BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tinjauan Teoritis
2.1.1. Manajemen Modal Kerja
Menurut Soeprihanto (1997 : 27) “modal kerja adalah nilai
aktiva/harta yang dapat segera dijadikan uang kas yaitu dipakai perusahaan
industri/jasa untuk keperluan sehari-hari, misalnya membayar gaji pegawai,
membeli bahan baku/barang, membayar ongkos angkutan, membayar hutang
dan sebagainya”.
Menurut Syahyunan (2013 : 46), pengertian modal kerja dijelaskan
lebih lanjut melalui tiga konsep modal kerja, yaitu:
1. Konsep Kuantitatif
Modal kerja menurut konsep kuantitatif didasarkan pada kuantitas dana yang tertanam dalam unsur-unsur aset lancar, sekali berputar akan kembali ke dalam bentuk semula dalam waktu yang tidak terlalu lama. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital).
2. Konsep Kualitatif
Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah sebagian dari aset lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu merupakan kelebihan aset lancar di atas utang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja neto (net working capital).
3. Konsep Fungsional
berikutnya. Dalam konsep ini dikenal modal kerja potensial, yaitu modal kerja yang menghasilkan pendapatan di luar kegiatan utama dari perusahaan yang bersangkutan.
Modal kerja merupakan komponen keuangan yang diperlukan untuk
kegiatan operasional perusahaan. Pengelolaan terhadap modal kerja
merupakan komponen yang penting dari manajemen keuangan perusahaan
karena langsung mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba. Menurut Syahyunan (2013 : 272) “jika laba perusahaan cenderung
stabil, perusahaan dapat membagikan dividen yang relatif besar tanpa takut
harus menurunkan dividen”.
Modal kerja terdiri dari uang kas atau yang ada di bank, surat-surat
berharga yang cepat dapat dijadikan uang kas, piutang, dan persediaan. Kas
adalah aktiva yang paling likuid atau merupakan salah satu unsur modal kerja
yang paling likuid. Kas sangat berperan untuk menetukan kelancaran kegiatan
perusahaan sehingga harus direncanakan dan diawasi dengan baik
penerimaan, perjalanan dan pengeluarannya. Perjalanan kas dapat disebut
dengan Net Trade Cycle (NTC) atau yang lebih dikenal dengan siklus konversi kas. Dalam penelitian ini manajemen modal kerja diukur dengan
menggunakan Net Trade Cycle (NTC).
2.1.1.1. Net Trade Cycle (NTC)
Net Trade Cycle atau yang lebih dikenal dengan siklus konversi kas menurut Brigham dan Houston (2001 : 201) adalah
“lamanya waktu antara dilakukannya pengeluaran tunai untuk sumber
penjualan produk. Dengan kata lain, lamanya waktu antara
pembayaran untuk upah karyawan dan pembelian bahan dengan
penagihan piutang usaha”. Semakin lama siklus konversi kas, maka
semakin besar biaya yang dibutuhkan untuk pembiayaan eksternal.
Biaya ini kemudian dapat mengurangi laba yang dapat diperoleh
perusahaan. Perusahaan harus berupaya sedapat mungkin
memperpendek siklus konversi kasnya untuk meningkatkan laba. Laba
ini kemudian mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2002 : 209) strategi siklus
konversi kas yang dapat digunakan perusahaan adalah sebagai berikut:
a) Melaksanakan perputaran persediaan secepat mungkin tetapi menghindari kehabisan persediaan yang dapat mengakibatkan kerugian penjualan.
b) Menagih piutang secepat mungkin tanpa merugikan penjualan dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh penagihan yang dipercepat. Contoh: melaksanakan potongan tunai, jika secara ekonomis dapat mempercepat penagihan piutang.
c) Membayar hutang dagang selambat mungkin tanpa merusak rating kredit perusahaan, tetapi tetap menerima keuntungan dari potongan tunai.
2.1.2. Pertumbuhan Perusahaan
“Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk
meningkatkan size-nya” (Kallapur & Trombley, 2001). Pertumbuhan perusahaan berkaitan erat dengan pertumbuhan laba perusahaan. “Laba yang
mampu dihasilkan selanjutnya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk
lain untuk membiayai aktivitas operasi perusahaan, memperluas perusahaan,
membeli persediaan, menambah lini bisnis, membayar kewajiban kepada
kreditur, maupun untuk membayarkan dividen kepada pemegang saham.
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan positif akan membutuhkan
dana yang besar untuk melakukan ekspansi. Bagi perusahaan yang sedang
bertumbuh, laba ditahan merupakan sumber pendanaan yang lebih baik
dibandingkan dengan utang maupun ekuitas. Semakin besar dana yang
dibutuhkan maka semakin besar pula laba yang harus ditahan oleh
perusahaan, sehingga akan lebih sedikit dividen yang akan dibagikan kepada
pemegang saham.
2.1.3. Ukuran Perusahaan
Menurut Sunarto dan Budi (2009) “ukuran perusahaan merupakan
ukuran atas besarnya aset yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan
besar umumnya memiliki total aktiva yang besar pula”. Perusahaan yang
besar membutuhkan dana yang besar pula untuk membiayai kegiatan
perusahaan dan bagi perusahaan besar utang dan ekuitas melalui penjualan
saham merupakan sumber pendanaan yang sering digunakan. “Perusahaan
yang memiliki asset yang besar jumlahnya cenderung lebih mudah untuk
masuk ke pasar modal” (Sartono, 2001 : 293). Kemudahan untuk masuk ke
pasar modal ini berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan
untuk mendapatkan aliran dana eksternal dalam jumlah yang lebih besar
dalam waktu yang lebih cepat. Semakin besar ukuran perusahaan maka akan
ukuran yang lebih besar diperkirakan akan memiliki kemampuan untuk
menghasilkan laba yang lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan yang sudah
mapan cenderung untuk memberi tingkat pembayaran dividen yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan kecil.
2.1.4. Kebijakan Dividen
Menurut Warsono (2003 : 271) “dividen merupakan bagian dari laba
yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for common stockholders) yang dibagikan kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai”. Dividen dibagikan melalui persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu. Untuk dapat menerima dividen,
seorang investor harus tercatat sebagai pemegang saham dalam waktu tertentu
dalam sebuah perusahaan yaitu pada saat perusahaan menutup buku
pengalihan saham dan mengkompilasi daftar pemengang saham yang harus
dibayar. Pembayaran dividen kepada pemegang saham terdiri dari dua
bentuk, yakni dividen kas (tunai) yang diterima berupa uang tunai dalam
jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham yang dimiliki, dan dividen saham
yang dibayarkan dalam bentuk saham tambahan sehingga saham yang
dimiliki oleh investor semakin bertambah.
Perusahaan yang mampu membayar dividen yang stabil dari waktu ke
waktu kemungkinan akan dinilai lebih baik daripada perusahaan yang
membayar dividen secara berfluktuasi. Hal tersebut karena perusahaan yang
tersebut juga bersifat stabil. Sebaliknya, perusahaan dengan dividen yang
tidak stabil mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik.
Hal inilah yang membuat perusahaan mengambil jalan aman, yaitu tidak
menurunkan pembayaran dividen. Perusahaan yang tumbuh dan berkembang
akan memperoleh laba atau keuntungan. Laba ini terditi atas laba yang
ditahan yakni laba yang digunakan untuk membiayai pertumbuhan
perusahaan. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian akan
dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Apabila perusahaan
memutuskan untuk membagi laba sebagai dividen, maka hal ini akan
mengurangi jumlah laba yang ditahan. Sebaliknya, jika perusahaan tidak
membagikan labanya kepada pemegang saham hal ini akan bisa menambah
sumber dana internal perusahaan untuk mengembangkan perusahaan. Oleh
karena itu, manajemen harus dapat membuat kebijakan dividen secara tepat.
Syahyunan (2013 : 267) menjelaskan bahwa “secara definisi,
kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan
pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen
atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa
yang akan datang.”
2.1.5. Bentuk Kebijakan Dividen
Menurut Syahyunan (2013 : 268) ada beberapa bentuk kebijakan
dividen, yaitu:
1. Kebijakan pemberian dividen yang stabil
Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik danstabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan, yakni: (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, dan (3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.
2. Kebijakan pemberian dividen yang meningkat.
Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. Misalnya perusahaan akan memberikan dividen sebesar Rp. 600,- per lembar dengan pertumbuhan 5%, sehingga tahun depan pembayaran dividen sebesar 5% adalah Rp. 630,- per lembar.
3. Kebijakan dividen dengan ratio yang konstan
Pemberian dividen dengan kebijakan ini mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio.
4. Kebijakan pemberian dividen reguler yang rendah ditambah ekstra
Melalui kebijakan ini, pemberian dividen dilakukan dengan menentukan pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil. Kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungan perusahaan mencapai jumlah tertentu.
2.1.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut Syahyunan (2013 : 267) faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen adalah:
1) Posisi Solvabilitas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam kondisi solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan karena laba yang diperoleh digunakan untuk memperbaiki struktur modal perusahaan.
2) Posisi Likuiditas Perusahaan
kurang baik, biasanya dividend payout ratio-nya kecil, sebab sebagian laba yang digunakan untuk menambah likuiditas.
3) Kebutuhan untuk Melunasi Hutang
Hutang-hutang harus dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut disediakan dana. Semakin banyak hutang-hutang yang harus dibayar , maka semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang harus dibayarkan kepada pemegang saham.
4) Rencana Perluasan
Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan perusahaan. Konsekuensinya, semakin besar dana yang dibutuhkan untuk itu.
5) Kesempatan Investasi
Semakin terbuka kesempatan investasi, maka semakin kecil dividen yang akan dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya akan digunakan untunk membayar dividen. 6) Stabilitas Pendapatan
Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang yang besar untuk berjaga-jaga.
7) Pengawasan Terhadap Perusahaan
Perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik/pemegang saham lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang, risikonya cukup besar. Oleh karena itu, perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap bisa dijalankan.
2.1.7. Teori Sinyal (Signalling Theory)
“Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini
berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau
informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari
Agar memberikan sinyal positif berupa laporan yang baik kepada
pihak eksternal, perusahaan dapat memberikan informasi mengenai
manajemen modal kerja dan keputusan perusahaan dalam melakukan
pembayaran dividen. Pemberian informasi mengenai manajemen modal kerja
dan keputusan pembayaran dividen dapat membuat pihak eksternal
perusahaan menjadi lebih yakin mengenai profitabilitas perusahaan.
Pembayaran dividen merupakan sinyal bagi investor mengenai prospek
perusahaan dimasa yang akan datang. Perusahaan cenderung meningkatkan
dividen jika terdapat tingkat profitabilitas yang tinggi dimasa yang akan
datang, dan menurunkan dividen jika manajemen yakin tidak terdapat
cashflow yang mendukung pembayaran dividen. Hal ini dapat membuat pihak eksternal yakin bahwa laba yang dimuat dalam laporan keuangan adalah
murni merupakan hasil kinerja perusahaan, bukan merupakan laba yang
direkayasa perusahaan demi memberi sinyal yang positif bagi pihak eksternal.
2.1.8. Indikator Kebijakan Dividen
Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan dividen adalah
dividend payout ratio (DPR). Dividend Payout Ratio (DPR) atau rasio pembayaran dividen menurut Sartono (2001 : 491) adalah “persentase laba
yang dibayarkan dalam bentuk dividen atau rasio antara laba yang dibayarkan
dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham”.
Formulanya adalah nilai dividen yang dibagikan per saham dibanding dengan
2.2.Penelitian Terdahulu
Penelitian terhadap kebijakan dividen telah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya. Terdapat beberapa hal penting dari
hasil penelitian sebelumnya yang menjadi dasar penilitian ini.
Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu mengenai
kebijakan dividen.
Penelitian Oladipupo dan Okafor (2013) menguji pengaruh
manajemen modal kerja yang diukur dengan net trade cycle (NTC), current ratio (CR), debt ratio (DR) serta tingkat pertumbuhan laba terhadap profitabilitas dan dividend payout ratio (DPR) pada 12 perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Nigeria Stock Exchange dari tahun 2002-2006. Metode analisis data menggunakan teknik korelasi pearson product moment dan Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC, CR dan
DRberpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Profitabilitas
berpengaruh positif terhadap DPR, dan manajemen modal kerja
yang diukur dengan NTC berpengaruh negatif terhadap DPR.
Profitabilitas, manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC,
dan tingkat pertumbuhan laba bepengaruh tidak signifikan terhadap
DPR.
Haryetti dan Ekayanti (2012) dalam penelitiannya menguji
pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan LQ-45 yang terdaftar di BEI. Analisis data
menggunakan regresi linear berganda dengan pengujian asumsi
klasik. Variabel dependen yang digunakan adalah kebijakan
dividen dengan DPR (Dividend Payout Ratio) sebagai indikator. Profitabilitas (ROI), Investment Opputunity Set (IOS), dan pertumbuhan perusahaan sebagai variabel independen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas (ROA)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Investment opportunity set tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap DPR. Namun, secara simultan,
profitabilitas, opportunity set, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap DPR.
Handayani dan Hadinugroho (2009) dalam penelitiannya
menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang,
ROA, ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Penelitian
menggunakan data dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesiaperiode 2001-2005 dan menjadi 43
perusahaan manufaktur. Analisis data menggunakan analisis
regresi berganda. Variabel dependen yang digunakan dalam
penelitian adalah kebijakan dividen yang diproksikan dengan
hutang, dan Return On Asset (ROA) sebagai variabel independen. Dari hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa kebijakan
hutang dan ROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen, ukuran perusahaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel
Penelitian Hasil Penelitian
Oladipupo dan
Net Trade Cycle (X1), Current
Ratio (X2), Debt
Ratio (X3),
Tingkat
Pertumbuhan Laba (X4), Profitabilitas
(Y1) Dividend
Payout Ratio (Y2)
Haryetti dan yang terdaftar di BEI
2.3.Kerangka Konseptual
Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan atau laba.
Laba yang diperoleh perusahaan biasanya akan ditahan dalam bentuk retained earning atau dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen sesuai dengan kebijakan dividen perusahaan tersebut. “Kebijakan dividen merupakan
keputusan perusahaan untuk menentukan bagian keuntungan sebagai laba ditahan
dan bagian yang akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen”
(Oladipupo & Ibadin, 2013). Kebijakan dividen merupakan masalah yang sering
dihadapi oleh perusahaan. Pihak manajemen perusahaan sering mengalami
kesulitan untuk menentukan apakah akan membagi dividennya atau akan menahan
labanya untuk diinvestasikan kembali membiayai proyek yang menguntungkan
perusahaan.
Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan
dan juga dapat membayar dividen yang stabil kepada pemegang saham tetapi
kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Hal ini disebabkan karena apabila
manajemen perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka
akan mengurangi laba ditahan yang akhirnya mengurangi total sumber dana intern perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang
diperoleh maka kemampuan perusahaan dalam pembentukan dana intern akan
semakin besar. Oleh karena itulah, penetapan kebijakan dividen menjadi penting
bagi perusahaan dan manajemen perusahaan perlu memerhatikan hal-hal yang
berpengaruh dalam penentuan kebijakan dividen. Beberapa hal yang
manajemen modal kerja yang diukur dengan net trade cycle (NTC), pertumbuhan perusahaan (growth) dan ukuran perusahaan (size).
Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka diatas maka dapat
disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut:
H1
H2
H3
H4
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4.Hipotesis Penelitian
Menurut Idrus (2009 : 18) “hipotesis adalah jawaban
sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis
adalah instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang
siap diuji secara empiris”. Net
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang
telah diurakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Net trade cycle (NTC) berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratioperusahaan manufaktur
H2: Pertumbuhan perusahaan (Growth) berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratioperusahaan manufaktur
H3: Ukuran perusahaan (Size)berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio perusahaan manufaktur.