• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Peningkatan Keterampilan Menulis Kreatif Keterampilan\BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " Skripsi Peningkatan Keterampilan Menulis Kreatif Keterampilan\BAB II"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kajian Tentang Pendekatan Konstruktivisme

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri (Murikah, 2003:21).

Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruk” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

Pendekatan konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri (Brooks dalam Nur, 2000:2). Dalam hal ini guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya. Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik adalah (1) memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, (2)

(2)

mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan penting dan mencari jawaban akan pertanyaan tersebut, (3) membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap, dan (4) mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Sutiyono, 2001:10)

Pendekatan konstruktivistik mempunyai implikasi yang secara prinsip meliputi (1) memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya, (2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri serta keterlibatan aktif dalam pembelajaran, (3) menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up, (4) discovery learning, siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri, (5) menekankan pada cooperative learning secara ekstensif, (6) menekankan pada siswa untuk bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri, (7) siswa perlu terus mengecek kebenaran informasi baru terhadap informasi lama, sedangkan guru harus siap menjadi fasilitator, motivator, dan mediator, dan (8) menekankan pada guru yang mampu memberikan inovasi dan motivasi agar siswa dapat maju terus sehingga siswa merasa santai dalam mengikuti proses pembelajaran dan pada akhirnya siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri (Nur, 2000:4).

(3)

bukan hanya memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.

[image:3.595.120.510.284.712.2]

Agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik, pendekatan konstruktivistik mempunyai langkah-langkah (fase-fase) yang berbeda dengan pendekatan lain. Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model Pendekatan Konstruktivistik

Fase Tindakan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan motivasi siswa belajar

Fase 2

Menyampaikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan

Fase 3

Mendorong dan melatihkan konstruktivistik (pembelajaran mandiri)

Guru memeriksa menjelaskan kepada siswa bagaimana cara belajar mandiri dan membantu setiap siswa agar menjadikan informasi sebagai miliknya sendiri. Fase 4

Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik

Guru memeriksa pemahaman siswa terhadap materi dan memberikan umpan balik bagi siswa yang bertanya

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang diberikan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan

kelompok B. Kajian Tentang Menulis Kreatif

(4)

Menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Dalam penulis segenap unsur keterampilan berbahasa harus dikonsentrasikan agar mendapat hasil yang benar-benar baik. Henry Guntur Tarigan (1993: 15) menyatakan bahwa menulis dapat diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide/gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai. Senada dengan Henry Guntur Tarigan, Burhan Nurgiyantoro (2001: 273) berpendapat bahwa menulis adalah aktivitas aktif produktif, yaitu aktivitas menghasilkan bahasa.

Lebih lanjut, Henry Guntur Tarigan (1993: 21) kembali merumuskan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambran grafik tersebut. Sementara itu, Lado (1987: 143) mengatakan bahwa: “To Write is to put down the graphic symbols that represent a language one understands so that other can red these graphic representation”. Artinya, bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya.

(5)

juga dapat diartikan bahwa menulis adalah menjelmakan bahasa lisan, mungkin menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan, dan sebagainya (Agus Suriamiharja, Akhlan Husen dan Nunuy Nurjanah, 1997: 2).

Mengacu pada pendapat atau teori yang dikemukakan oleh Henry Guntur Tarigan, Robrt Lado, dan Agus Suriamiharja di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut. Jadi, dapat dilihat bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi, karena dalam pengertian tersebut muncul satu kesan adanya pengiriman dan penerimaan pesan, sehingga di sini dapat dikatakan bahwa menulis merupakan salah satu cara berkomunikasi secara tertulis, di samping adanya komunikasi secara lisan.

2. Tahap-tahap Menulis

(6)

atau bentuk tulisan yang akan digunakan, sehingga pemilihan ragam tulisan itupun akan mempengaruhi isi, pengorganisasian ide-ide, dan penyajian tulisan.

Agar kegiatan menulis dapat berlangsung secara efektif dan berhasil guna seperti yang diharapkan, seorang penulis hendaknya memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik atau cara-cara menulis dengan seksama sehingga diharapkan tulisan yang dituangkannya menjadi baik dan berbobot. Berkaitan dengan itu, White (dalam Iim Rahmina, 1997: 3) berpendapat bahwa seorang penulis yang baik harus dapat memilih dan menentukan isi pikiran yang akan dituangkannya ke dalam tulisan yang berupa topik.

Topik atau tema berperan penting dalam sebuah tulisan karena menjiwai seluruh tulisan dan sebagai pedoman dalam menyusun tulisan. Selain memilih topik yang menarik, penulis juga harus menguasai sepenuhnya bahan-bahan yang berkaitan dengan topik tulisan. Penulis harus mampu melakukan pembatasan terhadap topik yang dipilihnya agar tulisannya tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Pemilihan topik dapat berdasarkan pengalaman pribadi, penelitian, imajinasi, atau pendapat dan sikap.

(7)

sebagai pedoman pokok dalam mengembangkan tulisan, caranya mencatat semua ide, menyeleksi ide, dan mengelompokkan ide.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis adalah harus mampu memilih gaya yang akan digunakan pada saat menuangkan pikiran, gagasan, atau perasaannya. Apakah ia akan menulis secara naratif, deskriptif, ekspositif, argumentatif, atau persuatif. Penulis harus juga menentukan sasaran, siapa yang akan menjadi pembaca hasil tulisannya, apakah orang dewasa, remaja, anak-anak, pengusaha, pelajar, atau pegawai pemerintahan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Wiskon dan Burks (dalam Iim Rahmina, 1997: 8) berpendapat bahwa pelaksanaan kegiatan menulis akan berjalan efektif jika sebelumnya penulis mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) memilih topik atau tema tulisan, (2) membatasi topik tulisan, (3) menentukan tujuan dan memilih jenis tulisan, (4) membuat kerangka tulisan, (5) mengembangkan tulisan dengan memperhatikan aturan pemakaian bahasa.

Menulis adalah suatu proses. Ini berarti bahwa dalam kegiatan menulis ada beberapa tahap yang harus dilalui. Tahap-tahap tersebut menurut Sabarti Akhadiah, Maidar G.A., dan Sakura Ridwan (1990: 1.21-1.31) meliputi:

1) Tahap Prapenulisan

(8)

menemukan, dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh dan diperlukan oleh penulis.

Tujuannya adalah untuk mengembangkan isi serta mencari kemungkinan-kemungkinan lain dalam menulis, sehingga apa yang ingin ditulis dapat disajikan dengan baik. Adapun aktivitas pada tahap ini mencakup: (a) menentukan topik adalah pokok persoalan atau permasalahan yang menjiwai seluruh tulisan; (b) mempertimbangkan maksud atau tujuan penulisan, agar misi yang terkandung dalam tulisan dapat tersampaikan dengan baik. Karena tujuan akan mempengaruhi corak dan bentuk tulisan; (c) memperhatikan sasaran karangan (pembaca), agar apa yang ditulis tersebut dapat dibaca, dipahami, dan direspons oleh orang lain. Oleh karena itu, dalam menulis harus diperhatikan siap ayang akan membaca, bagaimana tingkat pendidikan dan status sosialnya, dan kebutuhan pembaca; (d) mengumpulkan informasi pendukung, hal ini dimaksudkan agar dalam proses penulisan tidak terlalu banyak gangguan; (e) mengorganisasikan ide dan informasi, agar dalam tulisan ide-ide menjadi saling bertaut, runtut, dan padu.

2) Tahap Penulisan

(9)

memberikan gambaran umum tentang tulisan yang ditulis. Isi tulisan menyajikan pengembangan topik, atau ide utama, berikut hal-hal yang memperjelas atau mendukung ide tersebut seperti contoh ilustrasi, informasi, bukti, atau alasan. Akhir tulisan (karangan) berfungsi mengembalikan pembaca pada ide-ide inti tulisan melalui perangkuman atau penekanan ide-ide penting.

Bagian ini berisi simpulan, atau ditambah saran bila diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan sewaktu menulis adalah munculnya ide-ide baru yang terasa lebih baik dan menarik daripada ide semua yang telah tertuang dalam tulisan, sebaiknya penulis menyelesaikan tulisan (karangan) secara utuh. Agar tidak lupa ide baru tersebut dapat disisipkan dicatat pada bagian tulisan yang diinginkan, lalu pada saat penyuntingan, penulis dapat sekaligus mengembangkan dan memperbaikinya.

Ini berarti penulis telah menyelesaikan buram (draft) pertama tulisan (karangan), yang selanjutnya adalah memeriksa, menilai, dan memperbaiki buram itu sehingga benar-benar menjadi tulisan yang baik.

3) Tahap Pascapenulisan

(10)

penambahan, penggantian, penghilangan, pengubahan, atau penyusunan kembali unsur-unsur tulisan (karangan).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik suatu simpulan bahwa menulis adalah suatu proses yang dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang terbagi atas tahap prepenulisan, penulisan, dan pascapenulisan.

3. Fungsi dan Kegunaan Menulis

Tulisan yang bermutu dari seorang dapat mengangkat nama baiknya dalam masyarakat. Dengan tulisan seseorang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengubah budaya manusia. Jika ditinjau secara umum, fungsi tulisan adalah sebagai alat komunikasi. Henry Guntur Tarigan (1993: 22) menyatakan bahwa pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung. Komunikasi yang terjadi yaitu komunikasi searah antara penulis dan pembaca.

Sebagai alat komunikasi, tulisan harus mampu menyajikan pikiran penulis secara jelas sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Sri Hastuti (1982: 1) mengatakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang kompleks dengan melibatkan cara berpikir teratur dan kemampuan mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Dengan demikian, tulisan seseorang dapat menunjukkan keteraturan berpikir penulisnya.

(11)

dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis, penulis dapat mengetahui sampai dimana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu, penulis harus berpikir menggali pengetahuan dan pengalamannya. 2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya. 3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoritis mengenai fakta-fakta yang berhubungan. 4) Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelaskan permasalahan yang semula masih samar. 5) Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih objektif. 6) Dengan menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. 7) Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari orang lain. 8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

(12)

mengembangkan daya inisiatif dan kreatifitas; 3) menulis menumbuhkan keberanian; dan 4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa manfaat atau kegunaan menulis adalah: 1) sebagai alat komunikasi; 2) menolong berpikir kritis, kreatif, dan inisiatif; 3) menyumbang kecerdasan; 4) menumbuhkan keberanian; dan 5) mendorong kemauan dan kemampuan untuk mengumpulkan informasi.

C. Menulis Kreatif 1. Menulis

Kata menulis mempunyai dua arti. Pertama, menulis berarti mengubah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Kedua, kata 'menulis' mempunyai arti suatu kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan ini disebut penulis dan hasil kegiatannya berupa tulisan. (Asrul Wijayanto dalam Rusilah, 2006:6)

(13)

Kadang orang bisa berbicara, tetapi tidak bisa menulis kembali apa yang dibicarakan. Sebaliknya, ada orang yang pandai menulis, tetapi tidak bisa membicarakan tulisannya. Namun, ada juga orang yang pandai berbicara dan menulis. Khusus tentang kemampuan menulis ini, hambatan yang dialami adalah penuangan ide berupa penulisan kata pertama untuk mengawali tulisan. Kadang kala dalam menulis selalu muncul pertanyaan: apa yang akan ditulis, bagaimana menuliskannya, dan pantaskah disebut sebuah tulisan Meskipun sebenarnya ide itu bisa didapatkan dari mana saja, misalnya dari pengalaman diri sendiri; dari cerita orang lain; peristiwa alam; ataupun dari khayalan kita, menulis tetap dianggap tidak mudah. Kesulitan dalam menuangkan ide ternyata juga sering dialami oleh siswa Madrasah Aliah. Padahal, berdasarkan aspek keterampilan berbahasa Indonesia, keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi berbahasa yang harus dimiliki oleh setiap siswa selain keterampilan membaca, mendengarkan, dan berbicara. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa adalah mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan, membuat alur cerita yang runtut, dan menggunakan bahasa yang mudah dibaca

2. Kreativitas

(14)

merupakan kajian yang kompleks sehingga bisa menimbulkan berbagai pandangan-pendapat, tergantung dari sisi mana mereka membahasnya dan teori yang menjadi acuannya. Kemampuan kreativitas menurut Munandar berkenaan dengan tiga hal, yaitu mengkombinasi, memecahkan masalah, dan operasional. Kemampuan mengkombinasi berdasarkan data atau unsur-unsur yang ada, kemampuan memecahkan masalah berdasarkan informasi yang ada menemukan keragaman solusi dengan penekanan pada aspek kualitas dan efektivitas, kemampuan operasional berdasarkan pada \aspek kelancaran-keluwesan-orisinalitas.

Ausubel kreativitas adalah kemampuan atau kapasitas pemahaman, sensitivitas, dan apresiasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Aspek lain dari kreativias adalah kemampuan berpikir divergen, yaitu meliputi orisinalitas, fleksibilitas, kualitas, dan kuantitas (Hamalik, 2002:24). Maltzman menambahkan bahwa kreativitas dapat dibentuk dan dilatih dalam proses pembelajaran yang berprinsip pada konstruksivis, melalui penyelidikan, konjektur, penemuan, dan generalisasi. (Hudoyo, 2000:37). Thorrance mengemukakan kreativitas akan muncul berkenaan dengan kesadaran adanya kesenjangan antara pengetahuan siap dengan pengetahuan atau masalah baru, kemudian muncullah beragam alternatif solusi. (Hudoyo, 2000:38) Sejalan dengan itu, Gagne kreativitas akan muncul pada diri individu bila ada tantangan baru yang solusinya tidak rutin. (Rusfenbdi, 2001:16).

(15)

a. Aptitude; berpikir lancar yang menyangkut keragaman (gagasan, saran, pertanyaan, jawaban), kelancaran komunikasi, kecepatan bekerja, melihat kekurangan; berpikir luwes yang menyangkut menghasilkan keragaman (gagasan, jawaban, pertanyaan, sudut pandang, alternatif, interpretasi, aplikasi, pertimbangan, arah pikir); berpikir rasional (ungkapan baru-unik, kombinasi inovatif, cara inovatif, generalisasi); ketrampilan elaborasi (mengembangkan gagasan, merinci objek, merinci solusi, memiliki rasa estetika, menyempurnakan); ketrampilan menilai (menentukan patokan, mengambil keputusan, pertimbangan, merancang, dan kritis).

b. Afektif; kuriositi, rasa ingin tahu (perhatian, kepekaan, pertanyaan, dorongan, keberanian, bereksperimen); imajinatif (membayangkan, meragakan, meramalkan, cermat); tertantang (terdorong, tertarik, keterlibatan, mandiri, ulet, mencoba), berani ambil resiko ( tahan kritik, tidak ragu, bertahan pendapat, mengakui kesalahan, menerima tugas, keyakinan); menghargai (arahan, bimbingan, pendapat, hak, kewajiban, prestasi, eksistensi, sejawat-siapapun, kebebasan, kesempatan)

3. Menulis Kreatif

(16)

tulisan yang memiliki daya cipta. Dalam rangka menulis kreatif, yang dibutuhkan adalah adanya kemauan walau tanpa ide. Jangan pedulikan apakah susunan kalimatnya baik atau buruk. yang paling penting adalah menumpahkan semua yang ingin disampaikan. Dengan adanya kemauan untuk menulis, terciptalah tulisan. Keinginan menulis harus diwujudkan menjadi sebuah tindakan menulis dan itu memerlukan sedikit kemauan untuk menyingkirkan penundaan dan tidak ambil peduli terhadap mood. Langkah selanjutnya adalah memunculkan ide. Ide dapat muncul dengan cara memancing datangnya ide, menangkap, dan mengembangkannya. Langkah selanjutnya adalah menulis berdasarkan ide yang telah dikembangkan tersebut. Pada saat menulis cobalah untuk menulis secara sederhana dan apa adanya. Menulis sebagaimana berbicara supaya dipahami. Menulis harus dilakukan secara cepat dengan membatasi waktu. Menulislah yang buruk, lalu editlah. Menulis tidak boleh dilakukan secara bersamaan dengan mengedit. Hal ini untuk menghindari penyumbatan mengalirnya kata dan terhambatnya pengembangan ide. Jangan pedulikan apakah susunan kalimatnya baik atau buruk. yang paling penting adalah menumpahkan semua yang ingin disampaikan.

(17)

paragraf. Pengembangan paragraf dilakukan sebagai pengembangan kata kunci dengan cara menguraikan secara detail mengenai karakteristik kata kunci tersebut, bisa ditinjau dari kegunaan, bentuk, warna, ukuran, letak, rasa, sifat, aroma, maupun cara penggunaannya. Misalkan pada sebuah paragraf digunakan tiga kata kunci yang sepertinya tidak ada hubungannya, ternyata setelah mengalami tahap pengeditan akan terbentuklah sebuah jalinan yang memiliki keterkaitan dan bisa dipahami maksud yang tersurat dan tersirat pada tulisan itu secara baik oleh pembaca.

D. Kajian Teori Tentang Cerpen 1. Pengertian Cerpen

Cerpen sebenarnya sudah banyak diketahui dan bahkan sering dinikmati oleh banyak orang. Namun, para ahli memberikan definisi atau batasan yang berbeda-beda. Suharianto (1982:39) menyatakan bahwa cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikit tokoh yang terdapat di dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut.

Jadi sebuah cerita yang pendek belum tentu dapat digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup yang permasalahan yang diungkapkan tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek.

(18)

menyuguhkan sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang”. Jadi sebuah cerita pendek senantiasa hanya akan memusatkan perhatiannya pada tokoh utama dan permasalahannya yang paling menonjol dan menjadi pokok cerita pengarang.

Jakob Sumardjo dan Saini K.M juga menyatakan bahwa cerpen adalah cerita atau narasi (bukan analisis) yang fiktif (tidak benar-benar telah terjadi tetapi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja) serta relatif pendek. Bila ditinjau dari bentuknya cerpen adalah cerita yang pendek. Akan tetapi dengan hanya melihat fisik yang pendek saja, orang belum dapat menetapkan cerita yang pendek adalah sebuah cerpen. Di samping ciri dasar yang tadi, yaitu cerita yang pendek ciri dasar yang lain adalah sifat rekaan (fiction). Cerpen bukan penuturan kejadian yang pernah terjadi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tetapi murni ciptaan saja, direka oleh pengarangnya. Ciri dasar yang ketiga adalah sifat naratif atau penceritaan (Sumardjo 1986:36-37). Selain itu, Wiyanto (2005:77) juga mengungkapkan bahwa cerpen adalah cerita yang hanya menceritakan satu peristiwa dari keseluruhan kehidupan pelakunya.

(19)

2. Unsur-unsur Pembangun Cerpen

Cerpen tersusun atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara unsur-unsur pembangun cerita tersebut membentuk totalitas yang bersifat abstrak. Koherensi dan keterpaduan semua unsur cerita yang membentuk sebuah totalitas amat menentukan keindahan dan keberhasilan cerpen sebagai suatu bentuk ciptaan sastra. Unsur-unsur dalam cerpen terdiri atas: alur atau plot, tokoh penokohan, latar (setting), sudut pandang (poin of view), gaya bahasa, tema, dan amanat.

a. Alur atau Plot

Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah ”rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita” (Aminuddin 1987:83).

Menurut Suharianto (1987:28) alur atau plot yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh”.

(20)

dalam cerita tersebut. Konflik itu dapat terjadi antara tokoh dan tokoh, antara tokoh dan masyarakat sekitar, atau antara tokoh dan nuraninya sendiri, (3) penanjakan, yaitu bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik seperti yang disebutkan di atas mulai memuncak, (4) puncak atau klimaks yaitu bagian yang melukiskan peristiwa mencapai puncaknya (5) peleraian yaitu bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa yang telah terjadi dalam cerita atau bagian.

Dilihat dari cara penyusunannya bagian-bagian alur tersebut, alur atau plot cerita dapat dibedakan menjadi alur lurus, alur sorot balik (flash back), dan alur campuran. Disebut alur lurus apabila cerita disusun mulai dari awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan masalah.

Apabila cerita disusun sebaliknya, yakni dari bagan akhir dan bergerak ke muka menuju titik awal cerita disebut alur sorot balik. Sedangkan alur campuran yakni gabungan dari sebagian alur lurus dan sebagian alur sorot balik. Tetapi keduanya dijalin dalam kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan kesan ada dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu maupun tempat kejadian (Suharianto 1982:29).

(21)

1. Pemaparan atau pendahuluan, yaitu bagian cerita tempat pengarang mulai melukisakan suatu keadaan sebagai awal cerita.

2. Penggawatan, yaitu bagian di mana tokoh-tokoh cerita mulai bergerak. Di bagian ini konflik mulai dimunculkan.

3. Penanjakan, yaitu bagian ketika konflik-konflik yang sudah dimunculkan mulai memuncak.

4. Puncak atau klimaks, yaitu bagian yang melukiskan peristiwa mencapai puncaknya.

5. Peleraian, yaitu bagian di mana pengarang memberikan pemecahan segala peristiwa yang telah terjadi dalam cerita.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan dua hal yang berhubungan erat. Berikut penjelasan mengenai tokoh dan penokohan.

1. Tokoh

Tokoh cerita (charakter), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1994:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif. Atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

(22)

yaitu tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh periferal atau tokoh tambahan (tokoh bawahan) Suminto, 1988: 31).

Berdasarkan fungsinya, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a) Tokoh sentral adalah tokoh utama yang diceritakan dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi :

1) Tokoh utama atau protagonis yakni tokoh yang memegang peran pimpinan. Ia menjadi sorotan dalam cerita.

2) Tokoh antagonis yaitu tokoh penentang protagonis. 3) Tokoh wirawan/wirawati dan antiwirawan

b) Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.

Tokoh bawahan dibedakan menjadi:

(1) Tokoh andalan, yakni tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan protagonis yang dimanfaatkan untuk memberi gambaran yang terperinci mengenai tokoh utama.

(2) Tokoh tambahan, yakni tokoh yang tidak memegang peran penting dalam cerita, misalnya tokoh lataran.

Berdasarkan cara penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi:

(23)

adalah semua tokoh yang sudah familier, atau yang stereotip dalam fiksi.

b) Tokoh bulat/kompleks atau bundar, yakni tokoh yang wataknya kompleks, terlihat kekuatan dan kelemahannya. Ia mempunyai watak yang dapat dibedakan dengan tokoh-tokoh yang lain. Tokoh ini juga dapat mengejutkan pembaca, karena kadang-kadang dalam dirinya dapat terungkap watak yang tidak terduga sebelumnya.

Bagan berikut akan memperjelas uraian diatas

2. Penokohan

(24)

Ada dua macam cara yang sering digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh ceritanya, yaitu dengan cara langsung dan cara tak langsung. Disebut dengan cara langsung apabila pengarang langsung menguraikan atau menggambarkan keadaan tokoh, misalnya dikatakan bahwa tokoh ceritanya cantik, tampan, cerewet, dan sebagainya. Sebaliknya apabila pengarang secara tersamar dalam memberitahukan wujud atau keadaan tokoh ceritanya, maka dikatakan pelukisan tokohnya sebagai tidak langsung. Yang termasuk dalam cara tidak langsung misalnya (a) dengan melukiskan keadaan kamar atau tempat tinggalnya, cara berpakaiannya, cara berbicaranya, dan sebagainya, (b) dengan melukiskan sikap tokoh dalam menanggapi suatu kejadian atau peristiwa dan sebagainya, dan (c) dengan melukiskan bagaimana tanggapan tokoh-tokoh lain dalam cerita bersangkutan (Suharianto 1982:31).

Cerita rekaan modern cenderung menekankan unsur perwatakan atau penokohan. Tokoh-tokoh cerita rekaan modern mendapat sorotan yang lebih tajam dibandingkan dengan cerita rekaan pada awal perkembangan sastra Indonesia.

(25)

yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokohnya akan meyakinkan kebenaran cerita yang disampaikan.

Ada berbagai cara penggambaran watak tokoh, antara lain sebagai berikut.

1. Cara langsung

Dalam teknik ini pengarang langsung melukiskan tokoh, baik fisiknya, sosialnya, atau kejiwaannya. Pengarang langsung memberitahukan kepada pembaca tentang watak para tokoh dalam ceritanya.

2. Cara tak langsung

Bentuk tubuh tokoh sering menggambarkan wataknya. Namun, cara ini harus diterapkan secara hati-hati karena belum tentu wajah yang jelek dan kasar menggambarkan watak yang kasar. Berikut ini contoh penggambaran watak melalui deskripsi fisik.

(26)

tersebut, bagaimana sifatnya, tetapi juga cara pengarang menggambarkan karakter tokoh tersebut dalam cerita yang ditulisnya.

c. Latar atau Setting

Latar atau setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita (Wiyanto 2005:82). Selanjutnya Nurgiyantoro (2005:217) menyebutkan bahwa latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, meciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Setting bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada macam debunya, pemikiran rakyatnya, kegilaan mereka, gaya hidup mereka, kecurigaan mereka dan sebagainya (Sumardjo, 1991:76).

(27)

1) Setting Tempat

Setting tempat adalah tempat peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa bisa terjadi di halaman rumah, di ruang tamu, atau di kamar belajar. 2) Setting Waktu

Setting waktu adalah kapan peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi pada masa sepuluh tahun yang lalu, zaman Majapahit, zaman revolusi fisik, atau zaman sekarang.

3) Setting Suasana

Peristiwa itu terjadi dalam suasana apa? Suasana ada dua macam, yaitu suasana batin, dan suasana lahir. Yang termasuk suasana batin, yaitu perasaan bahagia, sedih, tegang, cemas, marah, dan sebagainya yang dialami oleh pelaku. Sementara yang termasuk suasana lahir ialah sepi (tak ada gerak), sunyi (tak ada suara), senyap (tak ada suara dan gerak). Romantis, hiruk-pikuk, dan lain-lain.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa latar (setting) adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan tempat dan waktu dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita.

d. Sudut Pandang atau Point of View

(28)

adalah posisi pencerita (pengarang) terhadap kisah yang diceritakan (Wiyanto 2005:83). Point of view pada dasarnya adalah visi pengarang artinya sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita (Sumardjo 1986:82). Selain itu Nurgiyantoro (2005: 248) juga menyebutkan bahwa sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, dan siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Ada beberapa jenis pusat pengisahan (point of view). Menurut Suharianto (1982:36) jenis pusat pengisahan, yaitu (1) pengarang sebagai pelaku utama cerita. Tokoh yang akan menyebutkan dirinya sebagai “aku”, (2) pengarang ikut main, tetapi bukan sebagai pelaku utama, (3) pengarang serba hadir. Dalam hal ini pengarang tidak berperan sebagai apa-apa. Pelaku utama cerita tersebut orang lain; dapat “dia” atau kadang-kadang disebut namanya tetapi pengarang serba tahu apa yang akan dilakukan atau bahkan apa yang ada dalam pikiran pelaku cerita, (4) pengarang peninjau, dalam pusat pengisahan ini pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang akan dilakukan pelaku cerita atau yang ada dalam pikirannya. Pengarang sepenuhnya hanya mengatakan/menceritakan apa yang dilihatnya.

(29)

sebagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah cerita kepada pembaca.

e. Gaya

Gaya erat hubungannya dengan nada cerita. Gaya merupakan pemakaian bahasa yang spesifik dari seorang pengarang. Pengertian gaya dikemukakan oleh beberapa pengarang seperti yang tersebut berikut; ”gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa untuk menghasilkan karya sastra”(Wiyanto 2005:84). Aminuddin (1987:72) mengemukakan bahwa gaya bahasa mengandung pengertian cara pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.

Selanjutnya Sumardjo (1986:92) mengemukakan gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau, persoalan dan menceritakannya dalam sebuah cerpen, itulah gaya seorang pengarang. Dengan kata lain gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Dan sebagai pribadi, ia berada secara khas di dunia ini. Ia tak bisa lain dari dirinya.

(30)

pengarang mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam mengungkapkan hasil karyanya.

f. Tema

Tema adalah ide cerita (Sumardjo 1986:56). Selanjutnya Suharianto (1982:28) mengatakan bahwa tema sering disebut juga dasar cerita; yakni pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra. Ia terasa dan mewarnai karya sastra tersebut dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Hakikatnya tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu.

Menurut Aminuddin (1987:91) tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Selanjutnya Wiyanto (2005: 78) menyatakan bahwa tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tema adalah ide atau gagasan atau permasalahan yang mendasari suatu cerita yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra.

g. Amanat

(31)

lain, pengarang selain untuk menghibur pembaca (penikmat) juga ingin mengajari pembaca. Ajaran yang ingin disampaikan pengarang itu dinamakan amanat. Amanat adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan moral, yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat karya sastra yang ditulisnya (Wiyanto 2005:84). Menurut Suharianto (1982:70) ”amanat ialah nilai-nilai yang ada dalam cerita”.

Menurut Suharianto (1982:71) ”amanat dapat disampaikan dengan cara tersirat dan tersurat”. Tersirat artinya pengarang tidak menyampaikan langsung melalui kalimat-kalimat, tetapi melalui jalan nasib atau penghidupan pelakunya, sedangkan eksplisit atau tersurat berarti pengarang menyampaikan langsung pada pembaca melalui kalimat , baik itu berbentuk keterangan pengarangnya atau dialog pelaku.

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melaksanakan penelitian tugas sarjana sampai dengan selesainya laporan ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

[r]

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bagaimanakah akibat atas gugatan-gugatan hokum oleh dan terhadap debitur pailit, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Sikap, Dan Tindakan Donor Darah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura

Sahabat MQ/ tingginya bea masuk impor tuna dari Indonesia ke Jepang/ membuat pemerintah gelisah/ karena berdampak pada penurunan daya saing ikan tuna Indonesia/ di

[r]

DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Jln Kolonel Wahid Udin Lingkungan II Kelurahan Serasan Jaya Sekayu