• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Etil Ester Sebagai Biodiesel Dari Crude Palm Oil Menggunakan Katalis Choline Hydroxide

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Etil Ester Sebagai Biodiesel Dari Crude Palm Oil Menggunakan Katalis Choline Hydroxide"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Crude Palm Oil (CPO)

CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi [15]. Dengan produksi global tahunan atau setara dengan sekitar 39% dari produksi minyak nabati dunia, kelapa sawit telah mengalahkan kedelai selama 1 dekade terakhir menjadi tanaman minyak yang paling penting di dunia. Di Kamerun, kelapa sawit menyumbang sekitar 90% dari kebutuhan minyak goreng. Minyak sawit secara luas digunakan dalam bentuk minyak mentah (CPO) untuk keperluan makanan di Kamerun dan juga di seluruh daerah Afrika Tengah dan Afrika Barat [16]. Kualitas minyak sawit mentah (CPO) sangat penting dalam menentukan aplikasinya. Aplikasi CPO telah ditemukan dalam makanan dan industri. Dalam industri makanan, CPO merupakan bahan dalam sup, margarin dan manisan. Aplikasi utama CPO adalah untuk produksi biodiesel, farmasi, kosmetik, cat, deterjen, sampo, lipstik dan lain-lain. Dalam pengobatan tradisional, CPO juga digunakan sebagai bahan untuk menyembuhkan penyakit. Parameter yang mempengaruhi kualitas CPO termasuk FFA, angka peroksida, kadar air, nilai yodium, angka penyabunan, tingkat pengotor dan lain-lain. Kualitas mikroba CPO sangat penting karena mereka memainkan peran yang merugikan makanan dan pakan produk [17].

(2)

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dalam CPO [19]

Asam Lemak Konsentrasi (%)

Saturated

Myristic 0,93

Palmitic 45,48

Stearic 3,49

Total 49,91

Unsaturated

Oleat 40,17

Linoleat 9,92

Total 50,09

2.2 Biodiesel

Biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar terdiri dari mono-alkyl ester dari lemak rantai panjang asam berasal dari minyak nabati atau lemak hewan [20]. Sumber spesifik dari biodiesel adalah minyak kelapa, pohon jarak, minyak kacang kedelai, dan minyak biji kapas [21]. Biodiesel disarankan untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk diesel berbasis minyak bumi konvensional karena terbarukan, sumber daya domestik dengan profil emisi yang ramah lingkungan dan biodegradable [20]. Biodiesel memiliki emisi profil pembakaran yang lebih menguntungkan, seperti emisi karbon monoksida yang rendah, partikel dan hidrokarbon tidak terbakar. Karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran biodiesel dapat didaur ulang dengan fotosintesis, sehingga meminimalkan dampak pembakaran biodiesel pada efek rumah kaca [21]. Proses produksi biodiesel yang paling umum memiliki dua input yaitu minyak nabati dan alkohol. Proses ini menciptakan dua output yaitu biodiesel dan gliserol. Masukan yang diperlukan dan output yang dibuat tergantung pada sifat kimianya [22]. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 (2006) dapat dilihat pada tabel 2.2 [23].

2.3 Produksi Biodiesel

(3)

sebagai produk sampingan, yang memiliki berbagai aplikasi dalam industri. Oleh karena itu, kelebihan alkohol umumnya lebih tepat untuk meningkatkan perpindahan reaksi kesetimbangan ke arah produk. Selain itu, diperlukan untuk mengoptimalkan faktor lain seperti konsentrasi katalis, suhu dan agitasi dari media reaksi. Secara spesifik, proses transesterifikasi merupakan rangkaian tiga langkah berturut-turut. Langkah pertama yaitu mengubah trigliserida menjadi sebuah digliserida, monogliserida kemudian dihasilkan dari digliserida dan langkah terakhir gliserol diperoleh dari monogliserida. untuk konversi yang efektif untuk minyak menjadi biodiesel, kehadiran katalis biasanya dibutuhkan [24].

Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Biodiesel [23]

Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Metode Setara

Massa jenis pada 40 °C, kg/m3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas kinematik pada 40

°C, mm2

2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana min. 51 ASTM D 613 1SO 5165

Titik nyala, °C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

Angka asam mg-KOH/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas %-massa maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Gliserol total %-massa maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Kadar ester alkil %-massa min 96,5 Dihitung FBI-A03-03

(4)

asam seperti asam sulfat mengkatalisis trigliserida secara transesterifikasi dengan perlahan bahkan ketika refluks dengan metanol, yang menyebabkan reaksi yang lama sekali seperti 48-96 jam. Ada juga risiko korosi dari peralatan yang digunakan karena keasaman yang tinggi katalis tersebut [24].

Katalis basa 4.000 kali lebih cepat dari katalis asam dan tidak memerlukan sejumlah besar alkohol. Katalis basa yang paling umum digunakan adalah natrium atau kalium hidroksida. Namun, minyak nabati dan reagen lainnya yang digunakan tidak dapat memiliki air atau tingkat asam lemak bebas yang tinggi, karena dapat terjadi saponifikasi. Oleh karena itu, minyak yang digunakan dalam produksi biodiesel harus dilakukan pretreatment, sehingga memakan waktu dan proses yang mahal. Selain itu, penghapusan katalis homogen setelah reaksi sangat sulit dan sejumlah besar sisa air limbah dihasilkan karena pemisahan dan pemurnian produk dan katalis [24].

Sebuah alternatif untuk katalis asam atau alkali adalah proses enzimatik, yang mengatasi kelemahan sistem katalitik sebelumnya seperti menyebabkan korosi pada peralatan dan kebutuhan energi yang tinggi. Namun, tingginya biaya enzim tetap menjadi penghalang untuk pelaksanaan proses enzimatik dalam industri. Di antara alternatif yang saat ini sedang dipelajari, penggunaan cairan ionik dalam sistem katalitik tampaknya cukup menjanjikan dan ramah lingkungan, karena kunci untuk minimisasi limbah dalam reaksi katalitik ini adalah daur ulang katalis yang efisien [24].

(5)

2.4 Transesterifikasi

Transesterifikasi atau alkoholisis adalah pertukaran alkohol dari ester dengan gugus lain dalam proses yang sama dengan hidrolisis, kecuali alkohol digunakan sebagai pengganti air [5]. Transesterifikasi dari minyak nabati dilakukan awalnya pada 1853, oleh para ilmuwan E. Duffy dan J. Patrick, bertahun-tahun sebelum mesin diesel pertama menjadi fungsional [25]. Reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel yaitu :

RCOOR + R’OH RCOOR’+ R’OH Variabel yang paling penting yang mempengaruhi waktu reaksi transesterifikasi dan konversi ialah :

1. Suhu reaksi

Laju reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Umumnya, reaksi dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60 °C sampai 70 °C) pada tekanan atmosfir. Kondisi reaksi ini bagaimanapun juga memerlukan penghilangan asam lemak bebas dari minyak dengan penyulingan atau praesterifikasi. Pretreatment tidak diperlukan jika reaksi dilakukan dalam tekanan tinggi (9000 kPa) dan suhu tinggi (2408 °C). Dengan kondisi tersebut, esterifikasi simultan dan transesterifikasi berlangsung. Hasil maksimal ester terjadi pada suhu mulai dari 60 °C sampai 80 °C pada suatu molar ratio (alkohol untuk minyak) ialah 6:1. Peningkatan suhu lebih lanjut memiliki efek negatif pada konversi.

2. Rasio alkohol terhadap minyak

Variabel penting lainnya yang mempengaruhi hasil dari ester adalah rasio molar alkohol untuk minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol per mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester lemak dan 1 mol gliserol. Untuk menggeser reaksi transesterifikasi ke kanan, diperlukan untuk menggunakan alkohol berlebih atau menghapus salah satu produk dari campuran reaksi. Ketika 100% kelebihan metanol yang digunakan, laju reaksi berada pada tingkat tertinggi. Sebuah molar rasio 6:1 biasanya digunakan dalam proses industri untuk memperoleh yield metil ester yang lebih tinggi dari 98%. Rasio molar alkohol terhadap minyak yang lebih tinggi dapat mengganggu pemisahan glikol.

Katalis

(6)

3. Jenis katalis dan konsentrasi

Alkoksida logam alkali adalah katalis dalam proses transesterifikasi yang paling efektif dibandingkan dengan katalis asam. Transmetilasi terjadi sekitar 4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis basa dibandingkan dikatalisis dalam jumlah yang sama oleh katalis asam. Selain itu katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding katalis asam sehingga yang paling komersial transesterifikasi dilakukan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa dalam kisaran 0,5 sampai 1% berat menghasilkan konversi 94-99% minyak nabati menjadi ester. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan itu menambah biaya tambahan karena diperlukan untuk menghilangkannya dari media reaksi di akhir reaksi.

4. Intensitas pencampuran

Pada reaksi transesterifikasi, reaktan awalnya dari sistem dua fasa cair. Efek pencampuran merupakan yang paling signifikan selama laju reaksi yang rendah. Dalam fasa tunggal, pencampuran menjadi tidak signifikan. Pemahaman efek pencampuran pada kinetika proses transesterifikasi merupakan alat berharga dalam proses skala dan desain.

5. Kemurnian reaktan

Impuritis yang hadir dalam minyak juga mempengaruhi tingkat konversi. Pada kondisi yang sama, konversi 67-84% menjadi ester dapat diperoleh dengan menggunakan minyak nabati mentah, dimana konversi 94-97% menjadi ester diperoleh saat menggunakan minyak hasil penyulingan. Asam lemak bebas dalam minyak asli mengganggu katalis. Namun, di bawah kondisi suhu dan tekanan tinggi masalah ini bisa diatasi [25].

2.5 Choline hydroxide (ChOH)

Cairan ionik merupakan garam organik dengan titik lebur yang rendah dan tekanan uap yang sangat rendah. Sifat non-volatilnya adalah salah satu motif utama sebagai alternatif untuk pelarut organik volatil [26].

(7)

kolin tidak menimbulkan pembentukan sabun. Kondisi reaksi seperti suhu, waktu, rasio molar dan dosis katalis dioptimalkan untuk didapatkan hasil konversi terbesar [11]. Kolin hidroksida adalah produk hasil proses organik, yang mengembangkan sifat oksidasi yang kuat, dimana agen oksidasi berupa OH- ion [28]. Berikut struktur ChOH yang menunjukan adanya OH- ion:

Gambar 2.1 Struktur Ionisasi Choline Hydroxide (ChOH) [29]

Fan, dkk., (2013) telah melakukan sebuah percobaan yang menunjukkan tentang penggunaan cairan ionik basa sebagai katalis secara transesterifikasi untuk sintesis biodiesel berbasis minyak kedelai. Percobaan dilakukan dengan menggunakan katalis basa ChOH, ChOMe, ChIm, NaOH dan KOH. Katalis Kolin hidroksida (ChOH) menunjukkan aktivitas katalitik yang lebih baik dibandingkan dengan katalis cairan ionik dasar lainnya [13]. Berikut skema reaksi transesterifikasi choline hydroxide

(ChOH) pada proses sintesis biodiesel:

Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi Choline Hydroxide pada Proses Sintesis Biodiesel [13]

C

C22HH55OOHH

C

C22HH55OOHH

C

C22HH55OO-

-O

OCC22HH55

R

(8)

2.6 Etanol

Alkohol seperti metanol dan etanol yang paling sering digunakan. Meskipun penggunaan alkohol yang berbeda menyajikan beberapa perbedaan berkaitan dengan kinetika reaksi, hasil akhir dari ester tetap kurang lebih sama. Oleh karena itu, pemilihan alkohol berdasarkan biaya dan pertimbangan kinerja. Etanol dapat diproduksi dari sumber daya pertanian terbarukan. Selain itu, etanol sebagai pelarut ekstraksi lebih baik daripada metanol karena daya melarutkan yang jauh lebih tinggi untuk minyak [18]. Oleh karena itu, menghasilkan etil ester daripada metil ester lebih menarik karena selain sifat pertanian alami etanol, atom karbon tambahan yang disediakan oleh molekul etanol sedikit meningkatkan kandungan panas dan angka setana. Dari sudut pandang lingkungan, pemanfaatan etil ester juga lebih menguntungkan daripada pemanfaatan metil ester [30].

2.7 Potensi Ekonomi Biodiesel dari CPO

Produksi CPO di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya membuat Indonesia sangat berpotensi untuk memproduksi biodiesel. Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi sebesar 30 juta ton pada tahun 2015. Produksi CPO yang sangat besar di Indonesia membuat CPO sangat diharapkan untuk dapat menjadi sumber bahan baku utama dalam pembuatan biodiesel. Sangat disayangkan jika Indonesia mengimpor biodiesel sementara Indonesia memiliki sumber bahan baku biodiesel yang sangat banyak. Biodiesel memainkan peran penting dalam sektor energi di Indonesia. Penggunaan energi di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pemanfaatan energi yang kurang baik. Penggunaan biodiesel di Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai potensi ekonomi biodiesel dari CPO. Dalam hal ini akan dilakukan kajian potensi ekonomi yang sederhana. Perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biodiesel yang juga mempengaruhi harga jual biodiesel. Berikut harga komersial bahan baku CPO dan harga jual biodiesel.

(9)

Terlihat bahwa harga jual CPO dan harga jual biodiesel tidak berbeda jauh tanpa mengaitkan biaya produksi. Dengan perbedaan harga jual yang tidak terlalu jauh, pembuatan biodiesel terlihat tidak ekonomis. Namun, sejak tahun 2013, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 yang menghimbau masyarakat untuk menggunakan bahan bakar nabati (biofuel). Dari peraturan tersebut maka pemanfaatan bahan bakar nabati semakin diperluas dan ditingkatkan dengan tujuan agar mengurangi Indonesia untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM). Ini dapat menghemat devisa negara serta berdampak baik pada ketahanan energi nasional. Pemerintah juga mewajibkan badan usaha untuk melakukan pencampuran bahan bakar nabati ke dalam bahan bakar minyak transportasi. Saat ini campuran nabati untuk BBM diwajibkan harus 10%, meningkat dibandingkan peraturan awal yang mewajibkan 5% saja dan pada tahun 2016 diharapkan menjadi 20%.

Pengembangan BBN menargetkan biodiesel mensubstitusi 15% konsumsi solar pada tahun 2015. Produksi biodiesel Indonesia dalam lima tahun terakhir (2009-2014) terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata rata 49,8% per tahun, dari 412,98 ribu ton ditahun 2009 menjadi 2,58 juta ton ditahun 2013. Demikian pula dengan ekspor selama periode tersebut, pada tahun 2009 ekspor biodiesel sebesar 309,15 ribu ton dengan nilai US$ 199,6 juta, namun ditahun 2013 ekspornya telah mencapai 1,69 juta ton dengan nilai US$ 1,41 milyar.

Gambar

Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Biodiesel [23]
Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi Choline Hydroxide pada Proses Sintesis Biodiesel [13]

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa prosedur penelitian terbagi ke dalam 5 tahap yakni; (1) Karakterisasi kimia buah vanili segar dan kering, (2) Penentuan suhu inkubasi

Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel- sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah

Lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut lembaga penyedia jasa, adalah lembaga yang bersifat bebas dan tidak

Veninda Oktaviana N, 2020, Media Youtube Sebagai Arena Reproduksi Budaya pada Komunitas Creator Surabaya, Skripsi, Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Pengaruh jenis pupuk terhadap pertumbuhan titonia PUPUK (Tithonia diversifolia) sebagai pakan hijauan pada tanah ultisol.. Skripsi Fakultas Peternakan

Akan tetapi, pada saat kerjasama itu dilakukan, tidak berjalan sesuai dengan apa yang telah disepakati, dimana pengelola melakukan tindakan yang tidak sesuai