abu> Bakar Ja>bir al-Jaza>iri>.
3