• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Perjanjian - Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Perjanjian - Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Perjanjian

Sebagaimana yang termuat didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua

pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut

dalam persetujuan itu.”18

Kamus hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang

dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat

untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih”.19

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu

luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan

terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu

perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga,

tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri

sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga

18

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka. 2012), hal. 458.

19

(2)

mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan

hukum ini tidak ada unsur persetujuan.20

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.21

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek

yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek

hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya.”22

Abdul Kadir Muhammad memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.23

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut

Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.24

Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama

undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan

20

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.

21

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 2010), hal. 95 24

(3)

yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat

dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352

KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu

perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena

suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari

suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang

berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

Ketentuan Pasal 2 UU Perbankan, bank dalam menjalankan usahanya

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat harus menggunakan prinsip

kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang tersebut juga ditegaskan

bahwa dalam melakukan perjanjian kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai yang

diperjanjikan. Dari penjelasan dua pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa

prinsip utama perkreditan adalah bersandar pada kepercayaan dan kehati-hatian.

Penjelasan Pasal 8 angka (1) UU Perbankan menegaskan bahwa untuk

memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum melakukan kredit bank harus

melakukan penilaian-penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,

modal, dan prospek usaha dari nasabah. Dalam praktik perbankan hal tersebut

dikenal dengan istilah “The Five C’s of Analysis”.

Prinsip-prinsip yang biasa dijadikan acuan dalam penilaian pemberian

kredit perbankan tersebut adalah: 25

25

(4)

a. Prinsip kepercayaan setiap pemberian kredit sebenarnya harus selalu disertai

oleh kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit

bagi debitur sekaligus kepercayaan bahwa debitur dapat membayar kembali

kreditnya.

b. Prinsip kehati-hatian (prudent) adalah salah satu konkretisasi dari prinsip

kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Untuk mewujudkan prinsip ini

maka berbagai jenis usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank yang

bersangkutan (internal) maupun oleh bank luar (eksternal) yang dalam hal ini

adalah bank sentral.

c. Prinsip 5 C

1) Character (kepribadian) Bank sebagai kreditur harus terlebih dahulu

melakukan penilaian terhadap watak atau kepribadian calon debiturnya

sebelum kredit diberikan. Jika debitur memiliki watak yang buruk maka

akan menimbulkan perilaku yang buruk pula, dan hal ini sangat

berpengaruh kepada perilaku debitur dalam hal membayar hutangnya.

2) Capacity (kemampuan)

Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya,

sehingga dapat diprediksikan kemampuan untuk membayar hutangnya

3) Capital (modal)

Permodalan yang dimiliki debitur juga merupakan hal penting yang harus

diketahui calon krediturnya, karena permodalan dan kemampuan keuangan

(5)

kemampuan dalam pembayaran kredit. Hal ini dapat diketahui melalui

laporan keuangan bisnis atau perusahaan debitur.

4. Condition of Economy (kondisi ekonomi)

Kondisi perekonomian secara makro maupun mikro merupakan faktor

penting untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang

berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur.

5. Colateral (agunan)

Agunan dalam setiap pemberian kredit sangatlah penting, bahkan

Undang-undang mensyaratkan bahwa agunan itu harus ada dalam setiap perjanjian

kredit. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi terhadap debitur yang

benar-benar mengalami kredit macet, sehingga agunan dapat dieksekusi

d. Prinsip 5P

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit. Debitur harus memperoleh suatu kepercayaan dari kreditur

mengenai karakter, kemampuan, dan sebagainya.

1) Party (para pihak)

Merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit.

Pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap

para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya, kemampaunnya,

dan sebagainya;

2) Purpose (tujuan)

Kreditur harus dapat melihat dan mencermati apakah kredit yang akan

(6)

income usaha debitur. Perlu pula dilakukan pengawasan terhadap

penggunaan dana pinjaman tersebut, apakah benar-benar digunakan untuk

tujuan sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Payment (pembayaran) kreditur harus dapat melihat dan menganalisis

sumber pendapatan debitur dan apakah sumber pendapatannya mencukupi

untuk membayar kembali kreditnya.

4. Profability (perolehan laba) Kreditur harus dapat mengantisipasi, apakah

laba yang akan diperoleh oleh debitur lebih besar dari biaya pinjaman dan

apakah pendapatan debitur lebih besar dari biaya pinjaman dan apakah

pendapatan debitur dapat menutupi pembayaran kembali kredit.

5. Protection (perlidungan)

Dalam hal ini dilakukan analisis tentang cukup tidaknya jaminan yang

diberikan untuk calon debitur sebagai upaya pengamanan terhadap kredit

yang akan diberikan.

e. Prinsip 3R

1) Return (hasil yang diperoleh)

Penilaian harus dilakukan terhadap hasil usaha yang akan dapat dicapai

oleh calon debitur. Terhadap hasil usaha yang akan dicapai tersebut kemudian

dianalisis tentang adanya kemungkinan pengembalian kredit beserta bunganya

2. Repayment (pembayaran kembali)

Kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kredit harus sudah

(7)

3. Risk Bearing Ability (kemampuan mengandung risiko)

Analisis harus dilakukan juga terhadap kemampuan calon debitur untuk

menanggung risiko. Hal ini dimungkinkan apabila terjadi kegagalan pada usaha

calon debitur, atau kemungkinan terjadinya kerugian yang mungkin terjadi karena

hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sejak semula.

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:26

1. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak sebagai

subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang

menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan

hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum,

maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang

antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu,

mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;27

2. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam

membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan

tawar-menawar diantara mereka;

3. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh

pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai

tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

26

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

27

(8)

4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling

berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi,

bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

5. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai

dengan ketentuan yang ada;

6. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat

tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai

suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat

tertentu

Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak,

perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam

Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

c. Suatu hal tertentu; dan

d. Suatu sebab yang halal

Adapun penjelasan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mempunyai arti bahwa

(9)

kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya

paksaan, kekeliruan, dan penipuan.28

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan

hukum. Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung

hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi

syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan

hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan

hukum yang sah. 29

3) Suatu hal tertentu

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus

mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan

kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang

dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya.

Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang

pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga

jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau

ditetapkan.30

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika

tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata

dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang

28

Ridhuan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 214.

29

Handri Raharjo, Hukum Perusahaan , (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal 25. 30

(10)

dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata

barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek

perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4) Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal atau yang diperkenankan oleh undang-undang menurut

Pasal 1337 KUH Perdata adalah “persetujuan yang tidak bertentangan

dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan”.Pengertian

sebab pada syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian tiada lain adalah

isi dari perjanjian itu sendiri. Jadi dalam hal iniharus dihilangkan salah

sangka bahwa yang dimaksud sebab itu di sini adalah suatu sebab yang

menyebabkan seseorang membuat perjanjian tersebut. Bukan hal ini yang

dimaksud oleh undang-undang dengan sebab halal. Sesuatu yang

menyebabkan sesorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa yang

untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak dihiraukan oleh

undang-undang. Undang-undang hanya menghiraukan tindakan tindakan

orang-orang dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud dengan sebab atau

kausa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri

Menurut undang-undang, sebab yang halal adalah jika tidak

dilarang oleh Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan

ini dinyatakan bahwa pada Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang

dibuat dengan sebab atau causa yang tidak halal, misalnya jual beli ganja,

untuk mengacaukan ketertiban umum.31 Sahnya causa dari suatu

31

(11)

persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa

yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh

undang-undang.32

Keempat syarat tersebut di atas, dapat diklasifikasikan menjadi dua

kelompok, yaitu :

1. Syarat subjektif

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif karena merupakan

persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek perjanjian. Apabila syarat

subjektif tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah dapat dibatalkannya

perjanjian (vernietigbaar)

2. Syarat objektif

Syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena merupakan

persyaratan yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian. Apabila syarat objektif

tidak dapat dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah bahwa perjanjian itu batal

demi hukum (van rechtswege nietig)

C. Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis

yang penting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata seperti telah

diuraikan di depan. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit

untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah

sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang

32

(12)

komplek ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan

meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat

pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi

apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Menyimpan

tabungan atau deposito di Bank maka akan memperoleh buku tabungan atau bilyet

deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian

sebagai alat bukti.33

Berdasarkan Pasal 1 angka (11) UU Perbankan, yang dimaksud

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam adalah bentuk perjanjian kredit,

sehingga nama perjanjian tersebut adalah perjanjian kredit. Meskipun pada

umumnya perjanjian tidak perlu dibuat secara tertulis (asalkan kedua belah pihak

sepihak, cakap hukum, tentang suatu sebab tertentu, dan suatu sebab yang halal

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang membolehkan

kesepakatan pada perjanjian dapat dilakukan dalam bentuk lisan maupun tulisan)

namun kiranya kesepakatan pada perjanjian perbankan harus dibuat dalam sebuah

perjanjian tertulis.

Ketentuan ini terdapat pada penjelasan Pasal 8 UU Perbankan yang

mewajibkan kepada Bank pemberi kredit untuk membuat perjanjian secara

tertulis. Keharusan perjanjian perbankan harus berbentuk tulisan telah ditetapkan

dalam pokok-pokok ketentuan perkreditan oleh Bank Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 angka (2) UU Perbankan.

33

(13)

Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis

adalah instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober

1966. Dalam instruksi tersebut ditegaskan “Dilarang melakukan pemberian kredit

tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara Bank dengan Debitur atau antara

Bank Sentral dan Bank-Bank lainnya. Surat Bank Indonesia yang ditujukan

kepada segenap Bank Devisa No. 03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970,

khususnya angka 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat

perjanjian kredit.34

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan

lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam

bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat

oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis

perjanjian tertulis:

Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang

bersangkutan saja. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan

para pihak. Perjanjian ynag dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta

notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat

yang berwenang untuk itu.35

Pasal 8 angka (2) huruf a UU Perbankan menjelaskan bahwa pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan dalam bentuk tertulis. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa bank dalam memberikan kredit wajib mempergunakan

perjanjian kredit dalam bentuk tertulis.

34

Ibid. hal 99 35

(14)

Bentuk perjanjian kredit secara tertulis tersebut bertujuan untuk

memudahkan pihak bank maupun nasabah dalam pelaksanaan kredit, karena

dalam isi perjanjian dapat diketahui secara jelas mengenai subjek, objek, maupun

hal-hal lain yang diperjanjikan. Bentuk perjanjian ini juga dianggap lebih aman

bagi para pihak apabila dibandingkan dengan bentuk lisan, karena dengan bentuk

tertulis tersebut para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan,

dan ini merupakan bukti yang kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu terhadap

kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh para

pihak.

Perjanjian yang dibuat secara tertulis dalam praktek perbankan dibedakan

lagi menjadi dua bentuk perjanjian yaitu :36

1. Akta di bawah tangan; dan

2. Akta autentik

Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi

yurudis dan fungsi ekonomis. Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan

kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan

(hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai

yang lebih tinggi. Biaya dalam Pembuatan Perjanjian Biaya penelitian, meliputi

biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan biaya penentuan

bernegosiasi, Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak,

dan biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci, Biaya monitoring, yaitu biaya

36

(15)

penyelidikan tentang objek, biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidnagan dan

arbitrase, Biaya kekliruan hukum, yang merupakan biaya sosial.37

D. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian berakhir apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah

tercapai, yaitu dengan terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini

hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila

suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat daripada

pembatalan berdasarkan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata, maka semua

perikatan yang telah terjadi menjadi hapus, perikatan tersebut tidak perlu lagi

dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi harus pula ditiadakan Dalam Pasal 1381

KUHPerdata dinyatakan tentang cara berakhimya suatu perikatan, yaitu :

“Perikatan-perikatan hapus karena :

a. Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk

memenuhiperjanjian yang telah diadakan. Dengan adanya pembayaran

oleh seorang debitur atau pihak yang berhutang berarti Debitur telah

melakukan prestasi sesuai perjanjian. Dengan dilakukannya pembayaran

oleh Debitur maka perjanjian kredit/hutang menjadi hapus atau berakhir.

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

Prestasi debitur dengan melakukan pembayaran tunai yang diikuti

denganpenitipan dapat mengakhiri atau menghapuskan perjanjian. Untuk

menerangkan maksud kalimat ini perlu diberikan contoh, misalnya

37

(16)

seorang debitur bernama Mr. X memperoleh pinjaman dari Bank 5 juta

rupiah dengan bunga 6% pertahun dan jangka waktu satu tahun. Sebelum

jangka waktu berakhir debitur memiliki uang yang cukup sehingga

menawarkan kepada kreditur untuk melunasi hutang pokok tersebut

sebelum jangka waktu berakhir. Jika kreditur menyetujui tawaran debitur

tersebut maka terjadilah pembayaran tunai yang mengakhiri perjanjian.

Tetapi kalau kreditur menolak tawaran tersebut maka debitur dapat

melakukan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan di

Pengadilan Negeri. Ketentuan pembayaran tunai yang diikuti penitipan ini

prosedurnya diatur dalam Pasal 1404 s/d 1412 KUH Perdata. Tetapi hanya

berlaku untuk perjanjian yang prestasinya“memberi barang-barang

bergerak” sedangkan untuk memberi barang tidak bergerak

Undang-undang tidak mengatur.

c. Pembaharuan hutang;

Novasi merupakan salah satu cara untuk menghapuskan atau mengakhiri

suatu perjanjian. Novasi atau pembaruan utang adalah suatu perjanjian

baru yang menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama

memunculkan perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal

1413 KUHPerdata menetapkan 3 (tiga) macam cara untuk terjadinya Nova

d. Perjumpaan hutang atau kompensasi;

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang

ditentukan menurut jenis (generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang

(17)

berkedudukan baik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain,

sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.38

e. Kompensasi atau perjumpaan utang kompensasi adalah perjumpaan dua

utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis

(generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal

balik, dimana masing-masing pihak berkedudukanbaik sebagai kreditur

maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di

antara kedua utang tersebut.39

f. Percampuran hutang; percampuran hutang terjadi apabila kedudukan

Kreditur dan Debitur bersatu pada satu orang, maka demi hukum atau

otomatis suatu percampuran utang terjadi dan perjanjian ini menjadi hapus

atau berakhir. Contoh terjadinyapernikahan antara kreditur dan debitur dan

ada persatuan harta pernikahan maka terjadi percampuran hutang.

g. Pembebasan hutangnya Pasal 1438-1443 KUH Perdata

Undang-undang tidak memberikan definisi apa yang disebutkqn dengan

pembebasan utang. Namun, menurut Mariam Darus Badrulzaman

pembebasan utang adalah pembuatan atau pernyataan kehendak dari

kreditur untuk membebaskan debitur perikatan dan pernyataan kehendak

tersebut diterima oleh debitur.40 Menurut Pasal 1439 KUH Perdata,

pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi hari dibuktikan.

Misalnya, pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh

kreditur, merupakan bukti tentang pembebasan hutangnya

38

Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 280 39Ibid

. 40

(18)

h. Musnahnya barang yang terhutang;

Apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, hilang,

tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi

apakah barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus

asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan Debitur dan

sebelum debitur lalai menyerahkan barangnya kepada kreditur.

i. Pembatalan; Jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak dipenuhi maka

perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak

untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan. Bila

syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka

perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak

semuladianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang

dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam

perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu

pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan

wanprestasi (Pasal 1266 KUHPerdata).

j. Lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri

Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai,

dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan

(19)

tersebut. Selain cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas,

terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu :41

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian

itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu

2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya Pasal

1250 KUHPerdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak

boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari

5 tahun.

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya

apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi

hapus sesuai dengan Pasal 1603 KUHPerdata yang menyatakan bahwa

perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.

4. Karena persetujuan para pihak.

5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua belah

pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat

sementara.

6. Musnahnya barang yang terhutang apabila barang tertentu yang menjadi

obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan,

sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau

tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya

barang bukan kesalahan debitur dan sebelum debitur lalai menyerahkan

41

(20)

barangnya kepada kreditur. Apabila debitur dibebaskan untuk memenuhi

perjanjian yang disebabkan peristiwa musnahnya atau hilangnya barang.

7. Pembatalan perjanjian jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak

dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat

menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk

membatalkan.Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal)

tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu

sejak semula dianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum

yang dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif

dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh

salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan

wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata hak-hak berkaitan dengan barang

yang musnah atau hilang, misalnya hak asuransi atas barang tersebut maka

Debitur diwajibkan menyerahkan kepada Kreditur

8. Karena pembebasan utang.

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan Kreditur

denganmenyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang

dari debitur. Artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis

kepada debitur bahwa kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak

membayar lagi hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan

secara sepihak yang berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada

(21)

menerima pemberitahuan itu atau membalas surat Kreditur yang

menyetujui pembebasan hutang tersebut.

Apabila dalam suatu perjanjian semua perikatan-perikatan telah berakhir,

maka berakhir pulalah seluruh perjanjian tersebut. Dalam hal demikian

berakhirnya seluruh perikatan yang terdapat dalam suatu perjanjian menyebabkan

perjanjian berakhir, namun sebaliknya berakhirnya suatu perjanjian dapat

mengakibatkan berakhirnya seluruh perikatan yang ada dalam perjanjian tersebut.

Hal ini dapat terjadi pada perjanjian yang berakhir karena pembatalan berdasarkan

wanprestasi. Pembatalan perjanjian tersebut menyebabkan seluruh

perikatan-perikatan yang ada berakhir. Perikatan-perikatan-perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi

dan segala apa yang telah dipenuhi harus berakhir. Akan tetapi dapat juga terjadi

suatu perjanjian berakhir untuk waktu selanjutnya dan kewajiban yang telah ada

tetap ada.

Adapun mengenai berakhirnya suatu perjanjian dapat terjadi karena :

a. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian. Suatu perjanjian berakhir

pada saat yang telah ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian.

b. Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang,

misalnya hak untuk membeli kembali suatu barang yang telah dijual tidak

boleh diperjanjikan lebih dari 5 (lima) tahun (Pasal 1520 KUHPerdata)

c. Apabila terjadi suatu peristiwa tertentu yang oleh para pihak atau

(22)

berakhirnya perjanjian, misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia

maka perjanjian akan menjadi hapus (pasal 1603 KUHPerdata). 42

Jadi perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal

didalam KUHPerdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang

termuat di dalam Buku II KUHPerdata43. Akibat hukum suatu perjanjian

dibatalkan karena syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian tidak

dipenuhi atau karena dibatalkan salah satu pihak karena wanprestasi yaitu:

1) Hak dan kewajiban para pihak kembali kepada keadaan semula sebelum

adanya perjanjianPara pihak harus mengembalikan hak-hak yang telah

dinikmati misalnya Debitur yang telah menerima uang pinjaman maka

Debitur segera mengembalikan sebesar uang yang diterimanya. Pembeli

yang telah menerima barangnya segera mengembalikan barangnya.

Penjual yang telah menerima pembayaran segera mengembalikan uang

Pasal 1451 dan Pasal 1452 KUH Perdata. Berlakunya suatu syarat batal

2) Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang lahirnya atau

berakhirnyadigantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan

peristiwa itu masih belum tentu terjadi. Suatu perikatan yang lahirnya

digantungkan dengan terjadinya suatu peristiwa dinamakan perikatan

dengan syarat tangguh. Apabila syarat batal dipenuhi maka akan

menghentikan perjanjian itu dan membawa kembali kepada keadaan

semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian, akibatnya semua pihak

dalam perjanjian itu harus mengembalikan ke dalam keadaan semula.

42

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta,1997), hal.69 43

(23)

Misalnya, seorang yang berutang telah menerima uangnya, dan Kreditur

menerima jaminannya, maka si berutang harus mengembalikan hutangnya

dan Kreditur memberikan dokumen jaminannya (Pasal 1265 KUH

Perdata).

E. Perjanjian Kredit Dilihat dari Dasar Haknya

Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata merupakan pedoman bagi para

pihak dalam membuat suatu perjanjian kredit, yaitu selain harus berpedoman pada

peraturan perundangan yang berlaku, para pihak dalam membuat dan

melaksanakan perjanjian kredit harus tetap berpedoman pada kepatutan, kebiasaan

serta itikad baik sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.

Pihak bank dalam perjanjian kredit pada umumnya berada dalam posisi

kuat, selain karena pihak bank selaku pelaku usaha yang menentukan isi

perjanjian, pihak bank juga dilindungi oleh perjanjian standart perbankan dalam

klausula baku dari pihak bank yang pada intinya menegaskan bahwa nasabah

(debitur/konsumen) tunduk pada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah

ada dan masih akan diterapkan kemudian oleh pihak bank. Kenyataan ini

menunjukkan bahwa kedudukan bank sebagai pemberi kredit dengan calon

nasabah sebagai penerima kredit tidak seimbang. Hal ini tidak sesuai dengan

kesetaraan, nasabah harus menerima jika masih ingin tetap melanjutkan perjanjian

tersebut walaupun melemahkan posisinya, terutama mengenai hal-hal yang terjadi

diluar kuasanya seperti keadaan memaksa (overmacht).

Perjanjian kredit dapat juga ditinjau dari sudut subyek hukumnya, yaitu

(24)

dilakukan antara dua kreditur dengan satu debitur, yang disebut sebagai kredit

sindikasi. Dari sisi debitur, subyek hukumnya dapat berstatus badan hukum

(korporasi) maupun perorangan. Walaupun badan hukum korporasi dan orang

perseorangan dapat melakukan tindakan hukum (rechtsbevoegdheid), namun

keduanya tetap memiliki pengecualian atau pembatasan. Pengecualian atau

pembatasan ini biasanya diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

Selain di dalam KUHPerdata, pada UU Perbankan, juga dikenal adanya

beberapa ketentuan yang menjadi pedoman dalam memberikan kredit,

sebagaimana disebutkan bahwa pada Pasal 11 angka (2) Undang-Undang

Perbankan menyebutkan bahwa batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam

angka (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pihak pemerintah di dalam

Undang- Undang Perbankan mengenai ketentuan kredit pada dasarnya bukanlah

untuk membatasi kegiatan Bank, melainkan untuk menerapkan prinsip

kehati-hatian dalam mengelola dana masyarakat, memperkecil risiko kerugian yang

mungkin timbul serta untuk melindungi kepentingan masyarakat.44

44

Referensi

Dokumen terkait

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: IDENTIFIKASI KESULITAN SISWA

Keragaman jenis hutan mangrove secara umum relatif rendah jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya, hal ini disebabkan oleh kondisi lahan hutan mangrove yang secara

Tabulasi Silang dan Uji Statistik Hubungan Dukungan Orangtua dengan Pre stasi Belajar Mahasiswa Semester IV Program Studi DIII Kebidanan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta Tahun

Rekapitulasi Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2014-20171. Sumber: Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Bangka Tengah,

Aplikasi dapat mencari data tugas akhir yang sejenis sekaligus berdasarkan judul dengan menggunakan algorithma pencarian Knuth Morris Pratt. Aplikasi dapat mencari data

Allen & Meyer (1990) juga menyatakan bahawa beberapa variabel berkorelasi terhadap komitmen ahli organisasi antaranya ialah keadilan dan kesukaran matlamat. Oleh

dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis. Penjelasan diatas dimaksudkan

Terdapat hubungan antara mekanisme koping dan dukungan keluarga terhadap tingkat kekambuhan pasien skizofrenia di ruang wijaya kusuma Rumah Sakit Jiwa Menur