• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari CSR Menuju Bisnis Inklusif | APINDO CSR bahasa final

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dari CSR Menuju Bisnis Inklusif | APINDO CSR bahasa final"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Terbitan

Diterbitkan oleh

APINDO

Gd.Permata Kuningan Lt.10 Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C Guntur - Setiabudi

Jakarta Selatan 12980 Indonesia

Tel. + 62 218378 0824

Fax + 62 218378 0823 / 8378 0746

sekretariat@apindo.or.id http://www.apindo.or.id/id

Dengan dukungan dari

Responsible and Inclusive Business Hub - Southeast Asia (RIBH SEA)

Sustainable Economic Development through Technical and Vocational Education and Training (SED-TVET)

Diimplementasikan

the Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH

Atas nama

German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ)

Penulis

APINDO GIZ

Desain sampul, isi & percetakan

ROV Creative Media, Jakarta

Keterangan pengambil foto

Keterangan pengambil foto ditulis tertulis di masing-masing foto

Tanggal penerbitan

November 2016

(3)
(4)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM 04

KATA PENGANTAR 06

I. BAB 1 — TENTANG STUDI INI 08

Tujuan 08

Responden 08

Mengapa CSR penting bagi perusahaan dan bagi pembangunan berkelanjutan 09

CSR strategis dan bisnis inklusif 10

CSR 2.0 11

Bisnis inklusif 12

Metodologi 13

II. BAB 2 — PENGGERAK CSR DI INDONESIA 14

Tradisi dan ekspektasi kultural 14

Peraturan 14

Pedoman CSR internasional 16

III. BAB 3 — ANALISIS SAMPEL: TEMUAN UMUM 18

Spektrum Aktivitas 18

Menjadi lebih strategis 19

Faktor-faktor sukses 23

IV. BAB 4 — BISNIS INKLUSIF SEBAGAI CSR STRATEGIS 29

Studi kasus inklusif bisnis 29

Peluang 33

Tantangan 33

Potensi bisnis inklusif 34

(5)

V. BAB 5 — KESIMPULAN DAN SARAN 35

VI. BAB 6 — ALAT PENGKAJIAN CSR 37

VII. PERIHAL PENAWARAN 43

VIII. Lampiran 1 — SEKILAS PESERTA PENELITIAN 45

IX. Lampiran 2 — REGULASI 46

(6)

DAFTAR SINGKATAN

DAN AKRONIM

ADB Asian Development Bank / Bank Pembangunan Asia

APINDO Asosiasi Pengusaha Indonesia

BMZ Kementerian Federal Jerman di Bidang Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan

BOP Bottom of the Pyramid / Dasar Piramida

CEO Chief Executive Officer

COT Centre for Occupational Training / Pusat Pelatihan Kerja

CSR Corporate Social Responsibility / Tanggung jawab sosial perusahaan

EVPA European Venture Philanthropy Association / Perhimpunan Usaha Filantropi Eropa

GIZ Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit

GRI Global Reporting Initiative / Prakarsa Pelaporan Global

IB Inclusive Business / Bisnis Inklusif

ICT Information and Communications Technology / Teknologi Informasi dan Komunikasi

ILO International Labour Organization / Organisasi Buruh Internasional

ISO International Organization for Standardization / Organisasi Standarisasi Internasional

MNC Multinational Company

MNEs Multinational Enterprise

NGOs Non Governmental organisation / Lembaga Swadaya Masyarakat

OECD Organisation for Economic Co-operation and Development / Organisasi Kerjasama dan

Pembangunan Ekonomi

PBSP Philippine Business for Social Progress / Bisnis Filipina untuk Kemajuan Sosial

PHBS Pola Hidup Bersih dan Sehat

(7)

SDGs Sustainable Development Goals / Sasaran Pembangunan Berkelanjutan

SED-TVET Sustainable Economic Development through Technical and Vocational Education and Training

Programme / Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan melalui Program Pendidikan dan

Pelatihan Teknik dan Kejuruan

SMEs Small and Medium-sized Enterprises / Usaha Kecil Menengah (UKM)

SNV Stichting Nederlandse Vrijwilligers / Netherlands Development Organisation / Organisasi

Pembangunan Belanda

SRC Sampoerna Retail Community / Komunitas Retail Sampoerna

WBCSD World Business Council for Sustainable Development / Dewan Bisnis Dunia untuk

(8)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)

Dalam dekade terakhir kami menyaksikan bahwa terjadi peningkatan praktik tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di berbagai perusahaan di Indonesia. Sebagai hasil perkembangan ini, kami di APINDO telah memulai untuk mengklasifikasikan berbagai praktik ke dalam berbagai kategori antara lain sebagai CSR yang bersifat amal, CSR bertujuan untuk promosi / pemasaran dan CSR strategis. Kami percaya kategori terakhir akan membawa manfaat bagi bisnis itu sendiri maupun bagi masyarakat dan lingkungan. Ke depan, kami harap bahwa tren praktik CSR di Indonesia akan mengarah ke CSR strategis.

Namun di tengah-tengah perkembangan tersebut diatas, kami menghadapi tantangan bahwa tren CSR di Indonesia justru berkembang ke arah berlawanan: DPR-RI sedang membahas sebuah rancangan Undang-Undang yang dapat menjadikan CSR sebuah kewajiban bagi seluruh perusahaan, lebih jauh lagi dapat menentukan batas persentasi daripada modal perusahaan yang wajib diimplementasikan untuk CSR. Seperti ditekankan diatas bahwa kami di kalangan dunia usaha meyakini bahwa CSR strategis merupakan jalan terbaik untuk kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan dan akan terus bekerja untuk memastikan bahwa praktik tersebut ditegakkan secara tegas.

F

(9)

KATA PENGANTAR

Hariyadi B. Sukamdani

Chairman

APINDO

Inisiatif yang dilakukan APINDO untuk membuat CSR lebih strategis secara alami terdiri dari ragam bentuk termasuk partisipasi di berbagai diskusi akademis serta melakukan riset mendalam untuk mengidentifikasikan praktik-praktik terbaik yang akan diinformasikan kepada anggota kami. Kami beharap bahwa berbagai inisiatif tersebut akan menggerakan praktik-praktik CSR kini ke arah yang kami perjuangkan.

Studi ini merupakan salah satu prakarsa yang kami lakukan untuk membuat praktik-praktik CSR di Indonesia lebih strategis. Bekerjasama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, lembaga yang telah memberikan dukungan ke sektor swasta dalam bidang pembangunan berkelanjutan dan bisnis inklusif, kami telah menyusun sebuah studi terkait praktik-praktik CSR di antara anggota perusahaan kami. Kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Indonesia Business Links

(IBL) atas bantuan keahlian yang diberikan dalam melakukan kajian lapangan untuk studi ini. Ungkapan rasa terima kasih secara khusus kami ingin sampaikan kepada pihak-pihak perusahaan berikut yang telah bersedia ikut partisipasi dalam survei terkait studi ini: PT. Adaro Indonesia, PT. Adis Dimension Footwear, PT. HM Sampoerna, Tbk., PT. Pacific Place Jakarta, PT. Sinar Mas Tbk. (hilir), PT. Trimitra Baterai Prakasa serta PT. Unilever Indonesia, Tbk.

Studi ini memberikan sejumlah informasi terkait status terkini CSR di Indonesia dan mengidentifikasi kesempatan maupun tantangan bagi perkembangan lanjutan praktik-praktik CSR strategis dengan fokus utama pada model-model bisnis inklusif. Lebih penting lagi, publikasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan di kalangan pengusaha mengenai kesempatan untuk implementasi CSR strategis dengan menyediakan contoh praktik terbaik.

(10)

I. BAB 1 – TENTANG STUDI INI

Tujuan

Responden

Penelitian ini merupakan hasil dari kerjasama yang erat antara Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Atas nama Kementerian Federal Jerman di Bidang Kerjasama Ekonomi dan dan Pembangunan, GIZ mengembangkan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Inclusive Business (IB) secara luas di seluruh dunia dan mengkaji bagaimana pendekatan tersebut bisa berkontribusi maksimal bagi pembangunan berkelanjutan.

Di Indonesia, GIZ dan APINDO telah bekerja sama dengan tujuan mempromosikan praktik CSR strategis di kalangan perusahaan yang berbasis di kawasan ini. Sebagai salah satu asosiasi bisnis terbesar dan berpengaruh di Indonesia, APINDO memiliki posisi yang sangat tepat untuk menjadi agen perubahan dengan mengadopsi praktik CSR yang lebih strategis di negara ini. Penelitian ini diharapkan menandai langkah pertama untuk mencapai tujuan ini.

Berdasarkan studi kasus mendalam terhadap praktik CSR di tujuh perusahaan anggota APINDO, penelitian ini bertujuan untuk:

1. memberikan wawasan mengenai keadaan terkini CSR di Indonesia dan mengidentifikasi peluang dan tantangan untuk pengembangan lebih lanjut praktik CSR strategis dengan fokus khusus pada model IB;

2. meningkatkan kesadaran di APINDO dan komunitas bisnis yang lebih luas pada umumnya tentang pentingnya untuk melaksanakan CSR strategis, yang pada akhirnya dapat menghasilkan penemuan peluang Binis Inklusif dan peluang investasi di bidang pendidikan dan pengembangan tenaga kerja;

3. memberikan contoh konkret dan praktik terbaik dari perusahaan anggota APINDO untuk menginspirasi dan mempromosikan CSR strategis dan Model IB di Indonesia.

Kriteria seleksi perusahaan didasarkan pada ketersediaan dan kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan terdaftar sebagai anggota APINDO. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan wawasan penting dan rekomendasi mengenai implementasi strategis CSR yang dipraktikkan oleh perusahaan anggota APINDO yang terpilih.

(11)

Mengapa CSR penting bagi perusahaan dan

bagi pembangunan berkelanjutan

Meski definisi CSR bervariasi dan berkembang dari waktu ke waktu, istilah ini biasanya menjelaskan perilaku bisnis bertanggung jawab yang mempertimbangkan implikasi ekonomi, lingkungan dan sosial dari bisnisnya. Meskipun kegiatan filantropi perusahaan bukan fenomena baru, konsep tanggung jawab sosial perusahaan pertama muncul pada dekade 1950-an dan 1960-an. Namun, sejak pergantian abad ini, ada peningkatan momentum untuk CSR dan perusahaan secara luas diharapkan atau bahkan diwajibkan oleh hukum untuk menjalankan strategi CSR.

Perkembangan CSR berevolusi bersama gagasan bahwa dunia usaha tidak hanya harus bertanggung jawab, tetapi juga dapat menjadi kekuatan pendorong dalam pembangunan masyarakat dan negara- negara di luar pertimbangan ekonomi murni. Tren ini terlihat jelas dalam inisiatif global seperti UN Global Compact yang anggotanya mencakup banyak perusahaan terbesar di dunia serta perkumpulan bentuk organisasi serupa lainnya seperti World Business Council for Sustainable Development. Tren tersebut juga diwujudkan dalam peran penting sejumlah perusahaan multi-nasional perintis seperti Unilever yang berpartisipasi dalam pelaksanaan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Perusahaan responden (dalam urutan abjad):

“CSR adalah komitmen berkelanjutan dunia usaha untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan meningkatkan

kualitas hidup tenaga kerja dan keluarganya serta komunitas dan masyarakat pada umumnya.”

World Business Council for Sustainable Development (2016) PT. Adaro Indonesia Lokal Pertambangan

PT. Adis Dimension Footwear Lokal Manufaktur

PT. HM Sampoerna, Tbk. MNC Ritel

PT. Pacific Place Jakarta Lokal Properti

PT. Sinar Mas Tbk. (downstream) Lokal Manufaktur

PT. Trimitra Baterai Prakasa Lokal Manufaktur

PT. Unilever Indonesia, Tbk. MNC Barang konsumen

KATEGORI SEKTOR

(12)

CSR Strategis dan Bisnis Inklusif (IB)

CSR adalah katalis yang kuat untuk kontribusi sektor swasta bagi pembangunan berkelanjutan. Kegiatan CSR perusahaan dapat meningkatkan mata pencaharian tenaga kerja perusahaan, masyarakat sekitar atau bahkan wilayah lebih luas dimana perusahaan beroperasi. Kegiatan tersebut diantaranya dapat meliputi pemberian akses atau perbaikan pendidikan dan kesehatan, peningkatan infrastruktur, perlindungan lingkungan, peluang pendapatan alternatif. Perusahaan dengan demikian dapat secara langsung berkontribusi bagi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs).

Disamping CSR bisa berperan penting dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan, perusahaan juga menyadari bahwa CSR dapat melampaui filantropi dan “tanggung jawab” dan benar-benar dapat memperkuat kinerja bisnis. Dengan menerapkan kegiatan berdasarkan rantai nilai mereka, yaitu mengembangkan atau mempertahankan tenaga kerja atau kegiatan yang mengamankan pasokan komponen produk yang relevan secara stabil dan berkualitas, perusahaan dapat meningkatkan stabilitas keuangan dan daya saing mereka sendiri.

“Ada alasan yang kuat bagi perusahaan untuk bertindak secara maksimal dalam meminimalkan dampak negatif pengembangan mereka dan memaksimalkan dampak positifnya. Manfaatnya meliputi

perlindungan nilai dan penciptaan nilai, mengelola biaya dan risiko dan menangkap peluang.”

(Jane Nelson (2015): Dunia Usaha dan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan - Komponen untuk Sukses Sesuai Dana yang Tersedia)

Meski mempunyai potensi manfaat bagi perusahaan dan masyarakat, CSR sering dianggap sebagai kegiatan murni filantropi dari perusahaan yang terpisah dari operasi bisnis intinya. Perusahaan dengan demikian menghadapi banyak tuntutan yang bersaing: di satu sisi masyarakat semakin berharap tanggung jawab sosial perusahaan ditunjukkan secara kredibel, namun perusahaan juga dituntut oleh pemegang saham untuk memaksimalkan keuntungan. Saat merancang dan melaksanakan kegiatan CSR, dengan demikian perusahaan harus menyeimbangkan prioritas-prioritas yang saling bertentangan.

(13)

CSR 2.0

“Kreativitas bisnis harus diubah arahnya untuk memecahkan masalah sosial dan lingkungan di dunia.”

(Visser, 2011).

Kegiatan CSR perusahaan juga menerima kritik karena kurangnya pendekatan strategis terhadap pemrograman dan skalabilitas1. Kegiatan sering berubah seiring perubahan manajemen dan mungkin mencerminkan

preferensi manajemen saat ini bukan didasarkan pada kebutuhan, identitas dan nilai plus yang kuat dari perusahaan dan penerima manfaat yang disasarnya.

Namun segalanya berubah. Di seluruh dunia perusahaan mengatasi kekurangan ini dengan mengambil pendekatan yang lebih strategis terhadap CSR yang menciptakan dampak yang lebih besar bagi masyarakat dan nilai yang lebih besar bagi perusahaan itu sendiri.

Kian banyak perusahaan mengambil pendekatan yang lebih strategis terhadap CSR. Sering disebut sebagai CSR strategis atau CSR 2.0, pendekatan ini berusaha untuk bertumpu pada bisnis inti perusahaan untuk merancang kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga perusahaan.

Menurut konsep Wayne Visser2 yang banyak dikutip, CSR 2.0 perlu bertumpu pada lima prinsip: kreatifitas;

skalabilitas; responsifitas (terhadap situasi tertentu perusahaan/produk atau kelompok pemangku kepentingan); glocality (adaptasi konsep internasional terhadap kekhasan lokal); dan sirkularitas (kemampuan untuk meregenerasi sumber daya di seluruh proses). Kelima prinsip ini menetapkan tuntutan yang tinggi terhadap CSR tetapi demikian juga memastikan bahwa CSR dapat berkelanjutan dan inovatif dan berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan. Visi Visser tentang CSR 2.0 menuntut agar perusahaan kritis dan menyeluruh mengenai kerja CSR yang mereka lakukan.

Skalabilitas merupakan aspek sangat penting yang menjadi krusial dalam intervensi pembangunan. Visser menuntut agar perusahaan mempertanyakan tidak hanya model bisnis mereka tetapi bahkan bagaimana operasi mereka saat ini mungkin atau mungkin tidak memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan apakah tujuan tersebut benar-benar selaras. Dalam jangka panjang, Visser membayangkan CSR 2.0 melangkah lebih jauh lagi dari tingkat strategis dan mengambil pendekatan sistemik yang mengatasi ketidaksetaraan dan ketidakadilan di tingkat global dan didorong oleh regulasi dan tuntutan konsumen.

1 Untuk ikhtisar komprehensif tentang kritik terhadap ‘CSR tradisional’ lihat Visser, Wayne (2011), CSR 2.0: Transforming the Role of Business in Society. Lien Centre for Social Innovation.

(14)

(Kerangka Bisnis Inklusif G20)

Bisnis inklusif menyediakan barang, jasa, dan mata pencaharian secara komersial berkelanjutan, baik pada tingkat yang sesuai dengan dana yang tersedia (at scale) ataupun disesuaikan dengan dana yang tersedia (scalable), kepada orang yang hidup di dasar piramida

(BOP) ekonomi sehingga menjadikan mereka sebagai bagian dari rantai nilai bisnis inti perusahaan sebagai pemasok, distributor, pengecer, atau pelanggan. Selain kegiatan inklusif

komersial ini, dunia usaha juga dapat mengejar tujuan inklusif sosial yang lebih luas. Bisnis inklusif harus mempromosikan pembangunan berkelanjutan di semua dimensi ekonomi,

sosial dan lingkungannya.

Di antara praktik yang digunakan oleh perusahaan untuk menjadikan kegiatan CSR mereka lebih strategis adalah Bisnis Inklusif (IB). IB adalah praktik bisnis strategis yang menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dengan melibatkan kelompok berpenghasilan rendah dari piramida populasi (Bottom of the Pyramide - BOP) ke dalam rantai nilai perusahaan sebagai pemasok, karyawan, distributor atau konsumen. Model IB saling menguntungkan, yang berarti bahwa dunia usaha maupun populasi berpendapatan rendah mendapat manfaat dari hubungan bisnis tersebut.

Salah satu kekuatan besar IB adalah bahwa model ini biasanya tidak bergantung pada kontribusi filantropis melainkan berkelanjutan secara komersial, setelah ada dan berjalan, melalui aliran pendapatan mereka sendiri atau model pembiayaan silang.

IB menciptakan dampak positif terhadap masyarakat berpenghasilan rendah3 dengan berbagai cara, di

antaranya adalah:

1. memberdayakan masyarakat yang terpinggirkan 2. meningkatkan pendapatan rumah tangga 3. meningkatkan produktifitas

4. mengatasi kebutuhan dasar, seperti air, listrik dan lain-lain.

Model IB dikembangkan di berbagai sektor seperti pertanian, pariwisata, ICT, perawatan kesehatan atau pendidikan4. Di Indonesia, ada potensi besar bagi perusahaan untuk melaksanakan model IB saat jumlah

penduduk yang bisa dianggap sebagai BOP cukup besar. Menurut studi oleh ADB dan SNV5 sekitar 119 juta orang di Indonesia (49% dari populasi) hidup dengan penghasilan kurang dari $ 2 per hari. Ini berarti bahwa tidak hanya ada pasar yang besar di BOP, tetapi juga tenaga kerja yang besar.

3 UNDP (2008). Creating Value for All: Strategies for Doing Business with Poor.

4 Untuk panduan sektoral model Inclusive Business yang ditulis oleh GIZ, kunjungi https://www.giz.de/Wirtschaft/de/ht-ml/1745.html.

5 ADB and SNV (2013). Developing the Business Case for Investing in Inclusive Business in Indonesia – A Market Scoping Study.

(15)

Pertama, tinjauan komprehensif literatur standard tentang CSR, Bisnis Inklusif dan topik terkait di Indonesia dilakukan, termasuk kerangka peraturan, untuk memberikan gambaran tentang status quo. Desk review ini dilengkapi dengan temuan kualitatif dari survei perusahaan dalam hal penggerak kegiatan CSR mereka. Oleh karena itu, kegiatan CSR perusahaan partisipan dikategorikan dan dipetakan di sepanjang spektrum kegiatan untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai pendekatan yang terlihat jelas pada kegiatan CSR anggota perusahaan APINDO. Kegiatan tersebut kemudian dikaji berkenaan dengan kelima faktor sukses CSR strategis yang diadopsi dari kerangka PBSP. Pada langkah ketiga, kegiatan IB dikaji secara detail untuk menentukan peluang dan tantangan dalam kegiatan IB daripada perusahaan partisipan.

Penelitian ini didasarkan pada kombinasi desk study, wawancara semi-terstruktur dan pemetaan.

Wawancara dan analisis perusahaan dipandu oleh Philippine Business for Social Progress (PBSP) Corporate Citizenship Center’s Corporate Citizenship System & Process Management Framework6. Alat ini dirancang oleh

PBSP untuk membantu perusahaan dalam mengembangkan dan melaksanakan program-program CSR yang efektif berdasarkan lima unsur penting: kepemimpinan, penetapan kebijakan, pengembangan program, pemasangan sistem dan pengukuran dan pelaporan. Untuk tujuan penelitian ini, kerangka itu disederhanakan untuk mengkaji bagaimana program CSR di perusahaan yang disurvei berjalan di masing- masing kelima elemen ini.

6 Philippine Business for Social Progress (PBSP) Corporate Citizenship Center (2002): Corporate Citizenship System & Process Management Framework.

Metodologi

So

cia

l In

vestm

ent • Envir

onm

en

tal

S

te

w

ar

d

sh

ip

C

o

rp

or

ate

-C

om

mun

ity

P

art

ner

sh

ip

M

an

ag

in

g

W

o

rk

p

la

ce

C

o

n

ce

rn

Pr

og

ram

Dev

el

opme

[image:15.1191.81.494.247.555.2]

n

t

Sy

s

t

e

m

I

n

st

a

ll

a

ti

o

n

M

e

as

u

re

m

en

t a

nd

R

e

po

rti

ng

P

o

li

cy

S

et

t

in

g

Leadership

(16)

II. BAB 2 – PENGGERAK CSR

DI INDONESIA

“CSR merupakan komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi sambil meningkatkan

kualitas hidup tenaga kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat luas.”

The World Business Council for Sustainable Development

Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran luas mengenai beberapa penggerak CSR di Indonesia. Sebagian karena keragaman agama dan budaya di Indonesia, praktik filantropi perusahaan di seluruh nusantara ini sangat berbeda. Keragaman ini mempersulit untuk mencapai perbandingan antar berbagai perusahaan untuk memperoleh gambaran yang lebih baik tentang situasi CSR di Indonesia. Namun demikian tiga penggerak yang dianggap penting oleh penulis dicantumkan di bawah ini, meski mereka sama sekali tidak lengkap.

Banyak kegiatan CSR yang dilakukan di Indonesia didorong oleh gagasan ‘memberikan sesuatu kembali kepada masyarakat’. Secara tradisional, perusahaan membantu mesyarakat dalam bentuk sumbangan yang diberikan pada perayaan nasional maupun acara-acara keagamaan, setelah terjadinya bencana alam dengan memperbaiki dan membangun fasilitas umum dan sosial. Hingga saat ini, perusahaan dengan demikian sering masih memahami kegiatan CSR sebagai kewajiban moral perusahaan kepada masyarakat.

Pada saat yang sama, peraturan pemerintah telah menjadi penggerak utama adopsi dan implementasi kegiatan CSR dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Undang-Undang Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang kegiatannya berkaitan dengan sumber daya alam, perusahaan-perusahaan ini dipersyaratkan untuk menunjukkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sebagian besar dari mereka memenuhi persyaratan ini dengan menghabiskan sekitar 3% dari laba tahunan perusahaan untuk kegiatan CSR. Dengan berlakunya undang-undang ini, Indonesia adalah negara yang wewajibkan tanggung jawab sosial berdasarkan undang-undang.

Tradisi dan ekspektasi budaya

(17)

Kini, setidaknya ada tujuh hukum nasional dan peraturan daerah yang terkait dengan CSR yang bersifat peraturan maupun redistribusi. Pemerintah berusaha untuk mendorong perusahaan-perusahaan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dengan penerbitan peraturan ini. Meski ini merupakan prestasi besar dalam hal menciptakan kesadaran tentang CSR, pendekatan regulasi Indonesia juga memiliki kekurangan.

Di tingkat pelaksanaan di lapangan, aturan ini menciptakan kebingungan di kalangan pelaksana. Perbedaan pemahaman tentang CSR telah menyebabkan pelaksanaan CSR secara bervariasi di masing- masing daerah dengan munculnya berbagai peraturan daerah mengenai CSR. Kurangnya kejelasan pera-turan menjadi kendala bagi perusahaan untuk melaksanakan program CSR. Perusahaan yang beroperasi di daerah harus meminta persetujuan dari pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan CSR dengan mengadakan pertemuan tahunan dengan instansi pemerintah. Akibatnya, banyak perusahaan melakukan kegiatan CSR hanya untuk memenuhi peraturan saat ini tetapi tidak mengambil risiko untuk inovatif dalam program mereka. Pendekatan wajib terhadap CSR tersebut difokuskan pada input (jumlah investasi) bukan berfokus pada output dan dampak program CSR untuk mengevaluasi apakah mereka mematuhi peraturan.

Namun demikian, penerbitan peraturan tersebut terwujud menjadi peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya CSR di kalangan para pemangku kepentingan yang bersangkutan.

UU no. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas BAB V

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN Pasal 74

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(18)

Pedoman CSR Internasional

Sejumlah standar global juga relevan bagi Indonesia dan dapat mendorong adopsi dan peningkatan kegiatan CSR di negara ini. Salah satu standar yang paling berpengaruh dirancang oleh Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO), yang menerbitkan ISO 26000 pada tahun 2010 sebagai panduan untuk organisasi atau perusahaan untuk beroperasi secara bertanggung jawab sosial.

[image:18.1191.118.553.262.616.2]

Standar ISO 26000 terutama memberikan panduan mengenai prinsip-prinsip praktik CSR dan kontribusi perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan. Karena perbedaan global yang luas dalam hal budaya dan etika perusahaan, ISO tidak tidak memberikan sertifikasi untuk standar 26000. Ada tujuh (7) subjek inti yang dicakup oleh ISO 26000 yaitu: tata kelola organisasi, hak asasi manusia, Praktik perburuhan, Lingkungan, Praktik operasi yang adil, Isu konsumen, dan Pelibatan & pengembangan masyarakat.

Gambar 2. Subjek Inti ISO 26000

Holistic approach Interdependence Organizational governance

ORGANIZATION

6.3” Human right” 6.7” Consumer issues 6.6” Fair operating practices 6.5” The environment 6.8” Community involvement and development 6.4” Labour practices 6.2”

1) Organizational Governance: This core subject refers to how your business makes and implements strategic decisions;

2) Human Rights: This core subject is based on the Universal Declaration of Human Rights (adopted by the UN General Assembly in 1948); 3) Labor Practices: For this core subject, the ISO 26000 refers to the ILO (International Labor Organization), the international governing body for labor practices; 4) The Environment: The environmental principles of this core subject are: Environmental responsibility; The precautionary approach; Environmental

risk management; and The polluter pays;

5) Fair Operating Practices: This core subject focuses on the ethical conduct in a business’s dealing with its stakeholders;

6) Consumer Issues: This core subject deals with your business’s responsibility for minimizing risks in the use of your service or product;

7) Community Involvement and Development: The ISO 26000 states that “Community involvement and community development are both integral parts of sustainable development”.

(19)

Standar tersebut dengan demikian mempromosikan CSR baik sebagai kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan masyarakat atau menciptakan nilai yang lebih luas bagi masyarakat, tetapi juga aspek internal perusahaan dan bagaimana perusahaan menjalankan operasinya.

Pedoman lain yang umumnya digunakan di sektor korporasi dengan fokus khusus pada pelaporan CSR dan praktik keberlanjutan adalah Sustainability Reporting Guidelines yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative. Generasi keempat dari Sustainability Reporting Guidelines ini diluncurkan pada bulan Mei 20137.

Suara lain yang berpengaruh dalam ruang CSR adalah UN Global Compact dan Global Compact Principles, yang menetapkan 10 prinsip dasar bagi perusahaan untuk melaksanakan CSR yang meliputi unsur-unsur hak asasi manusia, perburuhan, lingkungan dan anti-Korupsi. UN Global Compact Chapters ada di banyak negara di seluruh dunia. Global Compact Chapter di Indonesia berjumlah 117 penandatangan. Untuk MNE, OECD Guidelines on Responsible Business Conduct juga berfungsi sebagai kerangka acuan, meski MNE umumnya memiliki program CSR lebih rumit yang sudah berjalan.

(20)

III. BAB 3 – ANALISIS SAMPEL:

TEMUAN UMUM

Bab ini menyajikan gambaran luas kegiatan CSR dari perusahaan yang disurvei dan menjelaskan faktor-faktor yang terkait dengan keberhasilan program CSR mereka.

Tujuh perusahaan yang disurvei untuk penelitian ini menjalankan total 63 kegiatan CSR. Kegiatan ini bersifat sangat beragam, dari langkah-langkah perbaikan tempat kerja sampai kesempatan pendidikan bagi karyawan atau peluang pendapatan bagi masyarakat sekitar. Alih-alih memetakan kegiatan berdasarkan sektor atau kelompok sasarannya, studi ini meneliti bagaimana mereka berhubungan dengan bisnis inti perusahaan dan bagaimana perusahaan menghargai kegiatan ini dan memahami peran mereka dalam memfasilitasinya.

Menggunakan “kontinum investasi sosial’ yang diadaptasi dari European Venture Philanthropic Association

(EVPA), kegiatan CSR diplot di sepanjang kontinum. Matriks tersebut menggambarkan spektrum motivasi kegiatan CSR yang dilakukan dari motivasi murni filantropi hingga murni komersial. Kegiatan ini menyoroti motivasi perusahaan peserta dalam operasi program CSR mereka dan membantu mengidentifikasi praktik dan potensi bisnis inklusif dalam 63 kegiatan tersebut.

[image:20.1191.32.558.457.714.2]

Spektrum Kegiatan

Gambar 3. Spektrum Kegiatan CSR dari perusahaan yang disurvei, diadaptasi dari kontinum investasi sosial EVPA

Purely Philanthropic

Philanthropy / Charity Non-financial mission

Impact only Impact first Finance first

Inclusive Business

activities 5

14

44

Social mission with min. financial return

Market driven with social and / or environmental

objectives

Profit driven

Social Driven Socially Responsible Traditional Business

(21)

Dari 63 kegiatan yang tercatat selama wawancara, 44 dianggap bermotivasi murni filantrofi, sedangkan 19 kegiatan dianggap lebih didorong pasar dan sebagai bisnis inklusif atau sebagai kegiatan dengan potensi bisnis inklusif. Kegiatan bisnis inklusif akan dibahas secara lebih mendalam pada bab berikut.

Semua perusahaan yang disurvei untuk studi ini melaksanakan kegiatan CSR dan memahami konsep dasar CSR. Banyak kegiatan yang dilakukan dianggap sebagai sumbangan oleh manajemen yang diperlukan untuk mendapatkan legitimasi publik atau untuk mematuhi peraturan yang ada.

Praktik CSR di beberapa perusahaan telah bergeser dari sarana untuk meningkatkan citra perusahaan ke kegiatan yang lebih strategis dan difokuskan pada dampak. Bidang-bidang kegiatan baru ini seringkali lebih terkait erat dengan bisnis inti perusahaan. Perubahan ini sering disertai dengan kesadaran bahwa CSR bukan hanya jawaban bagi tuntutan masyarakat akan akuntabilitas bisnis, tapi bahwa kegiatan CSR juga dapat menguntungkan perusahaan secara komersial.

Selama wawancara, perusahaan mengungkapkan sejumlah manfaat dari program CSR seperti pengembangan dan pensiun tenaga kerja atau keandalan rantai pasok yang menjadi alasan kuat bagi dunia usaha untuk melaksanakan CSR. Berikut adalah sejumlah contoh kegiatan CSR strategis tersebut, yang dikelompokkan ke dalam dua bagian tematik.

Menjadi lebih strategis

Perusahaan dapat menjadikan CSR mereka lebih strategis dengan memanfaatkan kekuatan dan keunggulan komparatif perusahaan dan kegiatan bisnis intinya.

Salah satu contoh yang menarik dari perusahaan yang disurvei adalah PT. Pacific Place Jakarta. Perusahaan ini menyadari bahwa untuk mencapai tujuan CRS mereka yakni mendukung UKM di Indonesia, perusahaan ini dapat memanfaatkan struktur penjualannya dengan memanfaatkan ruang mal yang tidak terpakai untuk memamerkan proyek yang menjanjikan dari UKM melalui penyelenggaraan pameran satu bulan.

Pemanfaatan kekuatan perusahaan

“Kita tidak bisa menjalankan bisnis yang baik jika masyarakat sekitarnya miskin dan terpinggirkan.”

(22)

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran: Kegiatan: Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran: Kegiatan: F oto: PT . P

acific Place J

akar

ta

Contoh lainnya adalah PT. Unilever Indonesia yang memfokuskan kegiatan CSR pada peningkatan salah satu saluran penjualan paling pentingnya, pasar tradisional.

Sebagai bagian dari komitmen perusahaan untuk meningkatkan standar kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, perusahaan ini memulai program Pasar Sehat Berdaya, dengan fokus pada pengembangan pasar tradisional pada tahun 2010. Tujuan dari program ini adalah untuk mempromosikan pasar tradisional yang sehat, bersih dan higienis melalui komunitas pasar mandiri dengan melakukan advokasi Pola Hidup bersih dan Sehat (PHBS - Hidup bersih dan Sehat) untuk mengubah perilaku pedagang, manajemen dan pelanggan pasar.

Pada tahun 2015, perusahaan ini memfasilitasi 35 pasar tradisional di Kota Medan, Jakarta, Bekasi, Yogyakarta, Nganjuk, Gresik, Sidoarjo, Probolinggo, Makassar dan Denpasar. Program ini juga mempromosikan program edukasi PHBS dan menyediakan pelatihan manajemen bisnis untuk 13.684 pedagang pasar yang difasilitasi oleh 2.280 pedagang pasar yang telah dilatih dalam pelatihan trainer model sebagai pejuang program. Meski memberikan manfaat yang jelas bagi masyarakat, perusahaan tertarik untuk mempertahankan daya saing pasar tradisional karena 19% dari penjualannya diraih melalui pasar tradisional.

UKM

PT. Pacific Place Jakarta

Gerai untuk UKM

Salah satu misi perusahaan adalah memberdayakan UKM. Perusahaan ini bekerja sama dengan dua LSM yang dipilih, Dompet Dhuafa dan Citra Tenun Indonesia untuk memamerkan dan memasarkan produk UKM yang memenuhi spesifikasi untuk pasar ekonomi menengah-tinggi. Pemilihan LSM ini dilakukan untuk memastikan bahwa produk yang dipasarkan sesuai dengan kualitas yang diinginkan sesuai syarat perusahaan. Pameran ini berlangsung selama satu bulan di Pacific Place Mal. Lokasi yang digunakan adalah area yang belum memiliki penyewa.

Manfaatnya bagi UKM sangat jelas karena produk mereka mendapatkan paparan di pasar menengah- tinggi yang sering sulit diakses. Bagi PT. Pacific Place Jakarta inisiatif tersebut tidak hanya meningkatkan citra perusahaan tapi juga memanfaatkan ruang sewa kosong yang belum digunakan. Selain itu, inisiatif tersebut membuat penawaran mal tersebut kepada pelanggan menjadi lebih beragam dan inovatif.

Penjaja di pasar tradisional PT. Unilever Indonesia, Tbk.

(23)

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran: Kegiatan: Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran: Kegiatan: F oto: PT . Adar o Indonesia

Sampoerna juga memiliki kegiatan CSR terarah di saluran penjualannya.

Langkah lain menuju CSR yang lebih strategis terdiri dari berinvestasi dalam angkatan kerja perusahaan. PT. Adaro Indonesia, misalnya, mengadakan program pengembangan tenaga kerja yang merekrut dan melatih mekanik bagi perusahaan.

Pengembangan angkatan kerja

Masyarakat

PT. Adaro Indonesia

Program Pelatihan SIS

Sampoerna Retail Community (SRC) adalah program kemitraan yang menyasar gerai ritel potensial yang telah dipilih sebagai mitra bisnis PT. HM Sampoerna, Tbk. SRC merupakan salah satu program unggulan perusahaan dengan mengadakan kemitraan bisnis dengan masyarakat, yang bertujuan untuk menggabungkan kegiatan promosi dan distribusi produk-produknya. Di sini perusahaan bertujuan untuk memperkuat kapasitas mitra bisnis mereka melalui berbagai kegiatan peningkatan kemampuan untuk meningkatkan keterampilan bisnis mereka seperti menyediakan konsultasi pemasaran ritel serta menyelenggarakan kursus edukasi literasi finansial bekerjasama dengan mitra perbankan perusahaan. Untuk mendukung pengecer mereka pada sisi pemasaran, perusahaan ini membantu mereka dengan mengubah gerai tradisional mereka saat ini menjadi gerai ritel semi-modern, dengan menyediakan perangkat meja dan kursi bermerek untuk mengubah ruang khusus di gerai menjadi pojok hiburan, yang bertujuan untuk menarik lebih banyak pelanggan dan meningkatkan waktu yang mereka dihabiskan di gerai. Untuk meyakinkan pelanggan mereka agar menghabiskan lebih banyak waktu di gerai, pemilik biasanya menambahkan sarana hiburan sederhana tambahan seperti TV atau papan catur.

Pengecer

PT. HM Sampoerna, Tbk.

Sampoerna Retail Community

Untuk menjamin pasokan yang konsisten pekerja terlatih dan terampil dan melibatkan pasar tenaga kerja lokal, perusahaan ini berkolaborasi dengan salah satu anak perusahaannya untuk meluncurkan program pelatihan bernama Program Persiapan Operator dan Program Persiapan Mekanik. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan kesempatan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan skill perusahaan.

Program ini dimulai pada tahun 2008 dan telah melatih dan merekrut lebih dari 2.000 operator dan mekanik dari daerah pinggiran lokasi tambang. Setiap tahun, lebih dari 200 orang lulus program ini dan direkrut untuk bekerja di perusahaan. Periode pelatihan berkisar dari 6 bulan sampai

12 bulan, yang terdiri dari studi teoritis maupun on-the-job training.

(24)

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran:

Kegiatan:

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran:

Kegiatan:

Program serupa yang berfokus pada pelatihan tenaga kerja lokal di daerah terpencil diadakan oleh PT. Sinarmas Tbk.

Contoh lainnya adalah program PPK dari PT. Adis Dimension Footwear yang menyediakan pelatihan yang diakui dan bersertifikat secara nasional, sehingga memberi masyarakat setempat peluang dan pelatihan yang berharga bahkan melampaui kebutuhan tenaga kerja perusahaan.

Menyadari kurangnya tenaga kerja terlatih dan terampil di industri alas kaki, perusahaan ini merespons dengan meluncurkan program PPK. Pelatihan berbasis kompetensi selama satu bulan ini memberikan pengetahuan dasar dan komprehensif tentang teknik pembuatan sepatu, dari pemotongan, persiapan dan perakitan. Sejak 2008 program pelatihan ini diluncurkan secara gratis, dan peserta yang berhasil menyelesaikan program diberi sertifikasi nasional.

Perusahaan tidak mewajibkan peserta untuk bekerja bagi perusahaan. Namun, jika mereka memutuskan untuk melamar pekerjaan, mereka diprioritaskan. Hasilnya adalah perusahaan merasa lebih mudah untuk merekrut pekerja terampil sesuai standar mereka sehingga pelatihan on-the-job internal tidak lagi diperlukan. Perusahaan pada operasi perintis pabrik di daerah terpencil kesulitan untuk mendapatkan karyawan lokal yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Perusahaan membawa karyawan dari luar daerah, tapi ini mengakibatkan tingginya tingkat pergantian karyawan (turnover) yang berpengalaman. Untuk mengatasi masalah ini perusahaan bekerja sama dengan universitas setempat dengan memberikan beasiswa kepada mahasiswa berdasarkan ikatan dinas. Para mahasiswa yang lulus wajib bekerja untuk perusahaan selama jangka waktu tertentu. Hasilnya sekarang untuk fasilitas di Tajun, Kalimantan, lebih dari 75% karyawan adalah penduduk setempat dengan loyalitas tinggi dan tingkat turnover menurun tajam, sehingga menurunkan biaya.

Masyarakat

PT. Sinar Mas Tbk. – Hilir

Beasiswa

Masyarakat

PT. Adis Dimension Footwear

(25)

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan:

Kegiatan:

Meski mengidentifikasi peluang untuk kegiatan CSR strategis itu penting, manajemen dan prosedur operasional internal CSR juga penting bagi kegiatan CSR agar sukses dalam mencapai dampak yang ditargetkan.

Berdasarkan Corporate Citizenship System & Process Management Framework dari PBSP (lihat hal. 8) perusahaan peserta dianalisis sesuai dengan kinerja mereka dalam masing-masing kelima elemen yang kondusif bagi keberhasilan program CSR. Praktik terbaik dari perusahaan tersebut dirinci di bawah.

Kepemimpinan merupakan penggerak utama bagi perusahaan untuk mengadakan kegiatan CSR baru dan inovatif. Implementasi CSR strategis membutuhkan komitmen yang kuat untuk kegiatan ini dari manajemen atas dan mendapat manfaat dari “pejuang” CSR yang berfungsi sebagai titik acuan dan panutan bagi kegiatan di dalam perusahaan. Kepemimpinan yang efektif dalam CSR strategis mencakup integrasi kegiatan di dalam prosedur bisnis inti perusahaan dan komunikasi CSR tersebut. Kepemimpinan yang efektif juga terwujud dari rasa kepmimilikan kegiatan CSR oleh manajemen, sehingga membentuk akuntabilitas untuk mencapai target CSR.

Lima faktor sukses

1. Kepemimpinan

F

oto: PT

. T

rimitra Bate

rai Pr

akasa

PT. Trimitra Baterai Prakasa

Pekerja Penyandang Disabilitas

Sebagai salah satu upaya perusahaan untuk memberikan kesempatan kerja yang sama bagi penyandang disabilitas, khususnya anggota masyarakat tuna rungu dan tuna wicara, perusahaan ini bekerja sama dengan yayasan panti asuhan.

Proyek ini dilaksanakan di bawah pengawasan departemen sosial sejak tahun 2007 dan didukung oleh pemerintah DKI Jakarta. Pada awalnya, proyek ini berdasarkan pada motif amal, namun seiring waktu, perusahaan ingin meningkatkan kontribusi mereka dalam menyediakan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. PT. Trimitra Baterai Prakasa memberikan kondisi kerja yang sama kepada karyawan tuli dan tuna wicara mereka dengan yang diterima oleh karyawan lain, yang berarti kerja penuh waktu dan hak dan kewajiban kerja yang sama. Namun karena alasan keamanan, karyawan penyandang disabilitas diberi seragam berwarna berbeda dan biasanya ditempatkan di bagian perusahaan dengan risiko kerja minimum. Saat ini ada lebih dari 80 orang penyandang disabilitas yang dipekerjakan dari total 1.200 karyawan.

(26)

Beberapa aspek kepemimpinan adalah:

1. Manajemen senior bertindak sebagai panutan dan teladan dalam menegakkan prinsip dan nilai yang digunakan oleh perusahaan

2. Dukungan dan komitmen terhadap tujuan dan sasaran program CSR/IB dan memastikan koherensi program

3. Manajemen perusahaan bertanggung jawab penuh atas dampak positif dan negatif dari kebijakan dan praktik CSR/IB.

Sebagian besar responden dari survei melaporkan bahwa CEO mereka memiliki komitmen yang kuat terhadap CSR dan bahwa inisiatif CSR tertanam di seluruh organisasi. Salah satu perusahaan menyebutkan bahwa pendirian perusahaan tersebut terkait dengan masalah kesehatan di masyarakat dan nilai-nilai yang diciptakan oleh pendiri yang tertanam dalam perusahaan dan telah menjadi budaya perusahaan.

Kepemimpinan yang kuat juga dapat berasal dari kebutuhan untuk mematuhi hukum nasional, peraturan internasional, kode etik global, dan meningkatnya harapan pemangku kepentingan dan kekuatan-kekuatan ini juga memungkinkan mereka untuk mewujudkan prinsip dan kebijakan CSR ke dalam tindakan nyata.

Salah satu contoh di mana komitmen yang kuat memungkinkan perusahaan untuk menjalankan operasi yang berkelanjutan ditemukan pada PT. Adis Dimension Footwear. Pemimpin di PT. Adis Dimension Footwear yakin bahwa kepatuhan pada setiap aspek operasi bisnis sangatlah mendasar dalam mempraktikkan tanggung jawab sosial, dan dengan demikian merupakan kunci utama bagi keberlangsungan perusahaan. Kepatuhan adalah kata lain untuk bertanggung jawab, bertanggung jawab terhadap semua pemangku kepentingan bisnis Anda. Tanpa pertimbangan kepatuhan, program CSR hanyalah bersifat ‘kosmetik’ untuk tujuan jangka pendek. Berdasarkan keyakinan ini, PT. Adis Dimension Footwear menciptakan sejumlah program CSR yang berhubungan dengan masalah kepatuhan, seperti isu lingkungan dan perburuhan. Hasilnya, PT. Adis Dimension Footwear beberapa kali meraih penghargaan karena keterlibatannya dalam lingkungan dan dinominasikan sebagai perusahaan favorit pekerja di industri alas kaki.

Adanya kebijakan yang jelas, fokus dan tertulis merupakan elemen penting dalam implementasi program CSR/IB dan menjadi bagian integral dari perusahaan. Hal ini dilakukan agar kegiatan yang dilakukan menjadi lebih relevan dan mendasar bagi kegiatan usaha utama perusahaan.

Kebijakan yang efektif memiliki setidaknya unsur-unsur berikut:

2. Penetapan kebijakan

“Jika Anda ingin mengembangkan bisnis yang baik, hal pertama yang harus dilakukan adalah kepatuhan bisnis Anda pada semua peraturan.”

(27)

1. Kebijakan tepat dan sesuai dengan prinsip bisnis perusahaan secara keseluruhan.

2. Kebijakan harus tertulis, jelas dan terfokus, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program.

3. Kebijakan harus dikomunikasikan dan didistribusikan ke seluruh pemangku kepentingan

Contoh terbaik bagi perusahaan adalah kode etik atau peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan dibuat sehingga menjadi lebih mudah untuk memahami dan mudah dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. Misalnya, PT. Adaro Indonesia menetapkan ‘iMore’ sebagai nilai integral perusahaan: integrity - meritocracy - openness - respect - excellence. IMore dikomunikasikan dengan berbagai cara melalui media (elektronik dan non-elektronik) dan pada awal kerja serta kegiatan lain, sehingga iMore menjadi pedoman bagi karyawan dalam semua kegiatan bisnis.

Di sisi lain, PT. HM Sampoerna, Tbk memiliki “Falsafah Tiga Tangan”, yang bertujuan untuk membangun hubungan yang harmonis antara perusahaan, mitra bisnis dan masyarakat. Filosofi ini, yang menopang setiap kegiatan perusahaan, merupakan komitmen PT. HM Sampoerna, Tbk untuk memenuhi atau melampaui harapan tiga kelompok pemangku kepentingan mereka yang paling penting - perokok dewasa, karyawan dan mitra bisnis, dan masyarakat pada umumnya.

PT. Unilever Indonesia, Tbk. Indonesia membangun CSR-nya berdasarkan empat pilar program mereka, yaitu Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan.

Merancang program CSR yang koheren di mana berbagai kegiatan memiliki sinergi positif merupakan elemen kunci lainnya untuk keberhasilan CSR strategis. Mengembangkan visi untuk program CSR secara keseluruhan untuk perusahaan yang melampaui tingkat aktivitas dan berusaha untuk mencapai perubahan sistemik akan membantu kegiatan agar lebih berdampak dan bermanfaat baik bagi perusahaan maupun populasi sasaran. Selain itu, tujuan yang ditetapkan dengan jelas akan membantu mengelola ekspektasi di antara semua pemangku kepentingan. Pengembangan program yang sukses harus mencakup

1. Melibatkan pemangku kepentingan ke dalam pengembangan program sehingga dapat mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memprioritaskan pemangku kepentingan. Perusahaan tentu tidak bisa memenuhi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan sehingga penentuan prioritas harus dilakukan.

2. Menilai stakeholder dan melihat proses bisnis dalam rantai nilai perusahaan, sehingga program dapat dirancang dengan sasaran dan tujuan yang jelas

3. Memastikan keberlanjutan dan kesinambungan program. Program dapat dikelola oleh suatu unit atau juga bekerja sama dengan pihak ketiga; kelanjutan dari program dapat dipastikan dan ditangani oleh orang yang tepat.

(28)

Beberapa perusahaan yang disurvei menempatkan fungsi tersebut di dalam departemen sumber daya manusia atau di dalam divisi hubungan eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa banyak kegiatan atau inisiatif tersebut terkait dengan pengelolaan masalah di tempat kerja. Hal ini terjadi dengan PT. Adaro Indonesia (Pelatihan Dasar Wajib K3L), PT. Adis Dimension Footwear (Program Sekolah dan beasiswa) dan PT. HM Sampoerna (Unlimit Yourself Employee Program). Pada kasus lain, perusahaan berkolaborasi dengan organisasi pengembangan, yayasan atau universitas, atau menyewa pelaksana pengembangan profesional atau ahli untuk melaksanakan proyek (misalnya proyek pengembangan masyarakat). Salah satu contoh praktik tersebut adalah kasus PT. HM Sampoerna yang membangun kemitraan dengan LSM/Yayasan untuk meningkatkan keterampilan administrasi dan kemampuan organisasi mereka dan untuk meng-upgrade mereka untuk menjadi mitra layak sesuai dengan standar internal perusahaan. Contoh lainnya dilakukan oleh Unilever Indonesia yang melibatkan ahli dari universitas terkemuka untuk membantu petani (seperti petani kedelai) dalam peningkatan produksi mereka.

Untuk memastikan bahwa implementasi dapat berjalan dengan lancar, ada beberapa sistem dan komponen yang harus berjalan. Komponen ini meliputi:

1. Sistem Manajemen

Penetapan struktur organisasi dalam perusahaan untuk melaksanakan kegiatan CSR/IB, sehingga fungsi dan tanggung jawab menjadi jelas. Manajemen juga harus memberikan dukungan bagi implementasi kegiatan CSR/IB.

2. Sistem Komunikasi

Komunikasi penting untuk melindungi kepentingan setiap pemangku kepentingan. Sistem komunikasi yang baik dapat menjadi jembatan untuk mendapatkan umpan balik dan memberikan advokasi di antara para pemangku kepentingan.

3. Sistem Keuangan

Dokumentasi yang baik dari transaksi keuangan membantu memastikan transparansi keuangan di antara para pemangku kepentingan. Perusahaan juga dapat mengalokasikan anggaran secara hati-hati sehingga perusahaan dapat mendukung program dengan anggaran yang memadai.

4. Sistem monitoring dan evaluasi

Evaluasi program harus dilakukan secara berkala untuk mendapatkan hasil kinerja dalam hubungannya dengan indikator dan tujuan perusahaan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, sistem organisasi sangat bervariasi antar perusahaan, meski fungsi untuk melaksanakan program-program tersebut didefinisikan dengan baik dan terstruktur. Beberapa perusahaan memasukkan fungsi tersebut dalam Departemen HR atau departemen urusan eksternal, seperti PT. Adis Dimension Footwear. Dalam hal ini, personil yang ditunjuk bertanggung jawab atas aspek operasional kegiatan. Perusahaan yang memiliki unit CSR terpisah lebih terfokus dan mendapatkan dukungan anggaran yang cukup, dan terbukti memiliki komunikasi yang lebih baik antara manajemen dan penerima manfaat atau pemangku kepentingan yang terlibat.

(29)

Diantara perusahaan juga menyatakan bahwa sejumlah kegiatan masih dirasakan bersifat ad-hoc dan tidak memiliki panduan yang jelas. Untuk tujuan ini, perusahaan bisa melakukan sesi konsultasi dengan pemangku kepentingan yang terlibat (karyawan atau masyarakat, misalnya), atau tokoh masyarakat untuk mengidentifikasi isu-isu strategis yang dapat melandasi agenda CSR.

Dalam sistem komunikasi, secara umum perusahaan telah menginstal sistem yang baik untuk mengkomunikasikan program dan proyeknya seperti bulletin dan media lainnya untuk mengkomunikasikan inisiatif CSR kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal, dan sesi interaktif untuk memberikan tempat untuk menyebarkan informasi serta mengumpulkan umpan balik. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja besar, seperti perusahaan manufaktur, menyampaikan informasi kepada karyawan mereka melalui buletin dinding yang sejauh ini terbukti efektif. Salah satu contoh dari hal ini adalah buletin karyawan internal PT. Adis Dimension Footwear yang memuat secara detail seluruh kegiatan CSR perusahaan.

Terakhir, monitoring dan evaluasi yang memadai sangat penting untuk menilai dan mengembangkan program CSR yang sukses dan menjadikannya jauh lebih strategis di masa depan dengan memperbaiki kekurangan atau asumsi sebelumnya yang keliru.

1. Memberikan penilaian objektif terhadap program atau inisiatif yang diimplementasikan.

2. Memberikan gambaran luas mengenai dampak yang dihasilkan dari program yang dilakukan baik bagi perusahaan maupun pemangku kepentingan yang terlibat atau terdampak.

3. Hasil pengukuran dan pelaporan merupakan komponen kunci bagi pengembangan program berikutnya karena memberikan masukan yang diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan program berikutnya.

4. Pelaporan juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya sehingga memicu pemahaman di antara pemangku kepentingan.

Dalam aspek program evaluasi dan monitoring, sebagian besar perusahaan mampu melacak kinerja mereka dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi seperti:

• tinjauan berkala program

• konsultasi dengan pemangku kepentingan eksternal/ internal melalui berbagai jenis survei atau cara, dan

• mendokumentasikan praktik terbaik melalui kisah sukses dan kesaksian.

Perusahaan memandang ini sangat penting untuk memantau kegiatan CSR dan untuk memastikan bahwa program mencapai target secara tepat waktu dan sesuai anggaran, sehingga perusahaan dapat melaporkan secara teratur baik kepada manajemen maupun pemangku kepentingan terkait dan juga mampu melaksanakan perbaikan pada program.

(30)

Beberapa perusahaan dalam studi ini, seperti PT. Unilever Indonesia Tbk dan PT. Adaro Indonesia, telah membuat Laporan Keberlanjutan secara reguler dan menawarkan pelaporan pembandung dari waktu ke waktu dan memungkinkan untuk melacak kemajuan. Contoh lainnya yang dilakukan oleh perusahaan adalah pembuatan laporan berkala. PT. Adis Dimension Footwear membuat buletin seperti majalah yang menggambarkan berbagai kegiatan CSR-nya sepanjang tahun dan diterbitkan secara berkala. PT. Adis Dimension Footwear mengakui bahwa majalah ini sangat efektif untuk menyampaikan informasi tentang perusahaan dan melibatkan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah.

Beberapa perusahaan dengan sumber daya yang tersedia dapat melakukan berbagai program penilaian dalam proyek mereka untuk mengukur dampak dari kegiatan mereka. Jenis laporan yang perusahaan bergantung pada kebutuhan dan prestasi CSR mereka, namun munculnya tren Pelaporan Perusahaan memerlukan pendekatan triple bottom line, yang meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dari operasi bisnis. Laporan rutin kepada manajemen tersedia di semua perusahaan untuk memantau kemajuan program.

(31)

IV. BAB 4 – BISNIS INKLUSIF SEBAGAI

CSR STRATEGIS

Studi kasus IB

Kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan yang disurvei dalam studi ini memberikan contoh potensi IB untuk memberikan manfaat tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga bagi perusahaan. Studi ini menemukan sejumlah kegiatan CSR di sepanjang rantai nilai perusahaan yang dapat dikategorikan sebagai praktik bisnis inklusif.

PT. Trimitra Baterai Prakasa, misalnya, menerapkan konsep IB kepada masyarakat sekitarnya untuk menyediakan peralatan penunjang bagi perusahaan berdasarkan alasan biaya dan ketersediaan. Oleh karena itu, perusahaan tersebut menganggap praktik ini sebagai kegiatan bisnis biasa, meski memiliki dampak sosial yang besar terhadap masyarakat dengan memberikan kesempatan penghasilan tambahan. Bentuk kegiatan CSR perusahaan sebagian besar ditujukan pada penyediaan lapangan kerja bagi anggota masyarakat, khususnya yang kurang beruntung.

Landasan tindakan perusahaan dituangkan dalam misi perusahaan, yakni memberdayakan masyarakat, terutama yang kurang mampu, sebagai respons perusahaan terhadap tanggung jawab sosial. Awalnya, sebagai proyek uji coba, perusahaan berusaha untuk melibatkan masyarakat setempat yang terkena dampak kegiatan perusahaan ke dalam kegiatan CSR sebagai rantai pasokan perusahaan. Setelah terbukti bahwa kegiatan ini membawa hasil positif tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi perusahaan karena biaya yang lebih rendah atau tingkat produktivitas yang lebih baik, maka perusahaan kemudian mampu merancang dan mengimplementasikan bisnis inklusif.

(32)

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran: Kegiatan: Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran: Kegiatan: F oto: PT . T rimitra Bate rai Pr akasa F oto: PT . Unile ve r Indones ia, T

bk. Untuk mendapatkan kualitas tinggi dan pasokan berkelanjutan

untuk kedelai hitam, pada tahun 2000 PT. Unilever Indonesia, Tbk, bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) melibatkan petani agar menanam kedelai hitam. Kedelai hitam kurang lazim ditanam dibanding varietas kuning. Setelah penelitian mendalam Malika diperkenalkan kepada petani bekerjasama dengan UGM. Benih dibagikan secara gratis dan PT. Unilever Indonesia, Tbk, memberikan pelatihan, konsultasi dan pengawasan untuk petani. Hasilnya, petani kedelai bisa meningkatkan produksi dari 1,5 ton/Ha menjadi 1,9 ton/Ha, yang memberi pendapatan tambahan bagi petani. Petani juga menerima jaminan pasar dari PT. Unilever Indonesia, Tbk, untuk membeli kedelai hitam tersebut. Para petani juga memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam praktik pertanian berkelanjutan. Program ini mencakup lebih dari 50 Kabupaten di Jawa dan telah melatih lebih dari 9.000 petani termasuk 2.000 perempuan.

Masyarakat setempat

PT. Trimitra Baterai Prakasa Pasokan Bak Air

Setiap bulan perusahaan perlu mengganti bak air di pabrik. Bak terbuat dari bahan fiber glass yang dapat dibentuk dengan mudah. Perusahaan melihat bahwa di lingkungan sekitarnya, ada individu yang mempunyai keterampilan dalam mencetak fiber glass.

Perusahaan memberikan spesifikasi dan pengawasan dalam proses produksi. Seiring dengan proses ini, perusahaan mendidik lebih banyak orang dan mendirikan kerjasama dengan karang taruna. Omzet bulanan untuk pasokan tersebut antara Rp. 200 - 400 juta.

Keuntungan bagi perusahaan:

• pasokan yang handal karena PT. Trimitra Baterai Prakasa juga memantau produksi

• penghematan biaya karena rendahnya biaya transportasi

Petani Kedelai

PT. Unilever Indonesia, Tbk. Pemberdayaan Petani Kedelai

(33)

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran: Kegiatan: Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran:

Kegiatan:

F oto: PT

. Adis Dime

nsion F ootw ear F oto: PT . Adar o Indones ia Petani Karet

PT. Adaro Indonesia

Pemberdayaan Petani Karet

Menjadi kewajiban perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi untuk daerah pasca tambang. Reklamasi merupakan bagian dari operasi bisnis inti bagi perusahaan pertambangan yang bertanggung jawab.

PT. Adaro Indonesia menyadari bahwa dalam waktu dekat lapangan pertambangan yang dieksploitasi akan harus dihutankan kembali. Salah satu komoditas yang akan cocok untuk daerah tersebut adalah tanaman karet. Sejalan dengan misi perusahaan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, perusahaan meluncurkan program untuk pertanian karet. Perusahaan memberikan pelatihan dan pendidikan mengenai pertanian karet strategis untuk panen yang optimal. Hasilnya kini adalah 700 hektar lahan bera telah direklamasi untuk pertanian karet, yang melibatkan 7.500 kepala keluarga. Menggabungkan operasi bisnis (reklamasi untuk daerah paska-tambang) dengan misi perusahaan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar adalah contoh lain untuk pendekatan bisnis inklusif.

Penjaja makanan

PT. Adis Dimension Footwear

Penyediaan ruang bagi penjaja makanan

Salah satu masalah yang dihadapi perusahaan adalah masalah logistik, terutama penyediaan makan siang untuk ribuan pekerja. Mengizinkan pekerja untuk meninggalkan tempat untuk mencari makanan akan menciptakan masalah yang lebih besar: tidak ada jaminan bahwa makanan tersebut higienis dan disiplin pekerja akan terancam karena waktu kerja mereka bisa dikurangi oleh keterlambatan atau penyakit yang dibawa makanan. Untuk merespons masalah ini, perusahaan meluncurkan program dengan menyediakan ruang di wilayah pinggiran perusahaan bagi penjaja makanan untuk menjual barang-barang mereka. Perusahaan menyediakan pelatihan tentang penanganan makanan dan keamanan makanan, serta pengelolaan limbah.

(34)

Deskripsi Kegiatan: Nama Perusahaan: Objek Sasaran:

Kegiatan:

F

oto: PT

. Adis

Dime

ns

ion F

ootw

ear

Karyawan

PT. Adis Dimension Footwear

Pekerja sering membutuhkan dana tambahan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti biaya kuliah anak-anak dan kebutuhan lainnya. Perusahaan jelas tidak akan dapat memenuhi kebutuhan semua pekerjanya, terutama karena besarnya tenaga kerja. Untuk merespons masalah ini, perusahaan menyediakan sejumlah modal dan membentuk badan koperasi yang berfungsi sebagai fasilitas simpan-pinjam bagi para pekerja. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja. Koperasi juga melakukan fungsi lain selain fungsi simpan-pinjam yang ditentukan dengan mendirikan Adis Mart, yakni gerai yang memungkinkan anggota untuk berbelanja di sana menggunakan sistem kartu yang terintegrasi. Adis Mart juga mengoperasikan layanan pembayaran kurir dan online yang memungkinkan karyawan untuk membayar tagihan utilitas publik seperti tagihan listrik dan menggunakan sistem TI canggih, yang dikembangkan secara internal berdasarkan model open-source dan yang memungkinkan mereka untuk lebih meningkatkan kualitas kerjanya. Saat ini, Adis Mart beroperasi dengan pendapatan Rp 5 miliar per bulan. Karena keberhasilan model koperasinya, perusahaan ini secara rutin menerima kunjungan dari berbagai pihak ketiga (perusahaan, pemerintah, koperasi, universitas dan pengunjung internasional) untuk pembelajaran dan pertukaran pengetahuan secara peer-to-peer.

(35)

Peluang

Studi ini mengungkapkan bahwa ada sejumlah manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan IB, yaitu:

1. Perusahaan dapat mengurangi biaya pengadaan barang dan bahan baku, baik dari segi efisiensi maupun kontinuitas proses. Contohnya adalah PT. Trimitra Baterai Prakasa dengan program pasokan bak airnya. Perusahaan ini tidak hanya mendapatkan biaya yang lebih murah, tetapi juga jaminan kualitas dan pasokan kontinyu untuk peralatan yang diperlukan setiap bulan.

2. Masalah tenaga kerja, khususnya ketidakmampuan untuk mendapatkan karyawan yang memenuhi syarat, adalah masalah yang sering dihadapi oleh kebanyakan perusahaan. Perusahaan yang memberikan pelatihan kepada masyarakat kurang mampu, terutama penduduk setempat, dapat menghasilkan karyawan dengan keterampilan yang meningkat dan produktivitas serta loyalitas yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pembukaan pusat pelatihan oleh PT. Adis Dimension Footwear untuk melatih penduduk setempat dalam keterampilan menjahit dan pembuatan sepatu. Hasilnya, PT. Adis Dimension Footwear memecahkan masalah tenaga kerja dan mendapatkan karyawan dengan keterampilan yang diperlukan dan loyalitas yang tinggi, sehingga meningkatkan produktivitas.

3. Rantai pasok – jaminan pasokan dapat menjadi kendala bagi perusahaan terutama yang berkaitan dengan produk pertanian. Partisipasi masyarakat dalam rantai pasokan dapat menjadi solusi untuk masalah ini. Satu contoh sukses adalah PT. Unilever Indonesia, Tbk, dengan pemberdayaan petani kedelai hitam di pulau Jawa.

Tantangan

Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan untuk dapat memulai suatu kegiatan inklusif adalah tantangan bagi perusahaan. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan adalah:

1. Kurangnya keterampilan dan pengetahuan yang memadai di BOP merupakana tantangan bagi perusahaan untuk dapat melibatkan penduduk berpenghasilan rendah di dalam rantai nilai perusahaan.

2. Kesenjangan informasi - dan kurangnya pemahaman perusahaan mengenai bisnis inklusif. Perusahaan melaporkan bahwa mereka tidak mampu melaksanakan bisnis inklusif karena mereka biasanya tidak berhubungan langsung dengan masyarakat yang kurang beruntung.

3. Kerangka peraturan - kurangnya peraturan yang jelas mengenai pelaksanaan CSR menjadi kendala bagi perusahaan untuk berinovasi bisnis inklusif. Perusahaan

yang beroperasi terutama di sekitar sumber daya alam, misalnya, membutuhkan bimbingan mengenai apa saja kegiatan CSR yang disetujui atau ditolak, sehingga mereka mampu setiap tahun menyusun anggaran untuk kegiatan tersebut karena besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk CSR, baik materiil maupun non-materiil.

“Kami membantu mitra bisnis kami untuk meningkatkan

kemampuan mereka.”

Sancoyo Antarikso, External Relations Director & Corporate Secretary, PT. Unilever Indonesia

Tbk and Board of Founders of Indonesia’s Global Compact

(36)

Potensi IB

Analisis bab sebelumnya menunjukkan bahwa kegiatan IB telah dilakukan oleh perusahaan yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Setiap perusahaan, sadar atau tidak sadar, telah melakukan bisnis inklusif sampai tingkat tertentu dalam operasi mereka.

Masalah inti dari korporasi adalah pemahaman IB itu sendiri. Sebagian perusahaan tidak menyadari bahwa sejumlah kegiatan mereka adalah bisnis inklusif. Misalnya, program pasokan bak air yang diluncurkan oleh salah satu perusahaan responden. Pada awalnya program ini dipandang sebagai program bisnis biasa. Perusahaan ini awalnya tidak menyadari bahwa ada dampak sosial yang lahir dari program tersebut.

Secara umum, kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut masih berbasis filantropi atau amal tanpa pertimbangan keuntungan finansial atau manfaat. Ini pada dasarnya sejalan dengan salah satu misi dan tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan: ikut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4. Terbatasnya akses keuangan - karena bisnis inklusif masih dianggap sebagai kegiatan sosial atau kegiatan dengan risiko yang sulit diukur oleh lembaga keuangan di Indonesia, dan karena masyarakat masih dianggap tidak bankable, maka lembaga keuangan membatasi kebebasan untuk mengucurkan pinjaman kecuali perusahaan dapat memperkuat pinjaman dengan aset dan reputasi sebagai jaminan. Karena alasan ini, PT. Adis Dimension Footwear mendanai sendiri modal awal koperasi tersebut.

(37)

(1) Masih ada persepsi di kalangan bisnis serta regulator di Indonesia bahwa CSR hanya terkait dengan motif sosial. Tujuan dari mayoritas program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan responden adalah memberdayakan para pemangku kepentingan sosial mereka. Dalam pelaksanaannya, mayoritas menggunakan pendekatan yang tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan kegiatan, baik dari sisi sektor swasta (misalnya melaksanakan kegiatan CSR sebagai bagian dari ‘biaya sosial’ atau beban atau kewajiban bukan investasi) dan dari sisi masyarakat sasaran CSR (misalnya proyek jangka pendek dengan dampak yang rendah).

(2) Dari studi ini, ada potensi bagi perusahaan Indonesia untuk membuat kegiatan CSR mereka lebih strategis, untuk menciptakan keberlanjutan dan juga saling menguntungkan bagi perusahaan serta penerima manfaat. Menggunakan prinsip inklusivitas dalam rantai pasokan perusahaan sebagai bagian dari kegiatan CSR mereka adalah salah satu cara untuk melakukan CSR strategis. Praktek ini, yang disebut Inclusive Business, diyakini dan dibuktikan dalam penelitian ini meningkatkan efektivitas peran sektor swasta dalam memacu pembangunan di Indonesia.

(3) Keberhasilan menggeser kegiatan CSR perusahaan dari tindakan filantropi atau amal ke kegiatan yang lebih strategis ditentukan oleh pimpinan perusahaan dan manajemen mereka. Komitmen kuat mereka terhadap IB harus dikomunikasikan dengan jelas kepada pemangku kepentingan perusahaan dan diterjemahkan secara praktis oleh staf mereka ke dalam tindakan nyata, dengan mengembangkan sistem dan mekanisme untuk mengelolanya. Untuk mendorong pemimpin bisnis agar mengembangkan model IB, bukti kuat harus disajikan yang menunjukkan manfaat sosial (seperti mendapatkan izin sosial untuk beroperasi); dan manfaat ekonomi, yang memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan risiko (seperti penguatan rantai nilai, memperluas kumpulan tenaga kerja, atau mengembangkan pasar baru).

(4) Kegiatan Inclusive Business dapat dipraktikkan oleh setiap jenis perusahaan di Indonesia, terlepas dari ukurannya (kecil, menengah, atau besar), jenis industrinya (garmen, barang konsumsi, manufaktur, pertambangan, dll), dan kepemilikannya (nasional, multinasional, milik keluarga atau milik negara), selama mereka bisa memetakan peluang untuk menyertakan BoP (Base of Pyramid atau orang-orang yang rentan dan miskin) ke dalam rantai pasok atau nilai mereka, mengadaptasikan proses bisnis mereka untuk memungkinkan BoP ambil bagian dalam rantai pasok atau nilai, dan memanfaatkan kekuatan BoP untuk memastikan mereka memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh industri.

(5) Faktor sukses lain dalam mempraktikkan Inclusive Business adalah memahami tantangan yang akan datang (seperti kesenjangan informasi, terbatasnya keterampilan dan pengetahuan, kurangnya akses ke modal, kurangnya sarana-prasarana dan juga kerangka peraturan yang tidak efektif) dan mengetahui cara mengurangi tantangan tersebut. Untuk mengatasi tantangan, perusahaan dapat berkolaborasi dengan bisnis lain (atau asosiasi bisnis), atau kadang dengan mitra non-tradisional, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan penyedia layanan publik. Melalui kolaborasi tersebut, perusahaan dapat memperoleh akses ke kemampuan komplementer dan kumpulan sumber daya untuk mengatasi tantangan tersebut.

(38)

Terakhir, penelitian ini mengajukan delapan rekomendasi bagi perusahaan anggota APINDO dan perusahaan di Indonesia secara lebih luas untuk membuat CSR mereka lebih strategis:

1. Berpartisipasi dalam pertukaran pendapat rutin di antara perusahaan anggota APINDO untuk membahas praktik terbaik dan tantangan dalam CSR dan mengidentifikasi sinergi antar perusahaan

2. Mempromosikan rasa memiliki kegiatan CSR di antara karyawan dan manajemen melalui materi informasi yang lebih baik, kunjungan ke lokasi dan acara

3. Mempertimbangkan investasi di bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia sebagai bagian dari kebijakan CSR strategis mereka dan menggabungkan Pengembangan Sumber Manusia internal dengan program pengabdian masyarakat dan pelatihan bagi masyarakat (idealnya sebagai program pendidikan formal bukan pelatihan informal jangka pendek).

4. Meihat CSR sebagai kegiatan jangka panjang dan mengembangkan visi untuk pemrograman CSR yang bertumpu pada kerangka waktu lebih panjang untuk membuat program yang lebih berkelanjutan

5. Mengambil pendekatan rantai nilai terhadap CSR dengan menganalisis potensi kegiatan CSR di sepanjang seluruh rantai nilai perusahaan

6. Mengidentifikasi dan mengembangkan potensi bisnis inklusif dalam rantai nilai dan mendokumentasikan temuan untuk bekerja sebagai pejuang untuk menginspirasi perusahaan lain

7. Menyelaraskan kegiatan CSR dengan SDGs untuk memfasilitasi evaluasi dan penelusuran dampak bersama pada skala global

(39)

Langkah sederhana mengkaji sendiri strategi CSR!

Tujuan alat kajian

Alat kajian ini dikembangkan untuk menemukan potensi CSR strategis dalam operasional bisnis Anda dengan menggunakan 3 langkah simple. Secara khusus alat ini membantu Anda di dalam:

1. Mengkaji faktor-faktor sukses CSR di dalam perusahaan (status quo)

2. Mengidentifikasi langkah-langkah untuk dapat mengubah kegiatan CSR Anda menjadi lebih

strategis (ke depan)

3. Mengidentifikasi potensi bagi model-model bisnis inklusif

Tiga tahap sederhana

Step-by-step panduan pengkajian

Tahap 1: Analisa status terkini

Gambar

Gambar 1. Sistem Kerangka dan Proses
Gambar 2.    Subjek Inti ISO 26000
Gambar 3.    Spektrum Kegiatan CSR dari perusahaan yang disurvei, diadaptasi dari kontinum investasi sosial EVPA
Gambar grafik

Referensi

Dokumen terkait