• Tidak ada hasil yang ditemukan

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Ketahanan Pangan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa

ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang

tercemin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dan jumlah maupun mutu,

aman, merata, dan terjangkau. Menurut Tim Penelitian-LIPI (2004), berdasarkan

defenisi ketahanan pangan dari FAO dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang

mengadopsi defenisi FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai

kondisi ketahanan pangan yaitu : 1) kecukupan ketersediaan pangan, 2) stabilitas

ketersediaan pangan tanpa fluktasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun,

3) aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta 4) kualitas/keamanan

pangan.

Konsep ketahanan pangan lazimnya memenuhi lima syarat utama, yaitu

ketersediaan pangan, akses pangan, penyerapan pangan, stabilitas pangan serta

status gizi. Ketersediaan pangan merupakan syarat yang menunjukkan bahwa

pangan tersebut tersedia dalam jumlah cukup, aman dan bergizi untuk semua

orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor,

cadangan pangan maupun bantuan pangan, dimana pangan tersebut juga harus

mampu mencukupi jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kebutuhan yang aktif

dan sehat (Soemarno, 2010).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002, ketahanan pangan

adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari

(2)

terjangkau. Secara umum pilar ketahanan pangan dalam suatu wilayah terdiri dari

3 (tiga) pilar utama, meliputi: 1) ketersediaan pangan, 2) distribusi pangan, dan 3)

konsumsi pangan. Ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah)

dipengaruhi tinggi rendahnya produksi dan distribusi. Sedangkan secara mikro

(tingkat rumah tangga) lebih dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga

memproduksi pangan, daya beli, dan pemberian (Baliwati, 2004).

Ketahanan pangan rumah tangga sebagaimana rumusan Internasional

Congres of nutrition (ICN)) yang diselenggarakan di Roma tahun 1992

mendefenisikan ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan rumah

tangga untuk memenuhi kecukupan pangan dan anggotanya dari waktu kewaktu

agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiataan sehari-hari. Dalam

sidang Committee on World Food Security 1995, persyaratan harus diterima oleh

budaya setempat memperluas defenisi ketahanan pangan (Suhadi Purwantoro,

2009).

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga adalah kemampuan sebuah

keluarga untuk cukup satu tahun dalam hal pangan untuk menjamin kecukupan

intake makanan bagi seluruh anggota keluarga. Ketahanan pangan merupakan

konsep yang multidimensi, meliputi mata rantai sistem pangan dan gizi dari

produksi, distribusi konsumsi dan status gizi (Sukandar dkk, 2006)

Terdapat dua tipe ketidaktahanan pangan dalam rumah tangga yaitu kronis

dan transitory. Ketidaktahanan pangan kronis sifatnya menetap, merupakan

ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga

(3)

Ketidaktahanan pangan transitory adalah penurunan akses terhadap pangan yang

sifat sementara, biasanya disebabkan oleh bencana alam yang berakibat pada

ketidakstabilan harga pangan, produksi dan pendapatan (setiawan 2004).

Ketahanan pangan rumah tangga adalah tingkatan dari suatu rumah tangga

yang mampu menyediakan bahan makanan yang cukup, aman dan bergizi dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk dapat hidup sehat dan aktif. Jonsson and

Toole (1991) dalam Maxwell et.al (2000) mengenai metode pengukuran

ketahanan pangan rumah tangga yang menggabungkan dua indikator yaitu tingkat

pengeluaran pangan dan konsumsi energi rata-rata keluarga. Batasan untuk

konsumsi energi rata-rata keluarga adalah 80%, sedangkan batasan tingkat

pengeluaran pangan adalah 60% dari total pengeluaran. Indikator tersebut dapat di

lihat dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Tingkat Konsumsi Energi

1. Tahan Pangan 2. Rentan Pangan

Kurang

(≤ 80% kecukupan energi

rata-rata Keluarga)

3. Kurang Pangan 4. Rawan Pangan

Sumber : Jonsson and toole (1991) dalam Maxwell et.al (2000)

Tabel di atas menjelaskan bahwa ada empat tingkatan dalam menilai

ketahanan pangan rumah tangga yaitu: rumah tangga tahan pangan, rumah tangga

rentan pangan, rumah tangga kurang pangan, dan rumah tangga rawan pangan.

Selain itu, dianggap penting untuk mengetahui mengenai karakteristik dari rumah

(4)

2.1.1Sistem Ketahanan Pangan

Secara umum, ketahanan pangan mencakup empat aspek, yakni kecukupan

(sufficiency), akses (access, keterjaminan (security), dan waktu (time).

Berdasarkan empat aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang sebagai

suatu sistem yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu;

1. Ketersediaan dan stabilitas pangan (food avability and stability), dipengaruhi

oleh sumber daya (alam, manusia, dan sosial) dan produksi pangan (on farm

and off farm)

2. Kemudahan memperoleh pangan (food accessibility, dipengaruhi oleh

pendapatan rumah tangga dan produksi pangan yang tergantung pada harga

pangan maupun tingkat sumber daya yang terdapat dalam keluarga yaitu

tenaga kerja dan modal.

3. Pemanfaatan pangan (food utilization), dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan

status gizi (Setiawan, 2004)

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem pangan yang terintergrasi atas

berbagai subsistem. Subsistem utamnya adalah ketersediaan pangan, distribusi

pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan

sinergis dan interaksi dari ketiga subsistem.

Secara hakiki ketahanan pangan (food security) dapat diartikan sebagai

terjaminnya akses pangan untuk segenap rumah tangga dan individu setiap waktu

sehingga mereka dapat bekerja dan hidup sehat. Ketahanan pangan ditentukan

secara bersama antara ketersediaan pangan dan akses individu atau rumah tangga

(5)

akses ekonomi dalam memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan yang

sehat dan produktif dari hari ke hari (Nurmala, 2012)

2.2Konsumsi Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air yang

diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan

minuman bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan

buku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyajian, pengolahan,

atau pembuatan makanan dan minuman (Depkes, 2004)

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang

dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada

waktu tertentu (Hardinsyah &Martianto, 1992). Konsumsi makanan rumah tangga

merupakan makanan dan minuman yang layak untuk dikonsumsi oleh seluruh

anggota keluarga (supariasa dkk, 2002).

Tiga tujuan seseorang mengkonsumsi pangan yaitu tujuan fisiologis,

psikologis, dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi rasa lapar

atau keinginan memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan. Tujuan psikologis

merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi

kepuasan emosional atau selera seseorang. Tujuan sosiologis adalah berhubungan

dengan upaya pemeliharaan hubungan antar manusia dalam kelompok kecil

maupun kelompok besar (Riyadi 1996 dalam herdiana 2009).

Menurut Baliwati (2004), konsumsi pangan bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial. Kegiatan sosial,

(6)

bangsa/negara berpengaruh kuat dan kekal tehadap apapun dan bagaimana

penduduk makan. Pola kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih

pangan, jenis pangan yang diproduksi, cara pengolahannya, penyalurannya,

penyiapan, dan penyajian.

Tercukupinya konsumsi pangan merupakan syarat mutlak terwujudnya

ketahanan pangan rumah tangga. Ketidaktahanan pangan dapat digambarkan dari

perubahan konsumsi pangan yang mengarah kepada penurunan kuantitas dan

kualitas, termasuk perubahan frekunsi konsumsi makanan pokok. Angka rill

kuantitas konsumsi pangan harus dibandingkan dengan angka kecukupan gizi

yang dianjurkan untuk mengetahui cukup tidaknya asupan gizi (Khosman, 2002).

Konsumsi pangan mempunyai pengaruh secara lansung terhadap status gizi,

Kebutuhan gizi setiap orang berbeda, tergantung dari umur, jenis kelamin, tingkat

aktivitas (ringan, sedang, dan berat), dan keadaan fisiologis tubuh. Widyakarya

nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi

energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing sebesar 2000

kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari (Adriani dan Bambang, 2012)

Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang merupakan salah

satu faktor penting yang menentukkan tingkat kesehatan dan intelegensia

manusia. Tingkat kecukupan konsumsi pangan dan gizi seseorang akan

mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani yang

bersangkutan. Sementara itu, tingkat dan pola konsumsi pangan dan gizi rumah

tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya setempat

(7)

dikonsumsi oleh manusia, secara kualitatif dapat diperkirakan dari nilai energi

(kal) yang dikandungnya. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein

yang ada di dalam bahan makanan ( Almatsier, 2009).

2.3Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran kesejahteraan penduduk. Pengeluaran rumah tangga terdiri

atas dua kelompok yaitu pengeluaran untuk makanan (pangan) dan bukan

makanan (nonpangan). Pengeluaran pangan adalah jumlah uang yang akan

dibelikan untuk dikonsumsi pangan, sedangkan pengeluaran nonpangan adalah

jumlah uang yang dibelanjakan untuk keperluan selain pangan seperti pendidikan,

listrik, air, komunikasi, transportasi, tabungan, biaya produksi pertanian dan non

pangan lainya (kartika, 2005).

Tingkat kebutuhan/permintaan terhadap kedua kelompok tersebut pada

dasarnya berbeda-beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan

didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan

terlihat sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan.

Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi

pergeseran pola pengeluaran yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan

untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan

makanan (BKP Kota Medan, 2010)

Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,

telur, dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan

(8)

minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih. Sedangkan pengeluaran non

pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya

kesehatan, pakainan, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan

asuransi, keperluan pesta dan upacara (BPS, 2013).

Tingkat antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan

sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan

rumah tangga. Dari tingkat pengeluaran pangan dapat diketahui bahwa semakin

tinggi tingkat pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan atau ketahanan

pangan rumah tangga semakin rendah atau rentan (Purwantini dan Ariani, 2008).

Teori Engel’s menyatakan bila persentase makanan terhadap total

pengeluaran lebih dari 80 persen maka tingkat kesejahteraan rendah. Artinya

bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin rendah

persentase pengeluaran konsumsi makanan. Berdasarkan Teori Engel’s, Maka

suatu rumah tangga bisa dikatakan sejahtera apabila persentase pengeluaran

terhadap makanan jauh lebih kecil dari pada persentase pengeluaran bukan

makanan. (Sijirat, 2004).

Menurut Hildawati (2008) dalam penelitiannya pada kelompok nelayan,

bahwa pengeluaran rumah tangga perkapita perbulan mempengaruhi tingkat

konsumsi energi dan protein rumah tangga nelayan. Rumah tangga yang memliki

pengeluaran perkapita perbulan lebih tinggi mempunyai peluang 6,1 kali lebih

tinggi tingkat konsumsi energinya dan 8,3 kali lebih tinggi tingkat konsumsi

proteinnya dibandingkan dengan rumah tangga yang tingkat pengeluaran

(9)

2.4Karakteristik Rumah Tangga Petani Padi

Rumah tangga petani padi merupakan suatu unit kelembagaan yang setiap

saat mengambil keputusan produksi, konsumsi, curahan tenaga kerja dan

reproduksi. Rumah tangga petani padi dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit

ekonomi yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan

produksi, konsumsi maupun tenaga kerja dan mempunyai yang ingin dipenuhi

dari sumberdaya yang dimiliki (Purwita dkk, 2009).

Pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang diduga sebagai

determinan dalam keberagaman konsumsi pangan. Pendapatan dikaitkan dengan

daya beli pangan yang biasanya didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi

rumah tangga untuk memperoleh bahan pangan berdasarkan besarnya alokasi

pendapatan untuk pangan, harga pangan yang dikonsumsi, dan jumlah anggota

rumah tangga (Hardinsyah, 2007 dalam Arbaiyah, 2013).

Tingkat pendapatan menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli

serta seberapa besar dari pendapatan yang akan dikeluarkan untuk membeli

pangan. Daya beli keluarga sangat berpengaruh dalam pemenuhan konsumsi

pangan yang bergizi. Keluarga dengan pendapatan yang terbatas, kurang mampu

memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan tubuh, dan pasti mempengaruhi

tingkat keberagaman konsumsi pangan. Pengeluaran keluarga juga penting untuk

diperhitungkan, karena pengeluaran keluarga dianggap sebagai proksi dari

pendapatan yang dapat berpengaruh pada tingkat konsumsi pangan suatu keluarga

(10)

Menurut Prabawa (1998 dalam Herdiana 2009) mengungkapkan bahwa

setinggi apapun tingkat pendapatan yang diperoleh seorang kepala rumah tangga

dalam rumah tangganya, pada akhirnya kesejahteraan mereka akan ditentukan

oleh perdapatan perkapita. Besarnya pendapatan perkapita selain ditentukan oleh

total pendapatan yang diterima, juga ditentukan oleh jumlah anggota rumah

tangga.

Jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi pendapatan perkapita,

pengeluaran dan konsumsi pangan. Rumah tangga dengan banyak anak dan jarak

kelahiran antar keluarga yang sangat dekat akan menimbulkan lebih banyak

masalah. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga, mungkin tidak akan cukup

untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota rumah tangga tetapi hanya

mencukupi sebagian dari anggota rumah tangga (Martianto dan Ariani 2004).

Jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat

kecukupan energi dan ketahanan pangan. Semakin tinggi jumlah anggota keluarga

maka semakin rendah tingkat kecukupan energi dan semikin rendah peluang

rumah tangga menjadi tahan pangan (Sukandar dkk, 2006).

Menurut BPS (2001) dalam Arbaiyah (2013), besarnya keluarga atau rumah

tangga menyatakan seluruh anggota yang menjadi tanggungan dalam keluarga

tersebut yang dapat memberi indikasi beban rumah tangga. Semakin tinggi

besaran keluarga berarti semakin banyak anggota keluarga yang selanjutnya akan

meningkatkan berat beban rumah tangga tersebut dalam memenuhi kebutuhannya.

Ketahanan pangan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh modal sosial yang

(11)

keluarga. semakin tinggi tingkat intensitas anggota rumah tangga dalam

berinteraksi sosial maka ketahanan pangan rumah tangga semakin kuat (Suandi,

2007).

Selain Pendapatan dan jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan

menpunyai peran penting dalam tingkat ketahanan pangan. Hasil penelitian

Megawangi (1994 dalam Herdiana 2009) mengatakan bahwa rumah tangga yang

kepala keluarganya memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin

dibandingkan dengan rumah tangga yang kepala keluarganya memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh farida (2009) mengatakan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan didalam keluarga maka tingkat

ketahanan pangan menjadi lebih baik.

2.5Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka konsep Karateristik rumah tangga

petani padi : 1. Pendapatan 2. Pendidikan kepala

keluarga

3. Jumlah anggota rumah tangga

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi

1. Tingkat Pengeluaran Pangan

(12)

Berdasarkan gambar diatas dapat didefenisikan bahwa ketahanan pangan

rumah tangga petani padi di pengaruhi oleh karateristik rumah tangga tersebut

seperti pendapatan, pendidikan kepala keluarga, dan jumlah anggota keluarga.

Ketahanan pangan rumah tangga petani padi dapat dilihat dari segi tingkat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

Efektifitas Bakteri Pelarut Fosfat dalam Kompos Terhadap Peninkatan Serapan P dan Efisiensi Pemupukan P pada Tanaman Jagung.. Program

Dana Desa yang telah ditetapkan dalam APBN tidak mengalami perubahan walaupun terdapat perubahan APBN. Setelah mendapat persetujuan DPR, anggaran Cadangan Dana Desa

Perlakuan interaksi antara asam sitrat dan gula berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar antosianin, total gula, total padatan terlarut, perlakuan konsentrasi

Mikrometer tiga kaki (ketiga sensor terletak pada posisi 120 o ) merupakan alat ukur yang mungkin dapat digunakan untuk memeriksa ketidakbulatan dari lubang asalkan

Jenis garam yang diimpor dari luar negeri merupakan garam yang dipasok dari luar negeri hanya dalam jumlah kecil dan pengimpornya dilakukan bila produksi dalam negeri

Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai laporan hasil Kerja Praktek dan sebagai salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah Kerja Praktek pada Program Studi

Dari penelitian sebelumnya, peneliti menyimpulkan letak perbedaanya antara lain: Ari Widayati: perintergasian pendidikan karakter, Ana Sri Setyasih: Kontribusi Guru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi reaksi yang optimum pada reaksi konversi senyawa dalam tanaman selasih hijau dengan metode MAOS dengan pelarut etilen